Marcella memutar-mutar dengan malas gelas kopi yang ada di depannya. Hari ini dia kehilangan minat untuk fokus dengan pekerjaan yang sudah menumpuk di laptop yang ada di depannya. Pikiranny terus menuju pada berkas lain yang merupakan laporan keuangan dan proposal rencana akusisi investasi Tjandra C
“Senang mendengar bahwa perusahaan anda akhirnya mendapatkan kesempatan kedua, Tuan Cardo.” Avan menanggapi dingin pemaparan yang Cardo sampaikan. Pembicaraan pun terus mengalir seperti seharusnya. Baik Avan mau pun Marcella memainkan peranan mereka dengan baik. Mereka melakukan pekerjaan dengan pr
Avan menoleh ke arah Marcella yang masih duduk di dalam mobil sambil memandang gelisah ke arah restaurant mewah di depan mereka. Pintu di sisi Avan yang sudah terbuka pun terpaksa ditutup kembali. “Kenapa? Ini salah satu restaurant favoritku. Mereka punya banyak pilihan menu jika kau menyukai maka
“Kecuali?” Marcella menunggu sambungan pernyataan Avan. Sesaat Avan diam. Dia tampak ragu untuk melanjutkan kata-katanya. Hanya sepasang mata coklat gelap yang terus terarah ke wajah Marcella. Pandangan mereka terkunci tanpa ada kata yang bisa diucapkan. Hingga Avan memilih untuk memecahkan suasana
Mata-mata dengan tatapan tajam melihat ke arah Marcella. Setelah sekian lama, untuk pertama kalinya Marcella kembali menginjakkan kaki di salah satu gedung perkantoran termewah itu. Beberapa karyawan tampak canggung untuk menyapanya. Hubungan Bayu dan Marcella yang berantakan dan penuh kepahitan ten
Bayu melihat sekilas ke arah Marcella. Baik Marcella dan Ricky berdiri untuk menyambut Bayu. Sebelum kemudian Bayu duduk di kursi yang ada di kepala meja. “Jadi, Marcella, kau sekarang adalah direktur keuangan di Naomi Company. Perusahaan yang sedang kami proyeksikan untuk investasi terbesar di tah
Bayu menghentikan langkah kakinya. Keadaan seketika membeku. Marcella berhenti pada kalimat terakhirnya. Ricky berdiri tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Bayu masih dalam posisi memunggungi meja meeting dan menunggu. Dua langkah lagi Bayu nyaris menuju pintu. Dia berpikir bisa melepaskan diri dar
Bukan merasa itu sebagai tuntutan, Bayu justru melihatnya sebagai permintaan akan kebutuhan. Sebelah tangan kekar Bayu masih berada di pinggang runcing Marcella. Dia begitu posesif seolah tidak akan pernah melepaskan Marcella untuk selamanya “Tolong….” Marcella menundukkan kepala. Dia telah sampai
“Dan dia jatuh cinta padamu.” Bayu menyimpulkan. Marcella tersenyum sedih. “Katakanlah begitu. Tapi, Avan bukanlah alasan aku memutuskan untuk tidak kembali padamu. Itu adalah dia hal yang berbeda.” “Apakah dia lebih baik dariku?” tanya Bayu. Marcella mengerling. “Kenapa aku harus membandingkan k
Bayu meraih tangan Marcella. Hatinya bergetar. Semula dia memang berniat untuk tetap memberikan investasi itu pada Naomi Company. Jika itu berarti kemenangan Marcella dan membalaskan sakit hatinya pada Bayu, maka dia akan dengan senang hati memberikan kemenangan itu pada Marcella. Namun ternyata, j
Pria yang sejak tadi memilih diam itu pun melihat ke arah Nirina. “Apa kau sedang mengancamku?” tanya Bayu. “Tentu saja tidak, Bayu. Ini bukan ancaman, ini adalah hal yang akan tampil menjadi kenyataan. Video pelecehan yang pernah kau lakukan pada Marcella, ada di tangaku.” Nirina menoleh ke salah
Kamera wartawan berkilatan di depan mereka. Itu sama sekali tidak mengganggu bagi Nirina. Dia tersenyum bangga dan bahagia dengan para pewarta yang ada bersama mereka. Marcella duduk tenang dan anggun di sebelahnya sementara Bayu duduk di sisi yang lain. Itu adalah ruang pertemuan di dalah satu hot
Marcella duduk diam sambil memutar-mutar gelas berisi air yang ada di depannya. Kata-kata Nindia mengandung banyak kekhawatiran. Dalam hati Marcella selalu bersyukur karena ibu yang dia miliki adalah Nindia. Wanita yang tegar dan tidak terpengaruh oleh keadaan. Kebijakannya dalam menentukan banyak h
Sesaat semua orang memejamkan mata. Beberapa dari mereka adalah orang yang belum pernah melihat kekejaman Bayu yang hanya terdengar dari telinga. Ketika akhirnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri dengan siapa mereka sedang bekerja, tak urung mereka pun berubah menjadi jeli. “Berterima kasih
Bayu berdiri cepat. Dia membuka salah satu laci yang ada di belakangnya. Sepucuk senjata dengan segera berada di tangannya. Bayu dengan cekatan memasang beberapa peluru dan melepaskan pengaman pelatuknya. Manu berdiri. “Tidak, Bayu. Bukankah kiat sudah sepakat untuk tidak menggunakan cara ini lagi
Tidak ada satu jawaban pun yang diterima Bayu. Sepanjang malam, ratusan kali dia menyentuh ponselnya hanya untuk melihat bahwa Marcella tidak sama sekali menanggapi pesan yang dia kirimkan. Pertanyaan bergelayutan di benak Bayu. Apakah istrinya belum membaca pesannya? Atau Marcella memang sudah tida
“Tidak mungkin Marcella melakukan itu, Kak. Dia bukan wanita yang bisa membalas dendam dengan cara yang kejam.” Aryani menyangkal. “Bukankah itu menurutmu. Kenyataannya tidak seperti itu. Orang paling baik sekali pun bisa melakukan hal kejam ketika mereka melewati batas rasa sakitnya.” Bayu memijat