"Papa?" ucapku dalam hati.
Ya Tuhan, ternyata, kak Ayu, mengajakku bekerja, di tempat papaku sendiri. Aku tidak tahu, karena dulu kantor papa tidak di dini. Entah sejak kapan papa pindah kantor? berbagai pertanyaan ada dalam benakku. "Ayyara, syukurlah, kamu baik baik saja," Papa menatapku haru. "Maaf Om, nama saya Dinda, bukan Ayyara." sebisa mungkin, aku berpura pura, tidak mengenal papa. Jujur aku masih belum siap, kalau papa tahu aku hamil di luar nikah. Aku takut papa tidak mau menerimaku lagi. "Ayyara, maafkan Papa. Pulanglah Nak, papa tidak punya siapa siapa lagi," papa masih dengan keyakinannya.Aku yang bingung, menatap kak Ayu, sambil menggeleng. "Om, dia adik saya, namanya Dinda." ucap kak Ayu. Papa kembali menatapku, dari rambut hingga ujung kaki. "Maaf ya, aku kira kamu Ayyara. Kamu memang sangat mirip dengannya. Bedanya , hanya warna rambut dan penampilannya saja," "Iya Om, tidak apa apa," sahutku.Aku melihat rautnya sangat kecewa. "Maafkan aku Pa," ucapku dalam hati. "Baiknya, kalian langsung bekerja saja ya. Aku sudah menyiapkan tempat, untuk kalian. Ayo ikut!" Aku dan kak Ayu, akhirnya bekerja di tempat papa.waktu istirahat tiba. Kak Ayu mengajakku untuk makan siang. Kami makan di sebuah warung pinggir jalan, sambil ngobrol.Aku yang penasaran, dengan hubungan kak Ayu dan Papa, minta kak Ayu untuk menjelaskan tentang papa. "Kak, Om itu siapa? kenapa dia mengira, aku adalah anaknya?" tanyaku santai."Dia namanya Om Bagas, aku belum lama mengenalnya. Sebenarnya dia orang baik, dia hanya kesepian dan butuh teman ngobrol. Akulah yang selalu menemani Om Bagas, tapi hanya sebatas ngobrol, Om Bagas lelaki baik, dia tak pernah memintaku untuk tidur bersamanya" Ucap kak Ayu dengan mimik serius.Benarkah apa yang dikatakan kak Ayu? aku sedikit tidak percaya. "Masa sih Kak? Memangnya apa yang kalian obrolin sih." tanyaku penasaran.Kak Ayu menghela nafas panjang kemudian lanjut bercerita. "Om Bagas sedang kecewa sama istrinya, katanya sih istrinya selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Kejadian itu membuat Om Bagas setiap hari berantem, hingga tak disadarinya, anak satu-satunya Om Bagas pergi dari rumah. Menurutnya mungkin karena anaknya lelah dengan pertengkaran mereka." Ujar kak Ayu. "Apa Om, Bagas melihat langsung, kalau istrinya itu selingkuh?" Jujur aku tidak menyangka, kalau Mama tega selingkuhan papa. "Melihat langsung sih tidak. Tapi Om Bagas melihat foto foto yang di kirim orang tak di kenal. Dalam foto itu, istrinya sedang berada di sebuah kamar, bersama pria lain," jawab kak Ayu."Ohh gitu kak!" Aku pura pura manggut-manggut, padahal dalam hati kecilku berkecamuk hebat. Ada rasa kecewa dengan mama bila benar yang kak Ayu ceritakan. Karena perselingkuhan mama, hubungan papa dan mama, sudah tak harmonis seperti dulu lagi. Jadi untuk apa aku kembali pada mereka, mereka sudah sibuk dengan urusan masing-masing, mana peduli mereka padaku lagi. ***Jam menunjukan pukul Tujuh malam, aku masih saja berdiam diri dikamar. Tidak banyak yang aku lakukan. Mendengar cerita papa dari kak Ayu, aku jadi merasa sangat kasihan padanya.Aku dengar seorang yang datang bertamu, dan kak Ayu menyuruhnya untuk duduk. Aku seperti mengenal suaranya, kucoba mengintip dari balik pintu, dan aku sangat terkejut melihat siapa yang datang."Papa..! itu kan papa. Untuk apa dia kesini? hatiku berdebar tak karuan. Aku yakin, papa ingin menjemputku. Mungkin tadi siang, papa hanya pura pura salah orang saja. Ya, mana ada sih, orang tua salah dalam mengenali anaknya. "Yu, aku ingin ketemu Dinda, aku ingin pastikan dia Ayyara atau bukan. Tolong ya bawa dia kesini!" Kudengar papa berbicara pada kak Ayu."Sebentar aku tanya Dinda dulu ya om,"Aku pura pura tidur, saat kak Ayu datang ke kamarku. "Din,ada yang mau ketemu," "Maaf Kak, Dinda sedang tak enak badan," Aku pura pura memegangi perutku. "Sebentar saja Din. Ayo!"Kak Ayu mencoba membujukku, apa yang harus kulakukan? Kalau aku menolak, pasti kak Ayu akan curiga, lebih baik kutemui papa tapi aku harus pura-pura tak mengenalnya."Siapa sih kak? "tanyaku pura pura tidak tahu."Temui aja dulu, kamu pasti kenal." Jawab kak Ayu santai.Terpaksa aku ikuti kak Ayu, menemui papa. Sebisa mungkin aku bersikap biasa supaya papa dan kak Ayu tak mencurigai ku."Ada apa ya Om?" tanyaku santai.Papa tak langsung menjawab, papa mengamatiku dengan seksama, kemudian memelukku erat."Arra...! pulanglah sayang! maafkan papa, jika selama ini, kurang memperhatikan kamu. Papa memang egois, hanya memikirkan diri papa sendiri," ucapnya sendu.Ada rasa haru, melihat pengakuan papa. Papa terlihat sangat menyesal."Cukup Om! Jangan panggil aku Arra, aku bukan Arra, dan aku... "Aaww..." Aku memegang kepala, pura-pura kesakitan. Karena aku tak mau papaku kecewa, dengan keadaanku yang seperti ini."Kamu kenapa Din? kepalamu sakit lagi?" Kak Ayu terlihat panik."Iya Kak. Aku istirahat aja kak, bolehkan?" Aku terus memegangi kepalaku, supaya kak Ayu yakin, kalau aku kesakitan. "Baiklah Din, kita kekamar ya," "Maaf ya Om. Aku tinggal sebentar."Papa yang kebingungan, hanya mengangguk pelan.Kak Ayu mengajakku masuk kekamar, setelahnya aku tak tau bagaimana dengan papa.Aku tak dapat memejamkan mata sedikitpun, ingatanku kembali pada kejadian buruk yang menimpaku, semua berawal dari mama. Kalau Mama tidak selingkuh, pasti papa tidak berantem dengan mama, nasibku tidak akan seperti ini. Aku benar-benar kecewa dengan mama.Entah dimenit ke berapa aku memejamkan mata, saat tiba-tiba kudengar suara kak Ayu memanggilku."Din, kamu sudah bangun?""Sudah kak," Sahutku seraya membukakan pintu untuknya, rupanya hari sudah pagi."Kamu istirahat saja, tidak usah bekerja dulu?" ucap kak Ayu, yang sudah siap dengan tas di tangannya. "Kakak mau naik ojek?" tanyaku heran. Sudah hampir jam delapan, kak Ayu belum berangkat? kalau nunggu angkutan, pasti telat.Kak Ayu tersenyum manis, terlihat matanya berbinar binar. "Tidak, Kakak mau di antar teman," jawabnya."Tunggu Kak!, Kakak mau pergi sama siapa? sepertinya orangnya istimewa banget nih!" Candaku."Iya Din, dia orang yang special dihati kakak, nanti kalau udah pulang aku kenalin, ya udah kakak berangkat dulu ya," Pamitnya seraya mengusap rambutku.Setelah kak Ayu keluar, aku yang penasaran, diam-diam mengintipnya dari balik tirai jendela, aku penasaran, cowok seperti apa yang membuat kak Ayu sepertinya jatuh hati.Aku terkejut, saat melihat wajah pria itu. "Astaga! kenapa harus dia?"Mendadak tubuhku merasa lemas melihat siapa cowok yang pergi bersama kak Ayu."Andrean...? Kenapa harus dia, lelaki yang di sukai kak Ayu? jangan-jangan Andrean sudah tau aku disini, dia sengaja mendekati kak Ayu karena diriku. Mungkinkah Andrean akan mengajakku pulang kembal? tidak, aku tidak mau, tapi apa yang harus aku lakukan? sepertinya Andrean takan membiarkan aku tenang." gumamku.Ting!Notifikasi pesan masuk terlihat di ponselku, dari nomor tak dikenal.Segera kubuka dan membacanya.[ Ayyara temui aku sekarang! kalau tidak nyawa Ayu jadi taruhannya ]Andrean, ini pesan dari Andrean, iya aku telah menghapus nomornya waktu itu.Satu Pesan kembali masuk.[ Sudah kubilang jangan pernah lari dariku. Kemanapun kamu pergi, pasti aku dapat menemukanmu ][Aku tunggu kamu di rumah, sekarang juga ]Ya Tuhan, Itu Andrean. Apa salahku padanya, apa dia tidak puas telah menghancurkan aku. Dan kak Ayu, aku tidak mau kak Ayu kenapa-kenapa, biarlah aku datang saja menemui Andrean."Andre..buka pintunya Ndre!" Teriakku kencang. Aku takut terjadi sesuatu sama kak Ayu."Ba
Ya Tuhan untung saja ponsel Andrean tertinggal, dan tak dikunci, jadi aku bisa tahu rencana dibalik penyanderaan ini.Kulanjut baca, pesan berikutnya, dengan tubuh bergetar. Aku benar benar merasa takut.[ Ingat, jaga dia baik-baik, jangan sampai keguguran, nanti kalau dia hamil sudah besar, kita bawa dia ke hadapan Bagas., Aku ingin si Bagas yang sombong itu, menanggung malu karena aib anaknya, yang hamil diluar nikah ]Sampai di sini, aku sudah paham. Ternyata tujuan orang itu, ingin mempermalukan papaku. Aku tidak akan biarkan itu terjadi, aku lebih baik mati daripada mencoreng nama baik orangtuaku.Ting.Satu pesan datang lagi.[ Ingat! Jangan sampai video itu kamu hapus, aku ingin semua orang tau, kalau anaknya hamil bukan karena satu orang, tapi dua orang sekaligus. Pasti dia sangat shock dan malu, kalau tau anaknya, jadi gadis yang nakal dan liar ]Setelah kubaca pesan itu, aku jadi tau, kejadian dihotel yang katanya aku bahan taruhan, ini sebagian dari rencana orang yang i
"Mas berhenti Mas! Coba lihat itu! Ada yang mau bunuh diri!" Teriak Hani istriku, seraya menunjuk ketepi jembatan.Aku yang sedang fokus menyetir, segera menghentikan mobilku, saat kulihat seorang perempuan, sudah naik dipagar pembatas. Aku segera berteriak memanggilnya. Hai, apa yang kamu lakukan? Cepat turun!" Teriakku kencang. Namun rupanya orang itu tak mendengarnya.Tiba tiba saja kulihat dengan mata kepalaku sendiri, perempuan itu, menjatuhkan dirinya kedalam sungai, yang berada dibawah jembatan. Mau apa lagi, kalau bukan untuk bunuh diri."Apa yang kamu pikirkan Mas?! Cepat segera tolong dia!" teriak Hani.Seketika aku tersentak, segera aku keluar dari mobil, bersama Hani.Tin.Tin.Tin.Kudengar dari belakang pengendara mobil yang lain, berteriak."Woy jalan!""Nggak tau macet apa!" teriak para pengendara lain."Maaf Mas, ada orang bunuh diri, lihat itu!"ucapku seraya menunjuk kebawah jembatan.Kudengar istriku, berteriak -teriak minta tolong, aku mencoba turun kebawah untuk
"Dek, kalau boleh tau, nama kamu siapa?"Tanya Hani setelah duduk disamping gadis itu. "Namaku Ayyara kak?"sahutnya lemas."Aku Hani. Itu,suamiku, namanya Mas Aditya," Ujar Hani seraya menunjuk kearahku.Aku hanya tersenyum melihat gadis itu menatapku. Ada rasa iba dihatiku, kenapa gadis secantik itu, sampai frustasi, hingga ingin mengakhiri hidupnya. Entah apa masalah yang sedang dihadapinya.Aku segera mendekati gadis itu. "Ayyara, bagaimana, kalau kamu pulang kerumah kami saja?"ucapku pelan."Iya Ra, kamu ikut kami saja ya, mau kan?" ujar Hani."Tapi kak, aku..."Ayyara, kalau kamu ada masalah, nanti bisa ceritakan pada kami ya. Sekarang bersiaplah, kita akan segera pulang," sela Hani, membujuk gadis yang bernama Ayyara itu.Setelah Ayyara setuju, kami pun segera membawanya pulang. Sepanjang perjalanan Ayyara hanya terdiam, ada banyak yang ingin kami tanyakan, tapi mungkin nanti saja, kalau sudah nyampe rumah."Nah Arra, ini rumah kami. "Masuk yuk!" Hani mengajak Ayyara masuk.***
Sejak Dokter memfonisku terkena kanker rahim stadium tiga, aku merasa terpukul. Hatiku hancur, karena aku belum bisa memberikan keturunan untuk mas Adi. Sunguh aku ingin sekali, membuat mas Adi bahagia, dan tak menyesali pernikahan ini, karena perjodohan.Aku tidak mengetahui penyakitku sejak dini, karena aku tak pernah pergi ke Dokter.Setelah mas Adi, menyuruhku untuk memeriksakan kandunganku, yang mungkin bermasalah, karena kami tak kunjung punya anak. Saat itulah aku baru tau, kalau aku ternyata terkena kanker rahim, dan sudah stadium tiga."Kamu sudah ke Dokter Han?" tanya mas Adi setelah pulang dari kerja.Aku bingung entah mau jawab apa. Tidak mungkin, aku katakan yang sebenarnya, karena aku tidak mau mas Adi kecewa, dan nantinya akan meninggalkanku.Aku sudah tak punya siapa siapa lagi. Sejak aku menikah dengan mas Adi, aku sudah tak punya orang tua lagi. Ibuku sudah lama meninggal, sedang Ayahku yang sedang sakit keras, terpaksa menjodohkanku, dengan mas Adi. Anak dari sahaba
"Kak, aku bosan tiduran terus kak. Bolehkan aku jalan jalan sebentar?" tanyaku pada kak Hani, saat dia mengantar segelas susu untukku.Kulihat kak Hani tampak sedang berpikir,mungkin saja dia takut, aku akan melakukan hal nekat lagi. "Boleh kok. Tapi nanti, tunggu kak Adi pulang ya. Biar kita bisa pergi sama sama," jawabnya. "Baiklah Kak."Setelah kak Adi pulang, kak Hani pun mengajakku jalan jalan. Dengan di antar kak Adi kami pun pergi ke sebuah taman."Arra, apa kamu suka tempat ini,"tanya kak Hani."Iya kak, aku suka banget. Rasanya damai banget kalau lihat bunga bunga yang bermekaran,"Aku memang benar benar merasa tenang dan damai, mungkin karena ditaman ini, pemandangannya menyejukan mata, atau mungkin karena kak Hani yang begitu perhatian padaku."Mas, kalau kamu bosen temenin kita. Kamu pulang aja nggak apa apa. Nanti pulangnya, kita naik taxi saja," ucap kak Hani, pada mas Adi."Nggak kok. Aku juga suka lihat pemandangan disini,"Kak Adi tersenyum melihat kearahku dan kak
Seperti biasanya, setelah sarapan pagi, kak Hani selalu membuatkan, susu untukku."Arra,di minum ya susunya,"ucap kak Hani sembari menaruh segelas susu di atas meja."Terimakasih ya kak,"Sungguh kak Hani begitu baik, dan perhatian padaku."Jangan lupa minum vitaminnya. Nanti sore cek kandungan kamu ya? Kakak temenin."ujarnya seraya mengusap usap perut buncitku."Iya kak,""Kak,boleh Arra tanya sesuatu kak?"Kak Hani menatapku seraya tersenyum."Boleh, kamu mau tanya apa?""Kak,sebenarnya Kakak kenapa? Sepertinya tante Dina sangat mengkhawatirkan kakak,""Kakak nggak apa apa kok. Kamu jangan cemas ya,""Jangan bohong Kak, katakan padaku, aku tau ada yang kakak sembunyikan."Kak Hani mengehela nafas panjang, terlihat sekali, dia punya beban yang sangat berat."Baiklah Arra. Kakak mau cerita, tapi kamu harus janji, kamu akan menuruti permintaan kakak," ujarnya."Pasti Kak. Apapun akan Arra lakukan demi kakak,"Ya,apapun permintaan kak Hani, sebisa mungkin akan aku lakukan,aku sudah ber
"Kak, kak Hani. Kakak kenapa?" mata kak hani terpejam, sungguh aku merasa takut sekali. "Hani, bangun sayang," Karena tak ada jawaban, Mas Adi, segera membawa kak Hani ke rumah sakit."Mas, jangan bawa aku kerumah sakit. Aku cuma lelah saja Mas, mau istirahat di kamar saja," pinta kak Hani, saat sudah berada di dalam mobil. "Tapi Han, kamu harus di rawat." Sepertinya kak Adi tidak mau menuruti ucapan kak Hani. "Mas, aku mohon. Aku lelah Mas," ucapnya lagi. "Baiklah, tapi kamu janji, kamu akan baik baik saja," ucap kak Adi akhirnya.Tepaksa kak Adi, membawa masuk kak Hani, kedalam kamarnya."Sayang, sekarang kan, Adi dan Arra sudah menikah, jadi kamu sudah mau kan minum ramuannya,"Tante Dina berusaha membujuk kak Hani, seraya mengusap air matanya."Iya Ma. ,Hani mau kok minum obat terus, walaupun pada akhirnya Hani akan tetap pergi,"Ucapan kak Hani membuat kami semua sedih, termasuk kak Adi."Han, kamu harus semangat. Apa kamu nggak kasihan sama aku," ujar kak Adi sembari mengge
"Mas, aku takut,""Arra bertahan ya?"Samar kudengar suara mas Adi, namun perlahan menghilang."Arra bangun sayang, kamu pasti kuat sayang."Kudengar pelan suara mas Adi. Perlahan kubuka mata ini, kurasakan tangan mas Adi menggenggam tanganku, kutatap wajahnya, ada raut sedih disana, ada air mata menetes dipipinya."Mas." panggilku lirih."Arra, kamu sudah sadar sayang."Mas Adi mencium tanganku lembut."Apa yang terjadi Mas? apa kandunganku baik baik saja?"Kali ini, aku sudah tak merasakan kram diperutku, apa jangan jangan, tidak aku tak mau itu terjadi."Sayang, kandungan kamu baik, anak kita baik baik saja Ra.""Tapi..."Tapi apa Mas?" Mas Adi menggantung kata katanya, membuatku jadi panik."Tapi, kamu kenapa curang, nggak kasih tau Mas, dari kemarin kemarin."Mas Adi tersenyum seraya membelaiku sayang."Maksud kamu apa Mas?"Mas Adi membuatku bingung."Dokter bilang, usia kandungan kamu sudah lima minggu, tapi kok baru kasih tau Mas kemarin."Ucap mas Adi, sambil mengacak acak r
Drrrrrtttt.Kudengar posnselku berbunyi saat berada dikamar mandi."Ra, ada telepon dari om Andri nih?" Ucap mas Adi dari balik pintu."Sebentar Mas!"Om Andri telepon? Pasti ada yang penting. Jangan-jangan, ini soal penyelidikan itu. Apa om Andri sudah berhasil, menyelidikinya, dan sudah tahu siapa orang itu?"Mana Mas?" Mas Adi memberikan ponsel yang dipegangnya padaku."Hallo Om." sapaku ramah."Arra, Om sudah mengetahui siapa orang itu." Ucap Om Andri dari seberang sana."Serius Om?"Mendengar yang om Andri katakan, aku sangat senang. Sebentar lagi, aku akan melihat wajah orang yang menghancurkan hidupku melalui Andrean."Sekarang dia sudah Om sekap dirumah." Ucap om Andri tegas."Apa Om! Disekap?"Aku masih bingung dengan maksud om Andri."Iya Ra, kamu segera kesini ya!""Iya Om, sebentar lagi Arra kesitu."Berarti om Andri telah menangkapnya, tapi kenapa tak langsung membawanya kekantor polisi. Apa om Andri ingin aku melihatnya dulu. Tapi siapa sebenarnya orang itu? aku jadi pe
"Ada apa Mas?"Mas Adi hanya melirikku saja, aku jadi takut, jangan jangan terjadi sesuatu sama papa."Papa Ra.""Papa kenapa Mas?" Mas Adi malah tersenyum, aku jadi bingung dibuatnya."Kok malah senyum sih Mas." Aku jadi kesal dibuatnya."Kamu tuh, orang Mas belum selesai ngomong, udah main potong aja. Tadi yang telepon Papa, Papa bilang sekarang lagi kerumah Nenek, Papa lagi jemput Mama."Kali ini mas Adi sepertinya serius."Yang bener Mas?" "Iya sayang, kamu nggak usah panikan kenapa?"Ujar mas Adi sembari mengacak rambutku.Mendengar kata kata mas Adi, aku merasa bahagia sekali, aku senang karena papa baik baik saja. Lebih senang lagi, karena papa sedang jemput mama, sebentar lagi, keluarga kecilku dapat berkumpul kembali, aku sudah tak sabar, ingin melihat mereka bersatu kembali."Mas, kita sarapan yuk!"Karena panik, memikirkan papa, aku sampai lupa untuk sarapan, kasihan mas Adi, pasti sudah sangat lapar."Yuk!" mas Adi seperti sangat bersemangat."Maaf ya Mas, gara gara aku,
Drrrtttt....Kudengar ponselku berdering, tapi aku biarkan, karena mata ini masih terasa ngantuk, enggan meraih ponsel yang berada disamping Mas Adi. Aku kembali hampir terlelap, saat kudengar bunyi ponselku untuk kedua kalinya. Siapa sih, masih pagi begini sudah telepon, mengganggu saja. aku menggerutu kesal.Segera kuberanjak dan kuraih ponselku.Ahh mati, biarin lah, nanti juga kalau penting telepon lagi.Ting.Sms masuk. Segera kubuka isi pesan itu, takutnya penting.[ Ra, ini Om, Orang orang Om, melihat orang yang mencurigakan, didepan rumahmu ]Ting.Kali ini pesan berbentuk Video.Kulihat dengan jelas, ada orang yang sedang berusaha memanjat pagar rumahku, tapi sayangnya, wajahnya tak terlihat jelas, karena memakai masker.Ting.Satu lagi pesan video masuk, kulihat diluar pagar, ada sebuah mobil dan seorang wanita, sepertinya sedang mengawasi tempat sekitar, tapi sayangnya wanita itupun memakai masker, tapi sepertinya aku hapal gerak geriknya.Ting.[ Sekarang Seno dan Joko, se
Saat om Andri membuka pintu, tiba tiba seseorang dibalik pintu menghajar om Andri, hingga terpental kebelakang.Om Andri babak belur, dihajar dua orang berpenampilan seperti preman."Arra kamu baik baik saja sayang?"Kudengar suara orang memanggil."Mas Adi!"Mas Adi memelukku dan membawaku keluar."Handi cepat lapor polisi, sebelum bajingan ini kabur!"Perintah mas Adi, pada orang yang bernama Handi.Sebelum orang itu menghubungi polisi aku harus mencegahnya."Tunggu!" teriakku pada orang yang bernama Handi."Tolong jangan lapor polisi!" Aku tak mau om Andri masuk penjara, gara gara kesalahan pahaman ini."Kenapa Ra? Orang seperti itu pantas membusuk dipenjara." Ujar mas Adi terlihat kesal.Wajar saja, karena mas Adi mengira, kalau om Andri adalah penyebab keluargaku hancur. "Mas, ini cuma salah paham saja. Om Andri bukan orang yang telah menyuruh Andre untuk menyakitiku.""Apa?""Iya mas, Ayo masuk dulu, biar Arra jelaskan.""Mas, om Andri ini adiknya Papa. Memang dia yang telah m
Sayup sayup kudengar orang yang sedang berbicara."Bagaimana ini Bos? dia nggak sadar sadar, apa tidak sebaiknya kita bawa kedokter saja?" Sepertinya itu suara orang yang bernama Seno."Jangan! Aku tak mau ditangkap polisi lagi. biarkan saja dia, kita tunggu sebentar lagi, semoga dia cepat sadar," Sahut om Andri.Perlahan kucoba membuka mata, kulihat ada om Andri dan Bang Seno.Sepertinya aku tertidur disebuah kasur empuk, aku mencoba untuk bangun, dengan kepala yang masih sedikit pusing. Kulihat lagi disekelilingku, aku bukan lagi berada disebuah gudang, yang berisi barang barang bekas. Sepertinya aku berada disebuah kamar, yang layak untuk ditempati."Kamu sudah sadar?"Kulihat om Andri duduk disampingku."Om, kenapa menolongku? kenapa tidak biarkan aku mati saja."om Andri hanya diam, kemudian beranjak dari duduknya."Ayo keluar!"Perintahnya pada bang Seno, om Andri berlalu diikuti bang Seno.Aku baru ingat, saat aku digudang, aku merasa pusing dan tubuhku ambruk, mungkin aku pin
Karena lapar, akhirnya, aku menyantap makanan, yang di berikan, oleh pria tadi. Aku habiskan hinga tak tersisa. Ya, aku butuh tenaga, untuk melawan orang yang tega, telah menghancurkan keluargaku.Sebenarnya kalau aku mau, aku bisa saja, kabur dari sini, tentu saja dengan melukai pria tadi, seperti yang kulakukan pada Andrean. Bukan perkara sulit, karena disini kulihat banyak kayu kayu, juga ada beberapa potongan potongan tiang besi, yang bisa aku gunakan. Namun itu tak kulakukan, karena aku masih penasaran dengan rupa orang yang telah menghancurkan keluargaku, sekalipun aku harus mati ditangannya, aku tak perduli."Hai, bangun!"Aku tersentak saat kudengar suara orang membangunkanku. Rupanya aku tertidur, karena kekenyangan. Aku tak mendengar suara pintu dibuka, tiba tiba saja, kulihat sudah ada orang berdiri dihadapanku."Ayyara, apa kabarmu?"Seseorang berperawakan tinggi kurus, kira kira berusia tak jauh dari papa, menyapaku. Aku yakin inilah orang yang, telah menyuruh menculikku.
"Jangan sekarang Arra. Mama kamu, masih dalam bahaya," ujar papa. "Maksudnya bagaimana Pa?" Aku tak mengerti, dengan yang papa katakan. "Orang yang tidak ingin, kita selalu bersama, pasti akan melakukan, segala cara, untuk menghancurkan kita, termasuk juga, dengan menyakiti mamamu," tegas papa. "Baiklah Pa, Arra mengerti," Mungkin, yang di katakan papa, ada benarnya. Lebih baik, aku biarkan mama di rumah nenek, untuk sementara.Setelah waktu berkunjung habis, aku langsung berpamitan pada papa. Sebenarnya, banyak yang ingin kuceritakan sama papa, tapi karena waktunya yang terbatas, aku hanya bicara secukupnya saja."Pa, Arra pulang dulu ya, besok kalau Arra sempat, kesini lagi! Papa mau dibawakan apa Pa? Biar nanti, Arra beliin."Papa menatapku dan tersenyum."Papa tak ingin apa apa Nak, yang Papa ingin, kita bisa berkumpul lagi seperti dulu."Ucapnya sembari mengelus rambutku."Itu pasti Pa, Papa yang sabar ya, Mas Adi sedang mencari bukti bukti kalau Papa tidak bersalah!" Ujark
Dengan nafas yang masih terengah, aku mengajak mas Adi masuk. Kali ini, mas Adi menurut. Aku langsung menuju kamar diikuti mas Adi. Ku tutup pintu kamar rapat rapat, lalu ku kunci dari dalam. Mas Adi yang melihat tingkahku mungkin merasa heran."Kamu kenapa sayang?"Kubenamkan wajahku dipelukan mas Adi."Aku takut Mas.""Kamu nggak usah takut Ra, aku ada bersamamu. Tenanglah, sekarang ceritakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya?"Mas Adi membelai rambutku sambil terus memelukku. Kutarik nafas panjang, kuhembuskan perlahan, aku merasa sedikit tenang sekarang."Mas, tadi aku ketemu mbak Jum, dan mbak Jum bilang aku harus hati hati,""Mbak Jum siapa Ra?" tanya mas Adi.Aku ceritakan semua ke mas Adi, tentang mbak Jum, yang mengatakan telah mendengar pembicaraan dua orang yang tengah mencari ku."Mas, apa yang harus aku lakukan? apa aku harus merasakan ketakutan seperti ini terus,"Aku menangis terisak dipelukan mas Adi."Ra, kamu yang tenang ya, aku akan berusaha sebisa mungkin untuk m