"Semuanya sudah terlambat."Jawaban dokter, membuat kami semua, merasa sedih. Apa lagi kak Adi, dia merasa sangat terpukul. "Yang sabar ya kak!"Kucoba menenangkan kak Adi.Sekilas kak Adi melirikku "Ini salahku Arra. Aku seorang Dokter, tapi aku tak tahu, kalau isteri ku sendiri mengidap penyakit,"ucapnya seraya membenturkan kepalanya ke tembok."Adi, apa yang kamu lakukan?"Tante Dina segera menghentikan dan menahan pundak kak Adi, untuk tidak melakukannya lagi."Ma, aku kecewa pada diriku sendiri, apa gunanya aku jadi Dokter, aku bisa mengobati orang lain, tapi aku tidak bisa mengobati istriku sendiri,"mas Adi berucap kesal, ada rasa penyesalan terlihat dari sikapnya."Sabar sayang, ini semua sudah terjadi, sekarang lebih baik kita do'akan yang terbaik untuk Hani"Tante Dina memeluk kak Adi, dan mencoba menenangkannya.Aku mengerti apa yang dirasakan kak Adi. Seandainya, kak Hani mau berterus terang tentang penyakitnya, pasti kak Adi akan berusaha mengobatinya. Tapi mungkin kak Ha
"Maafkan aku Ara." Ucap kak Adi, setelah duduk di tepi ranjang. "Maaf untuk apa?" Tanyaku heran. "Maaf, karena aku, masih belum bisa, menjadi suami yang sesungguhnya." Kak Adi beranjak dari duduknya, dan pergi begitu saja, sebelum aku sempat menyahut ucapannya.Sejak saat itu, kak Adi terkesan cuek padaku. Bicara hanya seperlunya saja. bahkan sekarang, jarang pulang kerumah, dengan alasan lembur.Sepi kini hari hari yang kujalani, tapi aku harus tetap bertahan, sungguh nasib seolah telah mempermainkanku. Aku bagaikan terjebak di tengah tengah lorong yang sempit, tak bisa maju, ataupun mundur sekalianHidupku sudah terikat dengan janji, yang terlanjur aku berikan, dan aku tak mungkin mengingkarinya. Sementara hatiku, merasa bagai terpenjara. Bagaimana tidak, kak Adi benar benar tak mau dilayani aku. Semua masakan, pakaian, dan lainnya yang selalu aku siapkan, selalu di abaikan.Sekarang aku bersetatus sebagai seorang istri, seharusnya aku bisa belajar melayani kebutuhan suamiku,
"Mau lari kemana kamu? Gara gara kamu kabur, aku jadi rugi, sekarang takan kulepaskan kamu lagi." "Tolong lepaskan Aku Ndre, aku mohon!" Hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini. "Jangan harap Ayarra, karena setelah ini, aku akan menyerahkan kamu pada Bos ku. Karena aku tidak mau mengambil resiko lagi." Andre mencengkeram lenganku lebih kuat. "Aduuh, sakit Ndre." Kuku Andre seperti menusuk kulitku, rasanya sakit sekali. "Ayo ikut!" Andre menarik tanganku dengan kasar, namun aku mencoba bertahan. Dengan sisa tenaga yang masih ada, aku berusaha untuk melepaskan cengkraman tangan Andre. Namun usahaku sia sia, Andre malah semakin kuat mencengkramku. "Tolooong!" "Tolooong!"Aku berusaha untuk minta pertolongan, aku berteriak kencang, hingga membuat Andre panik dan langsung melepaskan cengkramannya begitu saja.Tubuhku terhempas dan terjatuh di jalanan, hingga kepalaku membentur badan jalan."Awww..." pekik ku, merasa sakit di bagian pelipisku. Darah segar menetes di keningku."Ha
"Kak, katakan, apa yang terjadi?" "Arra, setelah kamu kecelakaan, kamu mengalami pendarahan hebat. Sehingga janin kamu tak bisa diselamatkan."Mendengar penjelasan kak Adi, aku serasa tak percaya, walaupun aku telah menduganya."Tidak kak, anakku tidak mungkin pergi, kakak pasti salah,"Aku menangis terisak, betapa sakit rasanya, aku harus kehilangan anakku yang masih dalam kandungan. Ya tuhan, kenapa bisa seperti ini, mungkinkah ini karma untukku, dulu aku hampir melenyapkannya, dan kini anakku benar benar pergi, disaat aku mulai menerimanya."Arra, kamu yang sabar ya, semua sudah kehendaknya, mungkin dia sudah bertemu Hani di alam sana," kata kak Adi.Kutarik nafas panjang, lalu kuhembuskan perlahan, aku berusaha untuk lebih tenang. Aku harus ikhlas, ini memang sudah kehendaknya, dia anakku yang tak kuinginkan kehadirannya dulu, tapi karena kak Hani yang menginginkannya untuk merawatnya, aku mencoba mempertahankannya, kini dia telah pergi, menyusul kak Hani.Air mataku tak dapat t
"Ra, mungkin nanti aku pulangnya agak telat, kamu jangan lupa makan, jangan lupa minum obatnya juga ya," Pamit kak Adi."Iya kak, hati hati ya." balasku.Sudah tiga hari sejak kepulanganku dari rumah sakit, kak Adi dengan telaten merawatku, sekarang aku merasa sudah lebih baik. Hari ini kak Adi kembali masuk kerja, kak Adi bilang, rumah sakit lagi banyak pasien, tenaga kak Adi sangat dibutuhkan, mungkin ini alasannya kak Adi akan telat pulang.Tok!Tok! Tok!"Masuk aja Bik," Kataku, saat kudengar pintu kamarku di ketuk."Permisi Non, itu didepan ada tamu Non, katanya mau ketemu."Tamu, mau ketemu, aah pasti bukan denganku, paling juga temannya kak Adi."Bik, kak Adi kan lagi nggak dirumah, bilang aja kak Adi belum pulang." "Katanya mau ketemu Non Arra kok," ucap si bik Inah."Ketemu aku Bik?""Iya Non, ya sudah Bibi pamit dulu ya," Bik Inah langsung keluar begitu saja.Siapa ya? lebih baik aku tengok dulu, tapi kalau itu Andre bagaimana? Tapi nggak mungkin, kata Bibi si Andre kan u
"Aku ingin pulang Kak,""Apa Ra?!" kak Adi terkejut mendengar keinginanku."Iya Kak, aku ingin ketemu dengan mereka, aku kangen mereka kak," ucapku lirih.Kak Adi hanya menatapku, seraya mengela nafas panjang. Sepertinya dia sedang berpikir."Ra, kita bicarakan lagi nanti ya? Sekarang aku berangkat dulu, nanti aku akan pulang cepat. Kamu jangan kemana mana, tunggu aku pulang!" Kak Adi langsung pergi setelah berkata begitu. Aku akan tunggu kamu pulang kak, semoga saja kamu mengerti keinginanku, aku bukan hanya ingin pulang kerumah orang tuaku saja, tapi sekaligus ingin pergi dari kehidupanmu, aku tak mau lagi menjadi beban bagimu kak, lebih baik kita tak bersama, biar kita sama sama bebas melangkah tanpa ada yang menghalangi.Ting.Pesan notifikasi terdengar di ponselku. Segera kuraih ponselku diatas nakas, siapa tau itu pesan dari kak Adi.[ Ra, ini aku, Angga, kamu lagi apa?][Maaf ya, kalau aku mengganggu]Mas Angga, darimana dia tahu nomorku. Sejak kak Hani membelikan ponsel bar
"Apa kau bahagia, jika berpisah denganku?" Pertanyaan kak Adi membuatku bingung. Bahagia katanya, dengan atau tanpa dia pun, perasanku tetap sama. Aku tidak pernah merasa bahagia. "Setidaknya, aku tidak membuatmu repot Kak." jawabku apa adanya."Ra, aku ini suamimu, sudah sepantasnya, aku menanggung semua kebutuhanmu, jadi jangan jadikan itu sebagai alasannya." "Kak, kita suami istri hanya diatas kertas, nyatanya hubungan kita tak lebih hanya sebatas kakak beradik saja, iya kan?"Tak kuhiraukan lagi rasa sakitku, aku ingin meluahkan perasaan ini, yang selama ini menyiksaku."Iya Ra, memang ku akui, aku belum bisa menjadi suami yang baik buat kamu. Tapi tolong, jangan lagi katakan, kalau kamu ingin pisah denganku," kak Adi menggenggam erat tanganku."Terus aku harus bagaimana kak? "Aku capek hidup begini terus, kenapa sih kak, dulu nggak biarin aku mati saja." Aku benar-benar kecewa dengan nasibku ini."Ra, aku ingin kamu tetap disini, menjadi pendampingku, menjadi istriku selamany
"Ra, aku boleh tanya sesuatu nggak?" Ucap kak Adi sembari menatapku."Kakak mau tanya soal apa?" Aku pura pura bersikap biasa, padahal hatiku berdebar tak menentu, melihat tatapannya."Ra, apa kamu menyukai Dokter Angga?"Aku terkejut mendengar pertanyaan kak Adi, aku kira kak Adi akan menanyakan tentang perasaanku padanya, tapi malah soal mas Angga."Kak, bisa nggak sih jangan bahas Mas Angga, aku lagi males ngomongin orang lain," Kuharap kak Adi lebih peka dengan jawabanku ini, ya aku hanya ingin ngomongin tentang kita, tentang aku dan kak Adi."Maaf Ra.""Kak, sekarang aku yang tanya, bolehkan?" Kuberanikan menatap wajah kak Adi, pria yang sudah kembali membuatku jatuh cinta, pria tampan dengan hidung yang mancung serta mata yang indah, aku berharap dapat memilikinya, untuk selamanya."Mau tanya apa Ra?"Kak Adi balas menatapku, kali ini lebih mesra, ya ampun detak jantungku semakin tak beraturan."Kamu mau tanya apa? Kok malah diam sih?" Ucapnya seraya memencet hidungku."Iih sa
"Mas, aku takut,""Arra bertahan ya?"Samar kudengar suara mas Adi, namun perlahan menghilang."Arra bangun sayang, kamu pasti kuat sayang."Kudengar pelan suara mas Adi. Perlahan kubuka mata ini, kurasakan tangan mas Adi menggenggam tanganku, kutatap wajahnya, ada raut sedih disana, ada air mata menetes dipipinya."Mas." panggilku lirih."Arra, kamu sudah sadar sayang."Mas Adi mencium tanganku lembut."Apa yang terjadi Mas? apa kandunganku baik baik saja?"Kali ini, aku sudah tak merasakan kram diperutku, apa jangan jangan, tidak aku tak mau itu terjadi."Sayang, kandungan kamu baik, anak kita baik baik saja Ra.""Tapi..."Tapi apa Mas?" Mas Adi menggantung kata katanya, membuatku jadi panik."Tapi, kamu kenapa curang, nggak kasih tau Mas, dari kemarin kemarin."Mas Adi tersenyum seraya membelaiku sayang."Maksud kamu apa Mas?"Mas Adi membuatku bingung."Dokter bilang, usia kandungan kamu sudah lima minggu, tapi kok baru kasih tau Mas kemarin."Ucap mas Adi, sambil mengacak acak r
Drrrrrtttt.Kudengar posnselku berbunyi saat berada dikamar mandi."Ra, ada telepon dari om Andri nih?" Ucap mas Adi dari balik pintu."Sebentar Mas!"Om Andri telepon? Pasti ada yang penting. Jangan-jangan, ini soal penyelidikan itu. Apa om Andri sudah berhasil, menyelidikinya, dan sudah tahu siapa orang itu?"Mana Mas?" Mas Adi memberikan ponsel yang dipegangnya padaku."Hallo Om." sapaku ramah."Arra, Om sudah mengetahui siapa orang itu." Ucap Om Andri dari seberang sana."Serius Om?"Mendengar yang om Andri katakan, aku sangat senang. Sebentar lagi, aku akan melihat wajah orang yang menghancurkan hidupku melalui Andrean."Sekarang dia sudah Om sekap dirumah." Ucap om Andri tegas."Apa Om! Disekap?"Aku masih bingung dengan maksud om Andri."Iya Ra, kamu segera kesini ya!""Iya Om, sebentar lagi Arra kesitu."Berarti om Andri telah menangkapnya, tapi kenapa tak langsung membawanya kekantor polisi. Apa om Andri ingin aku melihatnya dulu. Tapi siapa sebenarnya orang itu? aku jadi pe
"Ada apa Mas?"Mas Adi hanya melirikku saja, aku jadi takut, jangan jangan terjadi sesuatu sama papa."Papa Ra.""Papa kenapa Mas?" Mas Adi malah tersenyum, aku jadi bingung dibuatnya."Kok malah senyum sih Mas." Aku jadi kesal dibuatnya."Kamu tuh, orang Mas belum selesai ngomong, udah main potong aja. Tadi yang telepon Papa, Papa bilang sekarang lagi kerumah Nenek, Papa lagi jemput Mama."Kali ini mas Adi sepertinya serius."Yang bener Mas?" "Iya sayang, kamu nggak usah panikan kenapa?"Ujar mas Adi sembari mengacak rambutku.Mendengar kata kata mas Adi, aku merasa bahagia sekali, aku senang karena papa baik baik saja. Lebih senang lagi, karena papa sedang jemput mama, sebentar lagi, keluarga kecilku dapat berkumpul kembali, aku sudah tak sabar, ingin melihat mereka bersatu kembali."Mas, kita sarapan yuk!"Karena panik, memikirkan papa, aku sampai lupa untuk sarapan, kasihan mas Adi, pasti sudah sangat lapar."Yuk!" mas Adi seperti sangat bersemangat."Maaf ya Mas, gara gara aku,
Drrrtttt....Kudengar ponselku berdering, tapi aku biarkan, karena mata ini masih terasa ngantuk, enggan meraih ponsel yang berada disamping Mas Adi. Aku kembali hampir terlelap, saat kudengar bunyi ponselku untuk kedua kalinya. Siapa sih, masih pagi begini sudah telepon, mengganggu saja. aku menggerutu kesal.Segera kuberanjak dan kuraih ponselku.Ahh mati, biarin lah, nanti juga kalau penting telepon lagi.Ting.Sms masuk. Segera kubuka isi pesan itu, takutnya penting.[ Ra, ini Om, Orang orang Om, melihat orang yang mencurigakan, didepan rumahmu ]Ting.Kali ini pesan berbentuk Video.Kulihat dengan jelas, ada orang yang sedang berusaha memanjat pagar rumahku, tapi sayangnya, wajahnya tak terlihat jelas, karena memakai masker.Ting.Satu lagi pesan video masuk, kulihat diluar pagar, ada sebuah mobil dan seorang wanita, sepertinya sedang mengawasi tempat sekitar, tapi sayangnya wanita itupun memakai masker, tapi sepertinya aku hapal gerak geriknya.Ting.[ Sekarang Seno dan Joko, se
Saat om Andri membuka pintu, tiba tiba seseorang dibalik pintu menghajar om Andri, hingga terpental kebelakang.Om Andri babak belur, dihajar dua orang berpenampilan seperti preman."Arra kamu baik baik saja sayang?"Kudengar suara orang memanggil."Mas Adi!"Mas Adi memelukku dan membawaku keluar."Handi cepat lapor polisi, sebelum bajingan ini kabur!"Perintah mas Adi, pada orang yang bernama Handi.Sebelum orang itu menghubungi polisi aku harus mencegahnya."Tunggu!" teriakku pada orang yang bernama Handi."Tolong jangan lapor polisi!" Aku tak mau om Andri masuk penjara, gara gara kesalahan pahaman ini."Kenapa Ra? Orang seperti itu pantas membusuk dipenjara." Ujar mas Adi terlihat kesal.Wajar saja, karena mas Adi mengira, kalau om Andri adalah penyebab keluargaku hancur. "Mas, ini cuma salah paham saja. Om Andri bukan orang yang telah menyuruh Andre untuk menyakitiku.""Apa?""Iya mas, Ayo masuk dulu, biar Arra jelaskan.""Mas, om Andri ini adiknya Papa. Memang dia yang telah m
Sayup sayup kudengar orang yang sedang berbicara."Bagaimana ini Bos? dia nggak sadar sadar, apa tidak sebaiknya kita bawa kedokter saja?" Sepertinya itu suara orang yang bernama Seno."Jangan! Aku tak mau ditangkap polisi lagi. biarkan saja dia, kita tunggu sebentar lagi, semoga dia cepat sadar," Sahut om Andri.Perlahan kucoba membuka mata, kulihat ada om Andri dan Bang Seno.Sepertinya aku tertidur disebuah kasur empuk, aku mencoba untuk bangun, dengan kepala yang masih sedikit pusing. Kulihat lagi disekelilingku, aku bukan lagi berada disebuah gudang, yang berisi barang barang bekas. Sepertinya aku berada disebuah kamar, yang layak untuk ditempati."Kamu sudah sadar?"Kulihat om Andri duduk disampingku."Om, kenapa menolongku? kenapa tidak biarkan aku mati saja."om Andri hanya diam, kemudian beranjak dari duduknya."Ayo keluar!"Perintahnya pada bang Seno, om Andri berlalu diikuti bang Seno.Aku baru ingat, saat aku digudang, aku merasa pusing dan tubuhku ambruk, mungkin aku pin
Karena lapar, akhirnya, aku menyantap makanan, yang di berikan, oleh pria tadi. Aku habiskan hinga tak tersisa. Ya, aku butuh tenaga, untuk melawan orang yang tega, telah menghancurkan keluargaku.Sebenarnya kalau aku mau, aku bisa saja, kabur dari sini, tentu saja dengan melukai pria tadi, seperti yang kulakukan pada Andrean. Bukan perkara sulit, karena disini kulihat banyak kayu kayu, juga ada beberapa potongan potongan tiang besi, yang bisa aku gunakan. Namun itu tak kulakukan, karena aku masih penasaran dengan rupa orang yang telah menghancurkan keluargaku, sekalipun aku harus mati ditangannya, aku tak perduli."Hai, bangun!"Aku tersentak saat kudengar suara orang membangunkanku. Rupanya aku tertidur, karena kekenyangan. Aku tak mendengar suara pintu dibuka, tiba tiba saja, kulihat sudah ada orang berdiri dihadapanku."Ayyara, apa kabarmu?"Seseorang berperawakan tinggi kurus, kira kira berusia tak jauh dari papa, menyapaku. Aku yakin inilah orang yang, telah menyuruh menculikku.
"Jangan sekarang Arra. Mama kamu, masih dalam bahaya," ujar papa. "Maksudnya bagaimana Pa?" Aku tak mengerti, dengan yang papa katakan. "Orang yang tidak ingin, kita selalu bersama, pasti akan melakukan, segala cara, untuk menghancurkan kita, termasuk juga, dengan menyakiti mamamu," tegas papa. "Baiklah Pa, Arra mengerti," Mungkin, yang di katakan papa, ada benarnya. Lebih baik, aku biarkan mama di rumah nenek, untuk sementara.Setelah waktu berkunjung habis, aku langsung berpamitan pada papa. Sebenarnya, banyak yang ingin kuceritakan sama papa, tapi karena waktunya yang terbatas, aku hanya bicara secukupnya saja."Pa, Arra pulang dulu ya, besok kalau Arra sempat, kesini lagi! Papa mau dibawakan apa Pa? Biar nanti, Arra beliin."Papa menatapku dan tersenyum."Papa tak ingin apa apa Nak, yang Papa ingin, kita bisa berkumpul lagi seperti dulu."Ucapnya sembari mengelus rambutku."Itu pasti Pa, Papa yang sabar ya, Mas Adi sedang mencari bukti bukti kalau Papa tidak bersalah!" Ujark
Dengan nafas yang masih terengah, aku mengajak mas Adi masuk. Kali ini, mas Adi menurut. Aku langsung menuju kamar diikuti mas Adi. Ku tutup pintu kamar rapat rapat, lalu ku kunci dari dalam. Mas Adi yang melihat tingkahku mungkin merasa heran."Kamu kenapa sayang?"Kubenamkan wajahku dipelukan mas Adi."Aku takut Mas.""Kamu nggak usah takut Ra, aku ada bersamamu. Tenanglah, sekarang ceritakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya?"Mas Adi membelai rambutku sambil terus memelukku. Kutarik nafas panjang, kuhembuskan perlahan, aku merasa sedikit tenang sekarang."Mas, tadi aku ketemu mbak Jum, dan mbak Jum bilang aku harus hati hati,""Mbak Jum siapa Ra?" tanya mas Adi.Aku ceritakan semua ke mas Adi, tentang mbak Jum, yang mengatakan telah mendengar pembicaraan dua orang yang tengah mencari ku."Mas, apa yang harus aku lakukan? apa aku harus merasakan ketakutan seperti ini terus,"Aku menangis terisak dipelukan mas Adi."Ra, kamu yang tenang ya, aku akan berusaha sebisa mungkin untuk m