"Aku ingin pulang Kak,""Apa Ra?!" kak Adi terkejut mendengar keinginanku."Iya Kak, aku ingin ketemu dengan mereka, aku kangen mereka kak," ucapku lirih.Kak Adi hanya menatapku, seraya mengela nafas panjang. Sepertinya dia sedang berpikir."Ra, kita bicarakan lagi nanti ya? Sekarang aku berangkat dulu, nanti aku akan pulang cepat. Kamu jangan kemana mana, tunggu aku pulang!" Kak Adi langsung pergi setelah berkata begitu. Aku akan tunggu kamu pulang kak, semoga saja kamu mengerti keinginanku, aku bukan hanya ingin pulang kerumah orang tuaku saja, tapi sekaligus ingin pergi dari kehidupanmu, aku tak mau lagi menjadi beban bagimu kak, lebih baik kita tak bersama, biar kita sama sama bebas melangkah tanpa ada yang menghalangi.Ting.Pesan notifikasi terdengar di ponselku. Segera kuraih ponselku diatas nakas, siapa tau itu pesan dari kak Adi.[ Ra, ini aku, Angga, kamu lagi apa?][Maaf ya, kalau aku mengganggu]Mas Angga, darimana dia tahu nomorku. Sejak kak Hani membelikan ponsel bar
"Apa kau bahagia, jika berpisah denganku?" Pertanyaan kak Adi membuatku bingung. Bahagia katanya, dengan atau tanpa dia pun, perasanku tetap sama. Aku tidak pernah merasa bahagia. "Setidaknya, aku tidak membuatmu repot Kak." jawabku apa adanya."Ra, aku ini suamimu, sudah sepantasnya, aku menanggung semua kebutuhanmu, jadi jangan jadikan itu sebagai alasannya." "Kak, kita suami istri hanya diatas kertas, nyatanya hubungan kita tak lebih hanya sebatas kakak beradik saja, iya kan?"Tak kuhiraukan lagi rasa sakitku, aku ingin meluahkan perasaan ini, yang selama ini menyiksaku."Iya Ra, memang ku akui, aku belum bisa menjadi suami yang baik buat kamu. Tapi tolong, jangan lagi katakan, kalau kamu ingin pisah denganku," kak Adi menggenggam erat tanganku."Terus aku harus bagaimana kak? "Aku capek hidup begini terus, kenapa sih kak, dulu nggak biarin aku mati saja." Aku benar-benar kecewa dengan nasibku ini."Ra, aku ingin kamu tetap disini, menjadi pendampingku, menjadi istriku selamany
"Ra, aku boleh tanya sesuatu nggak?" Ucap kak Adi sembari menatapku."Kakak mau tanya soal apa?" Aku pura pura bersikap biasa, padahal hatiku berdebar tak menentu, melihat tatapannya."Ra, apa kamu menyukai Dokter Angga?"Aku terkejut mendengar pertanyaan kak Adi, aku kira kak Adi akan menanyakan tentang perasaanku padanya, tapi malah soal mas Angga."Kak, bisa nggak sih jangan bahas Mas Angga, aku lagi males ngomongin orang lain," Kuharap kak Adi lebih peka dengan jawabanku ini, ya aku hanya ingin ngomongin tentang kita, tentang aku dan kak Adi."Maaf Ra.""Kak, sekarang aku yang tanya, bolehkan?" Kuberanikan menatap wajah kak Adi, pria yang sudah kembali membuatku jatuh cinta, pria tampan dengan hidung yang mancung serta mata yang indah, aku berharap dapat memilikinya, untuk selamanya."Mau tanya apa Ra?"Kak Adi balas menatapku, kali ini lebih mesra, ya ampun detak jantungku semakin tak beraturan."Kamu mau tanya apa? Kok malah diam sih?" Ucapnya seraya memencet hidungku."Iih sa
"Minta apa Kak? Jangan mesum deh," ujarku merasa sedikit takut. Takut kak Adi berbuat sesuatu di luar batas, bukannya apa, ini kan temodt terbuka."Nggak sayang. Masa di sini mesum. Mesumnya nanti saja, kaldu sudah di ksr," bisik kak Adi tepdt di telingaku. Membuat bulu kuduku terasa merinding."Kak, serius ya," pintaku sedikit cemberut. "Iya sayang, kali ini aku serius. Aku ingin, kau tidak lagi memanggilku kakak, tapi panggil Aku Mas, oke!" ucapa kak Adi, menatapku serius. "Hemm, baiklah Kak. ehh maaf, Mas." balasku sambil terkekeh. Ya, jujur aku merasa lucu saja, mungkin karena belum terbiasa.Hari ini, aku benar benar merasa sangat bahagia, sepanjang perjalanan pulang, kita selalu bergandeng tangan, tak perduli walau berpapasan dengan orang lain, toh mereka juga pernah merasakannya. Merasakan yang namanya jatuh cinta.Sampai didepan rumah, kami dikejutkan oleh kehadiran Mas Angga. Mungkin dia mau mengajakku jalan jalan, seperti janjiku tadi pagi, duh maaf yak kak, kalau aku
"Mas Adi?" ucapku lirih.Ya ampun, sejak kapan mas Adi tidur disini, kok aku sampai tak tahu kehadiran mas Adi.Ku lepaskan tangan mas Adi perlahan, lalu segera bangun dari tidurku. Kubuka jendela kamar, rupanya hari sudah pagi, namun sepertinya mas Adi masih terlelap. Sepertinya dia kelelahan.Ku selimuti kembali tubuhnya, sambil sesekali, aku memandangnya. Sekalipun mas Adi sedang tidur, dia tetap terlihat sangat tampan, tak hanya wajah tampan, dia juga sangat perhatian, betapa bahagianya hatiku saat ini.Puas memandang suamiku, aku berniat untuk mandi, namun tiba tiba mas Adi terjaga. "Mau kemana sayang?" Tanya mas Adi."Aku mau mandi Mas," Jawabku jujur."Sini Ra, Mas kangen tau," Mas Adi menarik tanganku, hingga aku terjatuh dipelukannya.Jantungku berdetak kencang, aku takut mas Adi, akan melakukan sesuatu padaku. Ya, aku merasa belum siap."Mas, aku..."Ssstttt, jangan banyak bicara,"Ucapnya seraya meletakan jarinya di bibirku.Aku hanya terdiam, sembari menatap mas Adi."Ra
"Ra, kamu kenapa? apa aku menyakitimu?" Mas Adi terlihat seperti merasa bersalah. Aku menarik nafas panjang. Ada rasa sesak yang mengganjal di hatiku. "Mas, apa kamu tidak menyesal, telah menikah denganku?" pertanyaan ini yang selalu melintas di kepalaku. "Kenapa bertanya begitu sayang?" Mas Adi menggengam erat tanganku. "Mas, aku bukan wanita baik-baik, aku merasa tidak pantas, untuk mendampingimu," ujarku lirih. "Ra, tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga, aku dan dirimu. Aku mencintaimu tulus, jadi mulai sekarang, lupakan masa lalu, kita mulai semuanya dari awal, kamu mengerti." "Iya Mas. Maafkan aku ya," Aku sangat terharu, mendengar ucapan mas Adi. Ya, semoga saja, mas Adi memang, tulus menerimaku.*** "Ra, boleh Tante minta sesuatu sama kamu?" tanya Tante Dina, saat aku baru saja menyeduh kopi untuk mas Adi."Mau minta apa Tante?" jawabku lirih. Aku yang penasaran, ingin segera mendengar apa permintaannya. "Tante mau, mulai sekarang, kamu jangan panggil Tant
"Kamu kenapa sayang?" Mas Adi trlihat panik saat melihatku. "Aku lapar," sahutku, sambil memegang perut. "Kita makan ya," ucapnya. Aku hanya mengangguk, sambil berucap syukur dalam hati, karena selamat dari terkaman mas Adi. ***"Ra, besok kita jalan jalan ya," Ucap mas Adi, ssaat aku menyambutnya pulang dari kerja. Mas Adi tampak lelah dan langsung duduk diruang tamu."Serius Mas?" Tanyaku setengah tak percaya. "Iya sayang," Balasnya seraya mengacak rambutku."Mas, sudah minta cuti beberapa hari, jadi kita bisa pergi kemanapun kamu mau," senyum manis terukir di bibirnya. Membuat dia makin terlihat tampan. Sungguh aku makin cinta, saat melihatnya."Apa kamu mau bulan madu sayang?" Mas Adi sepertinya sangat serius."Nggak usah lah Mas, jalan jalan saja ya?" Pintaku sembari bergelayut manja pada Mas Adi."Iya sudah sayang, terserah kamu saja. Yuk masuk!" Ucapnya, membuatku jadi terkejut, karena mas Adi mengajakku berdiri dengan menarik tanganku secara tiba tiba."Haah, masuk? Buka
"Seseorang menyebut nama Dinda, dan aku seperti mengenal suaranya. Aku terkejut, ketika menoleh, kak Ayu, sudah berada di sampingku. "Kak ayu," Aku langsung memeluk kak Ayu, penuh haru."Dinda, ya ampun Din, kamu kemana saja, kakak mencarimu kemana mana Din. Maafkan kakak ya, gara gara kakak, kamu jadi seperti ini." Kak Ayu memelukku erat sembari menangis. Sungguh aku tak menyangka bisa bertemu lagi dengan kak Ayu, bahkan aku hampir melupakan kak Ayu."Kak, Dinda kangen sama kakak, bolehkan kita ngobrol sebentar?" Tanyaku pada kak Ayu."Pasti Din," Kak Ayu melepas pelukannya."Sayang, sudah selesai belum belanjanya?" Tanya mas Adi, yang tiba tiba saja datang."Din, ini siapa?" Tanya kak Ayu."Kenalin kak, ini Mas Adi, suamiku," Kak Ayu tampak bingung, seperti tak percaya."Suami Din?" Tanya kak Ayu lagi."Iya kak, nanti aku ceritain ya. Sekarang aku mau kekasir dulu ya kak, nanti setelah itu kita lanjut ngobrol." Bergegas aku membawa keranjang belanjaan ke kasir, diikuti mas Adi da
"Mas, aku takut,""Arra bertahan ya?"Samar kudengar suara mas Adi, namun perlahan menghilang."Arra bangun sayang, kamu pasti kuat sayang."Kudengar pelan suara mas Adi. Perlahan kubuka mata ini, kurasakan tangan mas Adi menggenggam tanganku, kutatap wajahnya, ada raut sedih disana, ada air mata menetes dipipinya."Mas." panggilku lirih."Arra, kamu sudah sadar sayang."Mas Adi mencium tanganku lembut."Apa yang terjadi Mas? apa kandunganku baik baik saja?"Kali ini, aku sudah tak merasakan kram diperutku, apa jangan jangan, tidak aku tak mau itu terjadi."Sayang, kandungan kamu baik, anak kita baik baik saja Ra.""Tapi..."Tapi apa Mas?" Mas Adi menggantung kata katanya, membuatku jadi panik."Tapi, kamu kenapa curang, nggak kasih tau Mas, dari kemarin kemarin."Mas Adi tersenyum seraya membelaiku sayang."Maksud kamu apa Mas?"Mas Adi membuatku bingung."Dokter bilang, usia kandungan kamu sudah lima minggu, tapi kok baru kasih tau Mas kemarin."Ucap mas Adi, sambil mengacak acak r
Drrrrrtttt.Kudengar posnselku berbunyi saat berada dikamar mandi."Ra, ada telepon dari om Andri nih?" Ucap mas Adi dari balik pintu."Sebentar Mas!"Om Andri telepon? Pasti ada yang penting. Jangan-jangan, ini soal penyelidikan itu. Apa om Andri sudah berhasil, menyelidikinya, dan sudah tahu siapa orang itu?"Mana Mas?" Mas Adi memberikan ponsel yang dipegangnya padaku."Hallo Om." sapaku ramah."Arra, Om sudah mengetahui siapa orang itu." Ucap Om Andri dari seberang sana."Serius Om?"Mendengar yang om Andri katakan, aku sangat senang. Sebentar lagi, aku akan melihat wajah orang yang menghancurkan hidupku melalui Andrean."Sekarang dia sudah Om sekap dirumah." Ucap om Andri tegas."Apa Om! Disekap?"Aku masih bingung dengan maksud om Andri."Iya Ra, kamu segera kesini ya!""Iya Om, sebentar lagi Arra kesitu."Berarti om Andri telah menangkapnya, tapi kenapa tak langsung membawanya kekantor polisi. Apa om Andri ingin aku melihatnya dulu. Tapi siapa sebenarnya orang itu? aku jadi pe
"Ada apa Mas?"Mas Adi hanya melirikku saja, aku jadi takut, jangan jangan terjadi sesuatu sama papa."Papa Ra.""Papa kenapa Mas?" Mas Adi malah tersenyum, aku jadi bingung dibuatnya."Kok malah senyum sih Mas." Aku jadi kesal dibuatnya."Kamu tuh, orang Mas belum selesai ngomong, udah main potong aja. Tadi yang telepon Papa, Papa bilang sekarang lagi kerumah Nenek, Papa lagi jemput Mama."Kali ini mas Adi sepertinya serius."Yang bener Mas?" "Iya sayang, kamu nggak usah panikan kenapa?"Ujar mas Adi sembari mengacak rambutku.Mendengar kata kata mas Adi, aku merasa bahagia sekali, aku senang karena papa baik baik saja. Lebih senang lagi, karena papa sedang jemput mama, sebentar lagi, keluarga kecilku dapat berkumpul kembali, aku sudah tak sabar, ingin melihat mereka bersatu kembali."Mas, kita sarapan yuk!"Karena panik, memikirkan papa, aku sampai lupa untuk sarapan, kasihan mas Adi, pasti sudah sangat lapar."Yuk!" mas Adi seperti sangat bersemangat."Maaf ya Mas, gara gara aku,
Drrrtttt....Kudengar ponselku berdering, tapi aku biarkan, karena mata ini masih terasa ngantuk, enggan meraih ponsel yang berada disamping Mas Adi. Aku kembali hampir terlelap, saat kudengar bunyi ponselku untuk kedua kalinya. Siapa sih, masih pagi begini sudah telepon, mengganggu saja. aku menggerutu kesal.Segera kuberanjak dan kuraih ponselku.Ahh mati, biarin lah, nanti juga kalau penting telepon lagi.Ting.Sms masuk. Segera kubuka isi pesan itu, takutnya penting.[ Ra, ini Om, Orang orang Om, melihat orang yang mencurigakan, didepan rumahmu ]Ting.Kali ini pesan berbentuk Video.Kulihat dengan jelas, ada orang yang sedang berusaha memanjat pagar rumahku, tapi sayangnya, wajahnya tak terlihat jelas, karena memakai masker.Ting.Satu lagi pesan video masuk, kulihat diluar pagar, ada sebuah mobil dan seorang wanita, sepertinya sedang mengawasi tempat sekitar, tapi sayangnya wanita itupun memakai masker, tapi sepertinya aku hapal gerak geriknya.Ting.[ Sekarang Seno dan Joko, se
Saat om Andri membuka pintu, tiba tiba seseorang dibalik pintu menghajar om Andri, hingga terpental kebelakang.Om Andri babak belur, dihajar dua orang berpenampilan seperti preman."Arra kamu baik baik saja sayang?"Kudengar suara orang memanggil."Mas Adi!"Mas Adi memelukku dan membawaku keluar."Handi cepat lapor polisi, sebelum bajingan ini kabur!"Perintah mas Adi, pada orang yang bernama Handi.Sebelum orang itu menghubungi polisi aku harus mencegahnya."Tunggu!" teriakku pada orang yang bernama Handi."Tolong jangan lapor polisi!" Aku tak mau om Andri masuk penjara, gara gara kesalahan pahaman ini."Kenapa Ra? Orang seperti itu pantas membusuk dipenjara." Ujar mas Adi terlihat kesal.Wajar saja, karena mas Adi mengira, kalau om Andri adalah penyebab keluargaku hancur. "Mas, ini cuma salah paham saja. Om Andri bukan orang yang telah menyuruh Andre untuk menyakitiku.""Apa?""Iya mas, Ayo masuk dulu, biar Arra jelaskan.""Mas, om Andri ini adiknya Papa. Memang dia yang telah m
Sayup sayup kudengar orang yang sedang berbicara."Bagaimana ini Bos? dia nggak sadar sadar, apa tidak sebaiknya kita bawa kedokter saja?" Sepertinya itu suara orang yang bernama Seno."Jangan! Aku tak mau ditangkap polisi lagi. biarkan saja dia, kita tunggu sebentar lagi, semoga dia cepat sadar," Sahut om Andri.Perlahan kucoba membuka mata, kulihat ada om Andri dan Bang Seno.Sepertinya aku tertidur disebuah kasur empuk, aku mencoba untuk bangun, dengan kepala yang masih sedikit pusing. Kulihat lagi disekelilingku, aku bukan lagi berada disebuah gudang, yang berisi barang barang bekas. Sepertinya aku berada disebuah kamar, yang layak untuk ditempati."Kamu sudah sadar?"Kulihat om Andri duduk disampingku."Om, kenapa menolongku? kenapa tidak biarkan aku mati saja."om Andri hanya diam, kemudian beranjak dari duduknya."Ayo keluar!"Perintahnya pada bang Seno, om Andri berlalu diikuti bang Seno.Aku baru ingat, saat aku digudang, aku merasa pusing dan tubuhku ambruk, mungkin aku pin
Karena lapar, akhirnya, aku menyantap makanan, yang di berikan, oleh pria tadi. Aku habiskan hinga tak tersisa. Ya, aku butuh tenaga, untuk melawan orang yang tega, telah menghancurkan keluargaku.Sebenarnya kalau aku mau, aku bisa saja, kabur dari sini, tentu saja dengan melukai pria tadi, seperti yang kulakukan pada Andrean. Bukan perkara sulit, karena disini kulihat banyak kayu kayu, juga ada beberapa potongan potongan tiang besi, yang bisa aku gunakan. Namun itu tak kulakukan, karena aku masih penasaran dengan rupa orang yang telah menghancurkan keluargaku, sekalipun aku harus mati ditangannya, aku tak perduli."Hai, bangun!"Aku tersentak saat kudengar suara orang membangunkanku. Rupanya aku tertidur, karena kekenyangan. Aku tak mendengar suara pintu dibuka, tiba tiba saja, kulihat sudah ada orang berdiri dihadapanku."Ayyara, apa kabarmu?"Seseorang berperawakan tinggi kurus, kira kira berusia tak jauh dari papa, menyapaku. Aku yakin inilah orang yang, telah menyuruh menculikku.
"Jangan sekarang Arra. Mama kamu, masih dalam bahaya," ujar papa. "Maksudnya bagaimana Pa?" Aku tak mengerti, dengan yang papa katakan. "Orang yang tidak ingin, kita selalu bersama, pasti akan melakukan, segala cara, untuk menghancurkan kita, termasuk juga, dengan menyakiti mamamu," tegas papa. "Baiklah Pa, Arra mengerti," Mungkin, yang di katakan papa, ada benarnya. Lebih baik, aku biarkan mama di rumah nenek, untuk sementara.Setelah waktu berkunjung habis, aku langsung berpamitan pada papa. Sebenarnya, banyak yang ingin kuceritakan sama papa, tapi karena waktunya yang terbatas, aku hanya bicara secukupnya saja."Pa, Arra pulang dulu ya, besok kalau Arra sempat, kesini lagi! Papa mau dibawakan apa Pa? Biar nanti, Arra beliin."Papa menatapku dan tersenyum."Papa tak ingin apa apa Nak, yang Papa ingin, kita bisa berkumpul lagi seperti dulu."Ucapnya sembari mengelus rambutku."Itu pasti Pa, Papa yang sabar ya, Mas Adi sedang mencari bukti bukti kalau Papa tidak bersalah!" Ujark
Dengan nafas yang masih terengah, aku mengajak mas Adi masuk. Kali ini, mas Adi menurut. Aku langsung menuju kamar diikuti mas Adi. Ku tutup pintu kamar rapat rapat, lalu ku kunci dari dalam. Mas Adi yang melihat tingkahku mungkin merasa heran."Kamu kenapa sayang?"Kubenamkan wajahku dipelukan mas Adi."Aku takut Mas.""Kamu nggak usah takut Ra, aku ada bersamamu. Tenanglah, sekarang ceritakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya?"Mas Adi membelai rambutku sambil terus memelukku. Kutarik nafas panjang, kuhembuskan perlahan, aku merasa sedikit tenang sekarang."Mas, tadi aku ketemu mbak Jum, dan mbak Jum bilang aku harus hati hati,""Mbak Jum siapa Ra?" tanya mas Adi.Aku ceritakan semua ke mas Adi, tentang mbak Jum, yang mengatakan telah mendengar pembicaraan dua orang yang tengah mencari ku."Mas, apa yang harus aku lakukan? apa aku harus merasakan ketakutan seperti ini terus,"Aku menangis terisak dipelukan mas Adi."Ra, kamu yang tenang ya, aku akan berusaha sebisa mungkin untuk m