***Keesokan paginya mereka sudah dalam perjalanan pulang menuju Dallas. Meski sebelumnya, Marco harus menghadapi kekacauan sedikit di rumah sakit. Isa masih harus melalui proses observasi dan pemulihan sehingga tidak diperbolehkan pulang dulu.Sedangkan menurutnya, selama Isa masih berada di ruang publik maka keselamatan jiwanya justru dipertaruhkan. Namun, kekacauan itu dapat diselesaikan setelah ia membuat surat pernyataan pulang atas permintaan keluarga pasien, pihak Rumah Sakit akhirnya mengijinkan Isa meninggalkan rumah sakit..."Silakan, Miss Reyes." Marco mempersilakannya masuk ke mobil menuju bandara.Gadisnya tidak banyak bertanya. Mengikuti perintahnya.Ini harus diakhiri. Ga
***Seminggu berlalu setelah kejadian penembakan terhadap Isa. Marco kembali menapaki area lorong makan kediaman keluarga Rivera. Berusaha mencuri pandang sosok yang dirindukannya selama dua minggu terakhir.Dalam malam-malamnya yang panjang, seringkali Marco menyesali kepergiannya. Setelah percakapan mereka terakhir di kamar mandi, Marco memutuskan pergi sementara dari Isa. Gadis itu berada dibawah pengawasan Zayden meski setiap waktu ia selalu memantau dari jauh. Ia harus menyelidiki sendiri siapa dalang dibalik penembakan Isa di San Lucas.Toh, bukan hanya Isa, Marco pun merasakan kepedihan yang sa
***"Bagaimana kondisi bahumu, Princess?" Marco masih mengelus sisi pahanya."Aku pikir kau tidak akan bertanya."Marco mengecup salah satu bahunya."Bukan itu yang tertembak.""Iya, aku tahu.""Memarnya tinggal sedikit."
***Marco sedang duduk dan sarapan di meja makan ketika Isa masuk dengan setelan pilatesnya setelah berlatih di teras halaman belakang."Aha. Bagaimana tidurmu semalam, Marco?" Isa menyapanya dengan semangat.[Menyenangkan. Pemandangan indah. Andai gadisnya tahu.]"Cukup nyenyak," jawabnya.Isa tahu lelaki itu berbohong karena ia sendiri tidak bisa tidur.
***💚💚💚Tok! Tok! Marco mengetuk daun pintu dihadapannya. Menarik nafas panjang dan bersiap menuju arena pertarungan."Masuk." Ia pun masuk dan tatapan Isa sudah siap membelahnya menjadi partikel kubik yang bisa lenyap karena hembusan angin."Marco. Duduk."Isa sedang duduk di kursi kebesaran Teresa. Menghadapnya. Ia lalu duduk dan menegakkan tubuhnya.Situasi ini cukup menegangkan. Tidak pernah tersirat dalam ba
***Dua hari kemudian, mereka sudah bersiap menuju lokasi pemotretan yang dituju Isa. Marco sengaja hanya menggunakan dua mobil yang beriringan. Tim miliknya sudah disebar di sepanjang festival bunga.Ia dan Isa berada dalam satu mobil Jeep bersama. Sedangkan, Jett dan Ash berada di depan mobil mereka."Apa yang kau katakan pada Miss Fletcher tentang pemindahan lokasi dan hari pemotretan? Perempuan itu termasuk Kepala Sekolah yang cerewet dengan jadwal dan lokasi pemotretan. Aku tidak percaya, ia dapat setuju begitu saja dengan idemu, Marco."Marco mengulum senyu
***"Isa!" Marco berteriak lantang ketika tubuhnya ikut ditarik keluar menjauh dari mobil. Senjata dalam genggamannya terjatuh ketika ia terseret dengan paksa.Gadisnya meronta dalam cengkeraman pria berbadan tinggi besar dan kekar. Ia melihat pria lain menghampiri Isa untuk menangkis tangannya yang kini sedang melemparkan tinju pada pria berbadan kekar.Marco sendiri sudah dikepung tiga lelaki. Ia berhasil menjatuhkan salah satunya ketika pria itu mencoba mencekik Marco. Pria nomor satu tersungkur karena Marco langsung memelintir lehernya dengan kuncian kaki.
Spoiler:Bab cukup panjang (2,000 kata) karena mengandung adegan aksi yang sayang kalau dipotong menjadi dua bab. Selamat membaca. Ciao!***Marco POV“Tidak! Tidak! Isa! Jangan!” Marco menggeleng dan meneriakkan namanya. Berusaha begitu keras untuk bangkit tapi tidak bisa. Salah satu betisnya yang terluka diinjak dengan sengaja oleh Rage.“Bangs*at!” Marco mengumpat.Setengah lututnya mulai mati rasa.Marco berusaha mencari sepasang mata milik gadisnya yang masih menolak memandangnya. Isa
PS: Part ini full dari sudut pandang Isa saat Marco menyatakan cinta. Extra Part untuk menjelaskan mengapa Isa alergi dengan tiga kata ajaib dan menolak pernyataan cinta Marco.***Seharian ini, Marco terlihat aneh. Ketika Isa menangkap pandangannya, Marco lalu akan mengalihkan tatapannya ke arah lain. Bergurau dengan adiknya. Meski tidak lucu. Tapi, itulah yang menarik dari Marco. Kau akan ikut tertawa dengannya.Pasti ada yang sedang disembunyikan lelaki di hadapannya! Jika Isa bertanya langsung, tentu Marco akan mengelak. Lagipula, kalau ada sesuatu yang penting ia akan langsung menjelaskan padanya tanpa perlu diminta."Kapan kau akan pulang, Zayden?" Marco mengangkat alisnya.Ini adalah pertanyaan ketiganya dalam dua jam
***Hampir menuju petang, akhirnya Marco bisa mengusir pulang adik bungsunya keluar dari rumah. Zayden kadang suka lupa diri kalau Marco dan Isa memiliki ruang privatnya sendiri.Ketika Isa memutuskan untuk mandi, Marco menyiapkan kejutan yang sudah disiapkannya semalaman.Untuk mengalihkan perhatian Isa sementara, Marco menyiapkan bath tub yang sudah dipenuhi air hangat dan aroma coklat kesukaan gadisnya. Rencana petang ini hampir batal karena Zayden menolak beranjak dan terlihat masih betah dirumahnya. Sia*lan!Marco tidak lupa menyetel sederet playlist agar Isa nyaman menikmati waktunya didalam. Bahkan, ia sempat mengunci kamar mandi dari luar saking paniknya kalau-kalau Isa menyelesaikan sesi berendamnya dan kel
***Bagaimana seseorang memandang kekuasaan menjadi menarik ketika Marco menggandeng tangan Isa memasuki ruangan luas ini.Marco merasa ia menjadi lelaki paling berkuasa di ruangan ini.Tepat, dia, Marco Fox, Sang Pengawal Pribadi Tuan Putri. Lelaki terpilih itu. Lelaki yang mengamit jemari sang Tuan Putri untuk mengantarnya menuju singgasananya.Malam ini Isa mengenakan setelan bodysuit berbahan sintetis kulit berwarna hitam yang mencetak tubuh ranumnya. Atasan yang membalut tubuhnya hanya waistcoat dengan belahan dada yang sangat rendah. Perhiasan choker berlian menghiasi lehernya yang jenjang. Dengan heels yang cukup tinggi, Isa nampak nyaman dengan pakaian yang dipilihnya.Tesh mengirimkan gaun yang diantar anak bua
***"Ayolah, Princess! Aku melarangmu melakukan pertunjukkan selama kalian masih berada di sekitar keponakan kecilku." Suara Gio memecah aktivitas Marco dan Isa.Marco mengeluarkan suara protes. Isa menengadahkan kepalanya dan menangkap sepasang wajah jenaka Gio yang sangat dikenalnya sejak remaja. Sejak Brie dan Mischa kembali dalam hidupnya, Gio terlihat lebih ceria dan menyenangkan."Gio." Isa menyapanya meski masih berada dalam dekapan Marco."Isa.""Gio" Marco sudah berdiri tegak menghadap pria berbahaya pemimpin gangs terbesar di Chicago."Fox." Gio menganggukkan kepalanya pada Marco. "Bukankah ada kode etik atau semacamnya yang menjabarkan kau dilarang melahap Tuan Pu
***"Marco." Isa mendekati Marco yang sedang menikmati sarapan setelah keduanya menyelesaikan ronde pagi bersama. Isa menyandarkan tubuhnya di sudut meja makan."Uhm.""Jika aku punya satu permintaan, apa kau akan mengabulkannya?""Tentu saja, Tuan Putri." Marco menggeser kursinya. Marco mendudukkannya di atas meja dan wajahnya sejajar dengan paha gadisnya."Bawa aku kabur.""Kemana?" Marco mengelus betis Isa yang kini diraihnya agar bertumpu di atas pahanya."Entahlah. Kau pernah mengatakan akan membawaku kabur jika Tesh tidak merestui hubungan kita." Isa mengacak rambut bergelom
***[Makan malam bersama Tesh.]Marco mengenggam erat tangan Isa sambil menaiki undakan tangga batu menuju meja semi outdoor yang sudah disiapkan Tesh. Pelayan mengawal keduanya dan menunjukkan meja untuk tiga orang yang menghadap pada pemandangan dermaga yang indah pada malam hari.Lampu-lampu kecil berpendar kekuningan menyelimuti keduanya. Malam ini akan menjadi sangat romantis, jika tidak ingat bahwa kedatangan Marco dan Isa adalah untuk memenuhi tugas negara menemui Tesh, sang pemimpin kartel terkejam di sepanjang wilayah Amerika Selatan.Pelayan menggeser kursi untuk Isa dan mempersilahkannya duduk. Marco meraih kursi disisinya. Mereka masih harus menunggu kehadiran Tesh.
***Setelah kepulangan Zayden, mereka kembali berdua. Keduanya sedang menikmati sisa petang di balik sofa di ruang tengah."Kau masih belum ingin pulang, Princess?" Marco mengelus paha Isa yang sedang ditumpangkan di pahanya.Isa menggeleng."Kau tidak nyaman tinggal di rumah besar itu atau kau belum siap bertemu Tesh untuk sementara waktu ini?" Marco membidik pertanyaannya langsung."Tesh." Isa menjatuhkan jawaban dengan tegas."Kau sudah sempat menghubunginya sejak kemarin?"Isa menggeleng. "Tesh menghubungiku tadi siang ketika aku sedang menyusuri
***Tirai tipis di jendela kamar Marco yang berhadapan langsung dengan laut berkibar mengikuti angin sepoi. Isa masih memejamkan mata dan dengkurnya perlahan menjadi melodi pagi hari untuk Marco.Sinar matahari mulai memasuki dan menghangatkan suasana kamarnya yang minimalis. Dengan nuansa cat dinding dan furniture yang didominasi warna putih dengan kesan minimalis dan modern.Marco merasa hidupnya sudah lebih dari cukup. Ujung bibir gadisnya tidak lagi merenggut seperti dua malam terakhir. Kelegaan menjalar di hatinya.Luka hati dan rasa bersalah akan selalu mengikuti gadisnya. Peristiwa penculikannya kemarin pasti sangat membekas di sanubari Isa. Inilah adalah konsekuensi berat dari nama belakang keluarga yang harus disandang seseorang. Takdir yang tidak bisa dipilih s
***Dengan segera, Isa selesai diperiksa oleh Doc dan diberi sedikit obat penahan nyeri untuk beberapa memar di leher sebagai akibat cekikan Vargas. Marco tidak memiliki pilihan selain membawa pujaan hatinya pulang ke rumah peristirahatannya di Pantai Timur. ‘‘Entah mengapa, Isa menolak pulang ke kediamannya sendiri.’Marco bersyukur bahwa Isa hanya mengalami cedera ringan pasca perang terbuka dengan Vargas. Tapi persoalannya, meski hanya luka ringan Isa menunjukkan tanda-tanda yang kurang baik. Pandangan kosong yang membayang di kedua mata indah itu menjadi alasan utama mengapa Marco tidak berminat bergeming sedikit pun dari sisi Isa.Ketika mereka sampai di rumah Marco pada penghujung sore, Isa bahkan tidak mengeluarkan suara. Gadis muda itu