“Will, aku hamil,” kata Nikita tiba tiba saat mereka berdua sedang sarapan.William yang mendengar hal itu pun tidak tahu harus bereaksi apa. Dia hanya terkejut mendengar kabar mengejutkan dari Nikita.Wanita itu berkata dengan begitu tenang seakan hamil baginya bukanlah masalah yang besar.“Kenapa diam saja? Kamu nggak mau ngucapin selamat buatku?”William mengernyitkan keningnya, dia mengelap bibirnya dengan tisu.“Tunggu dulu Nikita, bukankah kesepakatan kita dulu kamu nggak perlu hamil? Dan selama kita menikah kamu meminum pil kontrasepsi kan?”Nikita menghela napasnya.“Aku sengaja nggak minum dua bulan terakhir.”“Kenapa? Kenapa kamu nggak ngasih tau aku?”“Tenang saja, aku nggak akan minta pertanggungjawabanmu kok. Yah, meskipun kamu suamiku.“Aku akan merawat anak ini sendiri setelah kita bercerai. Sepertinya aku akan kesepian setelah kita berpisah. Jadi, sebaiknya aku memiliki seorang anak.”William tidak berkata apa-apa, itu sudah keputusan Nikita. Hanya saja …“Bagaimana ka
Beberapa bulan kemudian …Suara tangis seorang wanita membuat orang orang di sekitarnya merasa begitu pilu. Seorang wanita paruh baya terus memeluk tanah merah basah yang baru saja menguburkan anaknya.Martha terus meraung-raung meratapi kepergian anaknya yang meninggalkannya untuk selamanya.Dia masih tidak percaya jika hal itu akan terjadi. Setelah suaminya meninggalkannya lebih dulu, kini Ethan, anak laki-lakinya meninggal setelah mengidap penyakit kanker stadium empat.Satu per satu pelayat pergi, hanya meyisakan tiga orang wanita di depan pusara.Martha mendongak dan menatap nanar Alexandra. Dia bangkit dengan sisa kekuatan yang ada. Lalu menampar pipi Alexandra dengan sekuat tenaga.“Kamu tau kan? Ini karena siapa? Ini karena kamu! Setelah oliver, kamu mengambil Ethan dariku!”Alexandra terhuyung ke samping hampir terjatuh dengan perutnya yang sudah membesar.Alexandra juga sedih, bahkan dalam hatinya ia menangis karena Ethan meninggalkannya bahkan sebelum melihat anaknya terlah
Sepulang dari rumah sakit, Alexandra dibawa oleh Emily ke rumahnya. Rumah itu sebenarnya adalah warisan dari kakeknya. Meski kecil tapi rumah Emily sangat bersih dan rapi.Ada tiga kamar tidur dan satu kamar mandi. Satu ruang tamu di tengah, dan ada halaman kecil di depan teras.Alexandra masuk dan memindai seluruh ruangan. Dia merasa jika rumah yang Emily tempati sangat nyaman.“Tunggu dulu ya, aku beresin dulu kamarnya,” kata Emily. Dia masuk ke ujung kamar lalu membersihkan kamarnya.Alexandra melihat sebuah foto yang memperlihatkan di mana Emily sedang berpelukan dengan seorang lelaki. Jelas jika laki laki itu adalah kekasih Emily.Waktu sudah berjalan lama, dan Alexandra tidak terkejut jika Emily sudah memiliki kekasih saat ini. Yang bahkan dia sendiri saja sudah hamil dan akan memiliki seorang anak.Suara mobil terdengar berhenti di depan rumah Emily. Tak lama kemudian suara pagar digeser dilanjutkan suara langkah kaki.Alexandra menoleh dan mendapati lelaki yang ada di dalam fo
Malam malam sekali Emily menelpon Alexandra, dia meminta Alexandra untuk datang ke sebuah restoran karena ingin mengajaknya makan malam.“Tapi… ini udah terlalu malam,” kata Alexandra, menolak ajakan Emily.“Tolong datang aja Alexa, aku butuh bantuanmu.”Alexandra berpikir sebentar. Emily sudah menolongnya jadi dia tak enak jika menolak ajakan Emily apalagi ajakannya adalah mengajaknya makan malam.Jadi mau tak mau Alexandra pun mau datang untuk makan malam dengan Emily meski dia tidak tahu di sana ada siapa saja.Sesampainya di restoran, Alexandra terkejut karena hanya ada Emily di sana. Karena ia pikir Emily masih dengan kekasihnya.“Kamu cuma ngajak aku makan? Pacar kamu gimana?”“Dia udah pulang kok, aku nggak bisa bawa makanan pulang. Jadi kita makan di sini aja ya. Soalnya aku mau pergi, nggak pulang ke rumah.”“... Ya?”“Ada pekerjaan,” bisik Emily kemudian tersenyum.Tak banyak bertanya, Alexandra hanya menurut apa kata Emily saja. Tak ada yang aneh dengan ajakan Emily. Mereka
Seminggu setelah William bertemu dengan Alexandra.Malam itu William sedang tidur terlelap dalam mimpinya. Namun, tiba tiba sebuah dering telepon membuatnya sontak terbangun. Apalagi ketika melihat nama Emily di layar ponselnya.“Kenapa?” tanya William dengan suara seraknya.Dia memang mengatakan pada Emily sebelumnya jika dia bisa menghubunginya kapan saja jika menyangkut Alexandra. Apapun itu dan kapanpun, William akan siap.“Alexandra mau melahirkan Om!” ujar Emily dengan panik.“Mau melahirkan? Kalian ada di mana sekarang?”“Aku udah ada di rumah sakit. Tapi masalahnya ada masalah pada bayi Alexandra. Jadi harus sesar.”“Kamu urus saja, nanti biayanya aku yang tanggung. Apapun itu yang penting Alexandra selamat.”“Tapi om ke sini kan? Soalnya harus ada surat persetujuan wali.”William turun dari ranjang kemudian mengenakan sweaternya dengan buru buru.“Iya aku ke sana, kamu kirim saja alamat rumah sakitnya lewat pesan.”“Iya om.”William mengambil kunci mobilnya setelah dia cuci m
William duduk di samping Alexandra yang masih belum sadarkan diri. Dia pandangi wajah gadis itu hingga hampir membuat air matanya menetes. “Kamu harus segera sadar, anak kamu cantik, seperti kamu, Alexandra,” ucap William. Dia mengenggam tangan Alexandra yang tidak memberikan reaksi apa apa padanya.“Aku akan membahagiakanmu kalau kamu mau sadar Alexandra. Aku berjanji.”Sementara itu Nikita berada di belakang pintu. Dia melihat bayangan William melalui kaca di pintu. Wanita itu tahu jika William saat ini merasa sangat bersedih atas apa yang terjadi pada Alexandra. Namun, dia tak bisa berbuat apa apa.Tapi dia sudah mengatakan pada William, akan merawat anak Alexandra bersama mereka sampai gadis itu sadar dari komanya.“Kamu serius? Kamu serius, kan?” tanya William pada Nikita yang masih belum percaya dengan apa yang dia dengar.Nikita mengangguk. Ia tersenyum melihat William bisa tersenyum seperti itu.“Kamu nggak bisa menarik keputusanmu ini lagi ya.”“Aku bukan wanita seperti itu,
“Kamu yakin nggak apa apa cuma makan ini aja?” tanya William yang melihat Nikita hanya makan kentang goreng malam itu. “Kamu harus makan yang sehat juga, kan?”Nikita mengangguk sambil memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya. “Aku makan itu setiap hari, kalau malam aku mau makan yang aku mau nggak apa apa, kan?”“Asal jangan terlalu sering.“Lalu kapan ada jadwal kontrol kandungan lagi?”“Lusa. Kamu bisa kan antar aku.”“Iya.”Kemudian hening. William juga hanya makan kentang goreng seperti yang Nikita makan. Dia diam diam mengamati Nikita yang akhir akhir ini terlihat berbeda, entah karena kehamilannya atau ada yang lain. Tapi aura Nikita tidak sama seperti dulu.“Gimana keadaan Alexandra?” tanya Nikita memutus pikiran William.“Masih sama, aku nggak tau sampai kapan dia seperti itu.”“Kenapa? Kamu lelah?”“Bukan.”“Lalu?”“Aku takut Fiona nggak mengenali ibunya.”“Kita bisa ajak dia menemui ibunya, perkenalkan dia pada Alexandra.”“Kamu yakin dengan cara itu?”“Tentu saja. Kare
Tiga bulan telah berlalu, William masih setia menjenguk Alexandra yang masih belum sadarkan diri dari komanya. Gadis itu lebih memilih untuk menjadi putri tidur alih alih menjadi seorang ibu yang kini anaknya sudah berusia tiga bulan.Selama itu lah, Nikita dan William yang merawat Fiona.Hingga sore itu, perut Nikita merasakan kontraksi yang hebat. Dia pun menyuruh pembantunya untuk memanggil ambulans dan membawa semua kebutuhan selama persalinan yang sudah ia siapkan sebelumnya.Sambil menahan rasa sakitnya, Nikita menghubungi William.“Will, kamu kapan pulang?” tanya Nikita sambil menggigit bibirnya.“Sebentar lagi aku pulang, ada apa?”“Sepertinya… aku mau melahirkan.”“Sekarang?”“Hmm.”“Aku akan pulang sekarang kalau begitu.”“Aku sudah telepon ambulans, kamu langsung ke rumah sakit saja.”“Baiklah, aku akan ke sana.”Nikita meletakkan ponselnya ke dalam tas. Tak lama pembantunya memberitahunya jika ambulans sudah datang.Dibantu oleh pembantunya, Nikita dipapah hingga ambulans.