Aku membuka lembaran buku dan mencatat beberapa tulisan untuk referensi guna melengkapi isi skripsiku.Aku melirik lenganku dan melihat jam sudah pukul 09.00 siang.Hampir dua jam aku berada diperpustakaan kampus, aku hampir lupa kalau aku ada janji untuk menemui dosen pembimbingku.Aku menutup semua buku dan mengembalikannya pada rak tempatnya semula. Aku keluar dan berlari menuju ruangan dosen pembimbingku. Di koridor kampus, aku bertemu beberapa teman yang juga tengah sibuk kesana kemari mengurusi skripsinya.Sebentar lagi tidak akan kutemui riuh kelas yang penuh dengan candaan dan ejekan teman-teman. Meskipun kami harus berganti teman setiap semester, tapi kami selalu saling merindukan.“Selamat siang..” Aku membuka pintu dan mengucapkan salam. Mataku terbelalak melihat dosen pembimbingku tengah bercengkrama dengan sosok laki-laki yang kukenal.“Siang, Sofi. Masuk, masuk sini.” Dosenku mempersilahkan aku duduk disofa tamu kali ini. Padahal, biasanya dia menyuruhku duduk diku
Aku mengeluarkan buku dari dalam tas kemudian menggantung tas tersebut dibelakang pintu. Membuka jam tangan yang menempel sejak tadi pagi.Aku membaringkan tubuhku diatas kasur, melihat kesekitar kamar.Sudah tidak lama lagi kamar ini akan dihuni oleh maid baru. Rasanya aku enggan meninggalkannya. Kamar ini menyaksikan bagaimana tangis, tawa, juga perasaan yang kusembunyikan selama ini pada majikanku, Daniel.'Tuhan, aku mencintainya.' Aku bergumam. Hatiku perih setiap kali mengingat kenyataan bahwa aku dan Daniel tidak akan bisa bersatu.Derajat akan menjadi penghalang perasaanku padanya.Ting nong..Suara bel pintu dari luar. Aku terperanjat bangun dan berlari menuju pintu.Sepertinya tidak mungkin Daniel, karena Daniel punya kunci duplikat rumah ini. Aku membuka pintu dan melihat Salman berdiri didepannya.“Bang Salman? Ada apa Abang datang kesini?” Aku bertanya heran.“Kenapa gak boleh?" Jawabnya dengan senyuman.Salman memang selalu terlihat tampan dengan senyum dan tuturny
Ting nong..Suara bel rumah berbunyi. Malam ini aku meminta Rena untuk menemaniku. Aku kesepian sendirian dirumah Daniel.Aku berjalan kepintu utama, sementara Rena asyik menonton drama Turki di ruang tamu."Bang Salman. Ada apa malam-malam kesini?" Tanyaku agak heran. Aku takut Daniel marah kalau tahu Salman datang kerumahnya."Aku mau nganterin makanan buat kamu sama Rena.""Rena?" Tanyaku terkejut. "Kok Bang Salman tahu Rena ada disini?" "Tahu. Dia tadi w******p aku.""Ooh.." Jawabku pura-pura santai. Padahal, aku ingin sekali marah pada Rena."Kamu nggak nyuruh aku masuk?" Tanya Salman."Maaf, Bang. Disini perempuan semua. Nggak baik kalau Abang masuk kedalem." Ucapku beralasan.Aku memang tidak mau membawa masuk laki-laki kerumah Daniel. Aku sudah janji pada Daniel. "Siapa, Sof?" Rena kelur menemui kami."Ren. Ini pesenannya?" Aku terkejut mendengar ucapan Salman. Pesanan? Kenapa Rena pesan makanan pada Salman? Padahal aku bisa membuatkan makanan apa saja untuknya.Aku menyesal
Bulan malam ini membulat sempurna. Aku mendongak menatapnya indah.Tidak seperti matahari yang enggan dipandang. Bulan selalu memberi kesempatan kepada siapapun yang ingin melihat keindahannya. Mungkin karena dia tahu, bahwa sebagian besar cahayanya adalah titipan dari sang matahari.Dia bisa bercahaya dengan sempurna karena ada bantuan dari yang dicintainya, yaitu matahari. Sayangnya, mereka harus selalu berjauhan.Mataku beralih melihat gerbang rumah Daniel, kenapa Daniel belum sampai? Harusnya malam ini dia sudah tiba dirumah. Lima hari sudah dia meninggalkan aku sendiri dirumah ini. Aku rindu. Aku berdiri berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan teras juga rembulan malam. Aku duduk disofa menunggu kedatangan Daniel.Aku yakin dia pasti pulang malam ini. Aku melirik jam dinding berwarna hitam diruang tamu. Ternyata sudah pukul 09.00 malam. Aku berbaring diatas sofa. Mulutku sudah mulai menguap, mataku enggan terbuka, sepertinya aku mulai mengantuk.Aku membiarkan mataku ter
Aku melihat sekeliling kantin. Mataku mencari sosok Rena, tapi aku tidak menemukannya disana. Mungkin Rena sedang terkena macet jalanan Surabaya. Aku duduk disalah satu meja yang kosong, melipat kedua tanganku diatas meja, untuk menopang kepalaku. Kepalaku sakit. Fikranku mulai menerka-nerka. Siapa sebenarnya penfitnah itu? Dan apa motif dia memberikan berita bohong pada Daniel tentangku?“Mba Sofi, kenapa? Tumben ndak langsung teriak manggil Ibu.” Ibu kantin dengan logat jawa yang khas menghampiriku dengan wajah heran. Mungkin karena aku tidak seceria biasanya.“Nggak apa-apa, Bu. Cuma kecapekan aja. Mungkin karena sibuk nyelesein tugas skripsi.”“Ndak apa-apa, tapi itu matanya sampe bengkak. Mba Sofi pasti abis nangis, kan?” Aku mengangguk dan kembali menangis. Aku memeluk ibu kantin tanpa rasa malu. Tidak menghiraukan mahasiswa yang sedang memperhatikanku. Aku memang akrab dengan ibu kantin, tapi kami tidak sedekat ini. Kali ini aku tidak tahu harus menangis dipundak siapa.
Sejak pulang dari kampus aku tidak melihat Daniel keluar kamar. Aku yakin dia ada dikamar, karena mobilnya terparkir didepan rumah. Aku juga melihat sepatunya sudah ada dirak sejak siang tadi. Aku melirik jam didinding, sudah jam 08.00 malam. Aku semakin khawatir dengan keadaan Daniel. Sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Dia juga belum makan. Apa Daniel masih marah padaku?Aku berjalan menuju kamar Daniel. mengetuk pintunya perlahan. Tapi aku tidak mendengar suara apapun dari dalam. Apa dia pergi tanpa mengabariku dan tanpa membawa mobil miliknya? Aku membuka pintu kamar Daniel dengan perlahan untuk menjawab rasa penasaranku.“Mas.” Aku berlari kearah Daniel yang sedang menggigil dalam selimut. “Maaf saya lancang masuk kamar, Mas. Soalnya dari tadi mas nggak keluar kamar. Saya takut Mas kenapa-kenapa.” Aku berdiri disamping ranjang Daniel dan bingung apa yang harus aku lakukan. Daniel tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Aku berlari kearah dapur untuk membuatkan susu hanga
[Lagi apa, Mas?] Pesan w******p yang aku kirimkan pada Daniel. Sudah beberapa hari aku tinggal di Malang, tempat kelahiranku. Tepatnya di Desa Kasembon Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.Membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam perjalanan dari pusat Kabupaten Malang untuk sampai ke Desaku ini.Menurut g****e, desaku masih termasuk desa terpencil. Meski begitu, Desa Kasembon ini juga memiliki alun-alun.Dalam alun-alun tersebut, terdapat patung Aremania.Kring kring..Aku melihat layar diponselku. Ternyata nama Salman yang tertera disana, sementara hatiku sangat mengharapkan Daniel yang menelponku."Iya, Bang." Aku menerima telpon dari Salman."Heii, Sofi. Lama nggak keliatan ke kampus? Kamu sehat, kan?" Tanya Salman penuh khawatir.Apa Daniel tidak sedikitpun mengkhawatirkan aku? "Sehat, Bang. Aku lagi dikampung. Kebetulan semua urusanku udah beres, Bang. Tinggal nunggu sidang aja.""Kampung siapa?" Aku lupa kalau Salman tidak tahu asal usulku. Salman kira aku adik Daniel yang orang
"Alea Sofia.”Namaku sudah dipanggil oleh dosen pembimbingku. Aku masuk keruang sidang, duduk dikursi yang sudah disediakan. Aku duduk menghadap 3 dosen penguji. Aku menoleh kebelakang. Ada Rena sedang menyemangatiku dengan mengisyaratkannya lewat tangannya yang terkepal.“Selamat siang, maaf mengganggu persidangan.” Daniel masuk dan bersalaman dengan dosen pembimbingku juga 3 dosen penguji.“Selamat datang, orang sukses.” Mereka semua menyapa Daniel dengan akrab. Ternyata mereka semua mengenal Daniel.Daniel hanya tersenyum menanggapi mereka.“Dah, langsung duduk aja, Bro.” Salah satu dari mereka mempersilahkan Daniel untuk duduk.Aku menyelesaikan sidang skripsiku dengan sangat baik. Aku menjawab satu-persatu pertanyaan dengan cepat dan lugas. Aku mengingat semua yang Daniel ajarkan. Aku mengeja semua hafalnku tanpa satupun yang luput dari ingatan. Sampai akhirnya sidang berakhir dengan tepuk tangan keempat dosen dihadapanku. Mereka mengacungi jempol dan memuji hasil skripsik
“So beautiful, anak Mamah.” Aku memeluk Mamah Daniel. Aku mencoba menahan air mata yang ingin jatuh. Memeluk mamah Daniel serasa memeluk Ibuku. Aku merasa sedikit damai dalam pelukannya. “Makasih, Mah. Makasih juga udah mau dateng.” Dia melepas pelukanya dan tersenyum sambil menatap mataku. Mata Mamah Daniel berbinar. Terpancar kebahagiaan disana. Ada perasaan kecewa dalam hatiku atas kebahagiaannya. Kecewa, karena Ia bahagia atas pernikahanku yang bukan dengan anaknya. “Mamah pasti dateng sayang. Kan, yang nikah anak Mamah.” Jawab Mamah Daniel teduh. 'Iya. Mamah Daniel bahagia, karena dia menganggapku anaknya. Ah, aku terlalu berlebihan karena kecewa.' “Mas Di nggak dateng?” Dia Kembali melempar senyumnya. “Dateng, dong.. kalau nggak dateng, gimana kamu nikahnya?” Balasnya. Aku mengernyitkan dahiku. Aku memang berharap Daniel bisa datang, tapi kalaupun dia tidak datang, itu tidak akan berpengaruh apa-apa pada pernikahanku. Aku mengangguk, meskipun aku tidak meng
Untuk Mas Daniel, Daniel, Satu nama yang terpateri dalam hati ini. Terima kasih karena sempat menjadi warna dalam hidupku. Sampai saat ini, aku masih mencintaimu. Sangat. Meski raga ini sudah tak mampu lagi berlari mengejarmu, tapi hati ini senantiasa merindumu. Semua memang sudah terlambat. Aku tidak bisa melawan takdirku.Tapi tak salah bukan, kalau aku berharap, suatu saat takdir berpihak padaku. Aku masih mengaharapkanmu, mas. Meski secuil saja harap adalah sesuatu yang mustahil. Tapi, bukankah berawal dari kemustahilan mencintai dengan derajat yang berbeda sudah kita lewati? Sekarang, aku hampir menjadi isteri orang, dan kamu masih sendiri. Apakah ini juga akan menjadi mustahil? Ah, entahlah! Kamu terlalu dalam untuk aku keluarkan dari lubuk hatiku. Kamu terlalu berkuasa dalam otakku hingga aku tak mampu melupakanmu. Kalau boleh aku bilang ‘aku benci takdirku’. Tapi itu tidak boleh, kan? Karenanya, aku tidak membencinya. Apapun dan siapapun. Selamat tingg
"I love you, Mas." Aku terisak dibahu Daniel. Bahu yang selalu kuharapkan dapat menopang kepalaku saat aku sedih."Love you too, sayang." Jawab Daniel. Malam ini kami sedang duduk bersama diteras rumah Daniel. Aku ingin menghabiskan malamku bersama Daniel.Orang tua Daniel sedang keluar untuk menemui koleganya.Besok, aku harus kembali menjadi Sofi tunangan Salman. Aku sudah memutuskan untuk melanjutkan pernikahanku atas permintaan Daniel.Daniel memberikan alasan yang masuk akal untuk tidak merebutku dari tangan Salman. Daniel bukan tipikle laki-laki curang dan licik.Dan aku harus bertanggung jawab atas semua keputusan yang kuambil. Sebenarnya, bisa saja waktu itu aku menggagalkan pertunanganku.Tapi aku memilih meresmikan pertunanganku dengan Salman."Mas, udah beberapa hari lagi aku akan nikah sama Salman. Aku akan jadi milik dia Mas." Daniel menatapku. Hatiku sakit melihat mata Daniel yang juga meneteskan air mata."Apapun yg terjadi esok, aku harap kamu akan selalu bahagia sayan
“Ada apa Di?” Samar-amar aku mendengar suara Mamah Daniel.“Sofi sakit, Mah.” Jawab Daniel sambil menggendongku dan berjalan terburu-buru. Daniel membawaku kekamarnya. Kamar Dimana aku meninggalkan Daniel saat dia terbaring lemah.“Kamu nggak apa-apa, sayang?” Tanya Mamah Daniel. wajah yang seiras dengan Daniel inipun sama-sama mengkhawatirkanku. Aku melihat ketulusan mereka menyayangiku.“Nggak apa-apa, Mah. Mamah nggak usah khawatir, yah..” Jawabku menenangkan Mamah Daniel.Aku melihat Daniel yang sedari tadi tidak tenang.“Ini buburnya, Pak.” Maid Daniel mengantarkan mangkuk berisi bubur pada Daniel.“Makasih, Bi.” Daniel meraih mangkuk itu dan menghampiriku. “Makan dulu ya, sayang.” Ucap Daniel. Aku melirik Mamah Daniel. Aku malu Daniel memanggilku sayang didepan Mamahnya. Aku mengangguk dan membuka mulutku saat Daniel menyuapiku. Entah kenapa aku bisa jatuh ketangan Salman, padahal begitu lebarnya jalan untukku masuk kekeluarga Daniel.Aku sangat yakin, ini bukan takdir. Mela
Seusai meeting, semua staff keluar dari ruang meeting. Aku tidak benar-benar fokus pada meeting hari ini."Rena nggak masuk lagi, Mas?" Tanyaku pada Daniel. Aku tidak melihat Rena sedari pagi. "Begitulah." Jawab Daniel yang masih sibuk memeriksa kertas-kertas laporan hasil meeting. Aku masih duduk terpaku melihat Daniel sambil berfikir keras bagaimana cara menggagalkan penikahanku tanpa menyakiti dan membuat malu pihak manapun. Selain itu juga, aku teringat bagaimana kemarahan Ayah Salman dan ancamannya terhadapku semalam. Aku takut. Tanganku mulai gematar lagi.Dari semalam aku belum makan. Aku letih memikirkan semuanya.“Sofi.” Daniel menoleh kearahku lalu memanggilku. Aku mencoba menahan semua rasa sakit. “Heii.. kamu kenapa, sayang?” Daniel menghampiriku.Terlihat wajah Daniel nampak khawatir melihat kondisiku. Aku tidak bisa menyembunyikan kondisiku yang lemah. Tapi aku masih berusaha kuat. “Kita pulang, ya.” "Aku nggak apa-apa, Mas. Aku cuma terlalu panik menghadapi semuany
Daniel menghampiriku dan memberikan kotak kecil yang ia ambil dimeja kerjanya. “Buka.” Pinta Daniel. Aku mengambil kotak tersebut dan membukanya. Ada cincin cantik dengan permata hitam diatasnya. Warna favorite kami. “Apa ini?” Tanyaku masih bingung. “Cincin. Cincin ini aku beli buat aku kasih kekamu untuk menyatakan perasaanku sama kamu. Waktu itu, Rena masuk keruangan ini dan dia liat cincin ini. Aku bilang, kalau aku mau melamar kamu. Tapi dia nggak ngizinin aku dengan alasan, kalau kamu nggak suka sama aku. Dia bilang, kamu cinta sama Salman. Dan hampir bertunangan sama dia.” Mataku terbelalak mendengar penjelasan Daniel. sebelumnya, aku sudah bisa menebak, bahwa Rena adalah dalangnya. Tapi aku tidak menyangka, sejauh ini dia menipu kami. “Oke, satu lagi yang masih jadi teka teki dan sampai sekarang Mas belum ngasih tahu aku. Mas inget kan, waktu aku masih kerja dirumah Mas sebagai maid? Waktu itu Mas pergi ke Turki. Dan sepulang Mas dari Turki, Mas marah dan nuduh
Aku sampai dikantor pukul 07.00 pagi ini. Kondisiku sedang tidak baik-baik saja. Semalaman aku terus menerus memikirkan ancaman Ayah Salman, tapi aku juga harus menyelesaikan masalahku dengan Daniel. Aku sudah janji untuk menemui Daniel pagi ini,dan sebelum Daniel samapi kantor, aku juga harus menyelesaikan laporan untuk persiapan meeting. Aku langsung menghadap komputer dimeja kerjaku. Menyelesaikan semua tugas yang dibutuhkan. Sesekali aku menyeruput kopi yang aku buat sebelum aku duduk dimeja kerjaku.Beberapa staff mulai berdatangan dan menyapaku. Mereka menempati kursi mereka masing-masing.“Temen-temen, kita nanti meeting jam 10.00. Maaf ngasih tahu mendadak. Soalnya Bos baru ngasih tahu kemaren. Jadi sekarang kalian masih punya waktu sampe jam 10.00 buat ngerjain laporan. Okey..“Oke, Mba Sofi.” Jawab mereka Bersama-sama. Aku Menyusun lembaran demi lembaran laporan yang sudah selesai kubuat. Aku menatap pintu ruangan Daniel yang belum juga dibuka oleh tuannya. Aku me
Aku berjalan masuk kedalam salah satu Restoran mahal dikota Surabaya. Mahal menurutku yang tidak mampu membeli makanan didalamnya. Aku belum pernah masuk ke Restoran ini.Aku melihat kesekeliling Restoran, mencari sosok yang memintaku untuk datang kesini.“Maaf, Bu. Ada yang bisa saya bantu?” Seorang pelayan Restoran berseragam hitam putih penghampiriku. Pelayan itu menanyaiku. Mungkin dia melihatku yang sedang kebingungan.“Oh, iya, Mba. Aku nyari meja pesanan atas nama Salman.” Aku memberi tahu pelayan tersebut.“Mari ikut saya, Bu.” Pelayan itu menunjukkan jalan dengan sangat sopan. Ia berjalan perlahan, dan aku menyusulinya dari belakang. Aku diantarkan kemeja makan tertutup dipojok Restoran ini. “Silahkan duduk, Bu." Pelayan itu menarik kursi dan mempersilahkan aku untuk duduk. "Ini buku menunya, Bu. Silahkan diliat-liat dulu." Dia menyodorkan buku menu padaku. "Nanti kalau mau pesan bisa pencet bel aja disini.” Pelayan itu menunjuk tombol bel disamping meja.Aku menatap b
Hari ini kepalaku masih sakit. Semalaman aku tidak bisa tidur. Aku tidak berhenti memikirkan semua cerita Salman. Aku tidak tahu bagaimana kelanjutan hubunganku dengannya. Setelah semua yang terjadi, sepertinya kali ini aku harus terlebih dulu mencari kebenaran. Aku mulai ragu dengan semuanya.Aku harus mencari dalang dari semua skenario ini.Aku mengambil tas yang tergantung dibalik pintu dan menjinjingnya dibahu. Aku berjalan keluar lalu menyetop taxi. Aku menaiki taxi dan meminta driver tersebut untuk mengantarkan aku kerumah Daniel. Aku harus meminta penjelasan Daniel sebelum meminta penjelasan dari Rena. Aku harus mendengarkan semua pihak.Atau mungkin dari Daniel aku akan menemukan sedikit jawaban kepada siapa aku harus percaya.Setelah sampai didepan rumah Daniel, aku melihat gerbang rumah Daniel sudah menganga. Aku yakin Daniel sudah bangun. Aku melihat seorang Ibu paruh baya yang sedang menyapu diteras rumah Daniel. sepertinya dia adalah maid baru Daniel lagi. “Selam