Bulan malam ini membulat sempurna. Aku mendongak menatapnya indah.Tidak seperti matahari yang enggan dipandang. Bulan selalu memberi kesempatan kepada siapapun yang ingin melihat keindahannya. Mungkin karena dia tahu, bahwa sebagian besar cahayanya adalah titipan dari sang matahari.Dia bisa bercahaya dengan sempurna karena ada bantuan dari yang dicintainya, yaitu matahari. Sayangnya, mereka harus selalu berjauhan.Mataku beralih melihat gerbang rumah Daniel, kenapa Daniel belum sampai? Harusnya malam ini dia sudah tiba dirumah. Lima hari sudah dia meninggalkan aku sendiri dirumah ini. Aku rindu. Aku berdiri berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan teras juga rembulan malam. Aku duduk disofa menunggu kedatangan Daniel.Aku yakin dia pasti pulang malam ini. Aku melirik jam dinding berwarna hitam diruang tamu. Ternyata sudah pukul 09.00 malam. Aku berbaring diatas sofa. Mulutku sudah mulai menguap, mataku enggan terbuka, sepertinya aku mulai mengantuk.Aku membiarkan mataku ter
Aku melihat sekeliling kantin. Mataku mencari sosok Rena, tapi aku tidak menemukannya disana. Mungkin Rena sedang terkena macet jalanan Surabaya. Aku duduk disalah satu meja yang kosong, melipat kedua tanganku diatas meja, untuk menopang kepalaku. Kepalaku sakit. Fikranku mulai menerka-nerka. Siapa sebenarnya penfitnah itu? Dan apa motif dia memberikan berita bohong pada Daniel tentangku?“Mba Sofi, kenapa? Tumben ndak langsung teriak manggil Ibu.” Ibu kantin dengan logat jawa yang khas menghampiriku dengan wajah heran. Mungkin karena aku tidak seceria biasanya.“Nggak apa-apa, Bu. Cuma kecapekan aja. Mungkin karena sibuk nyelesein tugas skripsi.”“Ndak apa-apa, tapi itu matanya sampe bengkak. Mba Sofi pasti abis nangis, kan?” Aku mengangguk dan kembali menangis. Aku memeluk ibu kantin tanpa rasa malu. Tidak menghiraukan mahasiswa yang sedang memperhatikanku. Aku memang akrab dengan ibu kantin, tapi kami tidak sedekat ini. Kali ini aku tidak tahu harus menangis dipundak siapa.
Sejak pulang dari kampus aku tidak melihat Daniel keluar kamar. Aku yakin dia ada dikamar, karena mobilnya terparkir didepan rumah. Aku juga melihat sepatunya sudah ada dirak sejak siang tadi. Aku melirik jam didinding, sudah jam 08.00 malam. Aku semakin khawatir dengan keadaan Daniel. Sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Dia juga belum makan. Apa Daniel masih marah padaku?Aku berjalan menuju kamar Daniel. mengetuk pintunya perlahan. Tapi aku tidak mendengar suara apapun dari dalam. Apa dia pergi tanpa mengabariku dan tanpa membawa mobil miliknya? Aku membuka pintu kamar Daniel dengan perlahan untuk menjawab rasa penasaranku.“Mas.” Aku berlari kearah Daniel yang sedang menggigil dalam selimut. “Maaf saya lancang masuk kamar, Mas. Soalnya dari tadi mas nggak keluar kamar. Saya takut Mas kenapa-kenapa.” Aku berdiri disamping ranjang Daniel dan bingung apa yang harus aku lakukan. Daniel tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Aku berlari kearah dapur untuk membuatkan susu hanga
[Lagi apa, Mas?] Pesan w******p yang aku kirimkan pada Daniel. Sudah beberapa hari aku tinggal di Malang, tempat kelahiranku. Tepatnya di Desa Kasembon Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.Membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam perjalanan dari pusat Kabupaten Malang untuk sampai ke Desaku ini.Menurut g****e, desaku masih termasuk desa terpencil. Meski begitu, Desa Kasembon ini juga memiliki alun-alun.Dalam alun-alun tersebut, terdapat patung Aremania.Kring kring..Aku melihat layar diponselku. Ternyata nama Salman yang tertera disana, sementara hatiku sangat mengharapkan Daniel yang menelponku."Iya, Bang." Aku menerima telpon dari Salman."Heii, Sofi. Lama nggak keliatan ke kampus? Kamu sehat, kan?" Tanya Salman penuh khawatir.Apa Daniel tidak sedikitpun mengkhawatirkan aku? "Sehat, Bang. Aku lagi dikampung. Kebetulan semua urusanku udah beres, Bang. Tinggal nunggu sidang aja.""Kampung siapa?" Aku lupa kalau Salman tidak tahu asal usulku. Salman kira aku adik Daniel yang orang
"Alea Sofia.”Namaku sudah dipanggil oleh dosen pembimbingku. Aku masuk keruang sidang, duduk dikursi yang sudah disediakan. Aku duduk menghadap 3 dosen penguji. Aku menoleh kebelakang. Ada Rena sedang menyemangatiku dengan mengisyaratkannya lewat tangannya yang terkepal.“Selamat siang, maaf mengganggu persidangan.” Daniel masuk dan bersalaman dengan dosen pembimbingku juga 3 dosen penguji.“Selamat datang, orang sukses.” Mereka semua menyapa Daniel dengan akrab. Ternyata mereka semua mengenal Daniel.Daniel hanya tersenyum menanggapi mereka.“Dah, langsung duduk aja, Bro.” Salah satu dari mereka mempersilahkan Daniel untuk duduk.Aku menyelesaikan sidang skripsiku dengan sangat baik. Aku menjawab satu-persatu pertanyaan dengan cepat dan lugas. Aku mengingat semua yang Daniel ajarkan. Aku mengeja semua hafalnku tanpa satupun yang luput dari ingatan. Sampai akhirnya sidang berakhir dengan tepuk tangan keempat dosen dihadapanku. Mereka mengacungi jempol dan memuji hasil skripsik
Aku menyelinap diantara ribuan orang yang tengah menunggu acara wisuda dimulai. Aku mencari bibiku dan suaminya. Mereka berjanji akan datang hari ini untuk menghadiri prosesi wisudaku.Aku sudah cantik dengan kebaya anggun, rambut tersanggul rapi, wajah dengan riasan apik sulapan dari MUA dekat kostanku.Aku ingin orang-orang yang kusayang dapat melihatku hari ini, termasuk Daniel.Aku berharap Daniel bisa datang. Aku sudah mengundangnya via email beberapa hari yang lalu, meskipun Daniel tidak meresponnya.Setelah lama berkeliling. Akhirnya aku bertemu dengan bibi dan paman, aku mengejak mereka duduk dikursi paling depan. Aku memang meminta panitia untuk mengosongkan kursi itu untuk keluargaku.Tiba-tiba ada yang mencolekku dari belakang. Aku menolehnya. ternyata Daniel. Aku tersenyum bahagia menyambut kedatangannya. Aku mengenalkan Daniel pada bibi dan paman. Mereka sangat menyukai Daniel yang ramah. Aku mempersilahkan Daniel duduk bersama mereka.Dengan waktu yang bersamaan, Ren
Aku, bibi dan paman duduk dan berfoto dihalaman kampus. Aku melihat kearah Daniel yang juga tengah sibuk berfoto dengan Rena dan Mamahnya.“Ren foto bareng, yuk.” Aku memanggil Rena.“Ayuk..” Jawab Rena.Rena, Mamahnya juga Daniel menghampiriku. Kami semua berfoto. Akupun mengambil foto Bersama Daniel.Daniel sudah kembali ke mode awal, banyak senyum dan tidak cuek. Lengkap sudah kebahagiaanku.“Congratulation, Sofi.” Daniel mendekatiku dan mengulurkan tangannya. Aku meraih tangan Daniel.“Terima kasih banyak mantan Bos." Daniel tersenyum. Dan terima kasih juga sudah datang memenuhi undangan saya.”“Sama-sama. Well, lulusan terbaik kampus ternama, Nona Alea Sofia, sudikah Nona kembali menjadikan saya, Bos." "No. Saya nggak mau jadi maid lagi.""Udah mulai jual mahal yah sekarang?" Aku menutup mulutku menahan tawa."Saya melamar kamu, untuk bergabung diperusahaan saya yang tak seberapa besar itu.”“Apaan sih, Mas?” Aku menyenggolnya.“Saya serius, Sofi. Saya harap kamu mau bek
Hari ini, jam 08.00 pagi hari, aku datang kekantor Daniel. Aku membawa surat lamaran beserta cv dalam map. Semoga aku bisa diterima dan bekerja disana. Aku sangat optimis untuk tidak hanya mengejar cita-cita, tapi juga mengejar cintaku. Aku harus menjadi wanita sukses agar pantas menjadi pendamping Daniel. Aku menemui recepsionis dikantor Daniel dan menanyakan ruangan Daniel. Tapi recepsionis tersebut tidak mengizinkan aku untuk masuk.“Maaf, Mba. Kalau mau melamar pekerjaan disini, Mba tinggalkan saja surat lamarannya. Kalau CV Mba cocok dengan posisi yang kami butuhkan, nanti kami hubungi Mba untuk interview.” Ujar recepsionis berkemeja putih itu.“Oh, begitu ya, Mba.” Recepsionis itu mengangguk. Aku menyerahkan surat lamaranku padanya.“Sofi.” Aku terkejut mendengar seseorang memanggilku dari arah belakang. Aku menoleh dan melihatnya.“Mas.” Aku menyapanya. Ternyata itu Daniel.“Ngapain disini?” Tanya Daniel.“Maaf pak Daniel, Mba ini mau melamar kerja disini, saya tidak