[Lagi apa, Mas?] Pesan w******p yang aku kirimkan pada Daniel. Sudah beberapa hari aku tinggal di Malang, tempat kelahiranku. Tepatnya di Desa Kasembon Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.Membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam perjalanan dari pusat Kabupaten Malang untuk sampai ke Desaku ini.Menurut g****e, desaku masih termasuk desa terpencil. Meski begitu, Desa Kasembon ini juga memiliki alun-alun.Dalam alun-alun tersebut, terdapat patung Aremania.Kring kring..Aku melihat layar diponselku. Ternyata nama Salman yang tertera disana, sementara hatiku sangat mengharapkan Daniel yang menelponku."Iya, Bang." Aku menerima telpon dari Salman."Heii, Sofi. Lama nggak keliatan ke kampus? Kamu sehat, kan?" Tanya Salman penuh khawatir.Apa Daniel tidak sedikitpun mengkhawatirkan aku? "Sehat, Bang. Aku lagi dikampung. Kebetulan semua urusanku udah beres, Bang. Tinggal nunggu sidang aja.""Kampung siapa?" Aku lupa kalau Salman tidak tahu asal usulku. Salman kira aku adik Daniel yang orang
"Alea Sofia.”Namaku sudah dipanggil oleh dosen pembimbingku. Aku masuk keruang sidang, duduk dikursi yang sudah disediakan. Aku duduk menghadap 3 dosen penguji. Aku menoleh kebelakang. Ada Rena sedang menyemangatiku dengan mengisyaratkannya lewat tangannya yang terkepal.“Selamat siang, maaf mengganggu persidangan.” Daniel masuk dan bersalaman dengan dosen pembimbingku juga 3 dosen penguji.“Selamat datang, orang sukses.” Mereka semua menyapa Daniel dengan akrab. Ternyata mereka semua mengenal Daniel.Daniel hanya tersenyum menanggapi mereka.“Dah, langsung duduk aja, Bro.” Salah satu dari mereka mempersilahkan Daniel untuk duduk.Aku menyelesaikan sidang skripsiku dengan sangat baik. Aku menjawab satu-persatu pertanyaan dengan cepat dan lugas. Aku mengingat semua yang Daniel ajarkan. Aku mengeja semua hafalnku tanpa satupun yang luput dari ingatan. Sampai akhirnya sidang berakhir dengan tepuk tangan keempat dosen dihadapanku. Mereka mengacungi jempol dan memuji hasil skripsik
Aku menyelinap diantara ribuan orang yang tengah menunggu acara wisuda dimulai. Aku mencari bibiku dan suaminya. Mereka berjanji akan datang hari ini untuk menghadiri prosesi wisudaku.Aku sudah cantik dengan kebaya anggun, rambut tersanggul rapi, wajah dengan riasan apik sulapan dari MUA dekat kostanku.Aku ingin orang-orang yang kusayang dapat melihatku hari ini, termasuk Daniel.Aku berharap Daniel bisa datang. Aku sudah mengundangnya via email beberapa hari yang lalu, meskipun Daniel tidak meresponnya.Setelah lama berkeliling. Akhirnya aku bertemu dengan bibi dan paman, aku mengejak mereka duduk dikursi paling depan. Aku memang meminta panitia untuk mengosongkan kursi itu untuk keluargaku.Tiba-tiba ada yang mencolekku dari belakang. Aku menolehnya. ternyata Daniel. Aku tersenyum bahagia menyambut kedatangannya. Aku mengenalkan Daniel pada bibi dan paman. Mereka sangat menyukai Daniel yang ramah. Aku mempersilahkan Daniel duduk bersama mereka.Dengan waktu yang bersamaan, Ren
Aku, bibi dan paman duduk dan berfoto dihalaman kampus. Aku melihat kearah Daniel yang juga tengah sibuk berfoto dengan Rena dan Mamahnya.“Ren foto bareng, yuk.” Aku memanggil Rena.“Ayuk..” Jawab Rena.Rena, Mamahnya juga Daniel menghampiriku. Kami semua berfoto. Akupun mengambil foto Bersama Daniel.Daniel sudah kembali ke mode awal, banyak senyum dan tidak cuek. Lengkap sudah kebahagiaanku.“Congratulation, Sofi.” Daniel mendekatiku dan mengulurkan tangannya. Aku meraih tangan Daniel.“Terima kasih banyak mantan Bos." Daniel tersenyum. Dan terima kasih juga sudah datang memenuhi undangan saya.”“Sama-sama. Well, lulusan terbaik kampus ternama, Nona Alea Sofia, sudikah Nona kembali menjadikan saya, Bos." "No. Saya nggak mau jadi maid lagi.""Udah mulai jual mahal yah sekarang?" Aku menutup mulutku menahan tawa."Saya melamar kamu, untuk bergabung diperusahaan saya yang tak seberapa besar itu.”“Apaan sih, Mas?” Aku menyenggolnya.“Saya serius, Sofi. Saya harap kamu mau bek
Hari ini, jam 08.00 pagi hari, aku datang kekantor Daniel. Aku membawa surat lamaran beserta cv dalam map. Semoga aku bisa diterima dan bekerja disana. Aku sangat optimis untuk tidak hanya mengejar cita-cita, tapi juga mengejar cintaku. Aku harus menjadi wanita sukses agar pantas menjadi pendamping Daniel. Aku menemui recepsionis dikantor Daniel dan menanyakan ruangan Daniel. Tapi recepsionis tersebut tidak mengizinkan aku untuk masuk.“Maaf, Mba. Kalau mau melamar pekerjaan disini, Mba tinggalkan saja surat lamarannya. Kalau CV Mba cocok dengan posisi yang kami butuhkan, nanti kami hubungi Mba untuk interview.” Ujar recepsionis berkemeja putih itu.“Oh, begitu ya, Mba.” Recepsionis itu mengangguk. Aku menyerahkan surat lamaranku padanya.“Sofi.” Aku terkejut mendengar seseorang memanggilku dari arah belakang. Aku menoleh dan melihatnya.“Mas.” Aku menyapanya. Ternyata itu Daniel.“Ngapain disini?” Tanya Daniel.“Maaf pak Daniel, Mba ini mau melamar kerja disini, saya tidak
Malam yang begitu indah. Bulan hanya nampak menunjukkan dirinya separuh. Aku rindu malam bersama Daniel diteras rumahnya. Lagi apa Daniel sekarang? Aku membuka galeri foto diponselku. Melihat foto-foto saat wisudaku kemarin. Daniel Nampak begitu manis dengan setalan jas warna hitamnya. “Andai kamu tahu bagaimana hebatnya aku mencintaimu, Mas..” Aku bergumam.Kring kring..Suara ponselku berdering.Kukira nama Daniel yang akan tampil dilayar ponselku. Ternyata Salman."Hallo, Bang.""Hallo, Sofi. Lagi apa kamu?""Nggak ada, lagi duduk-duduk aja dikostan. Kenapa, Bang?""Nggak apa-apa. Aku suruh nelpon kamu sama Ayah. Suruh nanya, gimana sama tawaran Ayah waktu itu? Kamu terima?""Maaf, Bang. Saya nggak bisa terima tawaran Ayah Bang Salman." Jelasku dengan sungkan."Kenapa?""Hemm.. Saya udah kerja di tempat lain, Bang.""Dimana? Kantor mantan Bos kamu itu?""Iya, Bang.""Kenapa sih, Sof? Padahal perusahaan Ayahku lebih besar dari perusahaan dia. Aku juga bisa bayar kamu lebih besar
Hari ini, hari kedua aku masuk kantor. Aku membawa bekal dari kostan untuk makan siangku. Aku baru saja masuk kerja setelah berhenti bekerja dirumah Daniel.Aku harus menghemat pengeluaranku. Karena tanggal gajian masih lama, sedangkan keuanganku sudah menipis. “Makan siang, yuk..” Daniel berdiri didepanku mengagetkanku.“Saya bawa bekal dari kostan, Pak.” Aku menunjuk kotak makan dimeja kerjaku.“Oke, masuk ruangan saya, dan bawa itu!” Aku melihat Daniel dengan bingung. Daniel masuk keruangannya, meninggalkan aku begitu saja. 'Ishh.. Kenapa aku harus membawa makananku keruangannya?' Aku menggerutu. Aku berjalan menuju ruangan Daniel dengan kesal.“Ada apa, Pak?” Aku berdiri disamping sofa tempat Daniel duduk.“Silahkan duduk.” Aku duduk disofa berhadapan dengan Daniel. “Buka kotak makannya!" "Kenapa, Pak?"Udah buka cepetan!" Aku membuka kotak makanku sesuai intruksi Daniel. "Masak apa kamu hari ini?” Tanya Daniel sambil melihat isi kotak makanku.Aku hanya membawa nasi g
Aku menunggu taxi depan kantor, cuaca mulai mendung. Sepertinya tidak lama lagi akan turun hujan, tapi aku belum menemukan taxi. Aku melihat Daniel sedang menaiki mobil dari kejauhan. Aku pura-pura tidak melihatnya. Meskipun, aku berharap Daniel menghampiriku dan mengajakku untuk pulang bersamanya. Benar saja, mobil Daniel mendekatiku.“Belum dapet taxi?” Tanya Daniel dengan senyumnya.“Belum, Pak.” Jawabku sembari membalas senyum Daniel.“Ya udah, naik. Biar aku anter.” Aku mengangguk. Ini yang aku suka dari sosok Daniel. Dia tidak pernah bertanya untuk menawarkan kebaikannya. Dia langsung to the point agar orang mau menerima kebaikannya.Mungkin beda cerita kalau dia orang lain, dia akan menanyakan terlebih dulu, apa aku mau ikut bersamanya?Daniel beda, dia langsung menyuruhku untuk menaiki mobilnya untuk mengantarku. Aku semakin yakin Daniel juga punya perasaan yang sama denganku. Tapi kenapa dia tidak mengungkapkannya? Ah, entahlah!“Mas tahu alamat kostanku?” Aku meli
“So beautiful, anak Mamah.” Aku memeluk Mamah Daniel. Aku mencoba menahan air mata yang ingin jatuh. Memeluk mamah Daniel serasa memeluk Ibuku. Aku merasa sedikit damai dalam pelukannya. “Makasih, Mah. Makasih juga udah mau dateng.” Dia melepas pelukanya dan tersenyum sambil menatap mataku. Mata Mamah Daniel berbinar. Terpancar kebahagiaan disana. Ada perasaan kecewa dalam hatiku atas kebahagiaannya. Kecewa, karena Ia bahagia atas pernikahanku yang bukan dengan anaknya. “Mamah pasti dateng sayang. Kan, yang nikah anak Mamah.” Jawab Mamah Daniel teduh. 'Iya. Mamah Daniel bahagia, karena dia menganggapku anaknya. Ah, aku terlalu berlebihan karena kecewa.' “Mas Di nggak dateng?” Dia Kembali melempar senyumnya. “Dateng, dong.. kalau nggak dateng, gimana kamu nikahnya?” Balasnya. Aku mengernyitkan dahiku. Aku memang berharap Daniel bisa datang, tapi kalaupun dia tidak datang, itu tidak akan berpengaruh apa-apa pada pernikahanku. Aku mengangguk, meskipun aku tidak meng
Untuk Mas Daniel, Daniel, Satu nama yang terpateri dalam hati ini. Terima kasih karena sempat menjadi warna dalam hidupku. Sampai saat ini, aku masih mencintaimu. Sangat. Meski raga ini sudah tak mampu lagi berlari mengejarmu, tapi hati ini senantiasa merindumu. Semua memang sudah terlambat. Aku tidak bisa melawan takdirku.Tapi tak salah bukan, kalau aku berharap, suatu saat takdir berpihak padaku. Aku masih mengaharapkanmu, mas. Meski secuil saja harap adalah sesuatu yang mustahil. Tapi, bukankah berawal dari kemustahilan mencintai dengan derajat yang berbeda sudah kita lewati? Sekarang, aku hampir menjadi isteri orang, dan kamu masih sendiri. Apakah ini juga akan menjadi mustahil? Ah, entahlah! Kamu terlalu dalam untuk aku keluarkan dari lubuk hatiku. Kamu terlalu berkuasa dalam otakku hingga aku tak mampu melupakanmu. Kalau boleh aku bilang ‘aku benci takdirku’. Tapi itu tidak boleh, kan? Karenanya, aku tidak membencinya. Apapun dan siapapun. Selamat tingg
"I love you, Mas." Aku terisak dibahu Daniel. Bahu yang selalu kuharapkan dapat menopang kepalaku saat aku sedih."Love you too, sayang." Jawab Daniel. Malam ini kami sedang duduk bersama diteras rumah Daniel. Aku ingin menghabiskan malamku bersama Daniel.Orang tua Daniel sedang keluar untuk menemui koleganya.Besok, aku harus kembali menjadi Sofi tunangan Salman. Aku sudah memutuskan untuk melanjutkan pernikahanku atas permintaan Daniel.Daniel memberikan alasan yang masuk akal untuk tidak merebutku dari tangan Salman. Daniel bukan tipikle laki-laki curang dan licik.Dan aku harus bertanggung jawab atas semua keputusan yang kuambil. Sebenarnya, bisa saja waktu itu aku menggagalkan pertunanganku.Tapi aku memilih meresmikan pertunanganku dengan Salman."Mas, udah beberapa hari lagi aku akan nikah sama Salman. Aku akan jadi milik dia Mas." Daniel menatapku. Hatiku sakit melihat mata Daniel yang juga meneteskan air mata."Apapun yg terjadi esok, aku harap kamu akan selalu bahagia sayan
“Ada apa Di?” Samar-amar aku mendengar suara Mamah Daniel.“Sofi sakit, Mah.” Jawab Daniel sambil menggendongku dan berjalan terburu-buru. Daniel membawaku kekamarnya. Kamar Dimana aku meninggalkan Daniel saat dia terbaring lemah.“Kamu nggak apa-apa, sayang?” Tanya Mamah Daniel. wajah yang seiras dengan Daniel inipun sama-sama mengkhawatirkanku. Aku melihat ketulusan mereka menyayangiku.“Nggak apa-apa, Mah. Mamah nggak usah khawatir, yah..” Jawabku menenangkan Mamah Daniel.Aku melihat Daniel yang sedari tadi tidak tenang.“Ini buburnya, Pak.” Maid Daniel mengantarkan mangkuk berisi bubur pada Daniel.“Makasih, Bi.” Daniel meraih mangkuk itu dan menghampiriku. “Makan dulu ya, sayang.” Ucap Daniel. Aku melirik Mamah Daniel. Aku malu Daniel memanggilku sayang didepan Mamahnya. Aku mengangguk dan membuka mulutku saat Daniel menyuapiku. Entah kenapa aku bisa jatuh ketangan Salman, padahal begitu lebarnya jalan untukku masuk kekeluarga Daniel.Aku sangat yakin, ini bukan takdir. Mela
Seusai meeting, semua staff keluar dari ruang meeting. Aku tidak benar-benar fokus pada meeting hari ini."Rena nggak masuk lagi, Mas?" Tanyaku pada Daniel. Aku tidak melihat Rena sedari pagi. "Begitulah." Jawab Daniel yang masih sibuk memeriksa kertas-kertas laporan hasil meeting. Aku masih duduk terpaku melihat Daniel sambil berfikir keras bagaimana cara menggagalkan penikahanku tanpa menyakiti dan membuat malu pihak manapun. Selain itu juga, aku teringat bagaimana kemarahan Ayah Salman dan ancamannya terhadapku semalam. Aku takut. Tanganku mulai gematar lagi.Dari semalam aku belum makan. Aku letih memikirkan semuanya.“Sofi.” Daniel menoleh kearahku lalu memanggilku. Aku mencoba menahan semua rasa sakit. “Heii.. kamu kenapa, sayang?” Daniel menghampiriku.Terlihat wajah Daniel nampak khawatir melihat kondisiku. Aku tidak bisa menyembunyikan kondisiku yang lemah. Tapi aku masih berusaha kuat. “Kita pulang, ya.” "Aku nggak apa-apa, Mas. Aku cuma terlalu panik menghadapi semuany
Daniel menghampiriku dan memberikan kotak kecil yang ia ambil dimeja kerjanya. “Buka.” Pinta Daniel. Aku mengambil kotak tersebut dan membukanya. Ada cincin cantik dengan permata hitam diatasnya. Warna favorite kami. “Apa ini?” Tanyaku masih bingung. “Cincin. Cincin ini aku beli buat aku kasih kekamu untuk menyatakan perasaanku sama kamu. Waktu itu, Rena masuk keruangan ini dan dia liat cincin ini. Aku bilang, kalau aku mau melamar kamu. Tapi dia nggak ngizinin aku dengan alasan, kalau kamu nggak suka sama aku. Dia bilang, kamu cinta sama Salman. Dan hampir bertunangan sama dia.” Mataku terbelalak mendengar penjelasan Daniel. sebelumnya, aku sudah bisa menebak, bahwa Rena adalah dalangnya. Tapi aku tidak menyangka, sejauh ini dia menipu kami. “Oke, satu lagi yang masih jadi teka teki dan sampai sekarang Mas belum ngasih tahu aku. Mas inget kan, waktu aku masih kerja dirumah Mas sebagai maid? Waktu itu Mas pergi ke Turki. Dan sepulang Mas dari Turki, Mas marah dan nuduh
Aku sampai dikantor pukul 07.00 pagi ini. Kondisiku sedang tidak baik-baik saja. Semalaman aku terus menerus memikirkan ancaman Ayah Salman, tapi aku juga harus menyelesaikan masalahku dengan Daniel. Aku sudah janji untuk menemui Daniel pagi ini,dan sebelum Daniel samapi kantor, aku juga harus menyelesaikan laporan untuk persiapan meeting. Aku langsung menghadap komputer dimeja kerjaku. Menyelesaikan semua tugas yang dibutuhkan. Sesekali aku menyeruput kopi yang aku buat sebelum aku duduk dimeja kerjaku.Beberapa staff mulai berdatangan dan menyapaku. Mereka menempati kursi mereka masing-masing.“Temen-temen, kita nanti meeting jam 10.00. Maaf ngasih tahu mendadak. Soalnya Bos baru ngasih tahu kemaren. Jadi sekarang kalian masih punya waktu sampe jam 10.00 buat ngerjain laporan. Okey..“Oke, Mba Sofi.” Jawab mereka Bersama-sama. Aku Menyusun lembaran demi lembaran laporan yang sudah selesai kubuat. Aku menatap pintu ruangan Daniel yang belum juga dibuka oleh tuannya. Aku me
Aku berjalan masuk kedalam salah satu Restoran mahal dikota Surabaya. Mahal menurutku yang tidak mampu membeli makanan didalamnya. Aku belum pernah masuk ke Restoran ini.Aku melihat kesekeliling Restoran, mencari sosok yang memintaku untuk datang kesini.“Maaf, Bu. Ada yang bisa saya bantu?” Seorang pelayan Restoran berseragam hitam putih penghampiriku. Pelayan itu menanyaiku. Mungkin dia melihatku yang sedang kebingungan.“Oh, iya, Mba. Aku nyari meja pesanan atas nama Salman.” Aku memberi tahu pelayan tersebut.“Mari ikut saya, Bu.” Pelayan itu menunjukkan jalan dengan sangat sopan. Ia berjalan perlahan, dan aku menyusulinya dari belakang. Aku diantarkan kemeja makan tertutup dipojok Restoran ini. “Silahkan duduk, Bu." Pelayan itu menarik kursi dan mempersilahkan aku untuk duduk. "Ini buku menunya, Bu. Silahkan diliat-liat dulu." Dia menyodorkan buku menu padaku. "Nanti kalau mau pesan bisa pencet bel aja disini.” Pelayan itu menunjuk tombol bel disamping meja.Aku menatap b
Hari ini kepalaku masih sakit. Semalaman aku tidak bisa tidur. Aku tidak berhenti memikirkan semua cerita Salman. Aku tidak tahu bagaimana kelanjutan hubunganku dengannya. Setelah semua yang terjadi, sepertinya kali ini aku harus terlebih dulu mencari kebenaran. Aku mulai ragu dengan semuanya.Aku harus mencari dalang dari semua skenario ini.Aku mengambil tas yang tergantung dibalik pintu dan menjinjingnya dibahu. Aku berjalan keluar lalu menyetop taxi. Aku menaiki taxi dan meminta driver tersebut untuk mengantarkan aku kerumah Daniel. Aku harus meminta penjelasan Daniel sebelum meminta penjelasan dari Rena. Aku harus mendengarkan semua pihak.Atau mungkin dari Daniel aku akan menemukan sedikit jawaban kepada siapa aku harus percaya.Setelah sampai didepan rumah Daniel, aku melihat gerbang rumah Daniel sudah menganga. Aku yakin Daniel sudah bangun. Aku melihat seorang Ibu paruh baya yang sedang menyapu diteras rumah Daniel. sepertinya dia adalah maid baru Daniel lagi. “Selam