“Apakah kemungkinan untuk melahirkan normal masih ada, Dok?” tanya Asma dengan cemas.Dokter Irma tersenyum. Dia memahami kekhawatiran Asma, apalagi dia mengetahui kondisi Asma yang berpisah dengan sang suami dalam keadaan hamil.“Masih, Bu. Tindakan operasi akan dilakukan jika kondisi janin tidak memungkinkan untuk dilahirkan secara normal. Misalnya, air ketuban yang kurang karena sudah pecah, tidak ada kontraksi, dan yang paling penting jika tidak ada pembukaan. Jadi, ikhtiarnya saat ini dengan perbanyak jalan-jalan. Posisi bayinya sudah di bawah kok, Bu.”Ada sedikit kelegaan di dalam hati Asma mendengar ucapan dokter Irma. Setelah mereka mendapat catatan resep obat yang harus ditebus, mereka pun keluar dari ruang pemeriksaan.“Bagaimana hasilnya?” tanya Arya seraya berdiri menyambut Asma dan Khansa yang ke luar dari ruangan dokter.“Alhamdulillah baik-baik saja. Kita harus menebus obat ini dulu.” Khansa menjawab pertanyaan Arya.“Biar aku saja yang menebusnya. Kalian tunggu di mob
“Setiap orang pasti pernah berbuat dosa maupun kesalahan pada orang lain. Tetapi, kamu juga perlu mengingat bahwa Allah Maha Pengampun. Allah akan mengampuni hamba-Nya yang memohon ampun. Ibarat anak sekolah yang akan naik kelas, mereka harus melewati ujian terlebih dahulu. Begitu pula, kita sebagai manusia. Allah memberikan ujian kepada hamba-Nya yang akan naik tingkat. Selalu berpikir positif pada Allah. Akan tetapi....” Khansa menghentikan ucapannya. Dia menatap Asma dan menggenggam tangannya.Khansa tersenyum tipis pada Asma. “Sebelumnya aku minta maaf, Asma. Aku tidak bermaksud menghakimimu.”“Katakanlah, Mbak!”“Saranku, kamu lebih baik menemui orang tuamu. Minta maaflah pada mereka. Walaupun aku yakin orang tuamu tidak akan pernah menaruh dendam ataupun tidak akan pernah menganggap kamu sebagai anak durhaka, tetapi lebih baik kamu minta maaflah pada orang tuamu terutama ibumu.”Asma tertunduk mendengar ucapan Khansa. Dia menyadari bahwa dirinya sudah berbuat tidak baik pada ked
“Kenapa dengan Mbaknya, Bu?” Seorang wanita muda berjilbab lebar mendekati Ibu Asih yang terlihat panik.“Anak saya akan melahirkan, Mbak,” jawab Ibu Asih dan bertepatan dengan datangnya taksi online yang sudah dipesan oleh Asma.Ibu Asih dan wanita itu segera memapah Asma yang masih merintih kesakitan, menuju ke dalam taksi. Wanita muda itu membantu memasukkan barang belanjaan ke dalam bagasi taksi.“Terima kasih, Mbak,” ucap Ibu Asih ketika taksi akan melakukan meninggalkan pelataran toko bahan kue.“Sama-sama, Bu. Semoga kelahirannya lancar.”Wanita tersebut tersenyum seraya memandangi taksi yang sudah melaju meninggalkan tempat tersebut. “Mengapa aku tidak asing dengan wajah perempuan tersebut. Aku merasa pernah bertemu dengannya,” gumamnya.“Ada apa, Dek Laila?” Seorang laki-laki menghampiri wanita tersebut yang bernama Laila.Laila menengok ke arah laki-laki yang merupakan kakak sepupunya. “Tadi ada wanita yang akan melahirkan bersama ibunya. Tapi, Laila kok tidak asing dengan w
“Jangan katakan jika kamu belum siap untuk menikah lagi,” ucap Khansa yang melihat Arya tidak menjawab pertanyaannya.“Aku enggak tahu perasaanku sendiri, Mbak. Baru setahun istri dan anakku pergi, masa aku sudah akan menikah lagi. Apalagi, Asma juga baru mengalami kegagalan rumah tangga, pasti dia masih berpikir panjang untuk menikah lagi,” elak Arya.Khansa tersenyum mendengar jawaban Arya. Walaupun mereka dihubungkan sebagai ipar, tetapi mereka sudah dekat jauh sebelum Arya menikah dengan adik Khansa. Arya dan almarhum suami Khansa bersahabat dekat. Bahkan, orang yang baru mengenal Arya dan Khansa tidak akan menyangka jika mereka memang tidak ada hubungan darah.Khansa melihat ada rasa sayang di mata Arya. Kasih sayang lebih dari seorang sahabat.“Tapi, kamu mencintainya, kan?”Arya mengalihkan pandangannya dari Khansa. Arya masih terdiam hingga perawat mendorong brankar Asma ke luar dari ruang operasi.“Keluarga Bu Asma. Silakan ikut kami! Bu Asma akan dipindahkan ke ruang rawat
“Randi Narayan?” ulang Asma.“Apakah kamu setuju dengan nama itu, Asma? Dengan nama itu diharapkan anakmu nanti menjadi pelindung keluarga terutama ibunya,” ucap Arya.Semua orang yang ada di dalam ruangan itu memandang Asma. Mereka menunggu jawabannya.“Insya Allah, aku setuju. Semoga dia bisa menjadi apa yang diharapkan semua orang dengan namanya,” jawab Asma seraya menatap ke arah bayi yang berada di gendongan Ibu Intan.“Amiin,” ucap semuanya secara serempak.Ibu Aminah dan Milla bertanya tentang keadaan Asma setelah operasi.“Mbak Asma, lebih sakit mana antara melahirkan operasi dengan normal?” celetuk Milla dengan pertanyaan yang sulit dijawab Asma.“Hmm. Aku sendiri tidak mengetahui bagaimana ketika melahirkan normal, walaupun rasanya sangat nikmat ketika menuju ke setiap pembukaan. Pada saat aku sedang dioperasi enggak merasakan sakit sama sekali karena dibius, tetapi ketika biusnya hilang, rasanya sakit, bahkan aku belum bisa tidur miring.” Asma menceritakan apa yang dirasaka
"Apakah Mbak Asma tidak tertarik sama sekali dengan Mas Arya? Menurut Ibu, kalian itu pasangan cocok, apalagi kalian sudah dekat sejak dulu.”Mendengar pertanyaan dari Ibu Asih yang duduk di sofa, Asma menatapnya.“Mbak Asma pasti tertarik sama mas Arya, kan?” goda Ibu Asih dengan tersenyum. Wajah bersemu Asma tertangkap oleh penglihatan Ibu Asih.“Apaan sih, Bu. Aku itu hanya janda yang masih menumpang hidup di panti asuhan. Aku juga baru saja melahirkan, Bu. Kami itu tidak cocok, Bu,” elak Asma sembari mengalihkan pandangannya ke arah yang lain.“Janda dengan duda, pasangan cocok itu, Mbak.”Asma semakin tidak bisa menyembunyikan perasaan malunya pada Ibu Asih. Dia merasa salah mencari alasan.Asma menghela nafas panjang. Dia belum mengetahui bagaimana perasaannya pada Arya saat ini. Selain itu, dia masih belum bisa menerima laki-laki sebagai pendamping hidupnya untuk saat ini.“Bu, aku tidak tahu dengan perasaanku ke depannya. Arya sudah banyak membantuku. Saat ini, aku masih belum
“Maaf jika pertanyaanku membuatmu sedih,” ucap Asma merasa tidak enak karena Arya tidak segera menjawab pertanyaannya.Arya menengok ke arah Asma. Dia tersenyum pada Asma. Dia tidak bermaksud untuk tidak menjawab pertanyaan Asma.“Aku sudah ikhlas dengan kepergian mereka. Itu semua takdir dari Allah. Aku dan Aisyah menikah karena dijodohkan Mbak Khansa dan almarhum Mas Bagus. Aku bertemu dengan almarhum Mas Bagus di salah satu kajian yang kami hadiri. Karena kami sering bertemu, kami pun menjadi dekat. Aku juga menjadi dekat dengan Mbak Khansa juga yang mempunyai panti asuhan karena aku menjadi salah satu donaturnya. Setahun bersahabat dengan Mas Bagus dan Mbak Khansa, mereka menjodohkanku dengan adiknya, Aisyah. Aku memutuskan menikahinya setelah tiga bulan masa perkenalan kami. Setahun pernikahan, akhirnya kami diberi amanah momongan oleh Allah. Kami sangat bahagia. Akan tetapi, takdir berkata lain, ketika usia kandungan Aisyah 6 bulan, dia terserempet seorang pengendara motor yang
“Laila?” gumam Asma menyebutkan nama wanita yang sedang ada keperluan dengan Khansa.Laila merupakan adik sepupu Asma yang sudah lebih dari enam tahun tidak pernah bertemu dengan Asma karena belajar di pondok pesantren. Kini, mereka dipertemukan di tempat yang tidak pernah terbayang di benak Laila maupun Asma.“Masya Allah, apakah ini benar Mbak Asma?” tanya Laila dengan suara bergetar setelah berhadapan dengan Asma. Mata Laila maupun Asma sudah berkaca-kaca.Asma tidak bisa berkata apa pun. Dia hanya menganggukkan kepala. Laila pun memeluk Asma. Mereka berdua terisak dengan saling memeluk.Khansa dan Arya yang berada di ruangan itu hanya saling pandang. Arya sudah berdiri di samping Khansa dengan Randi dalam gendongan Khansa.“Siapa dia, Mbak?” tanya Arya pada Khansa dengan suara lirih.“Namanya Laila. Dia santri yang dikirim abah untuk membantuku mengisi kajian di sini agar aku fokus mengurus panti,” jawab Khansa dengan suara lirih pula.Arya dan Khansa masih belum mengetahui apa hu