“Bagaimana menurutmu Asma? Kamu bisa membuat kue-kue itu di sela-sela pekerjaanmu. Kamu hanya perlu membeli alat-alat untuk membuat kue saja. Selain bisa menambah tabungan biaya persalinanmu, anak-anak bisa mendapat tambahan uang saku dari hasil penjualan kue-kue itu.” Khansa menambahkan pemaparannya tentang usulan yang diajukan beberapa anak panti.Asma masih terdiam. Semua yang disampaikan Khansa dibenarkan oleh Asma. Akan tetapi, dia masih bimbang untuk mengambil keputusan.“Aku pikirkan dulu ya, Mbak,” ucap Asma akhirnya. Dia harus mempertimbangkan banyak hal sebelum memberikan keputusan.“Ya sudah. Ayo, kita shalat Magrib dulu,” ajak Khansa.Mereka pun berjalan bersama menuju ke arah mushala panti yang berada di bagian belakang, dekat dengan kamar mandi dan dapur.Seperti biasa, Khansa memberikan tausiyah singkat setelah melaksanakan shalat Magrib berjamaah.“Ingatlah bahwa kita hanya bisa berencana dan berusaha sebisa dan semampu kita. Apa pun yang kita lakukan, serahkan hasilny
“Asma, apa hari ini jadi periksa?” tanya Khansa ketika dia sedang sarapan bersama Asma.Anak-anak panti yang bersekolah sudah berangkat beberapa menit yang lalu. Sedangkan, anak-anak balita sedang dimandikan oleh Mila dengan dibantu Intan.“Insya Allah jadi, Mbak. Tapi sebelum itu, akan belanja beberapa perlengkapan dan bahan untuk membuat kue terlebih dahulu,” jawab Asma setelah tidak ada makanan di dalam mulutnya.“Maaf ya, Asma. Kali ini aku tidak bisa ikut mendampingimu ke dokter kandungan.”Asma tersenyum pada Khansa. Sejak Asma tinggal di panti, Khansa selalu mendampingi dirinya periksa ke dokter kandungan secara rutin.“Enggak apa-apa, Mbak. Aku bisa sendiri kok,” ucapnya.Asma maupun Khansa segera menyelesaikan sarapan. Mereka harus melanjutkan aktivitasnya. Khansa akan mengisi kajian putri di salah satu sekolah menengah atas di kota itu. Sedangkan, Asma akan menuju ke toserba milik Arya. Arya akan mengantarnya untuk membeli perlengkapan membuat kue dan bahan-bahannya.Tidak s
“Asma! Kamu Asma?”Asma menarik nafas panjang sebelum dia membalikkan badannya ke arah orang yang telah memanggilnya. Asma pun membalikkan badannya.“Hai, Mas Tanto, Endang! Apa kabar?” Asma berusaha tersenyum pada mantan suami dan selingkuhannya.Tanto terkejut bertemu dengan Asma, apalagi dengan penampilan Asma yang baru. Hampir dua bulan, Tanto tidak bertemu dengan Asma dan kini takdir membawanya bertemu dengan mantan istrinya.Endang yang berada di samping Tanto menatap Asma dengan sinis. Dia bergelayut pada lengan Tanto dan mengusap-usap perutnya yang sudah terlihat membuncit.“Kami baik. Ternyata kamu kabur ke kota tho?” Endang menjawab pertanyaan Asma seraya tersenyum miring. “Malu kembali pada orang tuamu karena kamu harus turun derajat, ya. Kasihan!”Asma tidak bisa berkomentar apa-apa. Dia memang belum siap dengan pertemuan ini, sehingga dia hanya terdiam. Dia ingin pergi dari tempat itu, tetapi dia merasa ragu. Jika dirinya pergi dari sana, maka dia akan semakin dipandang r
“Apa maksud Anda? Siapa Anda?” tanya Arya yang mengurungkan diri menuju ke pintu mobil bagian kemudi. Dia berpura-pura tidak mengenal Tanto, padahal dia masih mengingat wajah Tanto ketika Asma masih berpacaran dengan Tanto. Beberapa kali dia melihat Asma dan Tanto pergi bersama.Tanto tersenyum sinis di hadapan Arya. Dia tidak mengenali Arya karena hanya bertemu satu kali ketika Asma dan Tanto masih pacaran. Apalagi, penampilan Arya yang sangat berbeda dengan penampilannya saat masa putih abu-abu. Asma pun tidak pernah mengenalkan Arya pada Tanto, walaupun dia merupakan sahabatnya. Endang yang berada di samping suaminya, tersenyum miring pada Asma yang terdiam di belakang Arya.“Saya mantan suaminya. Untung saja saya menceraikannya sehingga saya tidak harus bertanggung jawab terhadap anak yang ada di dalam kandungannya. Ternyata, dia bukan anakku,” ucap Tanto yang sudah termakan hasutan Endang ketika melihat Arya dan Asma yang berjalan bersama.Endang sempat menghasut Tanto ketika mel
“Kamu masih mencintainya kan?” tanya Arya sekali lagi karena Asma tidak menjawab pertanyaannya. Dia masih melihat cinta di mata Asma, tetapi dia ingin mendengar sendiri pengakuan Asma.“Aku-,” ucap Asma dengan ragu. “Entahlah, Arya. Aku mungkin termasuk wanita bodoh. Dia sudah berselingkuh berulang kali, tapi aku masih menerimanya. Bahkan, masih ada sedikit cinta untuknya sampai saat ini.”Asma menghela nafasnya. Dia sendiri tidak mengetahui bagaimana di dalam hatinya masih ada cinta untuk laki-laki yang sudah berkhianat padanya.Tanto merupakan cinta pertama Asma. Walaupun Tanto berulang kali mengkhianatinya, tetapi dia memang tidak pernah berlaku kasar padanya. Tanto selalu bisa membujuk Asma agar bisa memaafkannya kembali. Asma yang memang sudah dibutakan cinta atau dia memang wanita bodoh, sehingga dia selalu memaafkannya.Sebagai sahabat, Arya merasa kesal dengan sikap Asma. Akan tetapi, dia tidak bisa memaksa hati Asma untuk segera melupakan laki-laki yang sudah mengkhianatinya.
"Bagaimana nasib anakku, Mbak?” tanyanya kembali dalam pelukan Khansa.Khansa membiarkan Asma mengeluarkan semua unek-unek di dalam hatinya. Dia juga membiarkan Asma menangis dengan sepuasnya agar hatinya sedikit lega.Ketika Asma sudah menghentikan tangisnya, Khansa pun melepas pelukannya. Dia menatap Asma masih sesenggukan karena sisa tangisannya.Kini, Asma sedang duduk berhadapan dengan Khansa. Hatinya mulai tenang setelah mengungkapkan keresahan hatinya pada Khansa.“Asma, anakmu akan baik-baik saja. Dia memang tidak akan berada di dekat ayahnya. Tetapi aku yakin, dia tidak akan kehilangan sosok ayah. Kamu tidak bisa menjadi sosok ibu dan ayah sekaligus bagi anakmu kelak. Akan tetapi, kamu masih bisa mencarikan sosok ayah untuk anakmu. Entah nanti dari ayah sambungnya, pak dhe, om ataupun kakeknya. Walaupun tetap nasab seorang anak tidak akan terlepas dari ayahnya. Apalagi, kalau dia seorang perempuan.”Khansa menjeda ucapannya. Asma mendengarkan setiap kata yang terucap darinya.
“Asma, apa kamu sudah akan melahirkan?” tanya Arya dengan panik.Asma tidak menjawab tetapi dia mengusap-usap perutnya dengan wajah meringis. Asma sudah duduk kembali di kursi semula.“Masih kontraksi?” tanya Ibu Intan yang berdiri di samping Asma.“Masih, tapi tidak sesakit tadi.”“Kayaknya masih kontraksi palsu? Apa sudah sering merasakannya?”“Kadang-kadang, Bu. Terutama pada jam-jam tertentu. Biasanya kontraksi saat masuk waktu asar.”Arya yang semula terlihat panik, sudah mulai tenang kembali. Dia melihat Asma sudah lebih baik daripada tadi.“Kamu sudah berdiri sejak tadi pagi kan? Mungkin hal itu memicu kontraksi. Kapan HPL-nya?““Sebenarnya sudah terlewat dua hari yang lalu,” jawab Asma.Ibu Intan terkejut dengan jawaban Asma. “Loh, sudah terlewati. Apa kamu sudah periksa kandungan bulan ini?”Asma menggelengkan kepalanya. “Sejak kemarin bingung mau periksa dimana. Ingin periksa dengan dokter Irma, tetapi bukan di tempat biasa, tetapi di rumah sakit tempatnya bekerja.”Arya men
“Apakah kemungkinan untuk melahirkan normal masih ada, Dok?” tanya Asma dengan cemas.Dokter Irma tersenyum. Dia memahami kekhawatiran Asma, apalagi dia mengetahui kondisi Asma yang berpisah dengan sang suami dalam keadaan hamil.“Masih, Bu. Tindakan operasi akan dilakukan jika kondisi janin tidak memungkinkan untuk dilahirkan secara normal. Misalnya, air ketuban yang kurang karena sudah pecah, tidak ada kontraksi, dan yang paling penting jika tidak ada pembukaan. Jadi, ikhtiarnya saat ini dengan perbanyak jalan-jalan. Posisi bayinya sudah di bawah kok, Bu.”Ada sedikit kelegaan di dalam hati Asma mendengar ucapan dokter Irma. Setelah mereka mendapat catatan resep obat yang harus ditebus, mereka pun keluar dari ruang pemeriksaan.“Bagaimana hasilnya?” tanya Arya seraya berdiri menyambut Asma dan Khansa yang ke luar dari ruangan dokter.“Alhamdulillah baik-baik saja. Kita harus menebus obat ini dulu.” Khansa menjawab pertanyaan Arya.“Biar aku saja yang menebusnya. Kalian tunggu di mob
“Mas Tanto!” panggil Asma dengan lirih.Tanto, suami yang sudah mengusir dan menalaknya di saat dia sedang hamil, sudah berdiri di depannya.“Apa kabar Asma?” tanya Tanto.“Baik,” jawab Asma dengan datar.Pandangan Tanto beralih ke arah perut Asma. Tanpa memedulikan Tanto, Asma segera mengangkat barang belanjaannya. Akan tetapi, karena banyaknya barang belanjaannya itu membuat Asma kesulitan.“Perlu aku bantu?” tawar Tanto yang mendekati Asma dan tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan Asma dan membuat Asma berjengit kaget hingga meletakkan kembali barang belanjaannya itu.“Tidak usah, Mas. Aku akan menelepon seseorang yang datang bareng aku,” tolak Asma.“Kenapa tidak mau aku bantu? Walau bagaimanapun secara hukum negara, kamu itu masih istriku,” ucap Tanto tanpa merasa malu dan bersalah.Asma menatap Tanto. Ada perasaan benci pada laki-laki di hadapannya. Apalagi jika teringat anaknya yang baru berusia satu bulan lebih.Asma tersenyum getir mendengar ucapan Tanto. “Aku tidak salah
Ciiiit!Arya mengerem mobilnya secara mendadak ketika mendengar ucapan Asma. Untung saja Arya sedang melajukan mobilnya dalam keadaan pelan.“Maaf!” ucapnya dan menengok ke arah Asma yang sedikit terdorong ke depan. “Kamu dan Randi baik-baik saja?” tanyanya dengan rasa khawatir.Kebetulan Randi sedang tiduran di atas jok mobil yang beralaskan kasur kecil dan Asma sempat menahannya agar tidak terdorong ke depan.“Alhamdulillah, kami baik-baik saja,” jawab Asma yang sudah kembali ke posisinya. Randi juga masih terlelap di atas kasurnya. “Mbak Khansa bagaimana?”“Aku tidak apa-apa kok. Untung saja Arya mengendarai mobilnya tidak kencang,” ujar Khansa.“Maaf! Aku terkejut dengan ucapan Asma. Apa maksudmu Asma? Apa yang kamu ucapkan tadi menandakan bahwa kamu bersedia menjadi istriku?”Arya bertanya secara beruntun tentang ucapan Asma dan dibalas senyuman manis yang terukir di bibir Asma. Senyuman dan anggukan Asma sudah menjawab pertanyaannya.“Baiklah, nanti aku akan bicara langsung deng
“Mengapa kamu tidak menghubungi sendiri?” tanya Khansa heran.Bukan bermaksud dia menolak permintaan tolong dari Asma, dia hanya merasa heran dengan permintaan itu. “Ehm, aku merasa tidak enak padanya, Mbak. Kemarin aku sudah menolak untuk mengantarku,” jawab Asma dengan ragu.Khansa tersenyum melihat wajah Asma yang terlihat malu.“Loh, kenapa sekarang berubah pikiran?” tanya Khansa semakin penasaran.“Tidak apa-apa, Mbak. Aku merasa tidak enak mengecewakan Arya. Padahal, dia sudah terlalu banyak membantuku,” jawab Asma.“Jadi, kamu hanya ingin membalas budi padanya?”Asma menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bukan, bukan seperti itu, Mbak. Maksudku, barangkali dia ingin bertemu orang tuaku dan ada yang ingin dikatakan pada mereka. Selain itu, keluarganya juga ada yang di sana.”“Apa kamu ingin Arya bertemu dengan orang tuamu untuk menunjukkan keseriusannya?” tanya Khansa dengan nada menggoda Asma.“Eh.” Asma terkejut dengan ucapan Khansa walaupun memang seperti itu adanya yang ada di b
“Hah! Bagaimana maksudnya, Mbak?” tanya Milla yang bingung dengan pertanyaan Asma.“Apa kamu menyukai Arya sehingga kamu kecewa jika dia sudah mempunyai calon istri?” tanya Asma sekali lagi.Milla terkekeh mendengar pertanyaan Asma. Walaupun Milla belum pernah merasakan jatuh cinta kepada laki-laki, tetapi dia adalah wanita yang beranjak dewasa yang tentu mengetahui bagaimana seseorang yang cemburu.“Kamu kok malah terkekeh?” tanya Asma.“Mbak Asma cemburu ya?” godanya sambil mengerlingkan mata menatap Asma.“Kenapa aku harus cemburu?” tanya Asma.“Mbak, aku memang menyukai Mas Arya. Tetapi, dia sudah kami anggap sebagai pengganti orang tua kami. Kami sudah menganggapnya sebagai kakak,” ucap Milla.Asma menghela nafas lega mendengar ucapan Milla. Dan tanpa disadari hal tersebut terdengar oleh Milla.“Merasa lega ya, Mbak? Kalau Mbak Asma dan Mas Arya sudah saling mencintai, kenapa sih Mbak Asma tidak segera menikah dengan Mas Arya saja. Setahu aku, masa iddah perempuan yang bercerai s
“Calon istri?” tanya Arya dengan mengernyitkan dahi.Sebelum berbicara dengan Asma, Arya meminta wanita yang bersamanya untuk mengambil barang yang dibutuhkannya.Milla sedang memilih barang yang sudah dicatat Asma di sebuah kertas. Sedangkan, Asma mencari pernik-pernik pelengkap hiasan kue yang juga tersedia di toko itu.Asma menjadi serba salah dengan pertanyaannya. Apalagi menanyakannya tepat di depan wanita yang dia kira calon istri Arya. Padahal, dia tidak bermaksud bertanya hal tersebut.“Tidak jadi,” sahut Asma sesegera mungkin sebelum Arya mengajukan pertanyaan lanjutan.“Maksudmu dia?” tanya Arya seraya menunjuk wanita yang bersamanya tadi. “Kenapa kamu menebaknya sebagai calon istriku? Padahal kamu tahu bahwa kamulah wanita yang aku harapkan sebagai istriku.”Tanpa disadari, pipi Asma bersemu mendengar ucapan Arya. Walaupun dia sering mendengar pernyataan Arya, tetapi selalu saja membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan pipinya terasa memanas.“Tidak usah dipikirkan, Arya
"Perkenalkan, saya Arif, pengacara yang diminta mendampingi proses perceraian Mbak Asma,” ujar Arif mengenalkan diri dan menjabat tangan Uki.“Uki, kakak dari Asma,” balas Uki.Mereka pun duduk berhadapan di ruang tamu.“Terima kasih Pak Arif mau membantu mengurus perceraian adik saya,” ujar Uki membuka obrolan mereka.“Sama-sama. Tapi sebelumnya, panggil saja Arif, Mas. Saya masih terlalu muda untuk dipanggil pak,” ucap Arif dengan tersenyum lebar.“Mas Arif kali ya. Mungkin saya yang sudah terlihat tua ya, Mas,” seloroh Uki sambil tersenyum.“Mas Uki belum terlalu tua untuk ukuran laki-laki yang sudah mempunyai anak satu,” balas Arif.Mendengar ucapan Arif, Uki bengong sesaat.“Anak? Bagaimana saya bisa punya anak, Mas. Nikah saja belum,” ujar Uki sambil terkekeh.Kini giliran Arif yang bengong. “Loh, tadi bukan anak dan istri Mas Uki?” tanyanya memastikan.“Bukan Mas Arif. Perempuan tadi adik sepupu saya, sedangkan bayi tadi ponakan saya, anaknya Asma,” jawab Uki.“Syukurlah!” ucap
“Assalamualaikum,” salam Laila sambil membuka pintu yang sudah tidak terkunci.Laila meletakkan barang bawaannya yang berupa kardus dan juga plastik besar di meja ruang tamu.“Waalaikumsalam,” jawab Asma dan Uki yang masih berada di dapur.Uki sedang membantu menata kue-kue ke tempatnya sebelum di bawa ke toko yang berada di bagian depan rumah.Laila sudah muncul di depan Asma dan Uki sebelum mereka menghampiri Laila ke ruang tamu.“Loh, La! Kamu kok sudah balik ke sini? Katanya liburnya sampai besok pagi?” tanya Asma ketika melihat Laila yang datang.Laila menyalami kedua kakak sepupunya.“Bakda Zuhur nanti, aku harus mengisi kajian remaja putri di salah satu masjid,” jawab Laila sambil menggeser kursi yang ada di ruang makan untuk didudukinya.“Jam segini sudah sampai di kota, memangnya kamu dari desa jam berapa, La?” tanya Uki yang melihat jam dinding di dapur masih menunjukkan pukul 5.30.“Bakda Subuh langsung berangkat. Bus berangkat paling pagi kan bakda subuh,” jawab Laila samb
"Mas, apa yang harus aku lakukan?” tanya Asma pada Uki setelah mengakhiri panggilan videonya dengan ibunya.“Tenang, Asma. Apa kamu ingin memenuhi panggilan itu? Setahu aku, proses perceraian akan cepat jika yang bersangkutan tidak hadir. Apalagi Tanto belum mengetahui keberadaanmu,” ucap Uki yang melihat kesedihan di wajah Asma.Asma tidak menjawab pertanyaan Uki. Dia sendiri masih bingung dengan dirinya. Jika diantara mereka tidak ada Randi, mungkin dia akan langsung menyetujui perceraian ini.“Asma, apakah di dalam benakmu ada keinginan untuk bersatu kembali dengan Tanto?” tanya Uki dengan memperhatikan Asma yang tertunduk.Melihat gelagat Asma, Uki sudah bisa menyimpulkannya. “Astagfirullah, Asma! Kamu itu sudah diselingkuhi. Bahkan perselingkuhannya dilakukan secara terang-terangan. Jika masih ada bersitan untuk kembali dengannya, akal sehatmu mana?” tanya Uki dengan geram.“Mas, aku sudah kecewa dengannya. Hatiku mungkin sudah mati untuknya. Tetapi, nasib Randi bagaimana? Dia ju
Kabar Dari Desa“Mas, apa yang harus aku lakukan dengan harapan Ibu Intan? Dia memang tidak memaksaku untuk menerima Arya, tetapi secara tersirat dia berharap aku bisa menjadi menantunya,” ujar Asma pada Uki saat Ibu Intan dan Arya sudah pergi meninggalkan rumahnya.Setelah melaksanakan shalat Zuhur, Arya dan ibu Intan berpamitan pada Asma dan Uki. Mereka akan berkunjung ke panti asuhan terlebih dahulu.Asma dan Uki sedang duduk di atas kasur yang ada di ruang tengah sambil menjaga Randi yang sedang bermain.“Ibu Intan dan Arya adalah orang yang baik. Mereka sudah mengenalmu dengan baik juga. Kamu juga sudah dekat dengan mereka sejak dulu. Kami akan merasa tenang jika kamu bersama dengan orang yang tepat dan salah satunya Arya. Tetapi, kami tidak akan memaksamu untuk mengambil keputusan dalam waktu dekat. Kami hanya minta untukmu agar jangan sampai kegagalanmu dalam rumah tangga, membuatmu trauma untuk menikah kembali. Bagaimanapun Randi tetap butuh sosok ayah yang menemaninya sehari-