"Cantik," lirih Vano tanpa sadar memuji kecantikan Safira yang selama ini tak ia sadari.
"Ha? Apa?"
"Kamu cantik, Safira," kara Vano tanpa menutup-nutupi.
Safira tertunduk karena tersipu malu. Vano pun mengembangkan senyum meski Safira tak melihatnya.
"Mau berangkat sekarang?" tanya Vano.
Safira mengangguk. "Iya."
Vano mengulurkan tangan pada Safira. "Ayo."
Safira mendongak menatap Vano yang menatapnya teduh. Jantung Safira tiba-tiba berdebar tidak normal, sangat kencang. Dengan gugup Safira menyambut uliran tangan Vano.
Vano merasakan tangan Safira yang begitu dingin. 'Apa sebenarnya dia juga gugup, sama seperti aku?' batin Vano.
Tak mau berpikir lebih jauh, Vano langsung menuntun Safira dan mereka masuk ke dalam mobil dan mereka segera meninggalkan pelataran rumah Safira.
"Aku nggak lihat orang tua kamu tadi," celetuk Vano bertanya saat dalam perjalanan untuk mengurangi kecanggungan.
Safira terdiam cukup
"Aku mencintaimu, Vano."Vano terdiam seribu bahasa. Bahkan mulutnya terkunci rapat. Susah payah Vano menelan salivanya.Vano sangat terkejut mendengan pengakuan Safira.Benarkah apa yang baru saja Safira katakan?Apakah Safira mengatakannya dengan kesadarannya? Atau alam bawah sadarnya?Dan jika itu benar, sejak kapan Safira memiliki perasaan itu untuk Vano?Banyak sekali pertanyaan yang berputar di kepala Vano. Yang berdesakan ingin segera meminta jawaban.Semakin lama Vano semakin merasa berat. Vano menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah pucat Safira, dan ternyata Safira terpejam. Pantas saja berat."Dia cuma tidur kan?" lirih Vano bertanya pada kesunyian."Ya, semoga dia cuma tidur. Semoga nggak terjadi apa-apa pada Safira."Vano mengangkat tubuh Safira dan membopongnya ke dalam mobil. Ia akan mengantarnya pulang.***Vano membawa Safira masuk ke dalam kamarnya dan membaringkannya di atas
Debaran kebahagiaan bersarang pada dua hati yang kini tengah mempersiapkan diri untuk menuju hari bahagia. Menuju kehidupan baru yang harus dijalani bersama-sama, yaitu pernikahan.Semua orang sibuk hari ini. Dan semua wajah menampakkan senyuman yang sama, yaitu senyum bahagia.Dekorasi serba putih seperti harapan Naura telah dibuat dengan memuaskan. Para tamu undangan mulai berdatangan untuk menyaksikan upacara sakral hari ini.Gaun pengantin telah melekat sempurna pada tubuh Naura. Seorang perias masih merapikan riasan Naura dan rambut Naura."Cantiknya ... putri ibu," puji Nalin ketika masuk ke dalam ruang rias."Ibu Nalin," ucap Naura."Kok ibu Nalin. Panggil ibu aja dong. Mulai sekarang kamu hanya harus panggil ibu saja, karena mulai hari ini Naura akan jadi putri ibu," kata Nalin. Naura tersenyum."Baiklah, Bu."Nalin terus mengamati Naura melaui pantulan kaca. "Cantik. Pantas saja putra ibu cinta mati sama kamu," ujar Na
"Bagaimana perasaanmu saat menghadiri pernikahan mantan?" tanya Vano tanpa tahu kondisi dan situasi.Kini semua mata tertuju pada Eza, sedangkan Naura sudah tertunduk dalam.Sherly menunggu jawaban apa yang akan diucapkan oleh Eza. Sedangkan Alfa dibandingkan dengan rasa penasaran pada jawaban Eza ia lebih merasa kesal karena Vano tidak bisa mengendalikan mulutnya.Berbeda dengan Sherly dan Alfa, Safira merasa bingung dan bertanya-tanya, mantan?Alfa melotot ke arah Vano, namun Vano malah menunjukkan cengiran bodohnya.Ya Tuhan ... butuh kesabaran ratusan kali lipat memiliki sahabat seorang Vano yang terkadang berbuat yang tidak maauk akal atau melakukan hal-hal yang memancing emosi seperti sekarang ini."Semua orang berbahagia, mana mungkin aku bersedih?" balas Eza menanggapi pertanyaan Vano."Kita sudah memutuskan untuk berteman. Jadi apapun keputusan seorang teman, sebagai seorang teman aku harus mendukungnya dan ikut bahagia atas
"Kenapa harus malu? Kita udah jadi suami istri sekarang. Kamu nggak hanya akan melihat ini, tapi mungkin kamu akan melihat yang lain juga," kata Alfa membuat otak Naura langsung berkelana."Alfaaaa ...!""Hei hei, jangan teriak-teriak. Nanti orang-orang mengira aku ngapa-ngapain kamu," ujar Alfa."Biarin! Cepat pakai bajumu, Alfa!" bentak Naura."Iya iya, mau ambilin aku baju nggak?" tanya Alfa menggoda.Naura memutar bola mata. "Iya iya aku ambilin.""Ini.""Makasih, Sayang," kata Alfa.Naura hanya mengangguk. "Ayo makan.""Iya, mau di suapin?" tanya Alfa menawari."Nggak, makasih! Aku bukan anak kecil.""Nggak harus anak kecil dong. Kan biar mesra, suap-suapan gitu," ujar Alfa."Jangan buat aku geli, Alfa. Udah makan aja nggak usah banyak tingkah.""Astaghfirullohal'adzim ... kenapa susah banget mau mesra? Digombalin nggak mempan, di ajak mesra juga nggak mau," keluh Alfa.Naura terki
"Van, ayo siap-siap. Kita nggak boleh membuat kesalahan apalagi sampai terlambat. Pak Ashof orangnya sangat disiplin," kata Alfa berbicara pada Vano di dalam ruang kerjanya."Ya, aku sudah siapkan semuanya, tenang aja," balas Vano santai."Jangan tenang-tenang. Biasanya kamu suka menyepelekan sesuatu, periksa lagi baik-baik," ujar Vano."Ck, iya iya, Pak Boss."Tok tok tok!Spontan, Alfa dan Vano sama-sama menoleh ke arah pintu."Masuk!" Seru Alfa."Selamat pagi, Pak, saya mau mengantar data yang bapak minta," ujar Yessy—seorang yang baru saja mengetuk pintu."Oh ya, terima kasih banyak, Yessy, kamu sudah melakukan tugasmu dengan cepat. Aku sangat membutuhkan ini untuk presentasi nanti.""Itu sudah menjadi tugas saya, Pak, bapak tidak perlu berterima kasih."Alfa mengangguk."Apakah ada yang bisa saya kerjakan lagi, Pak?" tanya Yessy."Tidak ada, terima kasih. Kamu boleh pergi, Yessy," kata Alf
"Aku pulang ...!" seru Alfa memasuki rumahnya.Mendengar suara itu, Naura yang ada di dalam kamarnya langaung langaung berlari keluar. Naura menuruni tangga dengan terburu-buru, menghampiri Alfa dan langsung menabrakkan diri pada Alfa. Naura memeluk Alfa erat.Alfa terkekeh geli melihat kelakuan istrinya yang sangat kekanakan. Ia tidak pernah menyangka kalau istrinya akan bersikap seperti ini setelah mereka menikah.Biasanya orang setelah menikah akan besikap lebih cuek, tapi Naura malah sebaliknya. Ia bersikap lebih manja. Alfa sama sekali tidak mengeluh, justru ia merasa senang.Alfa membalas pelukan Naura dan mengecup puncak kepala istrinya singkat."Nggak jadi pergi belanja sama ibu?" tanya Alfa."Aku tahu kamu akan pulang ceoat, jadi aku memilih di rumah aja," balas Naura.Alfa tersenyum."Mau minum?" tanya Naura."Nggak usah, aku belum haus.""Ya udah. Kamu ganti baju dulu sana.""Iya."Alfa be
"Dokter, bagaimana kondisi Safira?" tanya Vano cepat-cepat menghampiri dokter Anita.Anita tersenyum. "Vano, seepetinya dia lebih merasa aman setelah bersamamu. Kondisinya semakin membaik. Perkembangannya signifikan. Dia lebih stabil sekarang," jelas Anita dengan logatnya yang lembut dan pelan dalam berbicara."Syukurlah kalau begitu, saya lega mendengarnya, Dokter.""Iya. Saya tidak menyangka kamu membawa pengaruh baik untuk Safira. Vano, kalau bisa saya meminta, terus jaga Safira dengan baik. Jangan kecewakan dia. Karena orang yang memiliki kondisi seperti Safira bisa saja kehilangan kepercayaan pada semua orang jika sudah pernah dikevewakan. Kamu paham apa maksud saya kan, Vano?" tutur Anita."Saya sangat mengerti, Dokter. Saya sudah bertekad untuk selalu ada untuknya dan menjaganya dengan sepenuh hati saya. Sebisa mungkin saya akan lakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan," ujar Vano serius."Bguslah kalau begitu, saya kadi tidak khawatir la
Kehidupan rumah tangga mungkin tidak semudah yang mereka bayangkan, tapi juga tak semenyeramkan yang mereka kira.Wajar, jika dalam beradaptasi pada kebiasaan baru pasangan pengantin baru sering berselisih paham. Wajar jika semua ingin menang sendiri. Tapi semakin dijalani semuanya semakin membaik dan mudah.Tidak terasa usia pernikahan Naura dan Alfa sudah satu bulan. Perdebatan kecil seperti memperebutkan lampu untuk dinyalakan atau dimatikan saat tidur sering terjadi, namun mereka menyelesaiaknnya dengan begitu baik. Yaa ... meskipun seringkali Alfa yang mengalah, tetapi Alfa ikhlas melalukannya.Pagi hari adalah waktu yang disukai banyak orang. Karena di pagi hari semangat-semangat baru bermunculan dan kondisi tubuh sedang fresh serta pikiran positif memenuhi kepala.Hari ini Alfa berencana mengajak Naura pergi jalan-jalan. Namun entah mengapa setelah sarapan pagi Naura merasa mual. Ia buru-buru pergi ke kamar mandi. Ia sangat ingin muntah namun tidak