"Itu kenapa perusahaan bisa sampai seperti itu, Al? Ayah cuma pergi beberapa bulan aja loh, kenapa bisa ada kekacauan begitu?" tanya Abimanyu.
"I-itu, Yah, ini kesalahanku, maaf," kata Alfa.
"Ayah nggak nanya siapa yang salah dan ayah nggak akan menyalahkan siapapun. Ayah cuma tanya itu kenapa bisa begitu?" tanya Abimanyu lagi.
"Ya ... bisa, Yah, karena ada yang mengacaukan," celetuk Alfa asal.
Abimanyu menggeleng-geleng. "Kenapa pula itu kepalamu dibungkus-bungkus?"
"Sakit, Yah," balas Alfa jujur.
"Iya, ayah juga tahu itu sakit. Habis jatuh?" tanya Abimanyu menyelidik.
"Ceweknya Alfa ngamuk, Yah, dia mengacaukan perusahaan dan bikin kepala Alfa terluka gitu," celetuk Nalin yang datang membawa tiga gelas minuman.
"Ceweknya Alfa?" Abimanyu mengerutkan kening.
"Ibu, apaan sih! Jangan percaya ibu, Yah, ibu bohong," kata Alfa cepat. Nalin kemudian tertawa.
"Jadi siapa dia?" tanya Abimanyu.
"Yang mana?" tanya Al
"Kamu? Ngapain ada disini?" seru seorang gadis dengan raut tak suka."Suka-suka aku mau dimana aja. Apa urusannya sama situ, Mbak?" balas seorang pria yang juga berkata sinis.Si perempuan memutar bola mata malas. Tanpa membalas ucapan si pria lagi, ia pergi begitu saja.Gadis itu masuk ke dalam ruangan pimpinan Dynamite namun sebelumnya ia mengetuk pintu lebuh dulu seperti biasa.Tok tok tok!"Masuk aja," kata seorang pria dari arah belakang."Kamu lagi? Kamu buntutin aku?""Hei, Mbak Safira Anabel—""Safira Ainnabella, Evano Abrial!" potong si pemilik nama cepat."Aku asli orang jawa, lidahku susah buat sebut nama itu. Jadi aku bisanya sebut Safira Anabel," celetuk Vano. Safira memutar bola matanya jengah."Kamu nggak mau masuk? Harus banget aku bukain pintu?" kata Vano sambil melewati Safira.Sambil membuka pintu ruangan Alfa, Vano berkata, "idih, emang siapa situ harus dibukain pintu? Kayak tuan p
Genap satu minggu Alfa isirahat di rumah untuk pemulihannya. Dan selama itu pula Vano membantu Alfa di kantor. Meskipun ada Abimanyu namun Vano juga sibutuhkan di kantor karena belakangan banyak proyek penting yang datang bersamaan sehingga jadwalnya banyak yang berbenturan.Dan selama itupun Vano selalu bertengkar dengan Safira, tak luput seharipun. Mereka sudah seperti kucing dan anjing.Namun hari ini Alfa sudah kembali beraktifitas seperti biasa. Ia pergi ke kantor sejak pagi buta. Katanya ada banyak hal yang harus dipersiapkan untuk meeting dengan klien.Dan ya, mulai sekarang Vano tidak lagi bekerja di lapangan, dia ditugaskan untuk menjadi asisten Alfa sekarang. Karena sesuai permintaan Naura, istri boss tidak perlu bekerja.Istri? Belum. Tapi sebentar lagi."Akhirnyaaa kamu peka juga, Al," kata Vano random."Apa?" tanya Alfa tanpa menatap kearah lawan bicaranya."Iya. Kamu udah nggak menempatkan aku di lapangan lagi. Setidakny
"Alfa!" seru Naura membuat Alfa sangat terkejut begitu ia menoleh."Naura?""Siapa perempuan itu?" tanya Naura tanpa basa-basi."Perempuan yang mana?" tanya Alfa tak mau mengaku."Itu tadi yang sama kamu, yang baru aja pergi? Siapa perempuan itu, Al?" tanya Naura tanpa mempedulikan rasa malunya. Ia tak peduli jika menjadi tontinan banyak orang."Nggak ada perempuan disini, Ra, kamu salah lihat kali.""Aku nggak salah lihat, Al! Dimana perempuan itu? Gara-gara perempuan itu kamu jadi lupain aku. Kamu bahkan lebih memilih makan sama perempuan itu padahal aku nungguin kamu dari tadi. Kamu juga nggak kasih aku kabar, Al! Dimana perasaan kamu?""Disini." Alfa memegangi dadanya. Lalu ia meraih tangan Naura dan menempempelkannya pada dadanya."Disinilah perasaan cintaku untukmu, Naura," lanjut Alfa.Naura menarik tangannya lalu menghempaskan tangan Alfa begitu saja."Aku nggak mudah dibodohi. Dan aku nggak akan mudah per
Naura tengah berada di sebuah ruangan. Sebuah gaun sedang dijajalnya dan dengan bantuan desainer gaun itu dibuat agar melekat pas di tubuh Naura.Ini gaun yang ke tiga yang dijajal oleh Naura, namun Naura tetap pada pilihannya. Ia menyukai gaun yang pertama kali ia coba."Bagaimana menurutmu, Alfa? Ini sangat cocok untuk calon istrimu, bukan?" tanya si desainer yang adalah teman ibu Alfa—Zoya."Bagus sih, Tante, tapi Alfa nggak bisa menentukan. Biar Naura sendiri yang menentukan pilihannya," balas Alfa."Jadi bagaimana, Naura? Gaun yang mana yang akan kamu pilih? Yang mana yang paling kamu sukai?" tanya Zoya."Aku suka gaun pertama, Tante. Simpel dan nggak terlalu terbuka. Aku nyaman memakainya," jelas Naura."Pilihanmu tetap gaun yang pertama?" tanya Zoya memastikan sekali lagi."Iya, Tante."Zoya terkekeh kecil. "Baiklah, tante mengerti. Kalau begitu tante akan menyiapkan gaun yang itu. Akan tante tambahkan beberapa ele
"Gimana fitting bajunya tadi?" tanya Nalin sambil menuang air ke dalam gelas. Kemudian diberikannya pada putranya itu."Aman, Bu, Naura udah pilih," balas Alfa."Ah, bahkan sudah sampai pada pernikahan kalian tapi ayah belum sempat mengunjungi Dharma," ujar Abimanyu."Om Dharma juga sering kerja lembur, Yah, jarang ada di rumah. Alfa rasa kalian sama-sama tahu kesibukan masing-masing.""Dasar, Dharma ini. Apa dia nggak ingat umur? Masih saja suka lembur," kata Abimanyu."Ck, kayak ayah enggak aja. Ayah juga nggak bisa diem, nggak sadar?" celetuk Alfa mencibir."Kamu ini memang paling jago membalik-balikkan perkataan, pantas saja Vano sering kesal," ujar Abimanyu."Nggak papa, asal nggak memutar balikkan fakta," balas Alfa lagi."Heuh ... bisaaa aja ngebales omongan orang tua."Alfa terkekeh."Oh ya, Alfa, gimana perasaan kamu sekarang?" tanya Abimanyu."Gimana, gimana maksudnya?" tanya Alfa tak mengerti.
"Habis dari mana, kok jalan kaki?" tanya Vano membuka percakapan."Habis dari klinik," balas Safira singkat."Kamu sakit?" tanya Vano lagi basa-basi, padahal dia tahu yang sebenarnya.Menggelengkan kepala, Safira menjawab, "enggak.""Terus ngapain ke klinik?""Habis kenalan sama dokter ganteng, siapa tahu mau diajak PDKT," balas Safira membuat Vano tertawa kecil. Safira pun ikut mengulum senyum, meski tak ia tunjukkan terang-terangan."Jadi aku anatar kamu pulang kemana nih?" tanya Vano."Ya pulang ke rumah lah, masa ke kuburan. Emang aku dedemit?"Vano menepuk keningnya, merutuki pertanyaannya sendiri."Iya, maksudnya, alamat rumahnya dimana? Yaelah, perasaan pinter tapi kok ngeselin ya!"Safira terkekeh tanpa suara. "Jalan Semanggi barat, gang cemara dua nomor dua belas.""Nah, kalau gitu kan jelas," sahut Vano puas.Setelah itu terjadi keheningan beberapa saat. Vano fokus menyetir sedangkan Safira
Saat Safira memasuki usia remaja awal, ia di ajak pergi orang tuanya untuk pergi ke sebuah tempat rekreasi. Keluarga kecil itu sangat berbahagia kala itu.Kala itu Safira masih duduk di bangku SMP kelas dua. Keluarganya bukanlah tergolong keluarga yang mewah atau berkecukupan. Sehingya saat orang tuanya mengajaknya pergi ke tempat rekreasi pada hari ulang tahunnyaSafira sangat merasa senang dan bahagia.Kue ulang tahun kecil membuat perayaan ulang tahunnya semakin lengkap. Apalagi ia juga mendapatkan hadiah dari orang tuanya, rasa bahagianya semakin lengkap. Meskipun harganya tidak seberapa tetapi Safira sangat senang menerimanya.Ketika tengah asik-asiknya bermain dan merayakan ulang tahun Safira yang ke 14 itu, tiba-tiba hujan turun. Terpaksa orang tua Safira mengajak Safira berteduh.Mereka berlari menyebari jalan untuk menuju tempat berteduh. Namun naas, orang tua Safira mengalami kecelakaan.Sebuah mobil melaju kencang dan tergilincir akibat j
"Cantik," lirih Vano tanpa sadar memuji kecantikan Safira yang selama ini tak ia sadari."Ha? Apa?""Kamu cantik, Safira," kara Vano tanpa menutup-nutupi.Safira tertunduk karena tersipu malu. Vano pun mengembangkan senyum meski Safira tak melihatnya."Mau berangkat sekarang?" tanya Vano.Safira mengangguk. "Iya."Vano mengulurkan tangan pada Safira. "Ayo."Safira mendongak menatap Vano yang menatapnya teduh. Jantung Safira tiba-tiba berdebar tidak normal, sangat kencang. Dengan gugup Safira menyambut uliran tangan Vano.Vano merasakan tangan Safira yang begitu dingin. 'Apa sebenarnya dia juga gugup, sama seperti aku?' batin Vano.Tak mau berpikir lebih jauh, Vano langsung menuntun Safira dan mereka masuk ke dalam mobil dan mereka segera meninggalkan pelataran rumah Safira."Aku nggak lihat orang tua kamu tadi," celetuk Vano bertanya saat dalam perjalanan untuk mengurangi kecanggungan.Safira terdiam cukup