Naura dan Alfa saling berpandangan seolah berkomunikasi melalui tataoan matanya. Kemudian Naura menarik bahu Sherly untuk bangun.
"Jangan berlutut. Seharusnya kamu berlutut pada Tuhan," kata Naura.
Sherly pun bangun.
"Aku memang orang yang sedikit sulit memaafkan orang lain. Tapi karena kami audah menyesali perbuatanmu dan aku melihat kamu tulus meminta maaf jadi aku akan memaafkanmu dengan satu syarat," ujar Naura.
"Apa syaratnya, Naura?"
"Berubahlah jadi lebih baik, dan ubahlah kebiasaan burukmu," kata Naura.
Sherly berkaca-kaca. "Iya, Naura, tentu. Aku sudah bertekad untuk memperbaiki hidupku," balas Sherly.
"Dan kalau kamu bersama Eza mungkin itu lebih baik. Dia pasti akan bisa membawamu untuk menjadi lebih baik. Eza pria yang baik dan dewasa. Coba saja untuk lebih mengenal Eza," celetuk Naura.
Eza terkekeh sambil geleng-geleng.
"Za, kamu udah dicariin jodoh tuh sama Naura," celetuk Alfa menambahi.
"Kalau itu
"Tenanglah, Ra, Alfa pasti akan baik-baik aja, oke?" Vano masih terus menenangkan Naura yang terus bergerak gelisah."Alfa orang yang kuat," lanjut Vano."Aku tahu, Van, dia kuat. Tapi tetap saja aku takut. Dia pasti kesakitan, Van," ujar Naura.Vano menghela napas. "Iya, pasti sakit, tapi bagi cowok sakit adalah teman. Buktinya dia rela pukul-pukulan sama Eza dan nggak kapok kan?"Naura terkekeh. Lumayan, dia sudah tidak setegang tadi."Kamu disini sebentar ya? Aku akan beli minum buat kamu, supaya kamu nggak syok, supaya kamu lebih tenang," kata Vano."Iya.""Tapi kamu sendirian disini," kata Vano lagi."Nggak papa, Vano, pergi aja. Tolong belikan minuman hangat aja ya," pinta Naura."Oke siap, Ibu peri. Nanti aku akan kabari tante Nalin juga supaya dia kesini," ujar Vano sebelum pergi."Iya, makasih."***Vano membawa dua cup minuman hangat untuk Naura dan juga dirinya sendiri."Vano!"
"Itu kenapa perusahaan bisa sampai seperti itu, Al? Ayah cuma pergi beberapa bulan aja loh, kenapa bisa ada kekacauan begitu?" tanya Abimanyu."I-itu, Yah, ini kesalahanku, maaf," kata Alfa."Ayah nggak nanya siapa yang salah dan ayah nggak akan menyalahkan siapapun. Ayah cuma tanya itu kenapa bisa begitu?" tanya Abimanyu lagi."Ya ... bisa, Yah, karena ada yang mengacaukan," celetuk Alfa asal.Abimanyu menggeleng-geleng. "Kenapa pula itu kepalamu dibungkus-bungkus?""Sakit, Yah," balas Alfa jujur."Iya, ayah juga tahu itu sakit. Habis jatuh?" tanya Abimanyu menyelidik."Ceweknya Alfa ngamuk, Yah, dia mengacaukan perusahaan dan bikin kepala Alfa terluka gitu," celetuk Nalin yang datang membawa tiga gelas minuman."Ceweknya Alfa?" Abimanyu mengerutkan kening."Ibu, apaan sih! Jangan percaya ibu, Yah, ibu bohong," kata Alfa cepat. Nalin kemudian tertawa."Jadi siapa dia?" tanya Abimanyu."Yang mana?" tanya Al
"Kamu? Ngapain ada disini?" seru seorang gadis dengan raut tak suka."Suka-suka aku mau dimana aja. Apa urusannya sama situ, Mbak?" balas seorang pria yang juga berkata sinis.Si perempuan memutar bola mata malas. Tanpa membalas ucapan si pria lagi, ia pergi begitu saja.Gadis itu masuk ke dalam ruangan pimpinan Dynamite namun sebelumnya ia mengetuk pintu lebuh dulu seperti biasa.Tok tok tok!"Masuk aja," kata seorang pria dari arah belakang."Kamu lagi? Kamu buntutin aku?""Hei, Mbak Safira Anabel—""Safira Ainnabella, Evano Abrial!" potong si pemilik nama cepat."Aku asli orang jawa, lidahku susah buat sebut nama itu. Jadi aku bisanya sebut Safira Anabel," celetuk Vano. Safira memutar bola matanya jengah."Kamu nggak mau masuk? Harus banget aku bukain pintu?" kata Vano sambil melewati Safira.Sambil membuka pintu ruangan Alfa, Vano berkata, "idih, emang siapa situ harus dibukain pintu? Kayak tuan p
Genap satu minggu Alfa isirahat di rumah untuk pemulihannya. Dan selama itu pula Vano membantu Alfa di kantor. Meskipun ada Abimanyu namun Vano juga sibutuhkan di kantor karena belakangan banyak proyek penting yang datang bersamaan sehingga jadwalnya banyak yang berbenturan.Dan selama itupun Vano selalu bertengkar dengan Safira, tak luput seharipun. Mereka sudah seperti kucing dan anjing.Namun hari ini Alfa sudah kembali beraktifitas seperti biasa. Ia pergi ke kantor sejak pagi buta. Katanya ada banyak hal yang harus dipersiapkan untuk meeting dengan klien.Dan ya, mulai sekarang Vano tidak lagi bekerja di lapangan, dia ditugaskan untuk menjadi asisten Alfa sekarang. Karena sesuai permintaan Naura, istri boss tidak perlu bekerja.Istri? Belum. Tapi sebentar lagi."Akhirnyaaa kamu peka juga, Al," kata Vano random."Apa?" tanya Alfa tanpa menatap kearah lawan bicaranya."Iya. Kamu udah nggak menempatkan aku di lapangan lagi. Setidakny
"Alfa!" seru Naura membuat Alfa sangat terkejut begitu ia menoleh."Naura?""Siapa perempuan itu?" tanya Naura tanpa basa-basi."Perempuan yang mana?" tanya Alfa tak mau mengaku."Itu tadi yang sama kamu, yang baru aja pergi? Siapa perempuan itu, Al?" tanya Naura tanpa mempedulikan rasa malunya. Ia tak peduli jika menjadi tontinan banyak orang."Nggak ada perempuan disini, Ra, kamu salah lihat kali.""Aku nggak salah lihat, Al! Dimana perempuan itu? Gara-gara perempuan itu kamu jadi lupain aku. Kamu bahkan lebih memilih makan sama perempuan itu padahal aku nungguin kamu dari tadi. Kamu juga nggak kasih aku kabar, Al! Dimana perasaan kamu?""Disini." Alfa memegangi dadanya. Lalu ia meraih tangan Naura dan menempempelkannya pada dadanya."Disinilah perasaan cintaku untukmu, Naura," lanjut Alfa.Naura menarik tangannya lalu menghempaskan tangan Alfa begitu saja."Aku nggak mudah dibodohi. Dan aku nggak akan mudah per
Naura tengah berada di sebuah ruangan. Sebuah gaun sedang dijajalnya dan dengan bantuan desainer gaun itu dibuat agar melekat pas di tubuh Naura.Ini gaun yang ke tiga yang dijajal oleh Naura, namun Naura tetap pada pilihannya. Ia menyukai gaun yang pertama kali ia coba."Bagaimana menurutmu, Alfa? Ini sangat cocok untuk calon istrimu, bukan?" tanya si desainer yang adalah teman ibu Alfa—Zoya."Bagus sih, Tante, tapi Alfa nggak bisa menentukan. Biar Naura sendiri yang menentukan pilihannya," balas Alfa."Jadi bagaimana, Naura? Gaun yang mana yang akan kamu pilih? Yang mana yang paling kamu sukai?" tanya Zoya."Aku suka gaun pertama, Tante. Simpel dan nggak terlalu terbuka. Aku nyaman memakainya," jelas Naura."Pilihanmu tetap gaun yang pertama?" tanya Zoya memastikan sekali lagi."Iya, Tante."Zoya terkekeh kecil. "Baiklah, tante mengerti. Kalau begitu tante akan menyiapkan gaun yang itu. Akan tante tambahkan beberapa ele
"Gimana fitting bajunya tadi?" tanya Nalin sambil menuang air ke dalam gelas. Kemudian diberikannya pada putranya itu."Aman, Bu, Naura udah pilih," balas Alfa."Ah, bahkan sudah sampai pada pernikahan kalian tapi ayah belum sempat mengunjungi Dharma," ujar Abimanyu."Om Dharma juga sering kerja lembur, Yah, jarang ada di rumah. Alfa rasa kalian sama-sama tahu kesibukan masing-masing.""Dasar, Dharma ini. Apa dia nggak ingat umur? Masih saja suka lembur," kata Abimanyu."Ck, kayak ayah enggak aja. Ayah juga nggak bisa diem, nggak sadar?" celetuk Alfa mencibir."Kamu ini memang paling jago membalik-balikkan perkataan, pantas saja Vano sering kesal," ujar Abimanyu."Nggak papa, asal nggak memutar balikkan fakta," balas Alfa lagi."Heuh ... bisaaa aja ngebales omongan orang tua."Alfa terkekeh."Oh ya, Alfa, gimana perasaan kamu sekarang?" tanya Abimanyu."Gimana, gimana maksudnya?" tanya Alfa tak mengerti.
"Habis dari mana, kok jalan kaki?" tanya Vano membuka percakapan."Habis dari klinik," balas Safira singkat."Kamu sakit?" tanya Vano lagi basa-basi, padahal dia tahu yang sebenarnya.Menggelengkan kepala, Safira menjawab, "enggak.""Terus ngapain ke klinik?""Habis kenalan sama dokter ganteng, siapa tahu mau diajak PDKT," balas Safira membuat Vano tertawa kecil. Safira pun ikut mengulum senyum, meski tak ia tunjukkan terang-terangan."Jadi aku anatar kamu pulang kemana nih?" tanya Vano."Ya pulang ke rumah lah, masa ke kuburan. Emang aku dedemit?"Vano menepuk keningnya, merutuki pertanyaannya sendiri."Iya, maksudnya, alamat rumahnya dimana? Yaelah, perasaan pinter tapi kok ngeselin ya!"Safira terkekeh tanpa suara. "Jalan Semanggi barat, gang cemara dua nomor dua belas.""Nah, kalau gitu kan jelas," sahut Vano puas.Setelah itu terjadi keheningan beberapa saat. Vano fokus menyetir sedangkan Safira
"Pak Alfa, ini keputusan yang sangat sulit yang harus kalian putuskan. Karena kalian harus memilih salah satu di antara mereka. Kalian memilih menyelamatkan ibunya atau anak yang dikandungnya?"Alfa langsung merasa kebas. Ia hampir ambruk karena seluruh tulangnya serasa diloloskan dari tubuhnya."Nggak mungkin! Nggak mungkin saya pilih salah satu diantara mereka. Selamatkan istri dan anak saya, Dokter. Dokter harus menyelamatkan mereka!" Alfa berteriak kapal. Nalin memegangi Alfa sambil meneteskan air mata. Pada akhirnya keputusan sulit ini harus diambil."Alfa, tenanglah, Nak," lirih Nalin."Bagaimana aku bisa tenang, Bu, anak dan istriku sedang berjuang tapi aku harus memilih salah satu dari mereka. Aku nggak mungkin bisa memilih, Bu," balas Alfa masih juga berteriak.Tak hanya Alfa yang terkejut dan kesulitan mengambil keputusan. Semua orang disana merasakan hal yang sama.Dahayu sudah menangis, Dharma memeluk istrinya. Begitu pula dengan
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?""Pasien sangat lemah. Pendarahan yang terjadi cukup menguras banyak darah. Saat ini pasien masih harus istirahat," jelas dokter."Tapi dia baik-baik aja kan, Dok? Dia pasti sembuh kan, Dok?" tanya Alfa lagi.Dokter itu menghela napas berat, seberat ia menjelaskan keadaan pasiennya yang sebenarnya.Sebagai seorang dokter Lily bertekad untuk selalu mengatakan hal-hal baik karena ucapan adalah doa. Dan juga dokter Lily selalu berusaha menjaga perasaan keluarga pasien agar tidak down."Berdoalah yang terbaik untuk pasien. Hanya Allah yang bisa menolongnya," ujar dokter Lily dengan senyum optimis, mencoba memancarkan sinyal positif meskipun sebenarnya ia sendiri merasa tidak seoptimis itu."Bolehkah saya menemui istri saya, Dok?"Dokter Lily mengangguk. "Silakan berikan kekuatan pada istri anda. Tapi tolong jangan mengganggu istirahatnya. Dia sangat lemah, sebaiknya jangan membangunkannya selama pasi
Vano uring-uringan sendiri di depan ruang IGD. Alfa benar-benar membuatnya tak habis pikir. Disaat istrinya berjuang untuk bertahan hidup dia malah melakukan hal yang tidak bisa dibenarkan. Ya Tuhan ....Vano sangat ingin menyusul Alfa tapi dia juga tidak bisa meninggalkan Safira sendiri apalagi di rumah sakit. Vano merasa serba tak mampu sekarang."Sayang, tenanglah ... kita beritahu pada tante Nalin saja nanti kalau dia sudah datang. Tante Nalin pasti bisa mengurus Alfa. Tenang yaa ... aku udah menelpon mereka, sebentar lagi pasti mereka datang," kata Safira membujuk suaminya.Untuk menghargai usaha istrinya, Vano melempar senyum sambil mengangguk meski sebenarnya ia tetap tidak tenamg. "Iya, kita tunggu mereka saja."Dan ya, orang tua Naura dan orang tua Alfa akhirnya datang tak lama kemudian."Vano, Safira, apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Naura?" tanya Dahayu sangatlah panik. Keringat dingi bercucuran dimana-mana."Tante, kami nggak
Semakin hari usia kandungan Naura semakin bertambah. Perutnya pun semakin membesar. Saat ini kandungannya sudah berumur tujuh bulan.Karena perutnya semakin membesar Naura berpikir untuk mulai mempersiapkan kebutuhan bayi mereka. Mulai dari kamar bayi dan segala perlengkapannya, dan juga lain-lain lagi.Hari ini Naura mengajak Alfa pergi berbelanja baju bayi. Mereka mengunjungi baby shop terbesar agar mereka leluasa untuk memilih segala kebutuhan bayi mereka.Oh ya, Alfa dan Naura sengaja tidak ingin mengetahui terlebih dahulu apakah bayinya perempuan atau laki-laki meski dokter bisa saja memberitahu mereka. Mereka sengaja ingin menjadikan itu sebagai sebuah kejutan bagi mereka.Karena mereka belum tahu apakah anak mereka perempuan atau laki-laki, maka mereka berbelanja barang-barang yang netral saja, yang sekiranya cocok dipakai bayi perempuan maupun laki-laki, seperti warnanya yang netral untuk perempuan atau laki-laki, seperti warna biru, putih, atau k
Hari ini Naura pergi ke kantor suaminya. Ia merasa bosan harus berada di rumah sebesar itu sendirian.Para karyawan mengangguk sopan menyapa Naura—Bu boss.Naura membuka pintu ruangan Alfa dan ia melihat Alfa dan Vano terngah saling berdekatan, sangat dekat. Bahkan wajah mereka hampir saling menempel."Kalian lagi ngapain?" tanya Naura memasuki ruangan. Alfa dan Vano langsung menoleh bersamaan dan Vano pun bergerak menjauh."Kok kalian deket-deketan gitu? Kalian nggak belok kan?" tanya Naura lagi."Sialan! Aku masih sangat normal, tahu!" semprot Vano kesal karena dituduh hal yang tidak masuk akal."Ssttt ... nggak boleh ngomong kasar sama ibu hamil," kata Naura berlagak jadi wanita lembut.Vano mendengus kesal lalu duduk di kursinya. "Nggak lagi hamil, lagi hamil, tetep aja nyebelinnya nggak hilang-hilang," cibir Vano."Semoga aja nanti abis lahiran nyebelinnya tambah ya, Van," ucap Naura asal."Bodo amat dah, suka
"Ambil nasi goreng itu dan kasih gue uang satu juta," kata gadis itu dengan tersenyum miring.Alfa mendelik tajam. "Kamu memeras saya?""Nggak. Itu sih terserah lo aja. Kalau nggak mau ya udah sini balikin masi goreng gue. Lo lebih sayang uang satu juta lo atau istri lo?" kata gadis itu enteng dan terdengar meremehkan.Alfa ingin sekali meneriaki gadis itu, tapi dia teringat nasehat ibunya. 'Jaga sikapmu di luar sana. Ingatlah istrimu tengah mengandung.' Mengingat itu Alfa langsung mengurungkan niatnya.Alfa berpikir, apa sebaiknya dia membayar uang satu juta untuk nasi goreng itu?"Cepat putuskan. Gue nggak suka makan masi goreng yang udah dingin!" seru gadis itu mengagetkan Alfa dan membuyarkan lamunannya."Baiklah, saya beli nasi gorengmu seharga satu juta. Ini," kata Alfa pada akhirnya.Sambil terkekeh penuh kemenangan gadis itu menerima uang satu juta dari tangan Alfa."Senang bertransaksi sama lo," ucap gadis itu dan kemu
Tidak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Usia kehamilan Naura sudah empat bulan. Keluarganya baru saja mengadakan upacara empat bulanan kehamilan Naura.Oh ya, Vano dan Safira juga sudah menikah. Mereka tinggal di rumah Vano bersama orang tua Vano—Danti dan Yoga.Perut Naura sudah mulai nampak menonjol. Karena usia kandungannya yang sudah ssmakin bertambah, kekonyolan Naura juga semakin berkurang. Maksudnya, kini Naura sudah jarang meminta hal-hal yang aneh-aneh. Yaaa ... tidak bisa hilang sepenuhnya, hanya kadang-kadang saja tapi Alfa sudah cukup bernapas lega karena dia bisa lebih fokus mengurus pekerjaannya sekarang."Sayang, pada usia empat bulan kandungan, Allah menurunkan nyawa pada janin di dalam perut. Sekarang anak ini telah bernyawa," ujar Nalin sambil mengusap lembut perut Naura."Kalian ajaklah dia berkomunikasi. Dia ada di dalam perut tapi dia bisa mendengar apa yang orang tuanya bicarakan. Lakukan hal-hal baik dan ajaklah dia mendenga
Meskipun merasa lega karena bapak botak itu nerbaik hati mengizinkan Alfa menyentuh kepalanya dan juga tidak mengecewakan Naura, tetapi tetap saja Alfa menanggung malu.Bahkan Alfa cepat-cepat pergi ke kasir sebelum menyelesaikan belanjanya.Bayangkan, seorang CEO Dynamite yang terkenal arogan kini melakukan hal memalukan seperti itu. Alfa beberapa kali menghela napas kasar dan juga merapalkan mantra semoga Naura tidak akan lagi memintanya melakukan hal aneh-aneh lagi.Alfa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan dia ingin menghukum istrinya.Sampai di rumah Alfa menggendong Naura masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan belanjaan yang baru saja mereka beli."Alfa, apa yang kamu lakukan? Turunkan aku dan ambil belanjaannya. Aku mau masak, Alfa," kata Naura merajuk."Diamlah. Aku sedang marah sekarang," kata Alfa dengan ekspresi datar."Ma-marah?" lirih Naura terbata."Ya, aku marah. K
Hari ini adalah peata pernikahan Eza dan Sherly. Alfa, Naura, Safira dan Vano datang.Disana Naura banyak bertemu teman lama karena teman-teman Eza adalah teman-teman Naura juga di tempat kerjanya yang lama.Termasuk Adam yant waktu itu pernah dibahas oleh Eza dan Naura saat mereka masih bersama."Heyyooo ... sombing sekali sekarang kamu, Ra, nggak pernah mau main-main ke kantor," celetuk Adam."Adam, mana mungkin aku main-main ke kantor. Aku udah bukan apa-apa lagi disana. Kecuali kalau itu perusahaan nenek moyangku," balas Naura."Nenek moyang kita kan sama, Ra. Sama juga sama nenek moyangnya pak boss. Sama-sama seorang pelaut. Kan ada tuh lagunya, nenek moyangku seorang pelaut ...." ujar Adam diakhiri dengan nyanyian pendek.Alfa terkekeh pelan. Adam pun menoleh."Hei, Naura, suamimu tertawa," celetuk Adam. Naura jadi ikut tertawa."Hei, Bro, salam kenal, aku temannya Naura," sapa Adam menyapa Alfa."Ya, salam kenal.