Begitu Naura membuka pintu, Naura melihat seseorang berdiri di depan pintu yang menggunakan penutup kepala serta menutupi wajahnya.
"Aaaaa ...!" teriak Naura ketakitan karena merasa orang itu adalah penjahah, maling, perampok atau semacamnya.
"Eh eh eh, Naura, ini aku." Seorang itu langsung membuka penutup kepalanya begitu mendengar Naura berteriak.
"Kamu!"
"Iya, ini aku."
"Kamu mau bikin aku mati jantungan, ha?"
"Enggak, bukan gitu. Aku cuma mau menyamar. Maksudku, kalau kamu tahu aku yang datang kamu pasti nggak akan mau ketemu aku, jadi aku sengaja pakai ini," jelas orang itu yang adalah Alfa.
Naura melipat kedua tangannya di depan dada sambil mendengus kesal.
"Ra, maafin aku, aku tahu aku salah. Seharusnya aku nggak punya pikirran untuk datang ke tempat itu apapun alasanya. Seharusnya aku nggak melanggar janjiku. Tapi demi Allah, aku nggak minum setetespun minuman disana, Ra, aku bersumpah." Alfa langsung menjelaskan apa ya
"Memalukan!" "Ayah?" Plak! "Jangan panggil aku ayah. Aku tidak memiliki putri sepertimu!" kata Chandra tajam. Chandra Yogiswara, ayah Sherly Yogiswara. "Bawa dia pergi dari sini!" perintah Chandra pada pengawalnya. "Tidak, Ayah!" "Sekarang!" seru Chandra tak bisa dibantah. "Baik, Pak," kata pengawal itu yang langsung menarik Sherly pergi dari sana. "Maaf atas kelakuan anak saya. Saya akan mengganti rugi semua kekacauan ini. Sekarang, biar saya bawa Alfa ke rumah sakit," kata Chandra mendekati Naura. Naura mengangguk cepat. "Iya, Pak, tolong bawa Alfa ke rumah sakit," pinta Naura lemah. "Tentu." *** Naura terus mondar-mandir seperti setrikaan. Ia mengkhawatirkan keadaan Alfa yang masih diperiksa oleh dokter di dalam sana. "Naura, kamu nggak papa, Sayang?" tanya Nalin yang baru saja datang. Beberapa saat yang lalu Nalin sengaja datang ke kantor dan dia menemukan kekacauan di
"Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Eza tanpa melepaskan cekalan tantannya pada pergelangan tangan perempuan itu."Bukan urusanmu, lepaskan!" bentak perempuan itu."Aku nggak akan lepasin kamu!" kata Eza tajam dengan pandangan mata mengintimidasi."Cih, kamu pikir aku akan takut pada tatapanmu? Naif sekali!" maki perempuan itu sambil mengibaskan tangannya kuat.Cekalan tangan itu terlepas dan perempuan itu terpeleset sehingga ia terlempar ke luar besi penghalang jembatan."Aaaaa ...!"Set.Eza sigap menangkap tangan perempuan itu lagi."Kenapa? Bukannya tadi kamu ingin melompat? Kenapa sekarang berteriak?" tanya Eza sinis pada perempuan yang tak ia kenali itu.Perempuan itu menggeleng. "Tolong, tolong selamatkan aku. Ak-aku masih tidak ingin mati," pinta perempuan itu memohon."Apa untungnya bagiku kalau aku menyelamatkanmu?" tanya Eza acuh."Kamu akan mendapat pahala karena kamu telah menyelamatkan nyawa se
Eza membukakan pintu untuk perempuan itu sebelum ia ikut masuk ke dalam mobilnya."Ngomong-ngomong siapa namamu?" tanya Eza sambil menyalakan mesin mobilnya."Namaku Sherly, namamu?""Eza," balas Eza singkat."Dimana rumahmu?" tanya Eza lagi."Rumahku nggak aku bawa, berat," balas Sherly humor.Eza terkekeh."Rumahku ada di jalan Kamboja, jalan aja, nanti aku tunjukkan jalannya," lanjut Sherly."Oke."***Dua puluh menit kemudian mobil yang dikendarai Eza telah sampai pada tempat tujuan, sampai di rumah Sherly."Ini rumahmu?" tanya Eza mengerutkan kening."Ya, ini rumahku," balas Sherly."Ini rumah pak Chandra, kamu adalah putri pak Chandra Yogiswara?" Eza bertanya lagi."Ya, aku Sherly Yogiswara. Kenapa kamu kelihatan sangat terkejut?""Ya, aku terkejut. Aku nggak menyangka aku akan bertemu dengan putri Chandra Yogiswara yang terhormat. Terlebih lagi, dia sangat cantik," puji Ez
Drrtt ... drrttt ....Ponsel Alfa yang tergeletak di atas meja berdering. Alfa langsung mengambilnya dan mengangkat telpon yang masuk."Hallo.""Bro, dimana?" tanya si penelpin to the point."Lagi di kafe Putih nih, sama Naura, kenapa?" tanya Alfa pada si penelpon yang tak lain adalah Vano."Aku baru sempat lihat berita dan aku kaget karena kekacauan itu, kamu sampai diserang gitu, emang gila itu perempuan. Tapi kamu masih hidup kan?" tanya Vano ngaco."Masa iya aku bawa HP ke liang lahat? Emangnya kalau udah mati aku masih bisa angkat telpon dari kamu? Bodoh dipelihara," cibir Alfa."Haha ... ya nggak gitu juga. Maksudnya kamu baik-baik aja kan?" tanya Vano lagi."Aku baik-baik aja kok. Aku masih sehat dan masih sanggup mencintai Naura," kata Alfa sambil terkekeh. Matanya menatap menggoda ke arah Naura namun Naura malah membalasnya dengan memutar bola mata."Ck, untung aku udah terbiasa, kalau nggak aku bisa muntah!" tu
Naura dan Alfa saling berpandangan seolah berkomunikasi melalui tataoan matanya. Kemudian Naura menarik bahu Sherly untuk bangun."Jangan berlutut. Seharusnya kamu berlutut pada Tuhan," kata Naura.Sherly pun bangun."Aku memang orang yang sedikit sulit memaafkan orang lain. Tapi karena kami audah menyesali perbuatanmu dan aku melihat kamu tulus meminta maaf jadi aku akan memaafkanmu dengan satu syarat," ujar Naura."Apa syaratnya, Naura?""Berubahlah jadi lebih baik, dan ubahlah kebiasaan burukmu," kata Naura.Sherly berkaca-kaca. "Iya, Naura, tentu. Aku sudah bertekad untuk memperbaiki hidupku," balas Sherly."Dan kalau kamu bersama Eza mungkin itu lebih baik. Dia pasti akan bisa membawamu untuk menjadi lebih baik. Eza pria yang baik dan dewasa. Coba saja untuk lebih mengenal Eza," celetuk Naura.Eza terkekeh sambil geleng-geleng."Za, kamu udah dicariin jodoh tuh sama Naura," celetuk Alfa menambahi."Kalau itu
"Tenanglah, Ra, Alfa pasti akan baik-baik aja, oke?" Vano masih terus menenangkan Naura yang terus bergerak gelisah."Alfa orang yang kuat," lanjut Vano."Aku tahu, Van, dia kuat. Tapi tetap saja aku takut. Dia pasti kesakitan, Van," ujar Naura.Vano menghela napas. "Iya, pasti sakit, tapi bagi cowok sakit adalah teman. Buktinya dia rela pukul-pukulan sama Eza dan nggak kapok kan?"Naura terkekeh. Lumayan, dia sudah tidak setegang tadi."Kamu disini sebentar ya? Aku akan beli minum buat kamu, supaya kamu nggak syok, supaya kamu lebih tenang," kata Vano."Iya.""Tapi kamu sendirian disini," kata Vano lagi."Nggak papa, Vano, pergi aja. Tolong belikan minuman hangat aja ya," pinta Naura."Oke siap, Ibu peri. Nanti aku akan kabari tante Nalin juga supaya dia kesini," ujar Vano sebelum pergi."Iya, makasih."***Vano membawa dua cup minuman hangat untuk Naura dan juga dirinya sendiri."Vano!"
"Itu kenapa perusahaan bisa sampai seperti itu, Al? Ayah cuma pergi beberapa bulan aja loh, kenapa bisa ada kekacauan begitu?" tanya Abimanyu."I-itu, Yah, ini kesalahanku, maaf," kata Alfa."Ayah nggak nanya siapa yang salah dan ayah nggak akan menyalahkan siapapun. Ayah cuma tanya itu kenapa bisa begitu?" tanya Abimanyu lagi."Ya ... bisa, Yah, karena ada yang mengacaukan," celetuk Alfa asal.Abimanyu menggeleng-geleng. "Kenapa pula itu kepalamu dibungkus-bungkus?""Sakit, Yah," balas Alfa jujur."Iya, ayah juga tahu itu sakit. Habis jatuh?" tanya Abimanyu menyelidik."Ceweknya Alfa ngamuk, Yah, dia mengacaukan perusahaan dan bikin kepala Alfa terluka gitu," celetuk Nalin yang datang membawa tiga gelas minuman."Ceweknya Alfa?" Abimanyu mengerutkan kening."Ibu, apaan sih! Jangan percaya ibu, Yah, ibu bohong," kata Alfa cepat. Nalin kemudian tertawa."Jadi siapa dia?" tanya Abimanyu."Yang mana?" tanya Al
"Kamu? Ngapain ada disini?" seru seorang gadis dengan raut tak suka."Suka-suka aku mau dimana aja. Apa urusannya sama situ, Mbak?" balas seorang pria yang juga berkata sinis.Si perempuan memutar bola mata malas. Tanpa membalas ucapan si pria lagi, ia pergi begitu saja.Gadis itu masuk ke dalam ruangan pimpinan Dynamite namun sebelumnya ia mengetuk pintu lebuh dulu seperti biasa.Tok tok tok!"Masuk aja," kata seorang pria dari arah belakang."Kamu lagi? Kamu buntutin aku?""Hei, Mbak Safira Anabel—""Safira Ainnabella, Evano Abrial!" potong si pemilik nama cepat."Aku asli orang jawa, lidahku susah buat sebut nama itu. Jadi aku bisanya sebut Safira Anabel," celetuk Vano. Safira memutar bola matanya jengah."Kamu nggak mau masuk? Harus banget aku bukain pintu?" kata Vano sambil melewati Safira.Sambil membuka pintu ruangan Alfa, Vano berkata, "idih, emang siapa situ harus dibukain pintu? Kayak tuan p
"Pak Alfa, ini keputusan yang sangat sulit yang harus kalian putuskan. Karena kalian harus memilih salah satu di antara mereka. Kalian memilih menyelamatkan ibunya atau anak yang dikandungnya?"Alfa langsung merasa kebas. Ia hampir ambruk karena seluruh tulangnya serasa diloloskan dari tubuhnya."Nggak mungkin! Nggak mungkin saya pilih salah satu diantara mereka. Selamatkan istri dan anak saya, Dokter. Dokter harus menyelamatkan mereka!" Alfa berteriak kapal. Nalin memegangi Alfa sambil meneteskan air mata. Pada akhirnya keputusan sulit ini harus diambil."Alfa, tenanglah, Nak," lirih Nalin."Bagaimana aku bisa tenang, Bu, anak dan istriku sedang berjuang tapi aku harus memilih salah satu dari mereka. Aku nggak mungkin bisa memilih, Bu," balas Alfa masih juga berteriak.Tak hanya Alfa yang terkejut dan kesulitan mengambil keputusan. Semua orang disana merasakan hal yang sama.Dahayu sudah menangis, Dharma memeluk istrinya. Begitu pula dengan
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?""Pasien sangat lemah. Pendarahan yang terjadi cukup menguras banyak darah. Saat ini pasien masih harus istirahat," jelas dokter."Tapi dia baik-baik aja kan, Dok? Dia pasti sembuh kan, Dok?" tanya Alfa lagi.Dokter itu menghela napas berat, seberat ia menjelaskan keadaan pasiennya yang sebenarnya.Sebagai seorang dokter Lily bertekad untuk selalu mengatakan hal-hal baik karena ucapan adalah doa. Dan juga dokter Lily selalu berusaha menjaga perasaan keluarga pasien agar tidak down."Berdoalah yang terbaik untuk pasien. Hanya Allah yang bisa menolongnya," ujar dokter Lily dengan senyum optimis, mencoba memancarkan sinyal positif meskipun sebenarnya ia sendiri merasa tidak seoptimis itu."Bolehkah saya menemui istri saya, Dok?"Dokter Lily mengangguk. "Silakan berikan kekuatan pada istri anda. Tapi tolong jangan mengganggu istirahatnya. Dia sangat lemah, sebaiknya jangan membangunkannya selama pasi
Vano uring-uringan sendiri di depan ruang IGD. Alfa benar-benar membuatnya tak habis pikir. Disaat istrinya berjuang untuk bertahan hidup dia malah melakukan hal yang tidak bisa dibenarkan. Ya Tuhan ....Vano sangat ingin menyusul Alfa tapi dia juga tidak bisa meninggalkan Safira sendiri apalagi di rumah sakit. Vano merasa serba tak mampu sekarang."Sayang, tenanglah ... kita beritahu pada tante Nalin saja nanti kalau dia sudah datang. Tante Nalin pasti bisa mengurus Alfa. Tenang yaa ... aku udah menelpon mereka, sebentar lagi pasti mereka datang," kata Safira membujuk suaminya.Untuk menghargai usaha istrinya, Vano melempar senyum sambil mengangguk meski sebenarnya ia tetap tidak tenamg. "Iya, kita tunggu mereka saja."Dan ya, orang tua Naura dan orang tua Alfa akhirnya datang tak lama kemudian."Vano, Safira, apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Naura?" tanya Dahayu sangatlah panik. Keringat dingi bercucuran dimana-mana."Tante, kami nggak
Semakin hari usia kandungan Naura semakin bertambah. Perutnya pun semakin membesar. Saat ini kandungannya sudah berumur tujuh bulan.Karena perutnya semakin membesar Naura berpikir untuk mulai mempersiapkan kebutuhan bayi mereka. Mulai dari kamar bayi dan segala perlengkapannya, dan juga lain-lain lagi.Hari ini Naura mengajak Alfa pergi berbelanja baju bayi. Mereka mengunjungi baby shop terbesar agar mereka leluasa untuk memilih segala kebutuhan bayi mereka.Oh ya, Alfa dan Naura sengaja tidak ingin mengetahui terlebih dahulu apakah bayinya perempuan atau laki-laki meski dokter bisa saja memberitahu mereka. Mereka sengaja ingin menjadikan itu sebagai sebuah kejutan bagi mereka.Karena mereka belum tahu apakah anak mereka perempuan atau laki-laki, maka mereka berbelanja barang-barang yang netral saja, yang sekiranya cocok dipakai bayi perempuan maupun laki-laki, seperti warnanya yang netral untuk perempuan atau laki-laki, seperti warna biru, putih, atau k
Hari ini Naura pergi ke kantor suaminya. Ia merasa bosan harus berada di rumah sebesar itu sendirian.Para karyawan mengangguk sopan menyapa Naura—Bu boss.Naura membuka pintu ruangan Alfa dan ia melihat Alfa dan Vano terngah saling berdekatan, sangat dekat. Bahkan wajah mereka hampir saling menempel."Kalian lagi ngapain?" tanya Naura memasuki ruangan. Alfa dan Vano langsung menoleh bersamaan dan Vano pun bergerak menjauh."Kok kalian deket-deketan gitu? Kalian nggak belok kan?" tanya Naura lagi."Sialan! Aku masih sangat normal, tahu!" semprot Vano kesal karena dituduh hal yang tidak masuk akal."Ssttt ... nggak boleh ngomong kasar sama ibu hamil," kata Naura berlagak jadi wanita lembut.Vano mendengus kesal lalu duduk di kursinya. "Nggak lagi hamil, lagi hamil, tetep aja nyebelinnya nggak hilang-hilang," cibir Vano."Semoga aja nanti abis lahiran nyebelinnya tambah ya, Van," ucap Naura asal."Bodo amat dah, suka
"Ambil nasi goreng itu dan kasih gue uang satu juta," kata gadis itu dengan tersenyum miring.Alfa mendelik tajam. "Kamu memeras saya?""Nggak. Itu sih terserah lo aja. Kalau nggak mau ya udah sini balikin masi goreng gue. Lo lebih sayang uang satu juta lo atau istri lo?" kata gadis itu enteng dan terdengar meremehkan.Alfa ingin sekali meneriaki gadis itu, tapi dia teringat nasehat ibunya. 'Jaga sikapmu di luar sana. Ingatlah istrimu tengah mengandung.' Mengingat itu Alfa langsung mengurungkan niatnya.Alfa berpikir, apa sebaiknya dia membayar uang satu juta untuk nasi goreng itu?"Cepat putuskan. Gue nggak suka makan masi goreng yang udah dingin!" seru gadis itu mengagetkan Alfa dan membuyarkan lamunannya."Baiklah, saya beli nasi gorengmu seharga satu juta. Ini," kata Alfa pada akhirnya.Sambil terkekeh penuh kemenangan gadis itu menerima uang satu juta dari tangan Alfa."Senang bertransaksi sama lo," ucap gadis itu dan kemu
Tidak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Usia kehamilan Naura sudah empat bulan. Keluarganya baru saja mengadakan upacara empat bulanan kehamilan Naura.Oh ya, Vano dan Safira juga sudah menikah. Mereka tinggal di rumah Vano bersama orang tua Vano—Danti dan Yoga.Perut Naura sudah mulai nampak menonjol. Karena usia kandungannya yang sudah ssmakin bertambah, kekonyolan Naura juga semakin berkurang. Maksudnya, kini Naura sudah jarang meminta hal-hal yang aneh-aneh. Yaaa ... tidak bisa hilang sepenuhnya, hanya kadang-kadang saja tapi Alfa sudah cukup bernapas lega karena dia bisa lebih fokus mengurus pekerjaannya sekarang."Sayang, pada usia empat bulan kandungan, Allah menurunkan nyawa pada janin di dalam perut. Sekarang anak ini telah bernyawa," ujar Nalin sambil mengusap lembut perut Naura."Kalian ajaklah dia berkomunikasi. Dia ada di dalam perut tapi dia bisa mendengar apa yang orang tuanya bicarakan. Lakukan hal-hal baik dan ajaklah dia mendenga
Meskipun merasa lega karena bapak botak itu nerbaik hati mengizinkan Alfa menyentuh kepalanya dan juga tidak mengecewakan Naura, tetapi tetap saja Alfa menanggung malu.Bahkan Alfa cepat-cepat pergi ke kasir sebelum menyelesaikan belanjanya.Bayangkan, seorang CEO Dynamite yang terkenal arogan kini melakukan hal memalukan seperti itu. Alfa beberapa kali menghela napas kasar dan juga merapalkan mantra semoga Naura tidak akan lagi memintanya melakukan hal aneh-aneh lagi.Alfa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan dia ingin menghukum istrinya.Sampai di rumah Alfa menggendong Naura masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan belanjaan yang baru saja mereka beli."Alfa, apa yang kamu lakukan? Turunkan aku dan ambil belanjaannya. Aku mau masak, Alfa," kata Naura merajuk."Diamlah. Aku sedang marah sekarang," kata Alfa dengan ekspresi datar."Ma-marah?" lirih Naura terbata."Ya, aku marah. K
Hari ini adalah peata pernikahan Eza dan Sherly. Alfa, Naura, Safira dan Vano datang.Disana Naura banyak bertemu teman lama karena teman-teman Eza adalah teman-teman Naura juga di tempat kerjanya yang lama.Termasuk Adam yant waktu itu pernah dibahas oleh Eza dan Naura saat mereka masih bersama."Heyyooo ... sombing sekali sekarang kamu, Ra, nggak pernah mau main-main ke kantor," celetuk Adam."Adam, mana mungkin aku main-main ke kantor. Aku udah bukan apa-apa lagi disana. Kecuali kalau itu perusahaan nenek moyangku," balas Naura."Nenek moyang kita kan sama, Ra. Sama juga sama nenek moyangnya pak boss. Sama-sama seorang pelaut. Kan ada tuh lagunya, nenek moyangku seorang pelaut ...." ujar Adam diakhiri dengan nyanyian pendek.Alfa terkekeh pelan. Adam pun menoleh."Hei, Naura, suamimu tertawa," celetuk Adam. Naura jadi ikut tertawa."Hei, Bro, salam kenal, aku temannya Naura," sapa Adam menyapa Alfa."Ya, salam kenal.