Mas, Maafkan aku
Mas Divo turun dari mobil, dan membuka pintu pagar yang sedikit ternganga. Kemudian kembali melajukan mobilnya memasuki pekarangan dengan pelan. Terdengar suara mesin yang menderu kuat, dan detik berikutnya suara itu hilang sama sekali. Mas Divo turun dari mobil sambil menghempaskan pintu mobil.
Langkahnya terhenti saat mata kami beradu. Aku menatapnya penuh kasih dan menghiba. Tak terasa air mataku langsung menggenang, sehingga mengaburkan pandanganku. Tak terasa ia tumpah juga di belahan pipiku.
Entah mengapa rasanya sedih sekali melihat ia kembali, setelah beberapa hari belakangan aku merasa ia menjauh dariku. Mas Divo menatapku dalam keheranan. Kemudian, tanpa peduli apapun sikapnya nanti, kuhamburkan tubuhku di dadanya sambil terisak.
Mas Divo masih terdiam. Tubuhnya bergeming meski aku terisak di dadanya. Namun, perlahan kurasakan juga tangan kokohnya mengusap pucuk rambutku pelan. Kecupan hangat kurasaka
Bab. 10 Suara di Mobil Mas Divo Malam kian larut, aku dan Bayu belum tertidur. Hari ini anakku sangat rewel, ia terus-terusan menangis. Kalaupun ia terlelap sesaat, kemudian ia terbangun lagi. Aku sudah kehabisan akal jadinya. Kupeluk ia yang masih merengek dalam gendongan. Tadi bahkan sempat kukompres dengan air hangat. Badannya memang sedikit panas. Berulangkali kupeluk ia sambil menggoyang-goyangkan tubuhku dan berjalan hilir mudik dari depan hingga ke belakang. Namun usaha ini terasa sia-sia. Tak biasa-biasanya Bayu seperti ini. Mungkin perubahan cuaca yang membuat ia begini. Suhu di kota kelahiran papanya dan suhu di sini sangat jauh berbeda. Barangkali saja hal itu yang menjadi penyebab ia panas. Atau karena perjalanan panjang kemaren serta cuaca dingin ditambah terpaan AC mobil yang membuat Bayu begini. Atau malah karena kubawa barusan? Ah, sudahlah! Apapun penyebabnya, yang penting sekarang yang
Bab 11Pertemuan Tak Terduga“Rekanku! Lagian, sejak kapan kamu main curiga-curigaan sama aku? Ingat, Vi! Aku belum sepenuhnya memaafkan kamu! Jadi, jangan coba-coba mencari celah mengaburkan masalah kamu dengan mencari-cari salah aku!”Aku terdiam dan juga kaget dengan pernyataannya barusan. Artinya, permohonan maafku padanya semalam tak berarti apa-apa? Ternyata, ia belum memaafkanku. Juga sikap baiknya semalam mungkin hanya karena kasihan melihat kesedihanku. Pantas saja tak ada satu kata pun yang ia keluarkan. Oh!Aku mendekatinya dengan pandangan yang mulai mengabur. Air mata ini serasa tak sedikit pun bersahabat padaku.“Mas … aku bukan sedang mencari salah kamu. Aku cuma coba mempertahankan apa yang pantas aku pertahankan. Aku nggak mau rumah tangga kita hancur, Mas,” ucapku lirih dengan sudut mata yang mulai menggenang oleh bulir hanga
Bab 12Trik Perang“Sendirian?” sapanya dengan tatapan teduh penuh senyuman. Manik cokelatnya terlihat berbinar menatapku.Ia mendekatiku bersama lima rekan lainnya. Aku masih mematung, dengan suasana hati yang berusaha kusamarkan. Aku mengalihkan tatapan ke arah lain saat manik cokelat itu makin mendekat. Beberapa lelaki yang mendampinginya ikut menatapku.“Kalian, duluan, ya? Ntar, gue nyusul,” katanya kemudian sambil menoleh pada teman-temannya, ketika mereka sudah berada tepat di hadapanku.“Siapa, Bro?” Kudengar satu pertanyaan dari salah satu di antara mereka.“Adik gue! Kenalin, Viona,” lanjutnya lagi.Terpaksa kusambut uluran tangan mereka secara bergantian, setelah sebelumnya meletakkan barang-barang di lantai. Aku menyeruakkan senyum ramah terpaksa pada tubuh yang rata-rata lebih
Bab 13 Aku Mendapatkannya Setelah pelayan itu pergi, Mas Dion kembali menatap padaku dengan gaya khas-nya. “Jangan kurang ajar lagi, Mas. Hentikan tatapan nakal kamu itu!” Ia kembali tersenyum kemudian menarik napas dalam dan mengembuskannya kasar, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. “Mari kita mulai dengan manis, Vi. Berhentilah menampakkan wajah tak sukamu itu. Nggak enak dilihat orang. Nanti malah ada yang bilang kalau aku dan istriku lagi bertengkar, mau?” tanyanya kemudian sambil tertawa. Aku cepat-cepat merubah raut wajah. Ucapannya itu ada benarnya juga. Aku, Bayu dan Mas Dion, sudah seperti sebuah keluarga kecil yang sedang menikmati hari bersama. Pastinya orang-orang akan beranggapan aku sedang marahan pada dia. Sit! Amit-amit! Walaupun harus kuakui, ia memiliki wajah di atas rata-rata, tapi tak sudi bila dianggap sebagai istri dari lelaki ta
Bab 14Ancaman Dion“Haha …! Hidup terkadang memang sangat lucu, Vi. Pandangan mata kadang tak selalu tembus pada realita. Kabut kebohongan sering berhasil mengaburkan aib-aib pendosa,” katanya kemudian dengan tenang.Aku mendengkus dan mengalihkan wajah ke samping, kemudian kembali menatapnya. “Maaf, Mas. Aku bukan penyuka sastra. Jadi, aku nggak ngerti bahasa kiasan, Mas.”Ia mengembuskan napas kasar dan mencebikkan bibirnya. “Kamu benar-benar sangat mempercayai suamimu sepenuh hati? Kamu sangat percaya kalau ia tak pernah menyakitimu?”Aku terdiam menatapnya. Detik kemudian tatapan ini terasa melemah. Kalimat terakhirnya berhasil membuat kejadian malam itu menggema kembali di ingatan, suara wanita di mobil Mas Divo malam, perubahan sikapnya beberapa waktu belakangan. Sikap kasar dan wajah tak bersahabatnya. Semua itu memang cukup meng
Bab 15Telepon Tengah MalamMobilyang kutumpangi berhenti tepat di depan pagar rumah yang terlihat sepi. Aku menuruninya setelah membayar sesuai kesepakatan applikasi. Mendorong pintu pagar yang sedikit menganga. Mobil Mas Divo terparkir di halaman. Namun, tak ada cahaya lampu yang menyala di teras ataupun di ruang tamu. Arloji di tangan sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh. Perasaan tak nyaman langsung menyeruak dalam kalbu.Ya, Allah, aku keluyuran sampai jam setengah sembilan malam? Mas Divo pasti marah kalau melihatku pulang selarut ini. Apalagi kalau ia tahu aku keluar dari siang tadi. Aku tak menyangka Mas Divo pulang secepat ini. Bagaimana kalau ia pulang dari sore tadi? Pasti ia sudah sangat lama menanti di rumah.Ya, Allah, aku dapat masalah lagi, gara-gara ipar nggak bermoral itu. Ia memang selalu mendatangkan petaka.Tapi, syukurlah! Setidaknya, aku punya re
Bab 16Menemui DionMas Divo tidak ada di kamar? Suaranya pun tak terdengar. Ke mana dia? Pandangan mengarah ke ruang tamu yang posisinya sejajar dengan kamar. Aku juga tak melihatnya di sana. Sementara pintu depan sedikit terbuka. Aku bingung ia di mana. Keluarkah? Tanpa memberi tahuku? Sementara, kenapa pintu ia biarkan terbuka?Kuletakkan wadah berisi air hangat untuk mengelap tubuh Bayu di atas meja, kemudian melangkah pelan ke ruang depan."Mas ...?” panggilku mesra.Kaki terus melangkah mendekati pintu. Semakin mendekat, semakin terdengar sayup-sayup suara Mas Divo dari luar. Sepertinya ia sedang berbicara, tapi aku tak mendengar lawan bicaranya. Kusimak isi pembicaraannya lebih cermat. Benar, tak terdengar dengan siapa ia bicara. Kening mengernyit, mencoba berpikir. Namun, baru kusadari kalau Mas Divo sedang menelepon seseorang.Ketika makin mendekat, makin kusadari j
Bab 17Rahasia TerungkapPagi ini seperti biasa, kusiapkan segala kebutuhan Mas Divo sebaik-baiknya. Meski hati masih terbakar bila mengingat kejadian semalam, tapi aku berusaha tenang dan seolah tak terjadi apa-apa. Senyum manis terasa sulit kulukis di bibir.Sesungguhnya, aku masih berharap semua dugaan ini salah. Aku masih berharap ada sebuah mukjizat yang bisa merubah kenyataan. Namun, juga sadar sesungguhnya harapan itu hanya sebuah ilusi karena percakapan yang kudengar semalam bukan kabar burung. Telinga dan mata inilah saksinya. Membawakan ia sepiring kecil buah yang telah dipotong-potong. Kuletakkan di hadapannya.“Kamu, kenapa?”Pertanyaan Mas Divo mengejutkan lamunanku. Hampir saja, piring yang kupegang terlepas dari genggaman.Kutatap ia dengan tenang, meski tangis dan amarah ini serasa mau tumpah. Ya! kesedihan itu belum usai dari semala