Semua mata tertuju padanya. Gadis tinggi dengan body yang sempurna. Memakai gaun merah, terang, dan ketat panjang kaki. Dengan belahan mencapai paha. Kerah berbentuk V dan menampilan belahan dada yang membuat mata lelaki pasti tak mau melepaskan pandangannya.
Rambut ikal di gerai kesamping sepanjang dada. Tak lupa anting panjang se bahu berbentuk kepakan sayap burung merak. Di tangannya ia menenteng sebuah tas kecil berwarna gold dengan gliter mewah.
Tak menyangka menjadi pusat perhatian, Rachel menjadi salah tingkah. Ia mendehem untuk menghilangkan ke gugupannya. Lalu berjalan menuju salah satu meja yang ternyata disana juga berdiri seorang pria tua yang biasa ia jumpai di restoran di kota S.
Nathan menatap tajam pada Rachel. Ia benci karena kecantikan Rachel menjadi tontonan semua orang hari ini. Dia tidak rela berbagi sedikitpun dengan orang lain. Hanya dia yang boleh melihat aura cantik yang ada dalam diri Rachel ini. Dia marah pada Rachel. Nathan b
Di tempat pernikahan itu, Celline tersenyum puas. Ia sangat yakin bahwa orang bayarannya telah berhasil memperkosa Rachel yang sudah di berinya obat perangsang. Tentang ke tidak hadiran Nathan di penutup acara, Celline hanya menganggap Nathan memang sengaja pergi lebih awal mengingat ia yang melakukan pernikahan ini dengan terpaksa. Tidak terfikirkan olehnya bahwa saat ini Nathan telah menggantikan posisi orang bayarannya untuk tidur bersama Rachel. "Sayang, selamat atas pernikahanmu. Mami doakan semoga kalian selalu bahagia." Sapa Jeny saat menghampiri Celline. Celline memasang senyum palsu pada mertuanya itu. "Tentu saja. Terima kasih Mam." Mereka berpelukan dan melakukan cipika cipiki ( cium pipi kanan cium pipi kiri ). "Akhirnya Mami punya menantu yang cantik dan sempurna sepertimu. Pasti Nathan akan sangat bahagia, iya kan Pi?" Lanjut Jeny lagi dan membawa Frans ke dalam pembicaraannya. Frans yang awalnya diam, hanya berkata "Ya, semoga kalian ba
"Sayang, sepertinya kau sangat agresif malam ini. Beruntung tadi aku menemukanmu tepat waktu." Nathan membelai lembut pipi Rachel. Rachel di bawah pengaruh alkohol dari anggur yang di minumnya saat di pesta dan ternyata sudah di campur obat perangsang dosis tinggi, tidak lagi mengingat semua permasalahannya dengan Nathan. Bahkan mungkin dia tidak sadar apa yang dilakukannya saat ini. Rachel mempimpin permainan. Dia mencium leher Nathan dengan sangat bergairah. Kecupan dan jilatan bergantian, semakin turun hingga ke dada Nathan yang sangat kekar dan penuh dengan bulu. Lama Rachel memainkan bibir dan lidahnya disana. Nathan memejamkan mata menikmati sentuhan Rachel. "Oh shit, kau sangat mahir." Nathan terus mendesah hingga ciuman Rachel sampai pada perutnya. "Ooohh... sayang. Cepat lakukan itu. Aku menginginkannya." Pinta Nathan. Rachel perlahan membuka gesper, kancing dan resleting celana yang di kenakan Nathan. Dia meluncurkan celana itu ke ba
Pagi harinya, saat Rachel terbangun dan sadar dari sisa mabuknya semalam. Betapa terkejutnya dia saat mendapati dirinya tidak mengenakan sehelai benangpun. Dan, dimana dia saat ini? Siapa yang telah menidurinya? Apa yang terjadi pada dirinya? Bermacam pertanyaan muncul di benak Rachel. Karena saat terbangun, ia hanya seorang diri di kamar ini. Rachel mengamati ruangan itu sampai ia melihat pakaiannya yang berserak di lantai kamar. Saat ia meraihnya, dia sangat kaget melihat betapa buruknya robekan pada pakaian itu. Lalu bagaimana dia sekarang? Bagaimana dia akan keluar dari sini jika pakaiannya sudah tidak bisa di pakai lagi? Rachel kembali frustasi memikirkan semua itu. Tanpa pikir panjang, Rachel membalut tubuhnya dengan selimut putih itu menuju kamar mandi. Lalu Rachel mandi dan membersihkan dirinya. Dia menangis sesenggukan di bawah guyuran air sower. Dia merasa sangat kotor saat ini, karena tidak tau siapa yang telah menyetubuhinya tadi malam. Bahkan dia tidak m
Setelah dua jam perjalanan, Rachel merasakan lambungnya sudah tidak bisa berkompromi lagi. Bagaimana tidak, dia melewatkan sarapannya pagi ini. Dan saat ini sudah menunjukkan jam setengah satu siang. Tentu saja perutnya sudah merasa tidak nyaman. "Roy, tolong cari tempat makan yang tidak terlalu mewah dan berhenti. Kita akan makan siang di sana." Perintah Rachel. "Baik, Nona. Di depan ada restoran cepat saja yang sederhana, tapi rasa makanannya kualitas bintang lima." Roy dengan bangga memberitahu pada Rachel. "Ternyata kau cukup mengenal daerah ini." Puji Rachel membuat Roy tersenyum malu. "Tentu saja, Nona. Ini adalah kampung halamanku." Tiba-tiba ada guratan kesedihan di wajah Roy saat mengatakannya. Rachel dapat melihatnya dari kaca yang berada di sisi depan kemudi Roy. "Kau terdengar sangat sedih. Kenapa setiap kampung halaman, menyisakan kesedihan di hati orang-orang." Rachel mampu merasakan kesedihan itu, walau mungkin cerita kesedihan
Kini Rachel telah berada di kamar rumahnya. Hari sudah menunjukkan jam empat sore. Namun sejak sampai di rumah tadi, Rachel enggan keluar kamar. Beruntung ia memiliki Jihan dan Key yang sangat mengerti dirinya. Mereka tidak mengganggu Rachel sama sekali. Rachel masih memikirkan semua kata-kata Roy tadi. Dia bahkan terduduk lemas di lantai parkiran saat mendengar semua yang di katakan Roy tentang kejadian malam tadi. Dan ia juga harus di papah masuk ke dalam mobil, ia berbaring di kursi belakang tempat ia duduk sejak berangkat dari villa pagi tadi. "Begitu lah kejadian sebenarnya Nona. Jika aku terlambat sedetik saja melaporkan pada Tuan, entah apa yang sudah di lakukan pria itu pada dirimu." "Pria itu telah mendapat hukuman yang setimpal dari Tuan Muda." "Tuan tidak akan bersikap lunak kepada orang yang telah lancang menyentuh miliknya." "Bajingan itu telah kehilangan kedua bola matanya, karena telah berani melihat tubuh Nona setengah ta
Ternyata pekerjaan Nathan selesai sehari lebih cepat. Awalnya Nathan ingin segera pulang. Tapi kemudian ia mengingat akan berada di rumah itu dengan Celline, dia menunda kepulangannya sesuai dengan jadwal seharusnya. Nathan kembali ke hotel tempatnya menginap. Di dalam kamar hotel itu, dia berbaring di kasur yang lumayan empuk. Karena ini kamar VVIP khusus. Tentu saja, Nathan adalah salah satu pengusaha sukses yang sangat di kenal dalam dunia perbisnisan. Sahamnya ada dimana-mana. Apalagi dia adalah keturunan Darke. Keluarga Darke adalah yang sangat bepengaruh dalam dunia persahaman dunia. Kakek Nathan adalah satu-satunya pemegang saham tertinggi. Beliau sangat di segani, bahkan setelah beliau meninggal. Para kolega dan rekan bisnis masih sering membicarakan segala kebaikan dan kehebatannya dalam berbisnis. Sebenarnya Nathan tidak terlalu tertarik masuk ke dalam dunia bisnis ini, tapi ia tidak punya pilihan lain. Di tangannya kini berada masa depan keturunan Darke, s
Hari demi hari terasa sangat cepat berlalu. Dua bulan sudah sejak pernikahan Celline dan Nathan. Begitu pula dengan malam yang penuh gairah antara Nathan dan Rachel di villa saat itu. Kini perut Celline sudah mulai membesar. Tentu saja, saat ini sudah enam bulan usia kehamilannya. Tapi dia masih sangat suka memakai pakaian yang sangat ketat, memperlihatkan dengan sangat jelas perutnya yang membuncit. Walau pun sebenarnya itu sudah di larang oleh Dokter, karena bisa menghambat gerak janin. Tapi Celline tak pernah mendengarkannya. Siang itu Celline melakukan USG di Rumah Sakit milik Ayahnya. Tentu saja saat ini Nathan harus bersedia menemaninya. Selain dia tidak ingin Celline membuat drama pada Ayahnya, Nathan juga harus menanyakan sesuatu pada Arnold. Saat proses USG sedang berlangsung, Celline terlihat pura-pura bahagia di depan Nathan. Memamerkan janin di dalam perutnya yang terlihat pada layar datar itu. Namun Nathan hanya memasang wajah datar dan dingin. D
"Kau memang sangat memahamiku, aku beruntung setidaknya masih ada kau yang menemaniku di saat aku kehilangan seluruh duniaku yang lama." "Itu lah arti sebuah persahabatan. Yang akan selalu bersama meski salah satu di antarnya sedang terluka, meski kita harus mengorbankan sesuatu demi sahabat. Sahabat bukan orang yang akan meninggalkanmu di saat kau jatuh dan terpuruk, bukan juga orang yanga akan mentertawai kesialanmu. Sahabat orang yang akan merangkulmu dalam suka mau pun duka." "Kau benar. Aku tak akan bisa membalas semua kebaikanmu." "Dalam persahabatan tidak ada ucapan terima kasih, dan tidak ada hutang budi." "Haha, aku menyerah. Kau jauh lebih bijak dari yang kukira." "Aku pun tak menyangka bisa berkata seperti itu, hahaha.." Tawa bahagia dua sahabat yang baru saja saling melepaskan rindu. Tentu saja, ini hanya permulaan sekaligus trik untuk mengelabui orang suruhan Celline. Yang diam-diam menguping pembicaraan mereka sejak tadi.
Nathan telah selesai menghidangkan sarapan, yang mungkin lebih tepatnya ini makan siang. Karena, jarum jam sudah di angka sebelas. Rachel turun ke ruang makan, setelah selesai membersihkan diri dan berdandan dengan cantik dan rapi. Aroma tubuhnya membuat Nathan yang sedang asik membuatkan jus stroberi melirik dan tersenyum. Rachel mendatangi Nathan, dan memeluk tubuh kokoh itu dari belakang. "Terima Kasih, Sayang. Kau selalu menuruti apa kataku. Haruskah aku merasa bersalah karena sudah memintamu sibuk di dapur seperti ini?" Ucap Rachel sungguh-sungguh. "Tidak masalah, Sayang. Selagi aku mampu, akan kulakukan semuanya untukmu. Bahkan, jika aku sanggup akan kupindahkan Gunung Fuji ke depan mansion ini." Sahut Nathan dan membalikkan badan. "Konyol. Bagaimana itu bisa? Jangan membodohiku." Ucap Rachel menjewer telinga Nathan. "Aaaa... Sayang, kau ini laki-laki atau perempuan? Kenapa kau selalu menyiksa suamimu yang polos ini?" Nathan berdrama ria.
Setelah melewati malam pengantin yang penuh gairah, pagi ini Nathan masih memandang wajah Rachel yang masih tidur dengan nyenyak. Rachel memimpin permainan dengan sangat agresif dan liar. Nathan tidak pernah melihat Rachel menjadi wanita yang seperti itu selama hidupnya. Tentu saja saat ini dia lelah dan butuh waktu tidur tambahan. Mengingat, mereka melakukannya berulang-ulang kali semalam suntuk. "Kau sangat cantik, bahkan saat sedang tidur tanpa busana sekali pun, Sayang." Nathan bermonolg. Nathan sudah bangun lebih dari dua jam, namun ia tak berniat turun dari ranjang. Karena Rachel tidur dengan tangan mengalung pada tubuhnya. Nathan takut gerakannya akan membangunkan Rachel. Sebesar itu lah cinta yang Nathan punya untuk Rachel. Nathan kembali mengingat dan membayangkan tahun demi tahun yang telah wanita dalam pelukannya ini lalui tanpa dirinya. Sendiri membawa anak dalam kandungan, sendiri berjuang di ruang bersalin, sendiri bekerja keras banting tu
Mereka saling menatap dalam waktu lama. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya, Nathan dengan lembut mencumbu bibir Rachel. Cumbuan itu langsung dibalas oleh Rachel. Mereka saling melepaskan gairah melalui ciuman. Pemanasan yang cukup bagus. Mengingat, sudah lama mereka tidak melakukannya. Tangan Nathan mulai menjelajah bagian atas tubuh Rachel. Gaun yang seksi itu, memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Tangan Nathan bermain disana, tanpa melepaskan lumatan bibirnya. Nathan mengelusnya dengan pelan, sehingga membuat deru napas Rachel tak beraturan. Dadanya naik turun, mengikuti permainan lidah Nathan dan tangannya yang semakin liar menyapu dada montok itu. "Hmmpp.." desahnya di sela-sela ciuman yang menggairahkan itu. "Mendesah lah dengan keras malam ini, sayang. Tidak akan ada yang mendengarnya selain aku." Ucap Nathan seraya berbaring di sebelah Rachel. Lalu ia memiringkan tubuh Rachel, agar bisa lebih leluasa
"Kenapa kau memanggilku dengan sebutan Tuan? Bukan kah sekarang, aku adalah Mertuamu?" Willy protes. "I-itu.. boleh kah aku memanggilmu Ayah Mertua?" Nathan bertanya dengan ragu. "Tentu saja. Aku Ayah mertuamu mulai saat ini." Willy menepuk bahu Nathan lambat. Frans dan Jeny sangat bersyukur, akhirnya Nathan mendapatkan kebahagiaan yang benar-benar dia harapkan sejak dulu. Jeny menyesal pernah menentangnya. Ternyata menantu yang sangat ia harapkan tak lebih dari wanita berhati iblis. "Nathan, Rachel, Mami dan Papi akan pulang sekarang. Lain kali kami akan berkunjung kembali, atau kalian bisa datang kapan pun ke rumah tua." Ucap Jeny ingin segera memberikan waktu untuk pengantin baru ini. "Mami benar, kami harus segera pergi. Karena kalian harus berusaha keras memberikan kami cucu kedua mulai sekarang." Frans pum tertawa dan beranjak dari kursinya. "Key, ayo ikut Nenek. Biarkan Momy dan Papi berdua saja beberapa hari ini." Ucap Je
Setelah pesta usai, kini hanya tinggal keluarga besar Nathan dan Rachel yang berada di mansion itu. Mereka duduk di satu meja bundar yang besar. Key terlihat sangat akrab duduk di pangkuan Willy. "Jadi, ketika kau baru saja lahir dlu, aku sengaja menitipkanmu pada kaki tangan kepercayaanku. Nana, Ibumu itu awalnya sangat menentang keputusanku. Tapi, setelah ia tau alasannya terpaksa dia menerima keadaan. Harus hidup layaknya sebagai suami isteri dengan Danu, yang notabane-nya adalah pengawal kami dulu." Willy membuka suara saat keadaan telah lama hening. "Apa alasanmu melakukan semua itu? Jadi, Ibu dan Ayahku..maksudku Danu itu tidak memiliki hubungan apa pun selama hidupnya?" Rachel tentu saja memiliki banyak pertanyaan untuk menanti penjelasan dari Nathan. "Ibumu rela melakukan semua itu, demi dirimu. Agar kau tidak kehilangan sosok ayah dalam hidupmu. Aku tidak berdaya saat itu. Aku dulu terlibat dalam satu gank mafia, jika lawan mengetahui keberadaan iste
"Apa maksudmu, Pak Tua? Siapa yang kau sebut sebagai putrimu? Katakan dengan jelas, dan jangan berbelit-belit." Tuntut Rachel tak sabar. "Kau... Putriku satu-satunya." Jawab Pak Tua itu. "Berikan aku bukti, agar aku bisa percaya." Pinta Rachel lagi. Rachel tidak terlalu terkejut, karena ia mengingat pesan dari mendiang neneknya. Sebelum meninggal, neneknya sempat berkata bahwa ayah kandung Rachel sebenarnya masih hidup. Apa pun alasannya meninggalkan Rachel, jangan pernah membencinya. Karena ia melakukan semua itu demi keselamatan hidup Rachel. Sebab itu Rachel bisa bersikap tetap tenang saat ini. "Siapa nama belakangmu?" Tanya Pak Tua itu. "Willona." Jawab Rachel. "Apa kau tau siapa namaku?" Tanya Pak Tua itu lagi. "Tidak, aku tidak pernah tau siapa namamu." Jawab Rachel. Pak Tua itu menyerahkan sebuah dokumen bukti kelahiran Rachel. Tertulis nama ayah kandung, Willy Horizon yang sama sekali bukan nama ayah yang membes
Setelah delapan tahu berlalu, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Rachel dan Nathan sudah ada didepan mata. Saat ini keduanta tengah bersiap di kamar rias masing-masing. Mereka memilih mengadakan pernikahan di mansion mewah itu. Dengan bujuk rayu Rachel, tentu saja Nathan merelakan mansion itu di datangi ratusan umat Para rekan bisnis hadir semua. Bahkan tak sedikit dari mereka yang jauh-jauh datang dari luar negeri. Karena ingin menyaksikan langsung pernikahan mewah yang akan di gelar oleh keluarga Darke. Mungkin, lebih tepatnya oleh Nathan. Meski sebelumnya Nathan pernah menikah dengan Celline, namun tidak banyak orang yang tau dan menghadiri pernikahan tersebut. "Sayang, apa kau sudah siap?" Tanya Nathan saat membuka pintu kamar tempat Rachel dan Key sedang di make over. "Hampir selesai, hanya tinggal memakai sepatu kacaku." Jawab Rachel sambil berdiri. Rachel terlihat sangat cantik meski hanya dibalut gaun putih sederhana
Waktu terlalu cepat berlalu. Tak terasa, besok adalah hari pernikahan Nathan dan Rachel. Saat ini Rachel hanya duduk di atas ranjang kamarnya. Ada Bella dan Key juga bersamanya. Sementara Jihan tengah sibuk membuatkan persiapan makan siang untuk menjamu orang tua Nathan yang akan datang ke mansion ini untuk pertama kalinya. "Aku sungguh tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya hari bahagia ini datang juga dalam hidupku." Ucap Rachel dengan mata berkaca-kaca. Bella menatap sahabatnya dengan sendu. Dia tau, tidak mudah bagi Rachel untuk akhirnya sampai di titik ini. Dia bahkan melewati berbagai tindakan kriminal belum lama ini, kekerasan dan ancaman tak luput dari hari-harinya bersama Key. Melihat Rachel berjuang dan bertahan sejauh itu, hati Bella seakan ikut merasakan sakit. Saat ini, hari bahagia yang telah tertunda selama delapan tahun akhirnya akan tiba. Bella adalah orang pertama yang bersorak bahagia mendengar kabar ini. Dialah saksi perjuangan cinta Rache
Hari ini Rachel sudah kembali sehat dan bugar. Setelah dua hari dia tak pernah meninggalkan kamarnya. Pagi ini Rachel sangat sibuk menyiapkan diri. Nathan yang sudah menunggu lebih dari satu jam tidak sabar lagi dan mencoba bertanya. "Sayang, sebenarnya apa yang ingin kau pakai? Dari tadi kau hanya memegang semua pakaian itu tanpa mencobanya langsung." "Aku bingung, harus memakai pakaian yang mana. Aku ingin terlihat sebagai wanita yang cantik dan elegant di depan orang tuamu. Tapi aku juga harus memakai pakaian yang sopan." Rachel menjelaskan kegundahan hati yang sejak tadi menderanya. "Sayang... Apa pun yang kau kenakan, kau selalu terlihat canti dan berkelas." Nathan memegang kedua sisi bahu Rachel. "Semua laki-laki akan berkata seperti itu, karena mereka malas menunggu wanitanya berdandan." Rengut Rachel, lalu kembali dengan aktifitas pilih memilih pakaiannya. "Honey.. percaya lah padaku. Aku rela menunggumu berjam-jam asal kau tau.