Galuh membuka matanya, sedikit demi sedikit dia sudah bisa memfokuskan diri dengan keadaan sekelilingnya. "Aku tidur rupanya," ucapnya lirih. Galuh merasakan nyeri di pergelangan kaki kanannya. Dia sedikit merintih. Galuh mencoba duduk. Dia pun lalu mengedarkan pandangan dan kini tatapannya ke arah bawah ranjang, dimana terdapat Alfa yang sedang tertidur nyenyak berselimut sarung milik Aiman. Galuh sedikit terhenyak, dia sedang mengingat sesuatu hingga ingatan-ingatan dari saat dia dijebak Zami sampai bisa menikah dengan Alfa kembali berputar di kepalanya. Tanpa bisa dicegah senyumnya terkembang. "Kami sudah sah," ucap Galuh lirih. Galuh masih mesam-mesem hingga kemudian merasakan keinginan untuk ke kamar mandi. Dengan pelan, Galuh mencoba berdiri. Tapi, karena posisi kakinya masih sakit dia jadi tak bisa menapak dengan benar dan malah terjatuh tepat menimpa Alfa. Alfa sontak kaget dan terbangun. "Apa yang--- Galuh!" Alfa sontak bangun dan membantu Galuh duduk di ranjang.
Zahra meletakkan telinganya di tembok. Tak lupa kedua telapak tangannya menempel di tembok juga. Persis cicak. Zahra menarik tubuhnya. Dia mengernyitkan dahi sambil bersedekap. Tatapannya lalu dia alihkan ke jam dinding. Pukul tiga lewat dua puluh menit. "Aneh. Tadi kayaknya aku denger suara pintu kamar Lulu kebuka, terus kayak lagi pada ngomong cuma gak jelas. Terus kenapa ini sepi banget ya? Gak ada suara. Masa langsung bobo gitu? Gak malam pertama dulu apa? Ish ish ish. Aku kan jadi penasaran." Zahra kembali menempelkan kupingnya, dia mencoba mencuri dengar. "Kok anteng bener ya? Masa gak ada yang ngajak ngobrol gitu? Atau, malam pertama." Zahra terkikik menyadari pikiran mesumnya. Sebetulnya ini tidak sopan. Nguping malam pertamanya orang lain. Tapi gimana ya? Dia kepo. Apalagi teman-temannya yang mengajar di Dayah sering bercerita setiap harus menginap di rumah Teungku Zaky, katanya setiap malam mereka akan mendengarkan suara-suara aneh, teriakan serta ucapan-ucapan cabul
Brak Bruk Brak. Bunyi sesuatu yang patah, benda jatuh serta jeritan dari kamar sebelah membuat aktivitas dua muda mudi yang tengah bercumbu rayu terhenti. Alfa menjauhkan bibirnya dari leher putih sang istri. Dia duduk, telinganya dia pasang baik-baik. Galuh yang sedang rebahan di atas kasur lantai menarik selimut menutupi tubuhnya yang setengah polos. Dia juga mendengar kegaduhan itu. Alfa dan Galuh saling pandang. Mereka sama sekali tak bersuara. Karena itu, kasak kusuk hingga suara-suara Aiman, Zahra dan yang lain terdengar jelas. Alfa mengernyit saat mendengar suara khas Zahra yang cempreng melengking yang menjelaskan bagaimana ranjangnya bisa terkoyak. Dia mau tertawa tapi sengaja menutup mulut. Galuh sendiri sudah menutup mulutnya dengan selimut. Tertawa dia dari balik selimut. Keduanya masih bertahan dengan mencoba tak bersuara. Hingga terakhir suara tiga orang tua terdengar jelas di depan pintu kamar. "Mereka tidurnya kayak kebo!" "Bukan kayak kebo, Mas. Galuh rajin sho
Setelah sesi yang mendebarkan, menyenangkan dan menghangatkan berakhir, baik Alfa dan Galuh belum ingin beranjak dari peraduan. Keduanya masih saling memeluk dengan deru napas yang mulai beraturan. Suara orang mengaji kini terdengar. Galuh mengeratkan pelukannya pada sang suami. Alfa terkekeh dan sesekali mengecup kening istrinya. "Mandi?" Galuh mendongak menatap sang suami lalu mengangguk."Cium dulu ya?""Dasar." Galuh mencubit perut sang suami.Alfa sedikit menjerit tapi segera saja dia menyergap bibir sang istri. Membawanya pada ciuman-ciuman memabukkan yang membuatnya melayang. "Pengen lagi," bisik Alfa setelah melepas ciumannya."Apaan sih, Mas? Udah pagi juga.""Berarti kalau udah malam boleh?""Dasar!" Galuh memukul manja dada suaminya. Alfa terkekeh. Dia mengetatkan pelukannya.Suara orang mengaji kembali terdengar jelas karena keduanya tak bersuara. Alfa melepas pelukan. "Kayaknya kita harus bangun, kelamaan begini aku maunya ngajakin kamu berbuat mesum mulu."Galuh ter
"Ini gimana ceritanya, sih?! Ranjang pengantennya yo aman. Tapi ranjang perawan malah koyo ngene. Kowe sebenere semalam ngapain sih Nduk?" ketus Aiman yang bolak-balik dari dalam kamar, keluar kamar, mengambil papan yang dia pesan dari toko bangunan dan kemudian terdengar suara gergaji yang beradu dengan kayu. Tak berapa lama suara palu pun terdengar.Zahra si pembuat masalah hanya bisa menunduk malu, Galuh yang berada di sampingnya tak tahan untuk tertawa."Kamu kok ngetawain aku sih?" bisik Zahra sambil menggerutu."Ya habis kamu lucu. Bisa-bisanya sampai ranjangmu patah. Kamu gak habis salto, kan?""Ck!"Zahra tak mungkin mengatakan kebenarannya. Dia malu. Lagian dari semalaman sampai tragedi ranjang terkoyak dia nguping juga gak denger apa-apa dari kamar Galuh. Malah dia yang celaka. Coba nguping lagi juga gak ada suara. Sampai dia lelah dan memutuskan bobo cantik."Lu.""Hem.""Semalam Mas Alfa tidur dimana?""Di kamar.""Ck! Ya aku tahu di kamar maksudnya ... di ranjang apa kasu
"Luh, kamu bisa ceritain ke kita semua. Apa yang sebenarnya terjadi? Zami emangnya mau ngapain? Kok ngajakin kamu ke tempat sepi begitu?"Galuh menghela napas. Lalu dia pun bercerita dari mulai Musa dan Rian datang hingga dia dijebak oleh Zami. Bagaimana Zami mengatakan tujuan dia mengunci Galuh agar dia digrebek bersama Galuh oleh warga, dikira berbuat mesum dan terakhir bagaimaan usaha Galuh untuk kabur hingga diselamatkan oleh Alfa."Si Zami ini otaknya dimana ya Allah?" Rafly hanya bisa beristighfar setelah mendengar semua cerita Galuh."Bisa-bisanya mikir jebak kamu. Ya Allah, kalau aku ketemu pengen tak hajar dia!" ucap Rafly kesal. Cut Syifa mencoba menenangkan sang suami.Lalu dia ingat cerita ibunya kalau Alfa dan Galuh kepergok warga berbuat mesum hingga harus menikah. Dia pun menatap ke arah Alfa."Terus, aku juga bingung kenapa kalian bisa dinikahkan secara paksa? Bukannya Zami yang jebak Lulu biar Lulu bisa nikah sama dia? Tapi kenapa kamu yang malah nikah sama Lulu dan d
Ardi lagi-lagi mau mewek. Pasalnya semua orang kembali menatapnya dengan tatapan tajam dan mengintimidasi. "Ardiiii ...." Rafly memanggil sahabat adiknya dengan sangat lembut tapi tatapan matanya berbeda makna dengan suaranya yang lembut. "Iya Bang. Ini Rafly cerita." Ardi pun bercerita semua yang dia ketahui tentang hubungan antara Zami dan Aulia. "Gaya pacaran mereka gimana?" "I-iya Bang?" Ardi menatap Rafly ketakutan. "Aku tanya gaya pacaran mereka gimana? Pernah ciuman atau ...." "Abang tahu rumah kosong yang jadi tempat Zami buat coba jebak Lulu?" Rafly melotot. "Jangan bilang ...." "Iya Bang, itu TKP mereka. Pokoknya rumah kosong dan sekitarnya." "Terus kamu jadi setannya gitu?!" bentak Rafly. "G-gak Bang. Demi Allah aku gak pernah ikut kalau mereka lagi pacaran. Aku tahu juga karena Zami yang cerita. Lagian aku masih perjaka. Aku masih inget dosa. Kan Abang juga tahu, aku ada adek cewek satu yang masih SMA. Gak tega lah Bang, aku ngerusak cewek. Ntar dibal
Ardi baru bisa meninggalkan rumah keluarga Aiman pukul dua siang. Sebelum dia pulang, Rafly, Alfa, Aiman bahkan Zahra memberinya ultimatum untuk tidak melakukan hal buruk lagi. Dan dia diminta tidak mengatakan apapun pada Zami perihal hari ini.Setelah Ardi pergi, Rafly terlihat ngomel-ngomel sendiri."Gila! Gilaaaa!" ucap Rafly sambil menggaruk kasar rambutnya."Zami mikir apa sih? Bisa-bisanya dia ngelakuin ini semua? Astaghfirullah kena karma kayaknya ini. Pasti ini balasan Allah atas kelakuan Abi dan ibunya si Zami. Ya Allah!" Rafly terlihat frustasi.Syifa mengusap punggung suaminya bermaksud memberi kekuatan. Rafly kemudian menatap ke arah Alfa lalu kepada Lulu."Aku minta maaf ya, Lu. Beneran aku minta maaf untuk kelakuan Zami.""Iya Bang. Semoga aja Teuku Zami bisa bertaubat.""Aku gak yakin. Taubat itu kan datangnya karena hidayah Allah. Kamu lihat abiku, kan? Udah setua itu juga gak pernah berubah.""Ya kita gak pernah tahu, Bang. Kali aja Teuku Zami bisa berubah, ya kan Mas
Anjani masih menatap sang suami dengan tatapan super polos yang dia punya. Faris jadi terhenyak lalu dia terkekeh kembali. "Kamu, benar-benar tak berubah. Cantik, gemesin, polos. Dan aku suka." Faris kembali mengecup bibir Anjani. Kecupan- kecupan ringan dia labuhkan di atas bibir sang istri. "Mas cinta kamu, Anjani. Aku mencintaimu karena Allah." Anjani meneteskan air matanya. Senyumnya terulas. "Jani juga Mas." "Juga apa hmmm?" "Juga mencintaimu, karena Allah." Faris tersenyum lebar. Kata-kata yang selalu dia dengar berpuluh tahun yang lalu akhirnya dia dengar kembali dari bibir sang istri. Faris mendekatkan wajahnya pada wajah sang istri. Deru napasnya terasa hangat. Jantung Anjani berdebar tapi dia juga sudah menunggu. Faris mengecup kening Anjani sepenuh hati. Anjani memejamkan mata. Merasai kehangatan yang menjalar hingga ke seluruh nadi. Faris melepas kecupan. Matanya menatap mata Anjani yang sudah terbuka. Kerinduan tampak jelas di mata keduanya beserta hasrat dan
Bu Nyai Latifah menatap kesal ke keramaian orang-orang di sekitarnya. Lima belas menit yang lalu baru saja ada acara akad nikah untuk Faris dan Anjani. Faris lah yang meminta akad ulang karena dia dan Anjani terlalu lama berpisah. Faris merasa lebih baik mengucap ijab kabul lagi meski secara negara dia masih sah suami Anjani.Anjani juga tak berkeberatan. Aiman pun terpaksa menyetujui. Namun, sebelumnya dia memberi ultimatum super tegas untuk Faris dan tentu saja Faris menyanggupi.Begitu ijab kabul selesai, Anjani memilih bergabung bersama para wanita dengan duduk lesehan bersama para wanita. Aiman dan Kyai Baihaki menyingkir ke gazebo belakang. Sementara Alfa dan Faris terlihat bicara serius di sofa ruang tengah."Fa, nanti aku minta tolong kamu urusin akte Galuh sama surat pernikahan kalian, pokoknya Galuh harus ada identitas sebagai anakku, catet anakku," ucap Faris menggebu-gebu."Iya Aba. Nanti Alfa urus akte sama kartu keluarga Alfa. Sekalian aku nanti pisah akte dari KK-nya Ab
Semua orang kini duduk di ruang keluarga. Namun sejak setengah jam yang lalu, tidak ada yang membahas apapun. Hanya Alfa yang mondar-mandir memanggil mantri lalu mengurusi Faris yang terluka. Begitu Faris sudah diberikan pertolongan pertama kini Kyai Baihaki mengumpulkan semua orang dalam satu ruangan. Fairuz sendiri kini berada dalam asuhan para mbak santri di pondok. Bu Nyai Latifah sendiri ikutan gabung karena kepo. Tak ada yang mempermasalahkan kehadirannya bahkan seperti kehadirannya dianggap tak ada. "Baiklah. Kita selesaikan masalah hari ini juga." Kyai Baihaki menatap kepada Faris yang mengangguk lalu kepada Aiman yang terlihat masih emosional. "Iman. Aku minta, kamu tahan emosimu. Biarkan Faris bercerita terlebih dahulu." Aiman tak bicara apapun tapi Kyai Baihaki tahu kalau Aiman mengerti akan maksudnya. "Faris. Ceritakan semuanya." Faris mengangguk. Dia pun bercerita bagaimana dia sadar, dan bagaimana dia selalu menanyakan dimana Anjani. Tapi jawaban kedua orang tuanya
Faris terus menarik tangan Anjani. Keduanya entah pergi kemana, mereka pun tak tahu. Pokoknya saat itu, Faris hanya berpikir yang penting mereka menjauh sejauh-jauhnya dari si nenek sihir."Lepas! Lepas! Aku bilang lepas!" teriak Anjani. Dia mencoba melepaskan cekalan Faris dengan kasar. Tapi sulit hingha akhirnya bisa terlepas saat Anjani menggigit lengan kanan Faris."Aaaa!" teriak Faris.Cekalan Faris pun terlepas. Anjani menatap Faris dengan linangan air mata. Dia lalu berbalik hendak pergi meningalkan Faris. Dia berlari secepat mungkin namun Faris mengejarnya."Tunggu Anjani!"Anjani terus berlari tapi Faris berhasil menyusul dan secepat kilat meraih tangan Anjani menyebabkan Anjani sedikit tertarik hingga menubruk dada Faris yang meski sudah tua masih terasa bidang."Tunggu dulu. Jangan pergi.""Lepas!""Gak. Gak akan aku lepas lagi."Anjani berontak. Faris tak mau kehilangan sang istri lagi."Lepas! Lepas brengsek!" teriak Anjani."Gak akan Sayang. Mas gak akan lepasin kamu lag
Sepanjang perjalanan Alfa menoleh ke kiri dan ke kanan. Dia sedang mencari keberadaan ayah mertuanya. Sama dengan Alfa, Kyai Baihaki dan Hanan juga ikut mengedarkan pandang. Hanan malah sudah mengkode sepupunya itu.“Bapak mertuamu, mana?” bisiknya.“Aku juga lagi nyari.” Alfa juga berbisik.Sampai di rumah, sosok Faris tetap saja tak ketahuan rimbanya. Nomer telepon Faris juga tidak aktif. Bahkan, ketika Alfa menelepon salah satu ustaz yang tinggal di sebelah rumah yang ditinggali Faris, sang ustaz mengatakan kalau Faris sudah tak terlihat sejak dia keluar dari rumah.Alfa ingin mencari tapi dia tak bisa karena ada beberapa urusan pekerjaan yang harus dia urus. Hanan sendiri malah sudah disuruh balik pagi itu juga, karena mau ada tamu sementara sang abah belum bisa pulang karena ada suatu urusan mendesak. Kyai Baihaki juga sama, beliau sibuk dengan jadwal ngajarnya yang padat pun Bu Nyai Khomsah. Galuh bahkan sudah kembali sibuk mengurusi sekolah. Zahra sendiri memilih menghabiskan w
Galuh menggerakkan tubuhnya. Dia kaget dan segera bangun. Galuh mengucek-ngucek matanya. "Mas Alfa?!" pekik Galuh mendapati sang suami sudah di kamar dan tidur di sebelah kirinya seperti biasa. "Mas Alfa. Mas." Galuh mengguncang bahu sang suami, pelan. Alfa seperti tidak merespon. Jadilah Galuh mengguncang lebih keras "Hem." Alfa hanya bergumam dan malah kembali tidur tak lupa dia menarik sang istri agar rebahan lagi. Galuh sedikit memekik tapi dia rebahan juga. Galuh memiringkan badan ke sang suami. Kini keduanya tidur berhadapan. Dia mengguncang bahu Alfa lagi. "Mas. Mas kapan pulang? Kata Abah Mas Alfa mungkin baliknya besok baru OTW dari Tegal. Kok sudah di sini?" Galuh menatap jam di dinding yang menunjuk pukul setengah tiga pagi. Dia lalu menoleh ke arah Fairuz yang masih bobo anteng sambil memeluk gulingnya. "Mas, ish. Jangan tidur, kamu belum jawab pertanyaanku. Mas pulangnya kapan?" Alfa sedikit membuka matanya lalu kembali merem. Lagi, Alfa mengeratkan pelukannya pad
Galuh dan Anjani masih berpelukan. Lalu Galuh tiba-tiba ingat sesuatu."Ibu.""Iya, Nduk.""Bu, berarti Galuh bukan anak hasil zina, kan? Galuh bukan anak haram, kan?" tanya Galuh dengan binar mata penuh ketakutan.Anjani menggeleng. Dia meraih kedua pipi sang putri."Bukan. Ibu menikah saat usia ibu sembilan belas tahun lebih satu bulan. Ibu dan ayahmu menikah resmi, Sayang. Di rumah kakekmu dari pihak ibu. Ada saksi ada buku nikahnya juga. Hanya saja bukunya hilang saat ibu dalam pelarian." Ada raut sedih di wajah Anjani. Galuh jadi ikutan sedih."Bu."Anjani mencoba tersenyum. "Tidak apa. Semua luka dan kesedihan ibu sudah terganti dengan kamu yang tumbuh baik seperti sekarang. Itu sudah cukup."Galuh mengangguk. Lalu antara rasa ragu dan rasa penasaran, rasa penasarannya lebih besar. Jadilah dia bertanya saja perihal ayahnya."Lalu, siapa ayahku?"Senyum yang sejak tadi sudah mulai Anjani keluarkan terganti dengan raut sedih. Galuh merasa bersalah sekali. "Bu, maaf. Galuh cuma ..
Anjani terlihat gelisah. Dia menatap ke seluruh ruangan hingga matanya tertuju pada lemari berkaca bening dengan setumpuk album foto di sana. Anjani menoleh ke kanan kiri. Dia penasaran tapi dia takut dikira tidak sopan. Tangannya tetulur memegang gagang pintu. Dia dilema diantara harus membuka atau meminta ijin.Diantara kebimbangannya, Bu Nyai Khomsah kembali masuk rumah. "Bu Anjani.""Ya," jawab Anjani kaget."Ada apa?""Maaf. Saya cuma ...." Anjani melirik ke arah lemari penuh album foto. Dia malu ketahuan tidak sopan tapi dia juga penasaran. Bu Nyai Khomsah tersenyum. "Diambil saja. Di sana banyak fotonya Galuh. Saya tahu, njenengan katanya sayang banget sama itu anak.""Nggih Bu Nyai. Saya sayang banget sama Lulu. Bahkan saya sudah menganggap Lulu anak saya."Bu Nyai Khomsah terkekeh. "Ya gimana gak sayang ya? Anaknya cantik, gemesin gitu. Saya juga begitu Bu Anjani. Uh, apalagi pas Galuh masih kecil. Nggemesine puol. Lihat aja foto-fotonya.""Apa saya boleh lihat, Bu Nyai?""
Bu Nyai Khomsah terlihat menautkan dua alisnya. Kabar yang dibawa sang suami lewat sambungan telepon membuatnya kaget. Rupanya bukan hanya Bu Nyai Khomsah, Galuh juga sudah menerima berita itu dari sang suami."Iya Mas. Aku gak papa. Tenang aja. Mas selesaikan urusan Mas di sana."Galuh mengangguk beberapa kali lalu menimpali ucapan sang suami. Sambungan pun berakhir setengah jam kemudian. Galuh terlihat menghela napas, dia kembali ke ruang tengah dimana sang umi rupanya baru juga selesai menelepon."Ada apa Bu Nyai? Kok kelihatan sedih begitu?" pancing Zainab. Jujur saja dia penasaran tentang kabar dari Andalusia tapi dia mencoba bermain cantik."Lulu juga kelihatannya habis denger berita yang gak bagus."Galuh yang baru duduk di samping ibu Anjani bercerita kabar yang dia dengar dari sang suami."Astaghfirullah, bisa begitu?""Iya Budhe. Kata Mas Alfa ini bukan yang pertama, tapi pas Bu Nyai Sepuh meninggal juga begini. Putranya bahkan sampai menelepon dan menghubungi banyak orang,