Galuh menatap ponselnya dengan intens. Pasalnya ada sebuah nomor asing yang sejak beberapa menit yang lalu selalu menghubunginya. Hanya saja belum sempat dia angkat karena Galuh sedang sibuk.Ponselnya kembali bergetar. Nomer yang sama. Galuh pun segera mengangkatnya. Dia mengucap salam tapi tidak ada balasan salam. Justru suara laki-laki yang terdengar penuh kemarahan yang dia dengar."Kamu Galuh?""Iya, saya. Anda siapa?""Munajat. Ayah Shadi," balas si penelepon dingin.Galuh tersenyum. Dalam pikirannya dia sudah memiliki gambaran akan apa yang kira-kira Munajat katakan padanya."Ooooo, ada urusan apa Anda menelepon saya?""Jauhi Alfa!"Kan? Sudah jelas apa tujuan Munajat meneleponnya."Pergi yang jauh. Jangan coba ganggu hubungan Shadi dengan Alfa dan keluarganya. Jika kamu tak mengindahkan ucapanku, terima akibatnya. Akan kupastikan kamu, Alfa bahkan An-Nur sengsara! Aku tidak main-main. Jangankan kamu, si anak tak punya orang tua, orang penting yang berani menggangguku dan kelua
Alwi menatap sang kakak dengan mata yang memerah. Alfa sebetulnya bingung sang adik kenapa. Tapi dia memilih tidak bertanya. Justru Hanan lah yang kepo."Kamu kenapa, Wi? Masih kena sawan rumah sakit ya? Melototin Alfa kayak gitu."Alwi melirik Hanan kesal lalu kembali menatap Alfa dengan kebencian yang sudah taraf tingkat tinggi. Alfa menghela napas. "Kalau mau marah sama aku, luapin aja, Wi? Aku gak ngerti kamu marah sama aku gara-gara apa? Tapi kalau kamu cerita, mungkin aku jadi paham masalahmu apa.""Mas Alfa kenapa gak segera lamar Shadi sih?"Alfa menaikkan alisnya. Hanan sendiri hanya membentuk huruf 'O' dengan mulutnya tanpa suara. Rupanya masalah lamaran Alfa dan kalau dirunut pasti menyangkut urusan Galuh juga yang lagi diributin sama Alwi."Kenapa kamu tanyakan hal itu?""Karena Mas Alfa kelamaan jadi Galuh yang kena!" ketusnya."Gara-gara Mas Alfa plin plan dan gak cepet-cepet lamar Shadi, sekarang nama Galuh jadi rusak. Galuh dikatain pelakor. Mana dia yang harus pergi
Alwi meminta ketemu Galuh. Sayang, Galuh tak mau. Dia bahkan hanya mengirim sebuah chat yang isinya mengingatkan tentang kesepakatan mereka berdua.[Ingat kesepakatan kita, Gus. Dua tahun. Saya beri waktu njenengan dua tahun untuk berusaha]Alwi kesal. Dia melempar ponselnya dan jatuh di lantai. Alwi makin kesal karena dengan tidak adanya ponsel di tangan, dia jadi semakin bosan menunggu hingga hari besok. Besok Galuh akan berpamitan pada semua penghuni An-Nur. Alwi ingin dia bertemu hanya berdua saja sebelum dia pergi. Alwi ingin meyakinkan Galuh sekali lagi. Alwi ingin berjuang, sayang Galuh tak memberi kesempatan.“Aku pengen ketemu, Luh. Aku pengen yakinin kamu lagi. Aku kangen. Aku gak bisa begini, Luh.” Alwi tampak menderita akibat rasa rindunya pada Galuh. Dia menangis.“Aku yakin kamu pasti sedang bersiap-siap, kan? Aku ingin bantu kamu, Luh.”Alwi terus merasa nelangsa, tanpa dia sadari pintu kamarnya terbuka menampilkan sang ibu. Bu Nyai Latifah kesal melihat kondisi Alwi.“
Galuh sedang berdiri di hadapan para santri putri sekaligus siswi di SMK An-Nur yang dia ajar. Hari ini adalah perpisahan terakhir dengan para keluarga besar An-Nur. Setelah perpisahan dengan para santri, dia akan langsung ke Malang.Di sana, ada juga para ustazah dan santriwati senior termasuk Bu Nyai Khomsah, Kyai Baihaki, Alfa, Alwi dan Bu Nyai Latifah. Jauza, Hanan dan Nabila juga ada. Terlihat sekali masih ada santri yang terlihat kurang respek saat nama Galuh disebut oleh Kyai Baihaki untuk maju ke depan. Tetapi beberapa dari mereka terutama yang diberi hadiah oleh Galuh sudah kembali seperti biasa. Mereka justru menyemangati Galuh dengan memberi tepuk tangan yang meriah.Galuh memberikan senyumnya pada mereka sebelum maju menuju ke podium. Saat sudah naik podium, Galuh tidak kaget mendapati masih ada penghuni pondok yang menatapnya penuh celaan. Galuh yakin, mereka yang masih tak menyukainya, mau berkumpul itu pun pasti karena rasa hormat pada kedua orang tua angkatnya.Galuh
Galuh dan Alfa sudah menunggu di stasiun Kebumen tepatnya di daerah Panjer. Keduanya sejak tadi hanya diam saja. Mereka sibuk dengan pikiran dan perasaan masing-masing. Hanan dan Nabila yang menemani hanya bisa menatap sedih dua pasangan di depan mereka.“Mas Hanan.”“Iya, Bil.”“Kasihan mereka. Aku yakin aslinya pada suka tapi terhalang kasta dan realita.”"Sama sifat plin plan Alfa.""Betul. Aih, coba Mas Alfa sat-set gak bakalan begini dramanya."Hanan hanya menghela napas. “Mau gimana lagi, Bil. Wis kadung begini. Mau dibenerin justru akan banyak hati yang terluka.” Hanan mencoba bersikap bijak. “Iya juga.”Kedua calon pasangan suami istri yang akan segera melangsungkan pernikahan dalam beberapa bulan ke depan, hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk sahabat serta saudara mereka. Sementara itu, baik Alfa dan Galuh masih sama-sama diam. Alfa yang akhirnya memecah keheningan di antara keduanya.“Luh, nanti kalau sudah sampai Malang, kamu rencananya mau ngapain?”“Gak tahu, Mas. Bel
Tere Liye Hum Hain Jiyeh, Honthon Ko Siye-Demi kamu, aku kan hidup dengan mulut tertutupTere Liye Hum Hain Jiye, Har Aansoo Piye-Demi kamu, aku hidup dengan menahan semua air matakuDil Mein Magar, Jalte Rahe, Chaahat Ke Diye-Tapi di dalam hatiku, cahaya cinta kan terus menyalaTere Liye, Tere Liye– Demi kamu, demi kamuTiba-tiba suara alunan musik India terdengar entah lewat ponsel siapa. Tapi lirik itu seakan menjadi isi hati dari seorang Muhammad Alfaraz Baihaki. Dia menatap ke seluruh area yang bisa dia jangkau. Dia mencari dan terus mencari tapi tak dia temukan yang dia cari. Alfa kembali berjalan, melongok ke kiri, kanan, ruko atau setiap bagian sudut yang bisa dia jangkau. Bahkan yang lebih tidak masuk akal, dia masuk ke salah satu gerbong kereta. Menyisiri setiap kursi satu per satu. Mencari sesosok wajah yang begitu dia rindukan. Padahal semalaman mereka bersama. Duduk berdua, sesekali berbicara dan bisa mendengarkan deru napas masing-masing ketika tidur. Sosok itu kini
Alfa sedang duduk melamun di ranjang salah satu kamar tamu di rumah Kyai Nabhan, ayah Nabila. Dia sudah menunaikan sholat dhuhur tapi belum mau makan. Hanan sudah memaksanya, bahkan Kyai Nabhan sampai turun tangan, tapi tak berhasil membujuk putra tunggal Kyai Baihaki itu untuk makan. Mereka pun membiarkan karena merasa Alfa akan bak-baik saja. Yang dibutuhkan Alfa saat ini adalah kesendirian dan waktu.Alfa bergeming karena ponselnya berdering. Dia segera mengambil ponselnya. Berharap kalau yang menghubungi adalah Galuh. Ternyata nama Shadiqah yang muncul.Alfa menaruh ponselnya di ranjang. Dia kembali bersandar. Alfa memejamkan mata. Ponselnya terus berdering tapi dia tak peduli. Alfa membuka matanya lalu tatapannya tertuju pada koper Galuh. Alfa sontak bangun dan menuju ke koper.Dia mencoba membuka koper Galuh. Rupanya dikunci dengan angka. Dia mencoba membuka dengan berbagai angka yang dia pikir akan Galuh gunakan. Ternyata tak bisa. Beruntung Alfa pernah kelupaan angka sandi ko
Iklas memeluk sahabatnya dengan erat. "Alhamdulillah, Ane bisa ketemu Ente lagi. Kirain bakalan lama ketemunya."Iklas menyalami Hanan. Dia pun mengajak kedua tamunya ke kontrakannya."Maaf ya, cuma kontrakan kecil. Habis ngapain ane ngontrak rumah, hidup cuma sendirian pula.""Ya cari bini, Mas," celetuk Hanan."OTW Mas Hanan.""Udah ada?""Belum sih.""Ah elah. Kirain udah ada."Iklas dan Hanan tertawa. Hanya Alfa yang merespon lewat senyum tipis saja. Iklas melirik sahabatnya. Dia mengawasi Alfa dari atas hingga ke bawah. Sedikit kaget melihat penampilan sahabatnya yang tampak kurus, tidak rapi dan rambut awut-awutan. Padahal dia tahu, Alfa yang dia kenal selalu berpenampilan rapi dengan rambut cepak bukannya agak gondrong dan awut-awutan."Ente sakit, Fa?" tanya Iklas penasaran. Dia juga sedikit khawatir dengan kondisi Alfa."Malarindu dia." Hanan yang menjawab. Iklas tentu saja langsung menggoda sahabatnya. Menyuruh sang sahabat nyamperin calon bini."Oooo. Sama anak mantan dube
Alfa sedang duduk sambil menikmati es buah di salah satu meja bersama teman-temannya yang lain. Sesekali mereka bercerita dan tertawa. Di sebelahnya ada hijab yang menghalangi dan tanpa bertanya pun Alfa paham kalau di seberang hijab adalah para tamu wanita termasuk teman-teman Syifa di sana.“Sssst, lihat cowok yang tadi sama Teuku Rafly, kan?”“Yang cowok dari Jawa itu, kan?”“Iya.”“Ganteng ya?”“Banget.”“Hihihi, udah punya istri belum ya?”“Aku udah tanya Bang Rafly, masih munfarid tapi udah ada anak cewek satu?”“Anak?!” pekik semua gadis. Lalu mereka menutup mulut, takut dimarahi para tetua karena berisik.“Anak angkat.”“Oooo.”Para wanita yang tadi kaget kini bisa menghela napas lega termasuk gadis bercadar yang sedang duduk sendirian. Pasalnya tiga rekannya yang bercadar juga, sedang meng-ASI-hi anak mereka masing-masing. Ya, dari mereka berlima, hanya Lulu alias Galuh yang masih single. Galuh yang tidak ada teman ngobrol malah jadi ikutan mendengarkan gosip.Tak berapa jauh
Zalina sesekali melirik ke arah Alfa. Dia benar-benar mengagumi wajah Alfa yang tampan. Mana perawakan Alfa mirip sekali seperti kakak pertamanya yang tinggi besar. Jadi terlihat gagah. Kulit Alfa yang tidak terlalu putih juga menunjukkan pesona khas lelaki Jawa yang membuat Zalina betah memandang Alfa."Kamu bisa gak sih, gak kelihatan ganjen gitu, Lin," bisik Zami. Dia tentu saja sejak tadi bisa melihat tingkah genit sang adik yang sebentar-sebentar melirik Alfa."Ganteng, Bang. Mana gagah lagi.""Cih, gantengan aku.""Apaain sih, Abang mah kerempeng, noh Bang Rafly itu baru gagah bin ganteng. Kayak Bang Alfa juga."Zalina kembali tersenyum saat menatap Alfa. Sebetulnya sudah sejak tadi Zalina mencoba mencari perhatian Alfa. Sayang, si kanebo kering lebih banyak menunduk selama pengajian dan jarang menatap lawan jenis. Hal itu membuat Zalina merasa tertantang. Pasalnya di desa ini dia terkenal paling cantik dan jadi idaman banyak pria. Jadi kalau ada pria yang tidak melirik dirinya,
“Dedek Faaaaay, Abah mertuamu datang!” teriak Hanan menggema. Fairuz yang sedang bermain di halaman belakang langsung melempar mainannya dan berlari menuju Hanan.“Masya Allah, mantuku yang cantik, giimana kabarmu, Sayang?” Hanan membopong Fairuz lalu mencium gemas kedua pipi Fairuz.“Woi! Lepasin anakku gak!” “Gak mau ya, orang Fay calon mantuku ya Nak ya."“Iya.”“Tuh, weeee.”Hanan kini memutar-mutar tubuh Fairuz. Bukannya takut, Fairuz malah minta lebih tinggi. Tak berselang lama Nabila dan sang putra yang kini berusia delapan belas bulan juga datang.“Fay Sayang? Peluk Umi, Nak?”“Umiii.”“Aaaaa, calon mantuku.”Nabila mengulurkan dua tangannya. Fairuz minta turun dari gendongan Hanan. Si gadis cilik berlari ke arah Nabila lalu keduanya berpelukan.“Masya Allah kamu tambah cantik, Nak.” Tak lupa Nabila mengecup pipi gembul Fairuz saking gemasnya.“Kim Kim Kim peyuk.” Bocah lelaki berusia delapan belas bulan bernama Hakim, menarik-narik baju Fairuz. Fairuz tertawa. Dia memeluk ge
Alwi sedang asik makan siang di ruang tamu sambil sesekali ngobrol dengan Fairuz. Kyai Baihaki dan Bu Nyai Khomsah sedang berada di pondok. Alfa sendiri sedang menemui dua pengurus pondok putra, membahas beberapa hal penting di ruang perpus merangkap ruang kerjanya."Fay.""Ya Om.""Pengen punya ibu gak? Cari sana, bapakmu kan banyak yang naksir.""Fay udah punya Umi.""Siapa?""Umi Galuh. Kan kita sama wajahnya."Fairuz menunjuk kedua pipinya dengan kedua jari telunjuk. Tak lupa matanya dia kedip-kedipkan."Dih! Bukan ya! Galuh itu calon istri masa depan om.""Umi aku weee.""Istriku.""Umiku!"“Istriku.”“Umiku Umiku Umiku!”"Istriku istriku istriku!"Alwi tak mau kalah ngotot dengan Fairuz. Mereka berdua bagai kucing dan anjing. Meski Fairuz suka diledekin sama Alfa, tapi ledekan Alfa hanya akan membuat Fairuz jengkel sebentar lalu tertawa karena Alfa pintar menjungkir-balik hati sang anak yang jatuhnya tidak akan bisa betah lama-lama marah pada sang abah. Sementara Alwi, polahnya
2 Tahun 4 Bulan KemudianAlfa masih bergelung nyaman di kasurnya. Maklum dia baru saja sampai rumah mendekati subuh. Setelah sholat subuh, Alfa memutuskan untuk tidur karena rasa lelah dan kantuk yang tak tertahankan. Rasanya baru saja dia terlelap, gedoran di pintu kamarnya terdengar menggema.Alfa bukannya bangun, malah mempererat pelukannya pada bantal guling kesayangan. Aksi yang membuat si penggedor jadi tidak sabaran dan memilih masuk setelah mengucap salam.“Assalamu'alaikum, Abaaaaah!” teriakan gadis cilik berusia tiga tahun menggema di seluruh kamar.Bukannya bangun, Alfa malah makin mengeratkan pelukan pada guling. Sang gadis cilik kesal, dia menggelembungkan kedua pipinya.“Abaaah, banguuuun!” teriaknya.Fairuz langsung saja menuju ke ranjang. Tak lupa dia menduduki punggung Alfa sambil berteriak membuat Alfa kaget dan sontak membuka matanya.“Abaah, bangun bangun bangun. Abah kok tidur mulu, ih! Bangun!” teriak Fairuz.Alfa masih ngelag, dia membuka matanya. Awalnya kurang
Alfa menatap sendu nisan bertuliskan 'Melati Anggraini binti Fulan'. Dengan bantuan Aidan, mereka bisa mencari panti asuhan tempat Melati dulu dirawat. Sehingga Melati bisa dimakamkan di pemakaman dekat panti asuhan "Kasih Bunda" tempat Melati dibesarkan dari bayi.Jamilah, sang pemimpin panti serta beberapa penghuni panti yang mengenal Melati sangat terpukul dengan kematian Melati. Bagi mereka, Melati adalah orang baik yang ramah, penuh kasih sayang dan menyenangkan.Jamilah, mencoba tegar. Dia mengusap air matanya lalu menatap ke arah Alfa dan Aidan."Terima kasih, karena sudah mau mengurusi jenazah Melati dan membawanya kemari."Jamilah menghela napas. "Anak itu sangat cantik dan baik. Makanya Amer jatuh cinta padanya. Sayang, kedua orang tua Amer menentang. Tapi dasarnya Amer keras kepala dia tetap nekat. Melati juga sudah terlalu bucin. Sudah saya larang, tapi dia tetap nekat."Jamilah tersenyum lemah. "Meski tanpa restu mereka tetap menikah. Meski banyak ujian terutama dari kelu
"Astaghfirullah!""Ya Allah!""Allahu akbar!""Aaah!"Bruk! Brak! Jeder!Dentuman demi dentuman, teriakan demi teriakan, takbir hingga ucapan istighfar menggema jadi satu. Suasana di sekitar Tol Calarang tepatnya di kilometer 82 benar-benar kacau. Ada sekitar 17 mobil pribadi yang ikut menjadi korban tabrakan beruntun yang disebabkan oleh truk pembawa kardus. Jeritan dan teriakan terus menggema. Beberapa mobil yang berada di depan atau belakang lokasi mobil yang bertumpuk, berhenti. Beberapa dari mereka ada yang keluar dari mobil untuk membantu para korban. Beberapa dari korban yang selamat, mencoba menyelamatkan diri.Alfa merasakan rasa sakit di bahu dan pelipisnya. Dia melirik ke arah belakang tempat kedua temannya berada."Hanan! Iklas!" teriaknya.Alfa mencoba melepaskan diri dari himpitan. Dia tak bisa keluar dari kanan, sehingga Alfa mencoba keluar dari pintu samping kiri. Meski merasakan sakit yang luar biasa, Alfa segera menuju ke bagian belakang, tampak Hanan dan Iklas yang
Tiga anggota keluarga Munajat masih berada di ruang tamu bersama Eko. Keempatnya tidak ada yang bersuara, semua diam dengan pikiran masing-masing. Ponsel Munajat berbunyi.“Bagaimana?”“Penyadapan. Ada seseorang yang bisa masuk ke sosmed Arkan dan penyimpanan foto beserta video Arkan yang tersimpan di gdrive.” Suara seseorang terdengar di seberang telepon.Munajat tertawa keras sekali. “Kamu mau bilang, si bedebah Alfa punya backingan orang yang tidak biasa?”“Betul. Tapi, kami tidak bisa melacak siapa orangnya, Tuan."“Hahaha, tidak usah dilacak. Percuma, aku yakin dia pasti orang cerdas nan cerdik. Mainnya halus.”"Iya Tuan.""Gadis itu bagaimana?""Sama Tuan. Hilang jejak."Lagi, Munajat tertawa. "Baiklah. Baiklah."Munajat memberi beberapa perintah untuk anak buahnya lalu dia menutup sambungan. Munajat menyandarkan punggung di sofa. Dia memijit pelipisnya. Pikirannya kemana-mana.Lama, keheningan kembali melanda hingga Yunita, istri dari Munajat memberanikan diri untuk mendekati s
"Mas Alfa," lirih Shadiqah. Alfa tak menjawab. Dia hanya menatap tajam sosok Shadiqah tanpa berkedip. Pak Eko yang baru datang melirik ke arah Shadiqah, Alfa, Shadiqah lagi lalu ke Alfa dan kini ke arah duo Hanan-Iklas yang terlihat sedang berbisik-bisik."Gila, udah mahir, Bro. Aku aja yang mau nikah masih deg-degan, bingung gimana besok nyium biniku pertama kali," bisik Hanan."Binimu masih segel kan?" bisik Iklas juga."Segel lah. Santri tahu. Dididik agama dengan baik insya Allah.""Good job, Bro. Wah, besok aku kudu pinter nyari calon bini, Alfa aja yang perfeksionis sampai ketipu.""Harus, Mas Bro. Harus!"Hanan dan Iklas terus berkasak-kusuk. Shadiqah sendiri fokus menatap Alfa. Dia jujur takut, Alfa melihat semua yang dia lakukan."Ma-""Pakai baju yang sopan dulu, Sha. Saya tunggu. Dan ... kalau tak ingin memakai kerudung, tak masalah. Penting bajumu sopan dan terutama ... tutupi lehermu!" ucap Alfa dingin. Ada ketegasan juga dalam suara Alfa.Shadiqah meneguk ludahnya kasar