POV RANDU & REYNOLD
Malam itu hujan cukup deras mengguyur kota, Randu berada sendiri di dalam kantor sambil memegangi kepala. Dia tak tahu harus berbuat apa karena surat yang ada di hadapannya kini harus segera di serahkan kepada Rio.
Suara dentang dari bell yang ada di pintu mengejutkan dirinya, terlihat Reynold sedang memasuki kantor dengan pakaian kusut dan juga basah.
"Hujan malam ini cukup besar sekali brother!" kata Reynold sambil mengepak-ngepak tubuhnya.
Dia langsung memutar bola matanya menatap Randu karena tidak mendengar jawaban darinya, perlahan Reynold mendekat sisinya.
"Surat apa itu?" tanya Reynold perlahan mengangkat selembar kertas yang berisikan pasal perjanjian serah terima.
"Kau gila!"
"Apa-apaan ini?" pekik Reynold setelah membaca semua isinya.
"Entahlah Rey, dari sejak tadi aku bingung harus berbuat apa!" jawab Randu meremas kepala dengan kedua tangannya. Kemudian dia menceritakan apa
"Sebaiknya kau urus saja dia,""Biar Kayla menjadi urusanku," jawab Reynold kemudian meninggalkan keduanya.Saat berada di luar kamar, dia segera menghubungi Kayla untuk meminta dirinya segera datang ke Kafe Jonnah yang berada tidak jauh dari rumahnya. Reynold langsung tancap gas untuk segera menuju ke tempat tersebut.Sesampainya di sana, dia sudah melihat Kayla sedang duduk di luar bersama dengan Tuan Jonnah, sang pemilik kafe."Halo Rey!""Apa kabar!" sapa pria berusia 65 tahun itu saat dia mendekat ke arah Kayla.Keduanya saling berpelukan karena sudah cukup lama Reynold tidak mengunjungi tempat itu, terlebih kepergian Kayla ke luar negeri membuat dia enggan untuk datang kemari sendirian."Kemana dia?" tanya Tuan Jonnah menyapu sekelilingnya mencari keberadaan Randu."Kau masih mencari bocah nakal itu?" celetuk Kayla menyela pertanyaan Tuan Jonnah."Dia sedang berada di luar kota tuan, dan sekarang kami telah berpisa
Rio melihat sebuah kertas yang berisikan plan map mega project yang pernah akan di jalankan bersama dengan Mr. Alan. Ternyata Randu menjual semuanya kepada Damien tanpa sepengetahuan Kayla dan juga Reynold karena Mr. Alan hanya ingin berdiskusi masalah ini dengan Rio.POV KAYLA DAN RANDUMalam itu Kayla mendapat telepon pada pukul 3 dini hari, dia segera menemui Randu di depan rumahnya."Maaf Kay, semuanya rencana yang kita susun di tolak mentah-mentah oleh Alan," kata Randu saat Kayla masuk ke dalam mobilnya."Damien tetap ingin menghabisi Rio dan keluarganya, karena Alan tidak ingin kembali bekerjasama dengannya lagi," sambung Randu dengan air muka penuh dengan kegelisahan.Kayla hanya bisa menarik nafas dalam-dalam, karena tidak ada jalan lain untuk membereskan masalah ini semua, kecuali mengembalikan Mr. Alan ke posisi semula. Tapi dia tahu, jika sang pemilik uang sudah terkesima dengan cara kerja Rio yang cek
Kayla terus saja berbicara hingga dia mendengar suara-suara perdebatan kecil di balik telepon, kemudian dia menekan tombol volume yang ada di bagian kanan, untuk mendengarkan semuanya. Matanya mulai menyipit seolah sedang berusaha mengenali suara di balik ponsel.Lengannya terus menggenggam erat ponsel miliknya sambil menghadapkan pengeras suara ke arah lubang telinga."Lucy!""Kau kah itu?" tanya Kayla setelah beberapa detik kemudian dia mulai mengenali suara tersebut.Hati Reynold mulai tak karuan, dia terus memainkan dasi karena takut ketahuan jika Rio sedang berada di Club Seven Eight bersama dengan Andini."Halo Lucy jawab aku!" Kayla terus memanggil namanya."Halo Kay, maaf jika aku lancang telah berani menjawab panggilan darimu," terdengar jelas suara Lucy di telinga Reynold."Dimana Rio?" tanya Kayla menaikkan nada bicaranya."Ah...ma-maaf Kay, dia tidak sadarkan diri kar
Anna mengunci mulutnya rapat-rapat, dia tak ingin kenangan di masa lalunya itu harus di ungkap kembali kepada putra kesayangannya. Dia hanya menepuk pundak Rio lalu mengusapnya dengan penuh kasih sayang."Ayahmu sudah mulai membaik,""Ibu harap hubungan kalian pun ikut membaik," kata Anna lalu meminta Rio untuk duduk di sampingnya.Pukul 11 malam Robby terlihat berada di atas kursi roda bersama dengan salah seorang petugas medis. Rio langsung menyambutnya kemudian membawa Robby ke ruang rawat terbaik di rumah sakit ini."Darimana saja kau Rio?" tanya Robby saat Rio mendorongnya."Maafkan aku ayah, semalam ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan," jawab Rio membuat alasan klise kepada Robby.Pagi hari Rio berpamitan kepada kedua orangtuanya, dia berjanji akan kembali setelah project bersama dengan Bosley selesai. Hari itu Rio langsung menemui Andini, kemudian membawanya ke sebuah studio yang berada tidak jauh dari kantornya."
Rio kehilangan kata-kata setelah mendengar semua cerita darinya, ternyata impian yang ia raih selama ini bukan hasil dari jerih payahnya. Dia merasa rendah di hadapan Kayla, karena telah memperjuangkan semuanya untuk Rio."Lalu sekarang dimana Damien?" tanya Rio penasaran dengan pria yang telah menghancurkan semuanya itu."Sayang, aku mohon...,"Kayla mendekat ke samping Rio kemudian memberikan pelukan yang menyatukan luka dan cinta, dia tak ingin Rio membahas masalah ini lagi. Apalagi dia harus berurusan dengan mafia keji yang tidak pernah pandang bulu."Aku hanya ingin mengembalikan harkat kedua orangtuaku Kay," berbisik ke telinga Kayla."Please, dengarkan aku mas,""Jangan buat masalah ini jadi runyam kembali, hanya karena kamu terlalu egois," ucap Kayla menatap Rio dengan penuh harapan."Sebaiknya kau pulang Kay, aku sedang ingin sendiri," Rio mendorong lembut tubuh Kayla, kemudian dia segera keluar dari kamar ini sambil
Gema suara mantan sahabat karibnya itu merasuk ke telinga Rio hingga membuat kedua matanya terus berkeliling, mengamati keadaan sekitarnya."Randu!" gumam Rio terus mencari keberadaannya.Suasana di ruangan itu sangat redup, beberapa killatan cahaya nampak dari mezanine yang terbuat dari besi. Derap langkah kaki dari sepatu yang di kenakan Randu mulai menelisik ke dalam telinga Rio, perlahan dia mulai mendongkakkan kepalanya ke atas."Halo Rio!" sapa Randu kemudian menyalakan semua lampu ruangan.Dia melipat kedua tangannya di atas pagar besi lalu melemparkan senyuman sinis kepada Rio. Di sampingnya terdapat belasan anak buah Randu sedang mendampingi dirinya, di lengkapi dengan senjata laras panjang.Kedua mata mereka saling beradu pandang, menyimpan banyak rahasia di masa lalu yang telah terkubur di dalam hatinya masing-masing."Aku pikir Kayla sudah mengatakannya kepadamu Rio," Randu berjalan menuruni anak tangga yang ada di belakang
Rio benar- benar tidak berdaya, seluruh tubuhnya terkulai lemas di atas brankar ambulance. Kedua matanya tertutup rapat, dan wajahnya masih berceceran noda berwarna merah.Kayla mendampingi Rio menuju rumah sakit, air matanya mengalir begitu deras melihat kekasihnya harus mengalami hal ini. Sesampainya di sana Rio langsung di beri tindakan oleh petugas paramedis agar dia bisa segera pulih."Kayla!" Reynold berlari dari ujung lorong mendekati Kayla, dia tidak bisa menyembunyikan kepanikan di wajahnya."Bagaimana keadaan Rio?" tanya Reynold langsung meraih tubuh Kayla untuk memberikan kekuatan kepadanya."Randu hampir saja menghabisinya Rey!""Aku takut Rey!" air mata Kayla begitu deras mengalir dari kelopak matanya.Reynold tidak sempat menemani dirinya karena dia harus menghapus beberapa bukti yang bisa menjerumuskan Rio ke dalam masalah yang lebih besar. Karena dia tahu jika Rio adalah orang yang ceroboh, jadi dia memutuskan untuk per
"Randu kembali ke kota ini?" tanya Reynold dengan kerutan di dahinya."Apa yang dia lakukan sebenarnya Rey?" Kayla berjalan mondar-mandir sambil mengusap dahinya."Sudah dua hari ini aku tidak berkomunikasi dengannya sama sekali," jawab Reynold kemudian mencoba untuk menghubunginya.Melihat ketegangan di wajah Kayla, Reynold memberanikan diri untuk menghubungi Andini."Apa Rio sedang bersamamu?" tanya Reynold dari balik telepon."Pagi ini aku tidak berkomunikasi dengannya, karena kemarin kami berdua sudah menghabiskan waktu bersama," jawab Andini penuh kebahagiaan.Reynold sadar jika dia tidak bisa terlalu banyak bicara, kuatir jika pembicaraan mereka terdengar oleh Kayla.10 menit kemudian terdengar suara ketukan pintu, Kathy datang membawa dokumen di tangannya."Aku mendapat kontrak dari Gerard & Smith Company," ucap Kathy menyodorkan berkas yang ada di tangannya kepada Kayla.Dia segera membukanya satu persa
Beberapa pria bertopeng mulai berdatangan dari segala arah, langkah mereka terukur, namun mengancam. Di tangan mereka, senjata laras panjang mencuat, siap memuntahkan peluru tanpa ampun.“Sepertinya kita akan mati di sini,” desis Reynold, matanya menyapu liar ke segala penjuru, mencari celah, tetapi yang ia temukan hanyalah jalan buntu dan lingkaran maut. Wajahnya mulai pucat, napasnya memburu.Sementara itu, Rio tetap tenang, meski matanya sibuk mengamati setiap sudut jalan, mencari kemungkinan terkecil untuk kabur dari kepungan.Anak buah Axel makin mendekat. Beberapa dari mereka menghantam kaca depan dengan popor senjata, sementara yang lain memanjat kap mobil, mengarahkan moncong senjata ke arah mereka dengan tatapan dingin dari balik topeng.
"Kakak pikir aku ini anak kecil yang bisa dibodohi?" seru Laudya, matanya menyala penuh emosi. Ia menatap Rio tajam sambil menekan telunjuknya ke dada sang kakak."Sadar, Kak!" lanjutnya dengan suara yang meninggi. "Kayla jauh lebih baik daripada wanita itu. Dia bahkan rela tinggal bersama Ayah dan Ibu demi melindungi mereka dari ancaman para bajingan itu!" Wajahnya mengeras, sorot matanya menusuk seperti belati."Bukan itu maksudku, Lody...." Rio mencoba menenangkan, tapi suaranya tenggelam oleh ledakan emosi adiknya."Sudah! Cukup! Lebih baik Kakak keluar dari sini!" potong Laudya, lalu mendorong tubuh Rio dengan kasar hingga ia mundur beberapa langkah.Rio tetap berdiri, ingin bicara, ingin menjelaskan segalanya. Tapi yang
"Halo Rio!" gelegar suara seorang pria miterius dari balik telepon."Sepertinya kau sedang memelihara api di balik pintu rumahmu," Axel terkekeh pelan, suaranya terdengar tenang tapi menyimpan racun."Bagaiimana kalau si pirang manis itu tahu… bahwa kau sedang bermain api dengan wanita lain?" Satu detik kemudian, sebuah foto Kayla masuk ke ponsel lawan bicaranya."Brengsek Axel!!" pekik Rio setelah melihat foto Kayla dari balik layar ponselnya.Axel tertawa ringan, penuh kepuasan, begitu mendengar makian dari Rio. Seolah itulah reaksi yang sejak awal ia harapkan."Kau tahu apa yang harus kau lakukan… dan pastikan kau melakukannya dengan benar," ujar Axel dingin, lalu menutup ponselnya dengan penuh kepastian."Arghh!!!" Rio mengeluarkan teriakan kesal, frustrasi karena Axel kini tahu tentang keberadaan Andini.Deng
"Kakak!" teriak Laudya langsung meraih tubuh Rio yang sedang terhuyung.Andini kalah cepat, dia hanya bisa menatap Rio dan tak berani mendekat. Dia mengubah langkahnya mendekati Reynold yang terduduk lemas di atas rumput.Para polisi segera menghampiri Rio dan Reynold untuk meminta keterangan. Mereka mendapat laporan dari Andini bahwa telah terjadi penyerangan di rumah Rio oleh sekelompok orang mencurigakan yang diduga hendak melukai sang pemilik rumah.Setelah para polisi itu pergi, Andini langsung masuk ke dalam rumah."Ini semua gara-gara kau, Andini!" teriak Laudya begitu memasuki ruang tamu. Suaranya melengking, penuh amarah yang tak lagi bisa ditahan. Matanya langsung menyorot tajam ke arah perempuan yang berdiri t
"Ah, sudahlah..." Randu berkata sambil menepuk bahu Rio dengan gerakan yang terkesan acuh tak acuh. "Sekarang, lebih baik kita pikirkan masa depan kita dengan uang yang ada," lanjutnya sambil membuka lembaran uang di tangannya, menghitungnya dengan teliti, seolah angka-angka itu adalah satu-satunya hal yang penting dalam hidupnya.Sejak saat itu, mereka tinggal dalam satu atap, berbagi setiap langkah dalam mencari pekerjaan, tak peduli seberapa sulit jalan yang mereka tempuh.Randu tak pernah menolak apapun yang diminta Rio, bahkan saat semua itu bertentangan dengan apa yang ia inginkan. Ia rela mengorbankan dirinya, semua impian, harapan, dan keinginan demi Rio. Meski hati kecilnya kadang meronta, ia tahu, tak ada pilihan lain selain terus mendampingi, meskipun jalan yang mereka jalani tak selalu sejalan."Kau tahu, Rio, kenapa aku selalu b
Pagi hari Rio pergi menuju kantor untuk menemui Reynold, dia meminta Andini untuk tidak meninggalkan rumah apapun alasannya."Rey, apa kau sudah menemukan Lucy?" tanya Rio saat dia memasuki ruangan sahabatnya."Aku sudah berusaha menghubunginya, Rio. Tapi hasilnya nihil," jawab Reynold memperlihatkan sejumlah panggilan dari balik layar ponselnya."Perasaanku benar-benar tidak enak," kata Rio menatap kendaraan berderet, merayapi kemacetan di jalan layang Kota Velmora.Bayangan masa lalu bersama Randu masih jelas tampak di kedua matanya, seorang pria yang pernah menjadi tempat berlindung sekaligus juga malaikat penjaga keluarga Dinata.MASA LALU RIO DAN RANDUSatu tahun setelah Rio memutuskan pergi dari rumah, dia bekerja di sebuah restoran cepat saja yang berada di keramaian kota Velmora."Kau anak baru di sini?" tanya Randu saat Rio baru saja memulai pekerjaannya sebagai pramusaji. Rio hanya mengangguk lal
Wajah Axel memucat. Kedua matanya terbelalak, liar menelisik kegelapan, seolah mencari sosok pria yang suaranya menggema di antara bayang-bayang. Suara itu seperti bisikan maut yang menyelinap pelan, menghampiri dengan dingin, tapi yang muncul hanyalah sosok tanpa wajah, membatu di lantai seperti bayang-bayang kenangan yang enggan pergi.“Jangan main api denganku, Archie!” desis Axel, matanya menyala marah. Dalam sekejap, senapan ditarik dari balik jaket, dan diarahkan lurus ke bayangan gelap yang mengintai di hadapannya.Tampak raut wajah pria dengan guratan bekal luka di wajah menggunakan penutup kepala berwarna hitam dengan corak berwarna putih."Apa kau yakin dia orangnya?” tanya anak buah Archie, sorot matanya menatap Axel penuh kepura-puraan, seolah peduli, padahal lidahnya menyimpan racun.Axel mengencangkan cengkeramannya pada senjata. Telunjuknya melingkar di pelatuk, siaga melepaskan peluru yang bisa mengakhiri segalanya dalam sekejap.
Saat pintu itu terbuka, Archie terhenti sejenak, matanya membelalak. Di hadapannya, tubuh sahabatnya tergeletak kaku di atas lantai, dengan kedua tangan terikat erat di belakang. Mulutnya disumpal kain hitam yang tampak sudah basah, dan darah menggenang di sekitar kepala—sebuah lubang besar yang mengerikan terlihat di dahi, seolah memberikan jawaban tanpa kata-kata atas nasib tragis yang baru saja menimpa."Ups...!" kata Randu, suaranya terdengar ringan, bahkan sedikit sinis, saat tubuh itu terjatuh dan menimpa kaki Archie."Rupanya aku lupa untuk membuang Doyle ke sungai," sambungnya dengan tawa yang seolah ringan, namun ada kekejaman yang tersirat. Matanya meny
Kali ini semuanya benar-benar kacau, Randu tak hanya mengeluarkan Axel dari penjara. Dia melakukan pengrusakan di tempat-tempat yang sering di kunjungi Rio.Tangan Rio mengepal begitu kuat hingga buku-bukunya memutih. Amarah merayap cepat, memenuhi dada dan kepalanya, namun tak ada satu pun yang bisa menjadi pelampiasan. Ia hanya bisa berdiri di sana, dihantui kemarahan yang tak punya arah."Rey...kau sudah lihat berita di televisi?" tanya Rio, mengirimkan pesan singkat kepadanya."Aku baru mendapat kabar dari Lucy," balas Reynold.***"Kau sudah menemukan Andini?" tanya Randu menatap Axel dari balik meja kerja."Aku yakin, pria itu sedang menyembunyikan putriku," desis Axel, suaranya dingin namun penuh bara. Ia memutar belati di jemarinya, lalu berdiri perlahan seperti singa yang hendak menerkam.Tawa Randu menggelegar seisi ruangan, "aku pikir kau seorang pemburu yang hebat," kata Randu lalu beranjak dari tempat duduknya.