Share

Chapter 5

Author: RIZE
last update Last Updated: 2021-07-08 10:19:11

“Maaf cuma punya air putih,” ucap Ilya lalu tersenyum, mengamati Adra.

“Makasih, ya,” balas Adra setelah menghabiskan minumannya. Dia mengeluarkan sebuah bungkus rokok, baru saja Adra ingin mengambilnya sebatang, namun terhenti. Sadar akan sesuatu.

“Maaf, aku keluar dulu,” ucapnya kemudian. Ilya mengangguk pelan lalu mengikuti langkahnya dari belakang.

Di depan toko Adra menyalakan rokoknya. Menikmati setiap hisapan dan hembusannya sembari menatap jalan raya yang semakin ramai. Di belakangnya ada Ilya yang tengah berdiri menyembunyikan kedua tangannya ke belakang. Mengamati sesosok laki-laki yang sempat membuat perasaannya kacau.

Angin berhembus, rambut panjang Ilya terurai ke samping. Beberapa helai seakan ingin ikut terbang bersama angin. Ilya menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, dan secara kebetulan Adra berpaling. Menatap Ilya.

Asap rokok terbang di udara, menghilang perlahan. Adra tersenyum tipis.

“Aku mau pulang dulu,” ucap Adra kemudian.

Ilya yang tersipu malu sedikit terkejut. Namun dia hanya bisa mengangguk pelan. Membiarkan Adra berlalu meninggalkan Ilya yang masih berdiri dengan sebuah harapan.

Entah mengapa saat melihat senyuman Adra, seakan dirinya lebih tenang dan ada sebuah rasa lega tersendiri. Cemas? Ya, jujur saja sejak kemarin Ilya merasa cemas ketika melihat Adra yang berantakan. Kenapa? Ilya sendiri tak mengerti. Tiba-tiba perasaan itu muncul begitu saja, tanpa permisi masuk ke hatinya. Mengetuk sebuah pintu di sana, lalu masuk tanpa penolakan sedikitpun.

Di umurnya saat ini, tentu dia sudah banyak mengalami kisah cinta. Namun kali ini berbeda, Ilya merasa benar-benar tak berdaya. Bukan karena penampilan, jika dibandingkan dengan mantan-mantannya, Adra tak akan mampu. Di masa lalu, Ilya kebanyakan menerima dari pada memberi, begitu baiknya dia sampai terkadang harus memaksakan perasaannya untuk jatuh hati. Namun tentu akhir cerita selalu tak baik jika diawali dengan keterpaksaan. Selalu dan selalu, hingga Ilya merasa dirinya sangat jahat dan tak pantas lagi untuk mendapatkan sesuatu yang berharaga dari orang lain. Mungkin hal itu adalah satu alasan kenapa dia memutuskan pergi dan akhirnya terdampar di Majalengka seperti saat ini.

Masih banyak alasan lain yang mungkin lebih menyakitkan. Ilya hanya diam jika ada teman-temanya yang menghubungi dan bertanya, pura-pura bahagia adalah keahliannya. Sebuah senyuman bukan lah parameter yang pasti. Semakin dewasa seorang wanita, maka mereka akan semakin diam. Karena mereka memiliki hati yang lebih kuat dari siapa pun.

Ilya merasakan udara semakin dingin, telapak tangannya menyentuh pipi. Terasa hangat, dia tersenyum lalu beranjak masuk.

***

Berhari-hari Adra menahan tekanan batinnya saat bekerja. Tanda-tanda kematian baru terus saja dia lihat. Pemandangan menyedihkan juga selalu muncul ketika ada yang berpulang. Secara tak sadar terkadang Adra meneteskan air mata. Logikanya menolak tapi, hati tetaplah hati. Sekeras apa pun jika selalu ditikam, maka pada akhirnya juga akan terluka. Seperti itulah kini keadaanya. Tak jarang bayang-bayang masa lalu juga muncul, membuatnya menggigil ketakutan di ruang toilet. Kematian Ayah, Ibunya dan masa-masa sulitnya saat itu.

Pak Yudi terkadang mengatakan pada Adra untuk tidak memaksakan diri. Namun sama saja, besoknya dia akan memaksakan perasaannya lagi dan terus seperti itu sampai genap satu minggu. Perasaannya benar-benar kacau, tapi hari ini sebelum pulang Pak Yudi menemui Adra dan mengajaknya mengobrol di taman rumah sakit.

“Rokok,” tawar Pak Yudi sambil menyodorkan sebungkus rokok.

Adra mengambilnya sebatang, entah sudah berapa hari dia tak merokok. Uangnya semakin menipis dan memutuskan untuk menggunakan uang sebijak mungkin.

Mendapat tawaran rokok oleh Pak Yudi sebenarnya dia merasa tak enak sendiri. Namun keadaannya saat ini yang seakan sudah sangat stres, membuat dirinya ingin sesaat merenung bersama asap rokok.

“Memang tidak mudah bekerja di lingkungan rumah sakit. Aku paham yang kamu rasakan,” ucap Pak Yudi lalu menghebuskan asap rokoknya.

“Maaf sudah mengecewakan anda,” balas Adra tertunduk. Tangan kanannya yang mengampit rokok terkadang bergerak, menjatuhkan abu rokok.

“Santai saja, jangan nyalahin diri kamu. Nanti yang ada kamu akan semakin tertekan, kamu punya hak dan pilihan. Jika ada yang lebih baik kenapa tidak, jika kamu merasa tidak nyaman kenapa memaksa. Itu hanya akan membuatmu perlahan tumbang.”

Adra menoleh, menatap wajah Pak Yudi. Samar-samar Adra melihat sosok bayangan ayahnya. Seakan de javu, dulu saat Adra mendapat masalah ini itu di sekolah pasti ayahnya akan mulai bercerita dan memberikan beberapa nasihat. Tak terasa air mata mengalir begitu saja di wajah Adra. Dia menahan sekuat hatinya, namun tangis tetap pecah. Terdengar pilu, menyayat hati. Bahkan Pak Yudi sampai menyentuh pundak Adra untuk menenangkannya.

“Menangislah jika itu memang berat,” ucap Pak Yudi lalu menghebuskan asap rokoknya.

“Ma–af,” ucap Adra terbata.

“Besok ambilah gajimu di ruanganku,” balas Pak Yudi sambil memasukan sebungkus rokok ke saku kemeja Adra, “hati-hati di jalan.”

Lalu Pak Yudi beranjak pergi dengan langkah berat. Meninggalkan Adra yang masih sesegukan tak jelas.

“Alia, kamu di mana...”

Selalu dan selalu. Jika saat Adra seperti ini, hanya adiknya itu lah yang selalu ada. Tapi kini untuk pertama kalinya Adra merasa tak bisa mendapatkan perhatian adiknya. Dia butuh pelukan hangat dari gadis kecil yang dulu selalu ceria. Adra kesepian, dia rindu tapi mau bagaimana lagi, Alia tak ada di sisinya.

Dengan gemetar Adra mencoba menyalakan rokoknya lagi, lalu mulai bangkit dan beranjak pergi. Langkahnya tak menentu, terlihat lemah dan menyedihkan. Sepanjang perjalanan pulang Adra hanya terdiam dengan tatapan kosong. Di trotoar, di halte, dan di dalam bus. Semua seakan terlihat samar dan tak peduli. Setelah turun dan pergi dari halte, langkahnya sempat terhenti oleh hujan yang mengguyur tubuhnya. Kejam, tak adil, Adra mamaki dalam hati.

***

Hujan yang tiba-tiba datang membuat Ilya buru-buru memasukkan stand banner yang berada di depan toko. Benda itu baru hari ini dia pakai, jika terkena hujan maka pasti akan mudah rusak. Belum sempat Ilya menutup pintu, padangannya tiba-tiba mendapati sosok Adra yang berjalan tertunduk di trotoar.

Entah kenapa Ilya langsung panik mencari payung, lalu menghampir Adra.

“Kamu kenapa?” tanya Ilya sambil membagi payungnya.

Tak ada jawaban. Ilya ingin menatap mata laki-laki itu, namun tak bisa. Adra masih tertunduk. Dengan segenap hati Ilya memberanikan diri, tangannya terulur ke wajah Adra, meraih pipi dan menegakkan wajahnya.

Mata Ilya terbuka lebar saat melihat wajah Adra. Dia tau laki-laki di hadapannya saat ini pasti sedang menangis, air hujan yang membasahi wajah Adra tak mampu menipu Ilya.

“Ayo masuk dulu, pasti kamu kedinginan. Aduh, kamu ini...”

Ilya hampir saja menangis.

Adra hanya diam dan menurut ketika Ilya menggadeng tangannya untuk masuk ke dalam toko.

“Sebentar, aku ambilin baju ganti dulu. Nggak papa kan pakai baju aku?”

Tak ada jawaban, Adra hanya diam memaku.

Karena tak tahan maka Ilya segera beranjak ke lantai dua, menuju kamarnya. Dan tangisnya pun pecah, dia tak mengerti kenapa hatinya sesakit ini. Kenapa? Ada apa dengan dirinya? Seakan perasaan sedih Adra terbagi ke hatinya begitu saja.

Ilya menghapus air matanya, lalu turun dengan membawa satu set pakaian dan handuk. Saat sampai di bawah, dia melihat Adra masih berdiri seperti tadi. Tanpa buang waktu Ilya langsung menarik tangan Adra. Membawanya menuju kamar mandi.

“Ganti pakaianmu sama ini, nggak usah nolak!”

Adra menoleh ke arah Ilya sesaat, lalu menerima pakaian dan handuk yang diberikan Ilya.

Adra masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.

“Aku ke dapur bentar, kamu duduk aja di depan,” teriak Ilya dengan suara bergetar.

Tak lama kemudian saat Ilya sedang menyiapkan dua gelas teh dan beberapa cemilan. Sosok Adra datang, berdiri menatap Ilya dengan raut wajah menyedihkan.

Entah kenapa tiba-tiba Adra memeluk tubuh Ilya.

Adra menangis sesegukan tak jelas, lalu membenamkan wajahnya di pundak Ilya.

Ilya sekuat hati mencoba bertahan, namun batinnya tersiksa dan air mata pun mengalir di wajahnya. Dia membalas pelukan Adra dengan erat. Saling berbagi perasaan, kehangatan dan getaran detak jantung.

Dengan perasaan kacau Ilya mencoba menenangkan Adra.

“Kalau kayak gini aku jadi ikut sedih, kamu kalau ada masalah cerita sama aku. Jangan cuma diem,” ucap Ilya. Suaranya parau, lirih namun cukup dalam.

Adra perlahan melepaskan pelukannya, namun Ilya langsung menahannya, seakan tak ingin cepat berlalu.

“Kamu udah buat aku sedih, tanggung jawab!”

“Ilya...”

“Bodoh amat! Kamu nggak ke sini beberapa hari, aku kira baik-baik saja. Aku khawatir! Aku rindu!”

Tangis Ilya pecah. Hatinya tersayat tanpa alasan.

***

Related chapters

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 6

    “Ilya...,” panggil Adra sambil menyentuh pundak wanita itu.Pelukan itu berakhir, membuat mereka saling menatap begitu dalam. Hasrat Adra muncul, tangannya menyentuh wajah Ilya dengan lembut. Lalu mulai mendekatkan wajahnya.Ilya terlihat gugup, memutar bola matanya kesana kemari. Dia khawatir jika nanti dirinya ikut hanyut. Ilya memalingkan wajahnya, isyarat jika dirinya belum siap atau tak mau menerima sebuah ciuman dari Adra.Adra terhenyak, sadar akan tindakannya itu. Maka dengan penyesalan dia mundur menjauh.“Maaf kalau aku lancang dan tak sopan,” ucapnya pelan sambil tertunduk menyesal.Ilya yang wajahnya masih merona tampak malu-malu, sebenarnya dia senang diperlakukan seperti itu. Ternyata Adra sangat baik, secara tak langsung dia menghargai Ilya sebagai wanita. Ilya sendiri paham akan keinginan Adra sebagai seorang laki-laki, tapi bagaimana pun d

    Last Updated : 2021-07-10
  • Cinta Dan Kematian   Chapter 7

    12 Oktober 2016Pintu terbuka, Pak Yudi menyambut Adra dengan ramah.“Sepertinya keadaanmu sudah membaik hari ini?” tanya Pak Yudi mengamati raut wajah Adra.“Semangat pagi, pak,” balas Adra santai.Adra tersenyum lalu mengambil seragam kerja yang sudah dia rapikan semalam.“Sekali lagi terima kasih,” ucap Adra sambil mengembalikan seragam kerja itu. Pak Yudi menerimanya dengan senang hati.“Sama-sama.” Pak Yudi mengabil sebuah amplop putih dan menyodorkannya pada Adra, “terimalah, walau tidak banyak. Semoga selanjutnya kamu mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan dirimu.”Adra merasa senang dan langsung menerima amplop itu. Dia juga sempat menunduk memberikan hormat.“Terima kasih, pak. Saya permisi dulu.”“Iya, silahk

    Last Updated : 2021-07-11
  • Cinta Dan Kematian   Chapter 8

    “Wah rasanya kangen banget,” ucap Alia begitu memasuki rumah. Dia beranjak kesana kemarin dengan riang, sedangkan Adra langsung menghaburkan tubuhnya ke sofa.Entah mengapa rasanya sangat lelah, padahal hari masih cukup pagi. Adra merasa seperti ada sesuatu yang telah terjadi pada dirinya. Tapi apa? Dia sama sekali tak mengingat tentang mata merah Dokter Sa dan ciuman dari wanita itu. Terakhir yang dia ingat adalah pergi ke kafe bersama seorang dokter perempuan, lalu secara tak sengaja bertemu Alia. Kemudian dia tertidur? Tidak, Adra menolak logikanya. Pasti ada sesuatu, dia terus bertanya-tanya tanpa mendapatkan jawaban.Sampai akhirnya Alia muncul dengan membawa dua gelas es teh, membuat Adra bangkit dari posisi tidurnya.“Pengertian juga kamu,” ucap Adra langsung mengambil satu gelas es teh dari tangan Alia.Gadis itu cemberut, ingin memaki tapi tak tega. Pasalnya Adra terl

    Last Updated : 2021-07-12
  • Cinta Dan Kematian   Chapter 9

    Pagi-pagi sekali Alia sudah bangun dan melakukan pekerjaan rumah. Setelah selesai, dia beranjak ke kamar Adra, mengamati keadaan kakaknya itu.“Kak, aku bersihin badan kamu ya, abis itu kita sarapan.”Adra hanya diam dengan tatapan kosong. Alia semakin kalut dan sedih melihat kakaknya seperti itu. Semalaman Alia berpikir, namun tetap saja tak bisa mengerti dengan apa yang terjadi pada Adra. Jika mengingat masa lalu, Adra memang pernah seperti itu setelah kedua orang tua mereka meninggal. Dan Alia juga yang merawatnya sampai sembuh. Tapi kali ini kasusnya sedikit berbeda. Adra benar-benar tak meresponnya, seakan jiwa kakaknya itu sedang tertidur.Memang benar. Saat ini jiwa Adra tengah masuk dalam memori masa lalunya sendiri. Dia terjebak di sana, tak akan bisa keluar jika tak ada yang datang menjemputnya. Ketakutan dan luka hati yang teramat dalam membuat Adra menyerah dan lebih memilih untuk hidup di kenanga

    Last Updated : 2021-07-12
  • Cinta Dan Kematian   Chapter 10

    Ilya mengikuti langkah Alia menuju ke sebuah kamar. Di sana terlihat Adra yang tengah terbaring dengan tatapan kosong. Bahkan tak menghiraukan kedatangan Alia dan Ilya.“Adra...”Suara Ilya bergetar, menahan perasaannya yang mulai kacau. Dia mendekat dengan raut tak percaya. Ada apa dengan Adra? Ilya terus saja bertanya dalam hati.Di ambang pintu, Alia hanya menghela napas. Masih tetap tegar dengan pemandangan sedih di depannya.“Adra...,” panggil Ilya sekali lagi, tapi tetap saja tak ada respon.Lantas Ilya mencoba memposisikan tubuh Adra untuk duduk. Tapi dia justru memeluknya erat, dan tangisnya pun pecah. Terdengar pilu, begitu dalam sampai Alia ikut terbawa suasana.“Adra, kamu kenapa? Aku di sini? Ini aku Ilya. Tolong jangan seperti ini.”Kesadaran Adra yang terjebak pada kenangan masa lalu mulai

    Last Updated : 2021-07-12
  • Cinta Dan Kematian   Chapter 11

    16 Oktober 2016Pukul 09:30. Setelah Adra selesai bersih-bersih rumah bersama Alia. Dia memutuskan untuk pergi ke toko Ilya. Entah mengapa dia merasa tak enak dan pikirannya terus tertuju pada Ilya. Apalagi jika ingat akan tanda kematian wanita itu, rasanya Adra tak ingin jauh-jauh darinya, agar bisa melindungi Ilya dari maut. Mungkin hal itu terdengar konyol, tapi bagaimana pun Adra tak ingin berpisah dengan Ilya.Apalagi setelah mendengar perkataan malaikat kematian yang beberapa hari lalu muncul. Sejauh apa pun Adra berpikir, dia tak bisa memungkirinya. Jika ucapan malaikat itu memang benar adanya. Api hitam di atas kepala Ilya sudah semakin besar. Adra tak punya banyak waktu lagi. Jika bisa, Adra akan mengorbankan nyawanya sendiri demi Ilya.Suasana langit pagi tiba-tiba menjadi sedikit murung. Adra bisa merasakan udara di sekitarnya mulai terasa lebih dingin. Dia mendongak, menatap nanar ke jalan raya yang sudah ram

    Last Updated : 2021-07-13
  • Cinta Dan Kematian   Chapter 12

    Waktu telah kembali mundur.3 Oktober 2016“Ilyaaa!” teriak Adra terbangun dari tidurnya.Detak jantung Adra begitu cepat, napasnya pun tampak memburu. Keringat dingin memenuhi wajahnya. Dia sempat tertegun sesaat sebelum akhirnya tergesa-gesa mencari ponsel. Begitu melihat tanggal yang tertera di sana, Adra merasa aneh. Antara terkejut dan bingung. Kesadaraannya belum sepenuhnya kembali. Lalu dia merasakan denyutan hebat di kepala, memunculkan ingatan terakhirnya tentang kecelakaan Ilya dan malaikat kematian itu. Adra mengingat apa yang sudah dia sepakati dengan malaikat tersebut, sebuah pertukaran yang sulit dijelaskan dengan akal sehat. Tapi pada kenyataannya, Adra benar-benar mundur pada waktu yang sudah berlalu.Alih-alih Adra melihat ibu jari tangan kanannya. Ada sebuah goresan, ini nyata. Karena masih ragu maka dia menampar pipinya sendiri.“Aww,” d

    Last Updated : 2021-07-14
  • Cinta Dan Kematian   Chapter 13

    Masih pada hari yang sama. Adra sempat pulang, tapi pikirannya terus saja tertuju pada Ilya. Membuat Adra ingin menemuinya lagi.Langit di atas sana mulai menggelap, mendung berkumpul di beberapa sisi. Udara pun semakin terasa dingin saat Adra berdiri menunggu untuk menyebrang. Di tangan kanannya dia membawa sekantong plastik, ini adalah inisiatifnya agar mempunyai alasan jika nanti ditanya oleh Ilya.Tiba-tiba hujan turun cukup deras dan kebetulan lampu hijau juga telah menyala, maka Adra langsung berlari menyebrang. Dia sungguh tak menduga jika akan sedikit basah karena hujan. Sesaat Adra tersadar, dia merasa ini adalah de javu. Waktu itu dirinya juga sempat terguyur hujan sebelum memasuki toko.Kling...Suara lonceng yang khas menyambut Adra saat membuka pintu toko bunga itu. Padangannya langsung tertuju pada Ilya yang sedang tertegun di belakang meja kasir. Wanita itu menatap Adra dengan sebal, l

    Last Updated : 2021-07-15

Latest chapter

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 30 [ END ]

    Mobil ambulan berhenti, lalu beberapa petugas keluar dengan gerakan sigap. Mereka membawa pasien dengan ranjang darurat menuju ruang IGD. Ilya terus saja menangis sambil melangkah cepat mengimbangi laju mereka.“Adra ...” Suaranya sudah sangat lemah.Ilya tak tahu jika nanti Adra sampai meninggalkannya. Dia sangat kalut dengan pikirannya yang tidak-tidak.Ketika memasuki ruang IGD, seorang dokter wanita sudah siap di ruangan itu. Dia sangat sigap dan tegas pada kru ambulan, tangannya bergerak cepat mengecek tubuh Adra. Lalu menatap Ilya dengan tatapan tajam.“Kamu keluarganya?” tanya dokter itu.Ilya yang tak bisa menjawab, tangisnya terlalu dalam. Mengerti akan situasi, maka dokter itu langsung mengambil keputusan dan memaksa Ilya untuk keluar dari ruangan. Bukan hal mudah, bahkan perlu 3 orang untuk membawa Ilya keluar. Sungguh dia benar-benar histeris,

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 29

    16 Oktober 2016Malaikat kematian melayang di hadapan Adra. Dia kini berada di sebuah ruangan serba putih. Tak ada apa-apa selain sosok mereka berdua.“Ketahuilah bahwa mata anugrahmu adalah milikku, sebuah kesalah memang. Tapi sebentar lagi aku akan mendapatkannya, walau setelah ini mungkin aku sendiri akan mendapatkan hukuman.” Suara mahkluk itu terdengar lebih pelan dari sebelumnya. Terasa sedih tapi tetap menakutkan seperti yang sudah-sudah.Adra terkejut. Matanya terbuka lebar, seluruh bagiannya berubah menjadi merah, lalu perlahan mengeluarkan darah.“Kenapa?” Suara Adra terdengar berat dan parau.“Kenapa aku?!”Malaikat kematian itu mendekatkan wajahnya yang tak memiliki rupa. “Seperti yang kukatakan, sebuah kesalahan.”“Lalu bagaimana dengan Ilya?”&l

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 28

    Klakson sebuah mobil menyadarkan Adra yang sempat tertegun sesaat di lampu lalu lintas jalur Jalan Majalengka - Cikijing. Dia baru saja mengantarkan pulang Shina dan kini sedang menuju ke toko bunga. Memang sudah cukup siang, pasti nanti Ilya akan mengomelinya. Tapi mau bagaimana lagi, mengurus Shina ternyata tak secepat rencananya. Dia harus menjelaskan pada Bu Saras sekaligus menjadi penengah di antara mereka. Hasilnya? Tentu terselesaikan.Bu Saras memaafkan Shina dan memperbolehkan untuk menjenguk Aditya. Pertamanya memang sulit, tapi setelah Adra menjelaskan beberapa hal, perlahan Bu Saras menerima jalan keluar yang disarankan oleh Adra. Beruntungnya Shina adalah anak dari keluarga kaya, jadi dia bersedia menanggung semua biaya rumah sakit. Di balik itu semua Adra sedikit kagum dengan gadis remaja itu. Di umurnya yang belum genap delapan belas tahun, dia mampu mengambil keputusan besar.Tak sampai di situ, Shina ternyata juga meminta to

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 27

    Tubuh Adra terbaring di sofa, terbalut selimut milik Ilya. Sedangkan Ilya sendiri kini tengah terduduk khawatir bersama Shina. Tadi mereka berdua sangat panik ketika mendapati Adra yang tiba-tiba saja tak sadarkan diri.Bahkan pikiran Ilya sudah melayang ke mana-mana. Baru kali ini dia melihat Adra begitu lemah. Bagi Ilya, Adra bukanlah tipe laki-laki yang mudah tumbang, bahkan seberat apa pun masalah yang dihadapi pria itu. Ilya percaya bahwa Adra sudah terlatih dengan semua itu, tapi sekarang apa? Bukankah tadi dia baik-baik saja. Aneh.Secara tak langsung Shina merasa bersalah, dia berasumsi bahwa ceritanya lah yang membuat Adra seperti ini. Dan kini gadis itu hanya bisa terduduk diam dengan tatapan lemah. Hatinya sendiri masih sangat sedih, apalagi melihat orang yang ingin membantunya sedang dalam keadaan tak baik. Membuat pikirannya semakin kalut.“Adra ....” panggil Ilya sambil bergegas mendekat. Shina

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 26

    “Tentu saja.” Suara Adra membuat keduanya terhenyak, bahkan Ilya sampai memberikan tatapan bertanya.“Semalam kan aku sendiri yang menawarkan,” lanjut Adra tanpa rasa bersalah sedikitpun.Menawarkan? Ilya benar-benar tak paham dengan apa yang sebenarnya mereka sepakati. Apalagi Adra sendiri yang menawarkan diri, maksudnya? Ilya tak habis pikir, dia ingin penjelasan.“Bentar-bentar.” Ilya manatap curiga keduanya dengan bergantian. “Adra! Jangan bengong, taruh tehnya dan duduk sini. Kamu harus jelasin ke aku.”Maka Adra pun menurut, dia meletakan tiga gelas teh ke atas meja lalu duduk di samping Ilya. Dia sempat sesaat menatap wajah Ilya sebelum akhirnya menyentuh kepala Ilya dan mengusapnya lembut.Rasa kesal di hati Ilya yang sudah memuncak membuat dirinya tak sabar. Dengan gerakan sedikit kasar, Ilya menarik tangan Adra dari kepala

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 25

    Pagi-pagi sekali Ilya sudah sibuk dengan kedatangan mobil pemasok bunga segar. Kemarin dia telah memutuskan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa pemasok bunga. Karena semakin hari, permintaan pelanggan juga semakin banyak. Stock di tokonya yang terbatas membuat Ilya memutar otak dan akhirnya memutuskan hal tersebut. Dia senang, perlahan bisnis yang dia rintis mulai berkembang, walau masih dalam tahap promosi. Tak apa, bagi Ilya membuat orang lain merasa senang dengan bunga yang dia berikan itu sudah lebih dari cukup.Keramahan yang Ilya berikan mungkin menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi pengetahuannya tentang filosofi bunga-bunga, seakan setiap pelanggan merasa lebih menghargai dari sepucuk bunga yang mereka beli atau Ilya berikan. Tentu penampilan Ilya juga berpengaruh besar, bahkan banyak muda mudi yang berkunjung hanya untuk meminta foto bersama Ilya. Memang lucu dan terkadang membuat Adra terheran-heran.Di balik itu semua, Ilya

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 24

    12 Oktober 2016“Aku jadi penasaran sama orang yang memesan bunga itu,” ucap Adra setelah menenggak habis minumannya.“Maksud kamu, orang yang meminta kita untuk mengantarkan bunga ke rumah sakit itu?” Ilya yang sudah selesai makan mulai menanggapi dan tampak tertarik dengan hal yang ingin Adra bahas.Benar. Sudah tiga hari ini, Ilya selalu mendapat pesanan yang sama dan Adra yang mengantarkannya juga mulai merasa aneh. Pasalnya pelanggan itu tak memberitahukan identitasnya dan melakukan pembayaran melalui nomor rekening Ilya. Bukan hanya Adra dan Ilya saja yang penasaran, bahkan Bu Saras juga sangat ingin tahu. Bagi wanita paruh baya itu, hal tersebut sangat berarti. Setiap melihat Adra yang mengantarkan bunga, hatinya selalu terasa hangat dan bisa lebih tegar.“Udahlah nggak usah dipikirin terus, kita pikirin diri kita dulu. Lagian kenapa juga adik kamu sampai nggak ma

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 23

    Sekali lagi Adra mengamati layar ponselnya, melihat pesan chat yang dikirimkan oleh Ilya. Lalu melihat nomor yang tertera pada pintu di hadapannya. Benar, tak salah lagi. Adra yakin bahwa penerimanya adalah pasien di dalam ruangan itu. Setelah Adra mengetuk pintu, sesaat kemudian terbuka. Seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan Adra dengan raut bertanya.“Maaf, saya cuma kurir toko bunga dan sekarang saya ingin mengantarkan salah satu pesanan pelanggan yang menuliskan alamat penerimanya di sini,” jelas Adra sedikit gugup.Perlahan wanita paruh baya itu tersenyum, lalu menerima rangkaian bunga itu dengan senang hati. Dia sempat melihat note kecil yang tersemat di ikatan bunga itu.“Kalau boleh tahu, pengirimnya siapa ya?” tanya wanita paruh baya itu.Adra mengecek nota yang sejak tadi dia bawa. Dia sedikit terkejut dan mulai bingung.“Maaf, pel

  • Cinta Dan Kematian   Chapter 22

    “Apa nggak kebanyakan, Kak?” tanya Alia. Pasalnya Adra membeli begitu banyak es krim dengan berbagai rasa, bahkan hampir semua jenis es krim di market itu dia beli.“Aku pengen beliin orang lain juga, tapi aku nggak tau kesukaan dia yang mana. Jadi beli semua aja,” jelas Adra sambil berjalan menuju tempat kasir.Orang lain? Alia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah kakaknya itu mempunyai teman? Cewek? Tidak, itu pasti tak mungkin. Alia membuang semua pikiran anehnya. Bagi gadis itu kakaknya tak mungkin memiliki teman perempuan. Mendekati orang lain saja sulit, mana mungkin sampai punya teman, apalagi pacar. Mustahil.“Buat siapa sih?” tanya Alia.“Nanti kamu juga tau sendiri.” Jawaban Adra semakin membuat Alia penasaran.“Kakak ah, pelit! Beliin orang lain aja banyak, masak aku cuma dibeliin satu.”

DMCA.com Protection Status