“Ma, Alvin cuma minta satu hal dari Mama. Tolong Ma, tempatkan Windy dibagian office. Windy tidak cocok menjadi petugas kebersihan.” Alvin memohon setengah merengek kepada Fatma saat mereka sarapan pagi bersama. Fatma telah menggunakan pakaian kantor yang rapi nampak sedang menikmati sarapan nasi goreng buatan Tatik pembantu mereka yang sangat pandai memasak.
Blezer ungu dengan hiasan kupu-kupu kecil dibagian dada kirinya. Wanita berkulit sawo matang dengan tubuh yang agak pendek itu memang selalu berusaha tampil modis. Namun sayangnya struktur wajah dan bodynya kurang mendukung keinginan hatinya untuk tampil cantik. Boleh disebut Fatma tergolong wanita yang kecantikannya dibawah rata-rata.Berbeda dengan Alvin yang memiliki kulit kuning langsat. Selain kulitnya bersih, tubuh Alvin juga tinggi dan sedikit berisi. Banyak gadis yang tergila-gila melihat body atletis dan katampanan wajahnya. Bahkan tidak sedikit pula yang menduga kalau Alvin bukanlah anak kandung Fatma. Mungkin karena tidak ada sedikitpun kemiripan diantara mereka berdua.“Windy itu temanmu atau pacarmu sih Al. Mama jadi curiga kamu sepertinya sangat memperhatikan gadis itu.” jawab Fatma sambil meneguk air putih dari sebuah gelas tinggi.“Windy itu pacar Alvin Ma. Calon menantu Mama.”Uugh...Fatma langsung tersedak mendengar pengakuan anaknya yang tanpa basa-basi.“Apa Mama tidak salah dengar hah...? Begitu banyak gadis cantik bahkan artis yang menyukai kamu, tapi kamu malah memilih gadis yang berpenampilan norak dan kampungan itu ?” semprot Fatma terlihat kesal. Dengan kasar Fatma meletakkan gelas diatas meja hingga menyebabkan bunyi yang agak keras.Ia membayangkan gadis bernama Windy yang sore kemarin menemuinya dikantor dengan Alvin. Menurutnya Windy memang cantik. Kulitnya putih bersih berhidung mancung dan tubuhnya proposional. Namun gaya berpakaiannya yang norak dan kampungan tidak menonjolkan kelebihan yang ada pada dirinya. Apalagi Windy mengenakan pakaian dengan bahan murahan. Tentu saja penampakannya jauh dibawah para model yang wara-wiri bekerja diperusahaan Fatma.“Ma, Alvin mencintai Windy. Windy adalah gadis sederhana dan hatinya baik. Gadis seperti itu yang Alvin idam-idamkan selama ini.” papar Alvin sembari meletakkan garpu diatas piringnya. Ia baru saja menyelesaikan sarapannya.“Please Ma. Mama mau kan membuat Alvin bahagia. Tolong Mama bantu Windy ya Ma.” sambung Alvin merayu Fatma dengan menyusun kedua telapak tangannya didada.“Ya sudah, nanti Mama beri dia pekerjaan dibagian kearsipan membantu Rita. Karena dia hanya bekerja sambil kuliah maka Mama hanya akan membayar separo gajinya.” sahut Fatma kemudian. Fatma terlihat malas melanjutkan perdebatan dengan Alvin. Wanita itu segera berdiri dan bersiap berangkat kekantornya.“Thanks Momyyy...!” ujar Alvin sangat girang. Ia menghadiahkan sebuah kecupan dipipi Fatma.“Ya sudah, Mama berangkat dulu. Kamu jangan telat pergi kuliah.” ucap Fatma lalu melangkah pergi. Suara detak sepatunya terdengar beraturan dan semakin menjauh.“Sudah siap Den ?” Tatik yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga datang dan bersiap untuk membereskan meja makan.“Sudah Bik Tatik.” jawab Alvin bersiap meninggalkan meja makan untuk pergi kuliah. Ia sudah tidak sabar mengabari Windy tentang hasil percakapannya dengan Fatma tadi. Sambil bersiul kecil Alvin melangkah menuju pintu keluar. Namun tiba-tiba ia berhenti dan kembali menuju ruang makan.“Bik, Papa sudah diberi sarapan belum ?” tanya Alvin kepada Tatik yang tengah sibuk mengumpulkan sisa makanan dan memasukkannya kedalam sebuah piring plastik.“Iya Den, Ini juga Bibik mau antarin.” jawab Tatik sambil menenteng piring plastik itu dan segelas air putih dalam sebuah gelas yang juga terbuat dari plastik menuju pintu gudang.“Lho, Papa kok dikasih makanan sisa sih Bik ?” Alvin bertanya dengan nada gusar. Ia berlari mendekati Tatik dan langsung merampas piring dan gelas plastik itu dari tangan Tatik dan serta merta membuangnya ke wastafel yang ada disudut ruang makan itu.“Saya kan sudah berkali-kali bilang Bik. Jangan kasih Papa makan sisa. Kok Bibik gak mau dengar sih ?” Alvin memarahi Tatik sambil menatap dengan melototkan matanya.“Taa... Tapi Nyonya yang suruh Den. Bibik hanya menjalankan perintah Nyonya.” jawab Tatik terbata-bata sambil menundukkan kepala. Wanita setengah baya itu ketakutan melihat Alvin marah.“Harus berapa kali saya bilang sama Bibik, walaupun Mama menyuruh memberi makanan sisa, Bibik iyakan saja. Tapi Bibik harus memberikan makanan yang layak untuk Papa.” Kali ini Alvin benar-benar marah. Matanya melotot menatap Tatik yang makin ketakutan.Alvin memang sudah berkali-kali memperingatkan pembantunya itu agar memperlakukan lelaki yang dikurung disebuah kamar didalam gudang tersebut dengan baik dan manusiawi, walaupun Alvin tahu kalau yang dilakukan Tatik adalah perintah dari Fatma ibunya sendiri. Sampai detik ini Alvin tidak memahami mengapa ibunya memperlakukan laki-laki yang katanya suaminya itu begitu buruk. Apa sebenarnya salah Papa ? Pertanyaan itu tak kunjung ia dapatkan jawabannya. Alvin memang menyangka kalau lelaki yang dikurung didalam gudang itu adalah ayahnya. “Sini Bik, biar saya saja yang memberi Papa makan !” ujar Alvin nampak benar-benar kesal dan menyuruh Tatik pergi dari ruangan itu. Ia mengambil nasi goreng didalam mangkok besar dan memindahkannya kedalam sebuah piring. Satu telor mata sapi dan beberapa potong sosis goreng dan kerupuk dan sambal turut ia tambahkan diatas nasi goreng itu. Porsinya melebihi kebutuhan satu orang makan. Bahkan makanan itu bisa membuat dua orang dewasa kenyang.Tatik hanya berdiri terpaku dan tidak berani menatap kepada Alvin. Ia memilih untuk melanjutkan pekerjaan yang lain untuk menghindari kemarahan juragan mudanya itu.Alvin meraup satu gerendel kunci yang tergeletak diatas meja dan melangkah menuju kamar belakang yang tersembunyi.“Den, biar Bibik saja yang mengantarkan makanannya. Nyonya akan marah besar kalau tahu Bibik membiarkan Den Alvin masuk kesana.” Tatik setengah berlari mencegah Alvin memasuki ruang tersembunyi itu dan memohon agar Alvin memahami kesulitannya.Alvin berhenti melangkah dan menatap tajam kepada pembantunya yang berdiri menunduk persis disamping bahunya.“Bibik akan dimarahi Mama kalau tahu saya memberi makan Papa ?”Tatik cepat-cepat menganggukkan kepalanya.“Kalau begitu jangan diberi tahu. Ssstt... tutup mulut ! Bisa kan..?” tandas Alvin tegas dengan pandangan mata nyalang kepada Tatik.Tatik tidak bisa berkutik selain hanya menganggukkan kepalanya. Ia surut beberapa langkah dan membiarkan Alvin terus berjalan menuju kamar rahasia yang terletak didalam gudang belakang.Pintu pertama dibuka oleh Alvin lalu ia memasuki sebuah gudang yang cukup besar. Disana tersimpan beberapa barang yang sudah tidak dipakai atau setidaknya hanya sekali-kali dipakai. Alvin melewati beberapa rak dan beberapa koper yang tersusun rapi. Gudang itu cukup bersih karena Tatik ditugaskan untuk membersihkannya seminggu sekali.Alvin memilih dan mencobakan beberapa anak kunci untuk membuka sebuah pintu kamar yang ada dibagian belakang gudang itu. Begitu kamar tersebut dibuka pandangan mata Alvin membentur besi teralis yang dipasang tak ubahnya seperti penjara. Sesosok tubuh lelaki tua dan kurus terlihat duduk tak berdaya disana dengan pandangan mata putus asa.Ini adalah pertama kalinya Alvin masuk kedalam ruangan rahasia ini sejak sepuluh tahun yang lalu. Dulu ia pernah diam-diam masuk untuk menemui lelaki yang terkurung didalam penjara buatan tersebut. Perbuatannya diketahui Fatma hingga Fatma menghukum Alvin dengan mengurung dirinya disebuah kamar lain tanpa diberi makan dan minum selama dua hari. Alvin yang saat itu masih berumur sekitar delapan tahun sempat pingsan dan dilarikan kerumah sakit. Sejak saat itu Alvin tidak berani lagi melanggar larangan Fatma. Ia tidak pernah lagi masuk kedalam gudang apalagi membuka kamar rahasia didalamnya. Namun hari ini ia mengulangi kembali perbuatan yang sama dengan sepuluh tahun yang lalu. Hal itu karena Alvin marah saat mendapati Tatik pembantu rumahnya memberikan makanan sisa kepada lelaki yang dikurung didalam kamar gudang itu.“Al... Alvin..?” Lelaki kurus itu terbata-bata menyebut nama Alvin. Ia pernah melihat anak lelaki itu sepuluh tahun yang lalu. Sejak saat itu ia menghilang dan saat ini datang lagi dengan tubuh yang sudah tinggi dan gagah.“Deeen... Deeen...! Nyoo.. Nyonya pulang..!!!” Tiba-tiba Tatik datang terengah-engah sebelum Alvin sempat menjawab pertanyaan lelaki tua itu.“Apa...?? Mama pulang..?” Alvin terperanjat dan gusar.“I..iya Den ! Cepatlah masuk kembali kedalam rumah dan biar Bibik yang memberi sarapan Pak tua.” Jawab Tatik tanpa menunggu lagi dan segera mengambil piring juga gelas dari tangan Alvin.Alvin bergegas meninggalkan gudang dan memperbaiki ekpresi wajahnya ketika melihat Fatma turun dari mobilnya.“Kok balik lagi Ma ?” sapa Alvin yang sudah sampai disamping mobil Pajero sport miliknya.“Ada dokumen penting yang ketinggalan. Kamu baru mau berangkat kuliah yaa? Ayo cepetan ntar telat lho.” Terdengar Fatma mengomeli Alvin.“Iya Ma.” Alvin segera melompat naik kedalam mobilnya dan segera meninggalkan halaman rumahnya yang luas.“Syukurlah Mama tidak curiga.” desah Alvin lega.*****“Baiklah, mulai hari ini kamu sudah bisa langsung bekerja dibagian kearsipan membantu Rita. Rita akan menjelaskan tugas-tugasmu !” papar Fatma tanpa memindahkan pandangan matanya dari layar laptop didepannya. Ia menyibukkan diri dan tak ingin beramah tamah dengan Windy yang tengah duduk menghadapnya.“Baik Bu, saya akan bekerja sebaik mungkin.” sahut Windy sopan lalu berpamitan. Sektretaris Fatma segera mengantarkan Windy kepada seorang wanita yang bernama Rita. Windy memperkenalkan diri dan Rita memberitahu dimana tempat Windy akan bekerja.Windy diantarkan kesebuah ruangan yang ada dibagian belakang gedung itu. Ruangan itu agak sedikit pengap karena ventilasi udara tidak begitu memadai.Barisan rak tersusun rapi bagaikan sebuah ruang pustaka. Diatas rak juga tersusun map file bantex yang disisi sudah ditulis nama dan waktu file itu dibuat.“Kamu bisa menempati meja ini dan tugasmu adalah mendata semua dokumen-dokumen yang ada
“Hah..! Ibu Windy gila..? Astagooor..!!” tiba-tiba Windy dan Alvin terperanjat mendengar suara Selova yang tiba-tiba. Sandal selop itu ternyata sudah berada di belakang mereka sejak tadi dan ikut menyaksikan layar ponsel Windy ketika Windy video call dengan Mak Farida.“Eh, ngapain lu di sini sendal selop? Ngintip aja kerjaan lu !” seru Alvin nampak kesal. Ia berdiri dan mendekati Selova yang menatap sinis kepada Windy.“Kamu sudah lihat sendiri kan Al, kalau Ibu si Windy itu gila. Masak sih kamu mau punya mertua gila. Bisa-bisa kamu tewas di tangannya.” ucap Selova sinis melirik jutek ke arah Windy lalu beralih pandang kepada Alvin.“Hei, jaga mulut kamu ya..! Walau Ibuku gila tidak mungkin Ibuku membunuh orang.” jawab Windy marah. Wajahnya merah dan menatap Selova dengan pandangan tidak senang. Windy memang paling marah kalau ibunya di hina.“Apanya yang tidak mungkin? Orang gila mana ada akalnya. Huuh..!&rd
“Apa kamu mau mempermalukan Mama Alvin?” Fatma langsung bertanya begitu Alvin menghenyakkan bokongnya di atas sebuah kursi tepat di depan meja kerjanya.“Mempermalukan Mama? Maksudnya apa sih Ma?” tanya Alvin tak mengerti.“Jangan pura-pura bodoh kamu Alvin! Ataaau...? Atau memang kamu sudah menjadi bodoh sejak jatuh cinta pada perempuan kampung itu?” jawab Fatma dengan bertanya sengit. Matanya tajam menatap Alvin.“Mama, Mama orang pintar seharusnya tidak wajar berbicara seperti itu. Orang yang terpelajar seharusnya lebih menghargai orang lain.” sanggah Alvin dan membuat wajah Fatma langsung merah padam. Ia jelas tidak suka dengan kalimat yang di lontarkan Alvin barusan.“Oh, hebat kamu sekarang ya, gara-gara membela anak orang gila itu kamu berani menentang Mama!” bentak Fatma marah. Matanya melotot seakan biji matanya mau keluar dari rongganya.“Orang gila? Orang gila siapa Ma?” tanya
Sampai di rumah hari sudah mulai malam. Alvin bergegas turun dari mobil Selova dan setengah berlari masuk ke dalam. Ia ingin segera menemui Januar.“Apaan ini Bik..??” teriak Alvin langsung gusar ketika ia kebetulan melihat Bik Tatik pembantu rumah tangga, tengah menyusun makanan di atas nampan yang biasa di gunakan untuk memberi makan Januar.Bik Tatik yang tengah berkosentrasi dengan pekerjaannya langsung mengelinjang kaget. Piring yang berisi makanan bekas hampir saja jatuh dari tangannya yang langsung menggigil.“Makanan buat siapa ini?” tanya Alvin dengan suara keras dan mata melotot memandang Bik Tatik yang semakin gemetar. Ia hafal sifat Tuan Mudanya itu kalau sedang marah. Dan satu-satunya alasan yang membuat Alvin marah hanyalah kalau makanan yang di berikan kepada Januar tidak sesuai dengan standar kemanusiaan.“Jawaaaab....!!” bentak Alvin menggema seantreo rumah.“Buuu...buuaat.. Paak.. tuu..tuaa, Deen..!
Adzan Isya bergema dari mesjid yang tidak begitu jauh dari rumah kost Windy. Gadis itu terlonjak kaget dari atas pembaringannya ketika ia menoleh ke jam di dinding kamarnya yang menunjukkan waktu hampir jam 8 malam.“Astaghfirullah.. sudah Isya rupanya. Kok aku bisa ketiduran sepulas ini, sehingga tidak mendengar adzan Magrib?” keluh Windy sembari bergegas menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Lalu ia segera menunaikan sholat Isya yang di jamak dengan sholat Magrib.Selesai melaksanakan rangkaian ibadah malam itu, Windy merapikan kembali mukena dan sejadahnya. Lalu ia mengambil ponselnya yang terletak di atas meja belajarnya.“Aduh, banyak banget panggilan dari Alvin. Dari tadi ponsel aku silence kan sehingga aku tidak mendengar nada panggilan.” ucap Windy jadi tak enak hati. Ia langsung menghubungi nomor kontak Alvin.Ponsel Alvin berbunyi di atas meja makan. Fatma segera mengambil benda pipih itu dan tersenyum sinis ketika melihat siapa
Fatma masuk ke dalam kamar dan mengganti stelan kantornya dengan baju rumahan. Ia mengenakan sebuah daster berwarna lila bercorak kembang sepatu berwarna putih. Fatma kini duduk di meja makan namun bukan makan malam yang ia inginkan. Ia duduk sambil mengutak-atik ponselnya.“Apakah Nyonya mau makan malam?” Tatik datang menanyakan keinginan majikannya.Fatma tidak menjawab, ia hanya mengibaskan tangannya dan itu cukup membuat Tatik terbirit-birit pergi. Tatik hafal sekali sifat majikannya itu. Fatma akan gampang mengamuk apa bila ada orang yang mengganggu ketika dirinya sedang memikirkan sebuah perkara besar.“Mereka sudah datang untuk menuntut balas!” ucap Fatma sedingin es lewat ponselnya entah kepada siapa. Lalu ia nampak mengangguk-angguk.Selova yang kepo terus mengintip dari dapur. Ucapan Fatma barusan mendarat sempurna di pendengaran gadis yang sering di ejek sandal selop oleh Alvin tersebut.“Hah? Menuntut balas?&rd
Windy di bawa ke sebuah rumah besar yang mirip dengan sebuah istana mewah.“Di mana ini?” tanya Windy sambil mengedarkan pandangan matanya sekeliling ketika Sandy telah mempersilahkannya turun dan ia menjejakkan kakinya di halaman bangunan yang ternyata sebuah Villa.“Di kediamanku!” jawab Sandy cukup angkuh.“Oh, aktor setaraf Sandy tentu saja mampu membeli rumah nan megah seperti ini.” ucap Windy di dalam hati.Entah mimpi apa ia semalam kok bisa-bisanya ia menjejakkan kaki di rumah aktor tampan itu dan berduaan pula dengannya.“ Di mana Alvin?” tanya Windy tidak sabar.Sandy tidak menjawab namun ia terus berjalan memasuki rumah megahnya tanpa sedikit pun memberikan pelayanan kepada Windy yang merupakan tamu di rumahnya itu.“Dasar manusia aneh!” sungut Windy namun akhirnya ia mengikuti langkah lelaki itu. Windy sedikit mengibaskan ujung kerudungnya yang jatuh ke depan.Sandy
“Hak..hak..hak..!”Pak Tua itu kembali tertawa sumbang. Suaranya bercampur serak dan Windy merasa kalau lelaki itu hidup dalam tekanan psikis berat yang cukup lama.Pak Tua kembali berdiri dan kakinya yang gemetar ia seret melangkah menuju sebuah lemari buku yang berdiri di antara ruang tamu dan ruang keluarga. Banyak tersusun buku-buku di sana namun Pak Tua mengambil sebuah saja di dalam laci yang sepertinya adalah album foto.Ia memegang album itu dan menatap benda itu sejenak laluuu..Breeet...Album besar itu ia lemparkan ke arah Windy dan hampir saja mengenai kepala gadis itu.Oouh..Windy menghindar sehingga kepalanya luput dari serangan benda yang datang tiba-tiba tersebut.Bruuuk...Album itu jatuh ke atas lantai dan beberapa lembarannya nampak terbuka.“Lihatlah! Dan kamu akan menemukan jawaban di sana!” perintah Pak Tua dengan tegas menunjuk album yang teronggok di lantai.Windy menatap se
“Hak..hak..hak..!”Pak Tua itu kembali tertawa sumbang. Suaranya bercampur serak dan Windy merasa kalau lelaki itu hidup dalam tekanan psikis berat yang cukup lama.Pak Tua kembali berdiri dan kakinya yang gemetar ia seret melangkah menuju sebuah lemari buku yang berdiri di antara ruang tamu dan ruang keluarga. Banyak tersusun buku-buku di sana namun Pak Tua mengambil sebuah saja di dalam laci yang sepertinya adalah album foto.Ia memegang album itu dan menatap benda itu sejenak laluuu..Breeet...Album besar itu ia lemparkan ke arah Windy dan hampir saja mengenai kepala gadis itu.Oouh..Windy menghindar sehingga kepalanya luput dari serangan benda yang datang tiba-tiba tersebut.Bruuuk...Album itu jatuh ke atas lantai dan beberapa lembarannya nampak terbuka.“Lihatlah! Dan kamu akan menemukan jawaban di sana!” perintah Pak Tua dengan tegas menunjuk album yang teronggok di lantai.Windy menatap se
Windy di bawa ke sebuah rumah besar yang mirip dengan sebuah istana mewah.“Di mana ini?” tanya Windy sambil mengedarkan pandangan matanya sekeliling ketika Sandy telah mempersilahkannya turun dan ia menjejakkan kakinya di halaman bangunan yang ternyata sebuah Villa.“Di kediamanku!” jawab Sandy cukup angkuh.“Oh, aktor setaraf Sandy tentu saja mampu membeli rumah nan megah seperti ini.” ucap Windy di dalam hati.Entah mimpi apa ia semalam kok bisa-bisanya ia menjejakkan kaki di rumah aktor tampan itu dan berduaan pula dengannya.“ Di mana Alvin?” tanya Windy tidak sabar.Sandy tidak menjawab namun ia terus berjalan memasuki rumah megahnya tanpa sedikit pun memberikan pelayanan kepada Windy yang merupakan tamu di rumahnya itu.“Dasar manusia aneh!” sungut Windy namun akhirnya ia mengikuti langkah lelaki itu. Windy sedikit mengibaskan ujung kerudungnya yang jatuh ke depan.Sandy
Fatma masuk ke dalam kamar dan mengganti stelan kantornya dengan baju rumahan. Ia mengenakan sebuah daster berwarna lila bercorak kembang sepatu berwarna putih. Fatma kini duduk di meja makan namun bukan makan malam yang ia inginkan. Ia duduk sambil mengutak-atik ponselnya.“Apakah Nyonya mau makan malam?” Tatik datang menanyakan keinginan majikannya.Fatma tidak menjawab, ia hanya mengibaskan tangannya dan itu cukup membuat Tatik terbirit-birit pergi. Tatik hafal sekali sifat majikannya itu. Fatma akan gampang mengamuk apa bila ada orang yang mengganggu ketika dirinya sedang memikirkan sebuah perkara besar.“Mereka sudah datang untuk menuntut balas!” ucap Fatma sedingin es lewat ponselnya entah kepada siapa. Lalu ia nampak mengangguk-angguk.Selova yang kepo terus mengintip dari dapur. Ucapan Fatma barusan mendarat sempurna di pendengaran gadis yang sering di ejek sandal selop oleh Alvin tersebut.“Hah? Menuntut balas?&rd
Adzan Isya bergema dari mesjid yang tidak begitu jauh dari rumah kost Windy. Gadis itu terlonjak kaget dari atas pembaringannya ketika ia menoleh ke jam di dinding kamarnya yang menunjukkan waktu hampir jam 8 malam.“Astaghfirullah.. sudah Isya rupanya. Kok aku bisa ketiduran sepulas ini, sehingga tidak mendengar adzan Magrib?” keluh Windy sembari bergegas menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Lalu ia segera menunaikan sholat Isya yang di jamak dengan sholat Magrib.Selesai melaksanakan rangkaian ibadah malam itu, Windy merapikan kembali mukena dan sejadahnya. Lalu ia mengambil ponselnya yang terletak di atas meja belajarnya.“Aduh, banyak banget panggilan dari Alvin. Dari tadi ponsel aku silence kan sehingga aku tidak mendengar nada panggilan.” ucap Windy jadi tak enak hati. Ia langsung menghubungi nomor kontak Alvin.Ponsel Alvin berbunyi di atas meja makan. Fatma segera mengambil benda pipih itu dan tersenyum sinis ketika melihat siapa
Sampai di rumah hari sudah mulai malam. Alvin bergegas turun dari mobil Selova dan setengah berlari masuk ke dalam. Ia ingin segera menemui Januar.“Apaan ini Bik..??” teriak Alvin langsung gusar ketika ia kebetulan melihat Bik Tatik pembantu rumah tangga, tengah menyusun makanan di atas nampan yang biasa di gunakan untuk memberi makan Januar.Bik Tatik yang tengah berkosentrasi dengan pekerjaannya langsung mengelinjang kaget. Piring yang berisi makanan bekas hampir saja jatuh dari tangannya yang langsung menggigil.“Makanan buat siapa ini?” tanya Alvin dengan suara keras dan mata melotot memandang Bik Tatik yang semakin gemetar. Ia hafal sifat Tuan Mudanya itu kalau sedang marah. Dan satu-satunya alasan yang membuat Alvin marah hanyalah kalau makanan yang di berikan kepada Januar tidak sesuai dengan standar kemanusiaan.“Jawaaaab....!!” bentak Alvin menggema seantreo rumah.“Buuu...buuaat.. Paak.. tuu..tuaa, Deen..!
“Apa kamu mau mempermalukan Mama Alvin?” Fatma langsung bertanya begitu Alvin menghenyakkan bokongnya di atas sebuah kursi tepat di depan meja kerjanya.“Mempermalukan Mama? Maksudnya apa sih Ma?” tanya Alvin tak mengerti.“Jangan pura-pura bodoh kamu Alvin! Ataaau...? Atau memang kamu sudah menjadi bodoh sejak jatuh cinta pada perempuan kampung itu?” jawab Fatma dengan bertanya sengit. Matanya tajam menatap Alvin.“Mama, Mama orang pintar seharusnya tidak wajar berbicara seperti itu. Orang yang terpelajar seharusnya lebih menghargai orang lain.” sanggah Alvin dan membuat wajah Fatma langsung merah padam. Ia jelas tidak suka dengan kalimat yang di lontarkan Alvin barusan.“Oh, hebat kamu sekarang ya, gara-gara membela anak orang gila itu kamu berani menentang Mama!” bentak Fatma marah. Matanya melotot seakan biji matanya mau keluar dari rongganya.“Orang gila? Orang gila siapa Ma?” tanya
“Hah..! Ibu Windy gila..? Astagooor..!!” tiba-tiba Windy dan Alvin terperanjat mendengar suara Selova yang tiba-tiba. Sandal selop itu ternyata sudah berada di belakang mereka sejak tadi dan ikut menyaksikan layar ponsel Windy ketika Windy video call dengan Mak Farida.“Eh, ngapain lu di sini sendal selop? Ngintip aja kerjaan lu !” seru Alvin nampak kesal. Ia berdiri dan mendekati Selova yang menatap sinis kepada Windy.“Kamu sudah lihat sendiri kan Al, kalau Ibu si Windy itu gila. Masak sih kamu mau punya mertua gila. Bisa-bisa kamu tewas di tangannya.” ucap Selova sinis melirik jutek ke arah Windy lalu beralih pandang kepada Alvin.“Hei, jaga mulut kamu ya..! Walau Ibuku gila tidak mungkin Ibuku membunuh orang.” jawab Windy marah. Wajahnya merah dan menatap Selova dengan pandangan tidak senang. Windy memang paling marah kalau ibunya di hina.“Apanya yang tidak mungkin? Orang gila mana ada akalnya. Huuh..!&rd
“Baiklah, mulai hari ini kamu sudah bisa langsung bekerja dibagian kearsipan membantu Rita. Rita akan menjelaskan tugas-tugasmu !” papar Fatma tanpa memindahkan pandangan matanya dari layar laptop didepannya. Ia menyibukkan diri dan tak ingin beramah tamah dengan Windy yang tengah duduk menghadapnya.“Baik Bu, saya akan bekerja sebaik mungkin.” sahut Windy sopan lalu berpamitan. Sektretaris Fatma segera mengantarkan Windy kepada seorang wanita yang bernama Rita. Windy memperkenalkan diri dan Rita memberitahu dimana tempat Windy akan bekerja.Windy diantarkan kesebuah ruangan yang ada dibagian belakang gedung itu. Ruangan itu agak sedikit pengap karena ventilasi udara tidak begitu memadai.Barisan rak tersusun rapi bagaikan sebuah ruang pustaka. Diatas rak juga tersusun map file bantex yang disisi sudah ditulis nama dan waktu file itu dibuat.“Kamu bisa menempati meja ini dan tugasmu adalah mendata semua dokumen-dokumen yang ada
“Ma, Alvin cuma minta satu hal dari Mama. Tolong Ma, tempatkan Windy dibagian office. Windy tidak cocok menjadi petugas kebersihan.” Alvin memohon setengah merengek kepada Fatma saat mereka sarapan pagi bersama. Fatma telah menggunakan pakaian kantor yang rapi nampak sedang menikmati sarapan nasi goreng buatan Tatik pembantu mereka yang sangat pandai memasak.Blezer ungu dengan hiasan kupu-kupu kecil dibagian dada kirinya. Wanita berkulit sawo matang dengan tubuh yang agak pendek itu memang selalu berusaha tampil modis. Namun sayangnya struktur wajah dan bodynya kurang mendukung keinginan hatinya untuk tampil cantik. Boleh disebut Fatma tergolong wanita yang kecantikannya dibawah rata-rata.Berbeda dengan Alvin yang memiliki kulit kuning langsat. Selain kulitnya bersih, tubuh Alvin juga tinggi dan sedikit berisi. Banyak gadis yang tergila-gila melihat body atletis dan katampanan wajahnya. Bahkan tidak sedikit pula yang menduga kalau Alvin bukanlah anak ka