“Selamat pagi, Tuan,” sapa salah satu pegawai wanita pada Kenzo yang baru saja datang.
“Selamat pagi,” balas Kenzo ramah dengan senyumannya sembari berlalu pergi.
“Tuan Kenzo baru aja jawab sapaan gue!” serunya heboh pada teman yang berjalan di sisinya.
“Jangan lupa, Tuan Kenzo itu tunangan Bitna yang terkenal itu, gak usah kegeeran!” timpal temannya itu sambil berdecak kesal.
“I know! Gue seneng aja, akhirnya Tuan Kenzo nunjukkin kehangatannya lagi setelah sekian lama.” Wanita tersebut memberengut kesal.
“Ya, sejak sahabat baiknya meninggal.”
Salah satu pasang telinga yang mendengar percakapan mereka, hanya bisa terdiam tanpa berniat menegur atau memberikan respon apapun. Sampai di dalam ruangan, ia sama sekali tidak terlihat merasa terganggu dengan gosip-gosip karyawan tersebut sepanjang langkahnya.
"... Nadine."
"Nona Nadine!" panggil Kenzo cukup keras pada sekretarisnya yang sejak tadi sudah melamun.
"Ah, maafkan saya, Tuan." Wanita itu terkesiap dan segera tersadar, mengatakan permintaan maafnya.
"Wajah Anda terlihat tidak begitu sehat. Jika sakit, ambillah cuti untuk bersitirahat beberapa hari." Kenzo berbicara sambil membuka salah satu dokumen yang sudah siap di atas mejanya.
"Ti-tidak, saya hanya kurang beristirahat saja. Saya masih bisa mengatasinya. Ngomong-ngomong, Anda hari ini hanya ada jadwal rapat pukul 2 nanti dan-"
"Apa itu sangat mendesak dan penting?" tanya Kenzo memotong ucapan Nadine yang belum terselesaikan.
Nadine terdiam cukup lama sambil memandangi Kenzo yang menunggu jawabannya. Tidak biasanya jika bosnya ini menanyakan kinerjanya.
"Jika sakit sebaiknya Anda beristirahat, Nona Nadine," ucap Kenzo yang sekali lagi menyadarkan Nadine dari kurang fokusnya.
"Maafkan saya, saya sedikit cemas karena Anda menanyakan kinerja saya. Sesuai dengan apa yang Anda katakan, jika jadwal masih kosong semua rapat diatur untuk dihadiri oleh Anda langsung." Nadine segera menjelaskan.
"Kalau begitu atur ulang semua jadwal rapat. Saya hanya akan menghadiri rapat yang sangat penting dan mendesak. Jika tidak terlalu penting, Anda bisa menghadirinya sendiri dan laporkan pada saya setelahnya. Selain itu, tidak ada jadwal penting lainnya, kan?" tanya Kenzo kemudian.
"Tidak ada," jawab Nadine.
"Saya serahkan sisanya, Nona Nadine." Kenzo menutup map yang baru dibukanya seraya berdiri dari duduknya.
"Ta-tapi, tunggu, Tuan Kenzo," cegah Nadine yang begitu terkejut dengan sikap Kenzo yang tak biasanya.
"Ada apa lagi?" Kenzo berbalik menatapnya dengan pandangan tak suka.
"Anda akan pergi kemana?" Nadine bertanya balik membuat kernyitan di dahi Kenzo terbentuk.
"Apa kegiatan saya selain bekerja juga harus diketahui oleh sekretaris saya sendiri?" Nada bicaranya membuat Nadine sedikit takut.
"A-anda bisa menyerahkan pekerjaan pada saya," timpal Nadine terbata sambil menundukkan kepalanya.
Selama bekerja dengannya, Nadine sudah terbiasa dengan sikap dingin dan datar Kenzo padanya. Namun, belakangan sikapnya terasa lebih dingin dan menekan dirinya. Ia masih belum terbiasa dengan sisi itu dan merasa kesal karena mengetahui siapa penyebab dibalik perubahan sikap bosnya itu. Sisi positifnya, Kenzo lebih mempercayai dirinya dengan membebankan semua pekerjaan ini.
"Pekerjaan yang bagus. Kalau begitu, sekarang mari kita temui tunagan saya, Chakra," perintah Kenzo setelah selesai melihat keseluruhan jadwal pribadi Bitna pada supir pribadi sekaligus tangan kanannya yang ia percayai.
"Baik, Tuan." Chakra menginjak pedal gas begitu mendengar perintahnya.
"Pekerjaanmu kali ini adalah mengawasi wanita itu. Bitna akan saya jaga sendiri." Kenzo kembali angkat suara begitu mobil melaju meninggalkan wilayah kantornya.
"Baik, saya mengerti, Tuan." Sekali lagi jawaban yang sama keluar dari mulut tangan kanannya.
"Haahh ... Lelah sekali." Helaan napas keluar dari mulut Kenzo dibarengi dengan punggungnya yang ia sandarkan.
"Tapi lelah Anda akhirnya terbayarkan, Tuan." Tidak ada jawaban dari Kenzo selain sebuah senyum kecil di bibirnya yang tercetak.
Sementara itu, Bitna berada di ruang make up aktris seorang diri, selesai dirinya dipersiapkan untuk pemotretan hari ini. Ia memandangi ponselnya lekat-lekat seolah menunggu seseorang mengiriminya pesan. Begitu lama ia memandanginya, tapi tidak ada notifikasi apapun yang masuk sehingga membuatnya kesal sendirian.
"Sialan! Membuat orang kesal saja!" umpatnya sembari membanting ponselnya ke atas meja.
"Ada apa, Bitna?" tanya Dalmi yang masuk ke dalam ruangan, membawa satu cup kopi dan menyerahkannya pada Bitna.
"E-eonni, kamu sudah datang? Tidak ada apa-apa," jawab Bitna sedikit gugup seraya mengalihkan diri pada kopi di tangannya.
"Sering-seringlah memakai tabir surya karena cuaca di sini tidak akan menyerah sampai ini," nasehat Dalmi yang diangguki oleh Bitna.
Bitna tidak terlalu mengetahui apa-apa saja tentang negara ini. Namun, sejak menginjakkan kaki di negara ini, perasaannya merasa seolah ia pulang ke rumah. Seolah ia sudah pernah menginjakkan kaki ke tempat ini dan sangat mengenalinya. Memang sangat persis seperti ia pulang ke rumah orang tuanya. Apa orang tuanya memang tinggal di Indonesia?
"Kamu melamun lagi, apa ada yang mengganggumu?" Bitna tampak terkesiap ketika Dalmi menjentikkan jarinya di depan wajahnya.
"Kenzo, dia sangat menggangguku sejak kemarin," ujar Bitna kesal mengalihkan seluruh atensinya pada Dalmi dari pikiran sekelebatnya yang aneh.
"Memangnya dia kenapa?" Dalmi bertanya.
"Dia ... di-dia." Setelah dipikirkan kembali, Bitna mendadak gugup dan malu menceritakannya pada Dalmi, manajernya sendiri, sekaligus sahabat yang sangat ia percayai.
"Dia kenapa?" tanya Dalmi kembali.
"Sudahlah! Tidak ada yang menyenangkan untuk diceritakan selain sikapnya yang menyebalkan dan seenaknya saja." Pipinya secara alami memerah mengingat kembali kenangan dirinya dan Kenzo kemarin.
"Hm ... benarkah? Tapi pipimu mengatakan jika kalian berdua sudah melakukan hal yang memalukan kemarin," kata Dalmi dengan santainya.
"Pipiku tidak menjawab apapun! Eonni, berhenti menggoda!" bentak Bitna yang semakin salah tingkah.
"Baiklah-baiklah, aku akan berhenti. Tapi Bitna, satu yang ingin aku katakan padamu. Kamu tidak boleh sampai jatuh hati padanya. Kamu mengerti apa yang aku katakan, kan?" Suasana yang mendadak serius karena ucapan Dalmi membuat Bitna ikut mengubah ekspresi wajahnya.
"Aku mengerti," timpal Bitna.
"Jangan menunjukkan ekspresi itu, aku punya kabar baik untukmu," ucap Dalmi sembari menepuk bahu Bitna agar menatapnya.
"Berkat hubunganmu dengan Kenzo yang sudah terungkap, beberapa brand dan tawaran projek lainnya yang sempat ingin memutuskan kontrak denganmu, mengurungkan niat mereka. Tapi, sepertinya yang berasal dari negara kita masih cukup takut untuk melakukan kerja sama denganmu." Perkataan Dalmi cukup menghibur sekaligus mengecewakan bagi Bitna.
"Jangan terlalu khawatir, ini masih awal. Kita bisa membuktikan kinerja kita di sini dan negara lainnya pada mereka untuk menarik kembali fans di Korea. Cepat atau lambat, mereka akan kembali padamu. Ini adalah sebuah kesempatan dengan kita bekerja di sini, Bitna." Dalmi kembali berkata sambil tersenyum lembut untuk benar-benar menghibur Bitna yang tampak lebih kecewa.
'Entah sengaja atau tidak, ini terasa seperti sudah direncanakan.' Di balik senyum itu, Dalmi berkata dalam batinnya.
"Nikmati saja permainanmu dengannya, tapi jangan sampai kalah. Manfaatkan dia sampai kering karena toh sewaktu-waktu dia juga yang bisa membuangmu. Jadi, kamu yang harus menjadi pemenangnya, mengerti?" tanya Dalmi untuk meyakinkan Bitna.
"Siapa yang menang dan kalah?" Suara itu membuat keduanya menoleh cepat.
-
-
-
To be continued
Kenzo kemarin baru saja mengatakan untuk merahasiakan ‘hubungan’ mereka dari siapapun. Itu artinya juga termasuk Dalmi di dalamnya, tapi Bitna sudah memberitahunya. Jika Kenzo mengetahui itu, apa yang akan menjadi reaksinya? Sekarang pria itu sudah berdiri di depan pintu, menatap keduanya bergantian menuntut jawaban. Bitna dan Dalmi tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut mereka dari wajah keduanya. Di dalam kepala mereka, keluar pertanyaan yang sama. Dari mana Kenzo mendengar pembicaraan mereka? “Sa-sayang, kamu sudah datang?” Bitna dengan kaku segera mengalihkan pembicaraan pada Kenzo. ‘Kumohon ikuti saja aku!’ Dalam batin, Bitna berharap Kenzo tidak memperpanjang pembicaraan tadi. “Ya, tentu saja aku harus datang sebentar untuk melihat tunanganku karena aku merindukannya.” Seolah mendengar harapan Bitna, Kenzo mengubah ekspresi wajahnya dan menimpali ucapan Bitna dengan senyum lembutnya. “Aku juga sudah merindukanmu,” balas Bitna. Bitna memang membalas senyuman Kenzo
“Karena pemotretannya akan dimulai, kamu bisa pergi sekarang. Kamu juga pasti sibuk hari ini, tapi terima kasih sudah datang.” Bitna berhenti dan berdiri berhadapan dengan Kenzo, dengan lembut berbicara untuk saling berpamitan. ‘Kamu pasti terkejut dengan kemampuanku, kan?’ Dalam batin, Bitna bersorak puas ketika bisa melihat ekspresi wajah Kenzo yang terkejut? “Aku akan menjemputmu kalau sudah selesai bekerja dan mengajakmu pergi berkencan hari ini.” Bitna kali ini yang menampilkan ekspresi wajah terkejut. “Jangan terlalu terkejut karena sekarang aku adalah tunanganmu,” lanjutnya sembari tersenyum sampai matanya terpejam. “Ba-baiklah,” jawab Bitna gugup. Melihat senyum manis itu, jantungnya berdegup kencang. Cuaca di sekitarnya juga mendadak menjadi semakin panas. “Selama ini kamu sudah bekerja keras, kerja bagus.” Kenzo mengusap kepala Bitna lembut sebelum akhirnya menarik kepala itu dan mendekatkannya pada bibir pria itu, mendaratkan kecupan manis di sana. “Sampai jumpa
Tepat pukul 7 malam, Kenzo sudah berdiri bersandar pada cup mobilnya, di tempat terakhir kali ia menjemput Bitna di hari kencan mereka. Hari ini adalah hari yang disepakati keduanya untuk pergi berkencan seperti biasanya. Tak berselang lama ia menunggu, suara seseorang yang mengobrol dengan Bahasa Korea, terdengar di telinga Kenzo. Mengenali suara tersebut, Kenzo menoleh dan mendapati Bitna yang berjalan bersama Dalmi ke arah mobil van yang terparkir tepat di samping mobilnya. “Hai,” sapa Kenzo setelah mendekat pada mereka, lebih tepatnya pada Bitna. “Bagaimana pekerjaanmu hari ini?” tanya Kenzo pada Bitna sembari merangkul mesra pinggangnya dan mengecup sekilas dahinya. Mendapat perlakuan seperti itu yang tiba-tiba, mengundang semburat merah muda alami di pipi putihnya yang kontras. Mengingat hanya ada mereka bertiga disini, Bitna bergerak gelisah untuk melepaskan diri dari Kenzo. Itu dilakukan demi dirinya sendiri yang terkadang tiba-tiba tidak bisa berpikir rasional di hadapa
“Saat aku menceritakan sedikit tentang tempat wisata di sini tepat di hari pertama kami tiba, ia sangat bersemangat untuk mulai menjelajahi semua tempat wisata. Tapi kini dia bermalas-malasan di atas kasur pada hari liburnya seolah semua yang ia katakan beberapa waktu lalu itu tidak pernah ada.” Dalmi berbicara lewat telpon sambil memperhatikan setiap gerak gerik Bitna lewat celah pintu yang terbuka. “Sungguh? Anak itu yang sangat senang mengenal tempat-tempat baru dan selalu mengeluh karena padatnya jadwal?” tanya seseorang di seberang telpon dengan nada setengah tidak percaya. “Aku mengatakan yang sebenarnya! Kalau tidak percaya, akan ku kirim fotonya.” Dalmi menjauhkan ponselnya dari telinga dan beberapa kali memotret Bitna diam-diam. “Kamu lihat, Yohan?! Aku mengatakan yang sebenarnya!” seru Dalmi setelah memberikan buktinya. “Sebenarnya apa yang terjadi di sana, Dalmi?” tanya Yohan. “Itu akan menjadi cerita yang sangat panjang. Aku tidak bisa membicarakannya di sini bah
“Ken! Kamu datang?” Bitna menyambutnya dengan hangat, setengah berteriak memanggilnya, dan langsung memeluk erat Kenzo yang masih terkejut di depan pintu. “Bitna, siapa yang datang?” Suara Dalmi terdengar, ia sudah keluar dari kamar untuk melihat siapa gerangan tamu yang datang. Sepintas melihat mereka yang berpelukan terlihat akrab dan mesra, tapi Dalmi yang melihat ekspresi wajah Bitna tidak percaya begitu saja. Ia berkeringat dingin dan menahan malu, bertahan dalam posisi tersebut seolah menunggu sesuatu. Ketika Bitna melihat kembali ponselnya yang tidak menampilkan panggilan suara, wajahnya menjadi lega dan tanpa rasa bersalah segera melepas pelukan mereka. Suara deheman Kenzo membuyarkan lamunan Bitna di tengah-tengah itu. Bitna mengalihkan atensi pada Kenzo yang berdiri di depannya dan tanpa aba-aba pipinya memerah, mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Ketika berbalik, ia mendapati Dalmi yang sejak tadi masih memperhatikan. “Tidak! Itu … dia tadi Jin menelpon, kebetula
“Halo, siapa ini?” Bitna menjauh sedikit dari Kenzo ketika mengangkat telpon. Bitna berbicara dalam Bahasa Korea, mengetahui jika nomor yang menelponnya adalah nomor orang Korea. Meski sudah menebak siapa gerangan yang menelponnya, ia berpura-pura tidak mengetahuinya untuk berbasa-basi. “Bitna, ini aku, Jin.” Benar saja tebakannya. Mengetahui nomornya sudah berganti, bisa Bitna tebak jika Jin sudah merusak ponselnya, dan ini bahkan belum satu hari sejak mereka terakhir berkomunikasi. “Ya, apa ada yang ingin Anda bicarakan lagi dengan saya, Senior? Padahal belum satu hari kita berkomunikasi. Saya minta maaf karena sedikit sibuk di sini.” Bitna tidak ingin memperpanjang lagi pembicaraan dan langsung memberitahunya secara langsung. “Apa kamu sibuk bersama dengan ‘tunanganmu’ itu?” tanya Jin yang terdengar sangat kentara nada dingin, menunjukkan kecemburuan. Bitna tidak memberikan jawabannya, tapi memberikan tawa kecilnya untuk membenarkan secara tak langsung. Ia melirik sebentar
“Haahh… Lelah sekali.” Bitna menghela napas dalam begitu sampai di ruangan istirahat khusus artis. Ia segera duduk bersandar di salah satu kursi sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas dengan kipas elektrik. Udara di negara ini memang lebih panas daripada di Korea saat musim panas, entah itu hanya perasaannya saja. Belakangan ini ia tidak terlalu cukup sibuk membuat dirinya sedikit tidak terbiasa dengan pekerjaan yang bersantai. Namun, ketika ia menerima jadwal yang cukup sibuk kembali seperti saat ini rasanya seperti artis baru yang memulai debutnya. Begitu pun dengan rasa lelahnya. “Minumlah ini,” ujar Dalmi sembari menyodorkan kaleng minuman padanya. “Terima kasih.” Bitna menerimanya dengan senang hati dan menegakkan tubuhnya untuk membuka kaleng soda tersebut. “Ini masih pukul 8 malam. Belum ada apa-apanya dibandingkan dengan saat-saat dimana kita baru pulang di atas tengah malam setiap harinya dan bekerja lagi mulai pukul 8.” Bitna mengangguk setuju, tapi rasa lelah in
“Itu pasti Kenzo!” seru Bitna seraya berdiri dari duduknya dan segera menghampiri pintu apartemennya yang sudah membunyikan bel. “Bitna, Bitna, biar aku saja!” cegah Yohan setengah berteriak pada Bitna yang bahkan tidak mau repot-repot mendengarkannya. “Dia, kenapa sekarang sama menyebalkannya seperti pria itu sih?” tanya Yohan kesal pada Dalmi yang duduk di sampingnya. “Mungkin karena mereka bertunangan?” tanya balik Dalmi. “Tunangan kontrak!” tegas Yohan. “Oppa!” seru Bitna tiba-tiba saja terdengar membuat Yohan tersentak dan segera menoleh ke belakang. “Oh, kamu sudah datang? Kok cepat?” tanya Yohan berusaha mengubah pembicaraan. “Eonni, aku sudah mengatakan padamu untuk tidak membicarakan ini pada sembarangan orang!” Dalmi yang diam, ikut terkena semprotan Bitna. “Kamu sekarang mengatakan jika aku adalah sembarang orang?!” Yohan menuntut jawaban, tak terima dengan apa yang dikatakan oleh Bitna. “Kenapa sekarang kamu yang terlihat keberatan? Yohan adalah orang yang
Berbeda dengan hubungan jarak jauh mereka sebelumnya, kali ini justru Kenzo lebih sering menghubungi Ariana. Itu bagus karena Ariana memiliki motivasi tinggi. Namun, di sisi lain ia harus kerepotan karena Kenzo selalu menghubungi kapanpun tanpa mengingat waktu. Di saat Ariana bekerja, dirinya lah yang memegang ponsel Ariana. Sehingga mau tidak mau, atas permintaan aktrisnya juga, ia harus membalas pesan Kenzo. Setidaknya mengabari bagaimana kegiatannya. Maka ia juga harus membaca pesan masuk yang dikirimkan oleh pria itu. Sangat menjengkelkan. Meski tidak dipungkiri, Yohan juga terkadang mengirim pesan yang manis padanya. Untuk tahun-tahun awal atau saat peristiwa baru-baru itu terjadi, merupakan saat tersulit bahkan sangat sulit. Berbeda dengan saat Ariana terkena skandal waktu itu, Dalmi memanfaatkan keadaan yang juga bagus saat keretakan hubungan mereka berdua, dan membuat skandal antara Ariana dan Jin semakin bagus. Sekarang, keadaan sangat tidak bagus, tidak ada yang bisa dimanf
Bagaimanapun juga, acara besar sekelas pemberian penghargaan formal itu pasti mendapatkan banyak sorotan karena disiarkan secara langsung. Termasuk Ariana di dalamnya yang mendapatkan penghargaan paling bergengsi. Semua warga sudah mengetahuinya dan mengetahui apa yang dibicarakan oleh wanita itu. Tentu saja keputusan itu memberikan dampak besar pada Ariana. Ia kali ini mendapatkan kecaman dari warga internet Korea, meski pendukungnya tidak kalah banyak. Ini pertama kalinya dalam sejarah, pemenang award paling bergengsi adalah sosok yang paling kontroversi. Banyak yang menyuarakan protesnya untuk membatalkan Ariana sebagai pemenang. Ditambah kehadiran Kenzo di acara tersebut yang mau tidak mau diketahui oleh para wartawan, menambahkan imej buruk pada namanya. Namun, di titik itu Ariana sama sekali tidak menyesal telah mengungkapkan semua rahasianya kepada publik. Ia merasa selama ini dirinya telah banyak berbohong pada fans-nya, karena itulah meski ia dibenci karena jujur, setidaknya
“Aku melihat Kenzo di atas panggung, aku melihatnya dengan jelas. Tunggu sebentar, aku akan memastikan pada Chakra apa sebenarnya yang terjadi …” Ekspresi Dalmi berubah dan arah pandangannya juga berubah. Ia ditujukan kepada sosok yang ada di belakang Ariana pastinya. Ariana sudah menduga pasti ada seseorang di belakangnya. Ia membeku beberapa detik, tidak siap dengan siapa seseorang di belakangnya. Mungkin itu Chakra dan pandangannya yang melihat Kenzo salah sebab perasaan depresinya. Jika itu memang Chakra, entah kabar apa yang dibawanya sampai membawa pria itu kemari. Ariana perlahan dengan gerakan slow motion, berbalik menatap sosok di belakangnya. Beberapa detik Ariana terpaku kembali melihatnya, lagi-lagi tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Entah mengapa dan bagaimana hari ini bisa penuh dengan kejutan. “Hai, Cutie.” Suaranya bahkan sangat mirip. Ariana mundur beberapa langkah, masih tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Begitu juga dengan Dalmi. Sementara orang di seki
Ariana melangkah ke arah panggung dengan masih menjadi pusat atensi semua orang yang ada di sana. Ia mengingat semua pelajaran trainingnya, bagaimana seseorang berjalan agar terlihat percaya diri. Dari luar, ia memang telah terlihat seperti sosok yang penuh percaya diri, tapi berbagai macam pikiran memenuhi kepalanya. Pelajaran training, kabar Kenzo, kerja keras, dan sepanjang dirinya berkarir, semua berputar memenuhi kepalanya. Ariana menjadi sedikit merasa bersalah karena tidak merasa dirinya telah bekerja sangat keras sehingga pantas untuk sampai di titik ini dengan cepat. Namun, pada kenyataannya sekarang ia berada di atas panggung, menerima piala yang tidak pernah ia pegang sebelumnya, yang diberikan oleh pembawa acara tersebut. Tangannya sedikit berkeringat dan gemetar saat menyentuh piala tersebut. Ia menatap lama piala tersebut dan menyadari bahwa tidak ada sebuah kebanggaan atau kebahagiaan yang meluap-luap menyerupai euforia. Seharusnya ini adalah sesuatu yang selama ini men
Korea Selatan memiliki sebuah acara nominasi penghargaan paling bergengsi untuk menghargai keunggulan dalam film, televisi, dan teaternya. Karena itulah acara ini diadakan setiap tahun untuk menghargai drama dan perfilman yang menghiasi layar kaca. Setiap setelah memerankan tokoh, para aktor dan aktris, khususnya yang masuk ke dalam kategori, akan menghadiri acara ini. Tidak hanya itu, tetapi juga para sutradara di dalamnya. Ariana sendiri termasuk di dalamnya karena ia telah memerankan drama yang cukup baik hingga mampu masuk ke dalam nominasi ini. Ini bukan pertama kalinya Ariana masuk ke dalam nominasi, tapi ini pertama kalinya Ariana masuk ke dalam kategori aktris terbaik yang akan menerima hadiah utama. Itu adalah sebuah pencapaian yang luar biasa di dalam karirnya yang akan menginjak usia 7 tahun. Baik Ariana maupun Dalmi tentu saja sangat bangga ketika mengetahui itu. Mereka, khususnya Dalmi yang lebih bersemangat, berharap bahwa Ariana lah yang akan memenangkan piala utama te
Ketika mendengar pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh agensi, para pecinta drama tentu terkejut. Seperti biasa, pendapat condong ke dua orang. Banyak dukungan dan tak lepas juga kritik juga hujatan. Orang-orang yang menginginkan kejatuhan Ariana, seolah didukung oleh foto Ariana yang tiba-tiba tersebar saat berada di bandara hendak pergi ke Indonesia. Namun, foto itu terbantahkan karena kebenaran bahwa Ariana yang memang ada di apartemen saat dikunjungi. Ditambah dengan kesaksian kru drama, bahwa Ariana memang terlihat kurang sehat saat pertemuan terakhir mereka. Juga didukung oleh argumen bahwa tidak mungkin seseorang dengan cepat pergi ke luar negeri dan kembali lagi. Meski itu untuk berlibur sekalipun. Jadi, tetap ada banyak orang yang mendukung terus dan menunggu drama yang dibintanginya selesai. Satu minggu telah berlalu dan Ariana tentu kembali bekerja lagi sesuai jadwal yang telah diatur oleh Dalmi. Beberapa hari terakhir sebelum bekerja, Ariana mengurung diri terus menerus
Saat Ariana meninggalkan Dalmi begitu saja di rumah sakit, ia pergi ke hotel bersama barang bawaan mereka. Tidak sedikitpun ia merasa kesal, tapi justru sedikit merasa bersalah. Ia bukan tidak peduli atau tidak mau tahu pada masalah Ariana, mungkin karena ketakutannya pada masalah Ariana yang bisa berdampak pada pekerjaan. Pekerjaannya cukup berat belakangan, mereka baru saja memulai kembali. Jika semua hancur, ia jugalah yang bisa terkena imbasnya, bukan hanya Ariana. Tujuannya hanya ingin meminimalisir suatu hal buruk yang nanti bisa terjadi. Namun, karena emosi Ariana, ia salah menanggapi pada dirinya dan menganggap bahwa itu bentuk ketidakpedulian. Ariana mungkin berpikir bahwa sekarang yang hanya dipikirkan olehnya adalah pekerjaan dan karir Ariana. Tidak ada yang bisa dikerjakan oleh Dalmi selama satu hari penuh di hotel hari itu selain bekerja. Jadwal-jadwal Ariana yang tertunda, harus ditata ulang lebih dulu. Ia menduga jika mereka di sini akan satu minggu penuh, apalagi meng
Setelah selesai dengan urusan mereka di penjara, keduanya berada di dalam mobil sekali lagi. Ariana meminta Chakra untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Kenzo. Ia belum juga menghubungi Dalmi yang ditinggalkannya begitu saja kemarin di rumah sakit. Chakra sudah mengetahui apa tujuan sebenarnya Ariana menemui mereka berdua. Melihat bagaimana reaksi Daris dan meluapkan amarahnya pada Nadine. Setidaknya Ariana tidak berbuat sesuatu yang naif dengan memaafkan Daris yang telah membunuh anggota keluarganya dan mencelakai pria yang dicintainya. Justru sekarang wanita itu tampak lebih baik sekarang daripada kemarin atau bahkan hari ini. Apalagi keputusan yang akan diambilnya selanjutnya? “Wartawan-wartawan itu sudah dipastikan tidak akan berani mendekati Kenzo, kan?” tanya Ariana memecah keheningan. “Iya, Nona, saya sudah mengurusnya.” Ariana mengangguk. “Aku tidak mau saat Kenzo beristirahat, dia terganggu oleh orang-orang yang haus akan berita gosip itu. Lakukan dengan tenang, jangan s
“Nona, apa Anda yakin dengan keputusan Anda?” Chakra berulang kali bertanya pertanyaan yang sama, meragukan apa yang ia dengar sekaligus keputusan Ariana. Ariana telah selesai bersiap dan membawa tasnya. Ia mengambil sepatu dan memakainya ketika hendak keluar rumah. “Apa perkataanku masih kurang jelas sejak tadi, Chakra? Antarkan aku ke tempat Om Daris dan sekretaris Kenzo.” Melihat bagaimana sekarang pembawaan Ariana yang telah lebih tenang daripada kemarin, Chakra bisa sedikit bernapas lega. Namun, apa yang akan dilakukan olehnya justru mengembalikkan emosi yang tidak stabil seperti kemarin wanita itu terguncang. Ia rasa menemui kedua penjahat itu sekaligus penyebab Kenzo ada di situasi ini, bukanlah keputusan yang bagus dan justru cenderung berat. Siapapun tidak akan sanggup bertemu atau bahkan melihat mereka. Alih-alih menghindari, Ariana justru ingin bertemu dengan mereka berdua. “Apalagi yang kamu tunggu, Chakra?” Tanpa sadar karena lamunan itu, Ariana telah mengganti sandaln