"Foto dan video yang beredar adalah benar kami berdua." Melihat ketegangan yang begitu terlihat di wajah Bitna, Kenzo lebih dulu berbicara.
"Karena ini semua sudah tersebar, saya kira semuanya tidak perlu lagi disembunyikan," lanjut Kenzo yang mulai merasakan jika seseorang di sampingnya sudah tidak bisa mengendalikan eskpresinya lagi.
"Saya dan Nona Bitna memang memiliki hubungan yang spesial." Kenzo berbicara kembali seraya menoleh ke arah Bitna yang sudah menatapnya dengan kernyitan di dahinya.
“Kami sebenarnya belum meresmikan hubungan pertunangan kami karena satu dan dua hal masalah. Namun, saya sudah melamarnya. Kami sudah sejak lama menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih." Ia kali ini menggenggam tangan Bitna dan berbicara dengan tatapan penuh kasih pada Bitna.
Kenzo mendekatkan tangan Bitna pada bibirnya. Semakin di luar ekspektasi Bitna, pria itu mencium punggung tangannya dengan lembut. Untuk sesaat mereka mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh wartawan. Untuk sesaat juga, Bitna merasa jika semua perlakuan Kenzo mengandung ketulusan.
“Karena sudah tidak ada yang disembunyikan, kamu sekarang bisa bebas memakai cincin pertunangan kita yang aku berikan, Bae. Kamu sekarang pasti membawanya juga, kan?” tanya Kenzo pada Bitna yang menyadarkannya dari lamunan singkat.
“Apa maksudmu?” bisik Bitna pelan.
Kenzo melirik ke arah saku mantel yang digunakan oleh gadis itu. Segera mengerti kemana arah tatapan Kenzo, Bitna merogoh sakunya dan menemukan sebuah cincin di sana. Ia mengeluarkannya, meski dengan penuh pertanyaan seperti, sejak kapan cincin ini ada di mantelnya. Cincin tersebut segera terlihat oleh para wartawan ketika ia memegangnya. Kenzo mengambil cincin tersebut dan memakaikannya di jari manis Bitna. Ia lantas mengeluarkan cincin lain dari saku jasnya dan memberikannya pada Bitna.
Sebelum mengambil cincin tersebut, Bitna melirik ke arah para wartawan yang sudah sibuk memotret mereka. Menunggu apa yang akan dilakukannya. Ia datang kemari untuk melakukan klarifikasi kebenaran mengenai mereka berdua, tetapi Kenzo justru melakukan sebuah omong kosong. Ia sudah tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti alur skenario ini. Bitna mengambil cincin tersebut dan juga menyematkannya di jari Kenzo.
“Tolong beri kami selamat dan dukung hubungan kami. Kami sudah cukup lama menjalin hubungan dan itu tidak berpengaruh sedikitpun pada pekerjaan kami berdua. Untuk kedepannya pun, akan tetap seperti itu.” Kenzo kembali berbicara setelah menatap puas pada cincin yang ia dan Bitna pakai.
“Saya sebagai tunangan dari salah satu aktris kesayangan kalian, memohon secara pribadi. Tolong terus cintai dia dan dukung dia karena cinta saya padanya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kalian semua para fans sejatinya. Hubungan kami tidak akan mempengaruhi kinerja Nona Bitna di dunia hiburan Korea.” Kenzo berdiri dan membungkuk 90 derajat.
Ia juga berbicara dalam bahasa Korea dengan cukup fasih. Dari bahasa yang ia gunakan, sudah jelas dipastikan jika perkataan itu ditunjukkan pada para fans Bitna di Korea. Tak lama suara tepuk tangan terdengar dari para wartawan.
Baik Bitna maupun Dalmi sama-sama terkejut karena pria ini bisa Bahasa Korea. Selain itu, Bitna lebih terkejut karena Kenzo benar-benar melakukan peran dadakannya dengan sangat totalitas. Sedangkan Dalmi masih percaya dan tidak percaya dengan apa yang terjadi di depannya.
“Bagaimana kalian mengenal satu sama lain dan sejak kapan kalian mulai berpacaran?” tanya salah satu wartawan.
“Jika kalian sudah lama berpacaran, bagaimana kalian menyembunyikan hubungan kalian?” Yang lainnya ikut bertanya.
“Kami sudah mengenal satu sama lain dan mulai berpacaran sejak kuliah. Namun, karena ia ingin mengejar karirnya di dunia hiburan Korea, kami sepakat melakukan hubungan jarak jauh. Hingga sampai sekarang,” jawab Kenzo tenang.
“Itu tidak diketahui mungkin karena saat Nona Bitna masih belum terkenal, tidak ada yang mempedulikannya. Selain itu kami juga menyelesaikan kuliah di Indonesia. Ketika ia memulai karirnya, kami jarang sekali bertemu dan hanya berkomunikasi lewat ponsel.” Kenzo lagi-lagi yang menjelaskan.
“Apa sejak dulu Nona Bitna memang menerima bantuan dari Tuan Kenzo, bukan dari CEO Song Jae Wook?” Meski sudah dikatakan secara jelas oleh Kenzo, masih saja ada wartawan yang menanyakan rumor-rumor tak berdasar tersebut yang di luar topik pembahasan.
“Sepertinya tidak ada lagi pertanyaan yang harus kami jawab. Saya rasa, semua yang kami katakan sudah menjawab semua pertanyaan dari teman-teman media semua. Kami akan menyudahi konferensi pers ini sekarang.” Bitna akhirnya angkat suara.
Ia mulai muak dengan pertanyaan-pertanyaan sejenis itu. Baik media Korea atau Indonesia, mereka selalu mengambil setiap celah untuk menjatuhkannya. Atau entah sekarang ia memang sudah jatuh karena konferensi pers ini.
“Terima kasih sudah bersedia datang, saya dan manajer saya akan pamit sekarang.” Ia berdiri dari duduknya dan membungkuk sebelum akhirnya pergi diikuti oleh Dalmi.
Kenzo tiba-tiba saja sudah menyusul melangkah di sampingnya seolah menyuruh Bitna untuk datang ke ruangannya. Bitna tidak mengatakan apapun. Toh memang ia akan ke ruangan pria ini karena mereka harus berbicara.
"Chakra, tolong antarkan Nona Dalmi kembali ke apartemennya." Sesampainya di ruangan Kenzo, pria itu memerintahkan supir pribadinya yang baru ia panggil.
"Tunggu ... "
"Hanya Nona Dalmi. Saya masih ingin berbicara dengan tunangan saya karena sudah lama kami tidak berbicara. Bukan begitu, Sayang?" Tatapan Kenzo tetap pada Bitna ketika memotong ucapan Dalmi yang baru saja akan berbicara.
"Baiklah, tetapi saya akan kembali untuk menjemput ... "
"Saya juga yang akan mengantar tunangan saya, tentu saja." Lagi-lagi Kenzo memotong ucapan Dalmi.
Dalmi sudah tidak bisa berkata apapun lagi. Ia hanya pergi begitu saja, diikuti oleh supir pribadi Kenzo untuk melakukan perintah atasannya. Sedangkan Bitna masih belum mengatakan apapun setelah konferensi pers selesai. Ia hanya diam di samping Kenzo, memang menunggu semua orang keluar dari ruangan Kenzo lebih dulu sebelum berbicara.
Tatapan dingin Kenzo beralih pada seorang wanita yang masih berdiri di dalam ruangannya. "Apa lagi yang Anda tunggu, Nona Nadine? Pintu keluar ada di sebelah sana," ujar Kenzo pada sekretarisnya yang masih ada di dalam ruangan.
"Ma-maaf, Tuan. Apa Anda dan Nona Bitna membutuhkan yang lainnya?" tanya Sekretaris Kenzo canggung.
"Tidak," jawab Kenzo singkat.
"Kalau begitu saya permisi dulu." Nadine akhirnya keluar dari ruangan, meninggalkan Kenzo dan Bitna.
"Sayang ..." Kenzo mulai memanggil Bitna mesra seraya menggapai tangannya dengan lembut, meski hanya tinggal mereka berdua.
Namun, dengan cepat Bitna tersadar dan menepis tangan Kenzo. Ia mundur untuk menjaga jarak darinya. Tatapannya tajam dan penuh kewaspadaan. Kenzo mengangkat kedua tangannya, melihat reaksi Bitna yang menatapnya seolah dirinya adalah orang jahat.
"Sudah tidak ada orang di sekitar kita, kenapa kamu tidak akhiri saja sandiwaramu?" tanya Bitna dingin dengan tatapan tajamnya yang sejak tadi menyorot pada setiap pergerakan Kenzo.
-
-
-
To be continued
"Apa alasanmu mengatakan semua omong kosong tadi pada wartawan?" tanya Bitna langsung tanpa berbasa-basi. Ia bahkan sudah tidak peduli dengan sikap sopan santun dan keformalan di antara mereka berdua. "Alasanku ... " Kenzo menggantungkan kalimatnya membuat Bitna menunggu dengan ekspresi wajah penasaran. Secara alami, Kenzo juga melakukan apa yang dilakukan Bitna. Kenzo terlihat begitu menikmati ekspresi wajah Bitna yang penuh keingintahuan. Jari kanannya yang semula mengetuk-ngetuk paha kanannya yang terlipat di atas paha kiri, ia tautkan dengan tangan kirinya. Bersamaan dengan ia menurunkan kaki kanannya dan mengubah posisi duduknya menjadi sedikit membungkuk. Kenzo menatap bergantian dari Bitna ke arah sofa kosong di depannya. Memberikan kode kepada gadis itu untuk duduk. "Ini akan menjadi pembicaraan yang panjang. Jadi, sebaiknya kamu duduk daripada menahan rasa pegal." Mendengar hal itu, Bitna tidak memiliki pilihan lain selain menurutinya. "Katakan," perintah Bitna begitu
'Bisa gila aku.' Bitna hanya bisa mengeluh di dalam batinnya ketika Dalmi langsung menodongnya dengan pertanyaan, begitu dirinya sampai. Setelah mengumumkan 'hubungannya' dengan Kenzo, ia belum mengetahui respon apa yang dikeluarkan oleh para fansnya. Namun, itu bukan menjadi satu-satunya masalah. Masalah lainnya adalah Dalmi, manajernya yang hampir 24 jam ada bersama dengannya, mana mungkin percaya dengan kepalsuan itu. Dalmi juga sudah mengenal dirinya selama hampir 5 tahun lamanya. "Cepat katakan yang sebenarnya, Bitna! Mana mungkin pria itu mau denganmu dan lagi kalian sampai bertunangan!" cerocos Dalmi kembali. "Eonni! Biar bagaimanapun, aku ini adalah seorang aktris cantik terkenal yang sedang naik daun. Kenapa dia tidak mau dengan gadis secantik diriku, huh?" balas Bitna ikut kesal dengan manajernya yang mendadak meremehkannya. "Itulah kenapa dia mau bersama denganmu? Kalian benar-benar sudah bertunangan?" Dalmi bertanya sekali lagi untuk kepastian. Bitna menatap Dalmi
“Selamat pagi, Tuan,” sapa salah satu pegawai wanita pada Kenzo yang baru saja datang. “Selamat pagi,” balas Kenzo ramah dengan senyumannya sembari berlalu pergi. “Tuan Kenzo baru aja jawab sapaan gue!” serunya heboh pada teman yang berjalan di sisinya. “Jangan lupa, Tuan Kenzo itu tunangan Bitna yang terkenal itu, gak usah kegeeran!” timpal temannya itu sambil berdecak kesal. “I know! Gue seneng aja, akhirnya Tuan Kenzo nunjukkin kehangatannya lagi setelah sekian lama.” Wanita tersebut memberengut kesal. “Ya, sejak sahabat baiknya meninggal.” Salah satu pasang telinga yang mendengar percakapan mereka, hanya bisa terdiam tanpa berniat menegur atau memberikan respon apapun. Sampai di dalam ruangan, ia sama sekali tidak terlihat merasa terganggu dengan gosip-gosip karyawan tersebut sepanjang langkahnya. "... Nadine." "Nona Nadine!" panggil Kenzo cukup keras pada sekretarisnya yang sejak tadi sudah melamun. "Ah, maafkan saya, Tuan." Wanita itu terkesiap dan segera tersa
Kenzo kemarin baru saja mengatakan untuk merahasiakan ‘hubungan’ mereka dari siapapun. Itu artinya juga termasuk Dalmi di dalamnya, tapi Bitna sudah memberitahunya. Jika Kenzo mengetahui itu, apa yang akan menjadi reaksinya? Sekarang pria itu sudah berdiri di depan pintu, menatap keduanya bergantian menuntut jawaban. Bitna dan Dalmi tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut mereka dari wajah keduanya. Di dalam kepala mereka, keluar pertanyaan yang sama. Dari mana Kenzo mendengar pembicaraan mereka? “Sa-sayang, kamu sudah datang?” Bitna dengan kaku segera mengalihkan pembicaraan pada Kenzo. ‘Kumohon ikuti saja aku!’ Dalam batin, Bitna berharap Kenzo tidak memperpanjang pembicaraan tadi. “Ya, tentu saja aku harus datang sebentar untuk melihat tunanganku karena aku merindukannya.” Seolah mendengar harapan Bitna, Kenzo mengubah ekspresi wajahnya dan menimpali ucapan Bitna dengan senyum lembutnya. “Aku juga sudah merindukanmu,” balas Bitna. Bitna memang membalas senyuman Kenzo
“Karena pemotretannya akan dimulai, kamu bisa pergi sekarang. Kamu juga pasti sibuk hari ini, tapi terima kasih sudah datang.” Bitna berhenti dan berdiri berhadapan dengan Kenzo, dengan lembut berbicara untuk saling berpamitan. ‘Kamu pasti terkejut dengan kemampuanku, kan?’ Dalam batin, Bitna bersorak puas ketika bisa melihat ekspresi wajah Kenzo yang terkejut? “Aku akan menjemputmu kalau sudah selesai bekerja dan mengajakmu pergi berkencan hari ini.” Bitna kali ini yang menampilkan ekspresi wajah terkejut. “Jangan terlalu terkejut karena sekarang aku adalah tunanganmu,” lanjutnya sembari tersenyum sampai matanya terpejam. “Ba-baiklah,” jawab Bitna gugup. Melihat senyum manis itu, jantungnya berdegup kencang. Cuaca di sekitarnya juga mendadak menjadi semakin panas. “Selama ini kamu sudah bekerja keras, kerja bagus.” Kenzo mengusap kepala Bitna lembut sebelum akhirnya menarik kepala itu dan mendekatkannya pada bibir pria itu, mendaratkan kecupan manis di sana. “Sampai jumpa
Tepat pukul 7 malam, Kenzo sudah berdiri bersandar pada cup mobilnya, di tempat terakhir kali ia menjemput Bitna di hari kencan mereka. Hari ini adalah hari yang disepakati keduanya untuk pergi berkencan seperti biasanya. Tak berselang lama ia menunggu, suara seseorang yang mengobrol dengan Bahasa Korea, terdengar di telinga Kenzo. Mengenali suara tersebut, Kenzo menoleh dan mendapati Bitna yang berjalan bersama Dalmi ke arah mobil van yang terparkir tepat di samping mobilnya. “Hai,” sapa Kenzo setelah mendekat pada mereka, lebih tepatnya pada Bitna. “Bagaimana pekerjaanmu hari ini?” tanya Kenzo pada Bitna sembari merangkul mesra pinggangnya dan mengecup sekilas dahinya. Mendapat perlakuan seperti itu yang tiba-tiba, mengundang semburat merah muda alami di pipi putihnya yang kontras. Mengingat hanya ada mereka bertiga disini, Bitna bergerak gelisah untuk melepaskan diri dari Kenzo. Itu dilakukan demi dirinya sendiri yang terkadang tiba-tiba tidak bisa berpikir rasional di hadapa
“Saat aku menceritakan sedikit tentang tempat wisata di sini tepat di hari pertama kami tiba, ia sangat bersemangat untuk mulai menjelajahi semua tempat wisata. Tapi kini dia bermalas-malasan di atas kasur pada hari liburnya seolah semua yang ia katakan beberapa waktu lalu itu tidak pernah ada.” Dalmi berbicara lewat telpon sambil memperhatikan setiap gerak gerik Bitna lewat celah pintu yang terbuka. “Sungguh? Anak itu yang sangat senang mengenal tempat-tempat baru dan selalu mengeluh karena padatnya jadwal?” tanya seseorang di seberang telpon dengan nada setengah tidak percaya. “Aku mengatakan yang sebenarnya! Kalau tidak percaya, akan ku kirim fotonya.” Dalmi menjauhkan ponselnya dari telinga dan beberapa kali memotret Bitna diam-diam. “Kamu lihat, Yohan?! Aku mengatakan yang sebenarnya!” seru Dalmi setelah memberikan buktinya. “Sebenarnya apa yang terjadi di sana, Dalmi?” tanya Yohan. “Itu akan menjadi cerita yang sangat panjang. Aku tidak bisa membicarakannya di sini bah
“Ken! Kamu datang?” Bitna menyambutnya dengan hangat, setengah berteriak memanggilnya, dan langsung memeluk erat Kenzo yang masih terkejut di depan pintu. “Bitna, siapa yang datang?” Suara Dalmi terdengar, ia sudah keluar dari kamar untuk melihat siapa gerangan tamu yang datang. Sepintas melihat mereka yang berpelukan terlihat akrab dan mesra, tapi Dalmi yang melihat ekspresi wajah Bitna tidak percaya begitu saja. Ia berkeringat dingin dan menahan malu, bertahan dalam posisi tersebut seolah menunggu sesuatu. Ketika Bitna melihat kembali ponselnya yang tidak menampilkan panggilan suara, wajahnya menjadi lega dan tanpa rasa bersalah segera melepas pelukan mereka. Suara deheman Kenzo membuyarkan lamunan Bitna di tengah-tengah itu. Bitna mengalihkan atensi pada Kenzo yang berdiri di depannya dan tanpa aba-aba pipinya memerah, mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Ketika berbalik, ia mendapati Dalmi yang sejak tadi masih memperhatikan. “Tidak! Itu … dia tadi Jin menelpon, kebetula
Berbeda dengan hubungan jarak jauh mereka sebelumnya, kali ini justru Kenzo lebih sering menghubungi Ariana. Itu bagus karena Ariana memiliki motivasi tinggi. Namun, di sisi lain ia harus kerepotan karena Kenzo selalu menghubungi kapanpun tanpa mengingat waktu. Di saat Ariana bekerja, dirinya lah yang memegang ponsel Ariana. Sehingga mau tidak mau, atas permintaan aktrisnya juga, ia harus membalas pesan Kenzo. Setidaknya mengabari bagaimana kegiatannya. Maka ia juga harus membaca pesan masuk yang dikirimkan oleh pria itu. Sangat menjengkelkan. Meski tidak dipungkiri, Yohan juga terkadang mengirim pesan yang manis padanya. Untuk tahun-tahun awal atau saat peristiwa baru-baru itu terjadi, merupakan saat tersulit bahkan sangat sulit. Berbeda dengan saat Ariana terkena skandal waktu itu, Dalmi memanfaatkan keadaan yang juga bagus saat keretakan hubungan mereka berdua, dan membuat skandal antara Ariana dan Jin semakin bagus. Sekarang, keadaan sangat tidak bagus, tidak ada yang bisa dimanf
Bagaimanapun juga, acara besar sekelas pemberian penghargaan formal itu pasti mendapatkan banyak sorotan karena disiarkan secara langsung. Termasuk Ariana di dalamnya yang mendapatkan penghargaan paling bergengsi. Semua warga sudah mengetahuinya dan mengetahui apa yang dibicarakan oleh wanita itu. Tentu saja keputusan itu memberikan dampak besar pada Ariana. Ia kali ini mendapatkan kecaman dari warga internet Korea, meski pendukungnya tidak kalah banyak. Ini pertama kalinya dalam sejarah, pemenang award paling bergengsi adalah sosok yang paling kontroversi. Banyak yang menyuarakan protesnya untuk membatalkan Ariana sebagai pemenang. Ditambah kehadiran Kenzo di acara tersebut yang mau tidak mau diketahui oleh para wartawan, menambahkan imej buruk pada namanya. Namun, di titik itu Ariana sama sekali tidak menyesal telah mengungkapkan semua rahasianya kepada publik. Ia merasa selama ini dirinya telah banyak berbohong pada fans-nya, karena itulah meski ia dibenci karena jujur, setidaknya
“Aku melihat Kenzo di atas panggung, aku melihatnya dengan jelas. Tunggu sebentar, aku akan memastikan pada Chakra apa sebenarnya yang terjadi …” Ekspresi Dalmi berubah dan arah pandangannya juga berubah. Ia ditujukan kepada sosok yang ada di belakang Ariana pastinya. Ariana sudah menduga pasti ada seseorang di belakangnya. Ia membeku beberapa detik, tidak siap dengan siapa seseorang di belakangnya. Mungkin itu Chakra dan pandangannya yang melihat Kenzo salah sebab perasaan depresinya. Jika itu memang Chakra, entah kabar apa yang dibawanya sampai membawa pria itu kemari. Ariana perlahan dengan gerakan slow motion, berbalik menatap sosok di belakangnya. Beberapa detik Ariana terpaku kembali melihatnya, lagi-lagi tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Entah mengapa dan bagaimana hari ini bisa penuh dengan kejutan. “Hai, Cutie.” Suaranya bahkan sangat mirip. Ariana mundur beberapa langkah, masih tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Begitu juga dengan Dalmi. Sementara orang di seki
Ariana melangkah ke arah panggung dengan masih menjadi pusat atensi semua orang yang ada di sana. Ia mengingat semua pelajaran trainingnya, bagaimana seseorang berjalan agar terlihat percaya diri. Dari luar, ia memang telah terlihat seperti sosok yang penuh percaya diri, tapi berbagai macam pikiran memenuhi kepalanya. Pelajaran training, kabar Kenzo, kerja keras, dan sepanjang dirinya berkarir, semua berputar memenuhi kepalanya. Ariana menjadi sedikit merasa bersalah karena tidak merasa dirinya telah bekerja sangat keras sehingga pantas untuk sampai di titik ini dengan cepat. Namun, pada kenyataannya sekarang ia berada di atas panggung, menerima piala yang tidak pernah ia pegang sebelumnya, yang diberikan oleh pembawa acara tersebut. Tangannya sedikit berkeringat dan gemetar saat menyentuh piala tersebut. Ia menatap lama piala tersebut dan menyadari bahwa tidak ada sebuah kebanggaan atau kebahagiaan yang meluap-luap menyerupai euforia. Seharusnya ini adalah sesuatu yang selama ini men
Korea Selatan memiliki sebuah acara nominasi penghargaan paling bergengsi untuk menghargai keunggulan dalam film, televisi, dan teaternya. Karena itulah acara ini diadakan setiap tahun untuk menghargai drama dan perfilman yang menghiasi layar kaca. Setiap setelah memerankan tokoh, para aktor dan aktris, khususnya yang masuk ke dalam kategori, akan menghadiri acara ini. Tidak hanya itu, tetapi juga para sutradara di dalamnya. Ariana sendiri termasuk di dalamnya karena ia telah memerankan drama yang cukup baik hingga mampu masuk ke dalam nominasi ini. Ini bukan pertama kalinya Ariana masuk ke dalam nominasi, tapi ini pertama kalinya Ariana masuk ke dalam kategori aktris terbaik yang akan menerima hadiah utama. Itu adalah sebuah pencapaian yang luar biasa di dalam karirnya yang akan menginjak usia 7 tahun. Baik Ariana maupun Dalmi tentu saja sangat bangga ketika mengetahui itu. Mereka, khususnya Dalmi yang lebih bersemangat, berharap bahwa Ariana lah yang akan memenangkan piala utama te
Ketika mendengar pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh agensi, para pecinta drama tentu terkejut. Seperti biasa, pendapat condong ke dua orang. Banyak dukungan dan tak lepas juga kritik juga hujatan. Orang-orang yang menginginkan kejatuhan Ariana, seolah didukung oleh foto Ariana yang tiba-tiba tersebar saat berada di bandara hendak pergi ke Indonesia. Namun, foto itu terbantahkan karena kebenaran bahwa Ariana yang memang ada di apartemen saat dikunjungi. Ditambah dengan kesaksian kru drama, bahwa Ariana memang terlihat kurang sehat saat pertemuan terakhir mereka. Juga didukung oleh argumen bahwa tidak mungkin seseorang dengan cepat pergi ke luar negeri dan kembali lagi. Meski itu untuk berlibur sekalipun. Jadi, tetap ada banyak orang yang mendukung terus dan menunggu drama yang dibintanginya selesai. Satu minggu telah berlalu dan Ariana tentu kembali bekerja lagi sesuai jadwal yang telah diatur oleh Dalmi. Beberapa hari terakhir sebelum bekerja, Ariana mengurung diri terus menerus
Saat Ariana meninggalkan Dalmi begitu saja di rumah sakit, ia pergi ke hotel bersama barang bawaan mereka. Tidak sedikitpun ia merasa kesal, tapi justru sedikit merasa bersalah. Ia bukan tidak peduli atau tidak mau tahu pada masalah Ariana, mungkin karena ketakutannya pada masalah Ariana yang bisa berdampak pada pekerjaan. Pekerjaannya cukup berat belakangan, mereka baru saja memulai kembali. Jika semua hancur, ia jugalah yang bisa terkena imbasnya, bukan hanya Ariana. Tujuannya hanya ingin meminimalisir suatu hal buruk yang nanti bisa terjadi. Namun, karena emosi Ariana, ia salah menanggapi pada dirinya dan menganggap bahwa itu bentuk ketidakpedulian. Ariana mungkin berpikir bahwa sekarang yang hanya dipikirkan olehnya adalah pekerjaan dan karir Ariana. Tidak ada yang bisa dikerjakan oleh Dalmi selama satu hari penuh di hotel hari itu selain bekerja. Jadwal-jadwal Ariana yang tertunda, harus ditata ulang lebih dulu. Ia menduga jika mereka di sini akan satu minggu penuh, apalagi meng
Setelah selesai dengan urusan mereka di penjara, keduanya berada di dalam mobil sekali lagi. Ariana meminta Chakra untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Kenzo. Ia belum juga menghubungi Dalmi yang ditinggalkannya begitu saja kemarin di rumah sakit. Chakra sudah mengetahui apa tujuan sebenarnya Ariana menemui mereka berdua. Melihat bagaimana reaksi Daris dan meluapkan amarahnya pada Nadine. Setidaknya Ariana tidak berbuat sesuatu yang naif dengan memaafkan Daris yang telah membunuh anggota keluarganya dan mencelakai pria yang dicintainya. Justru sekarang wanita itu tampak lebih baik sekarang daripada kemarin atau bahkan hari ini. Apalagi keputusan yang akan diambilnya selanjutnya? “Wartawan-wartawan itu sudah dipastikan tidak akan berani mendekati Kenzo, kan?” tanya Ariana memecah keheningan. “Iya, Nona, saya sudah mengurusnya.” Ariana mengangguk. “Aku tidak mau saat Kenzo beristirahat, dia terganggu oleh orang-orang yang haus akan berita gosip itu. Lakukan dengan tenang, jangan s
“Nona, apa Anda yakin dengan keputusan Anda?” Chakra berulang kali bertanya pertanyaan yang sama, meragukan apa yang ia dengar sekaligus keputusan Ariana. Ariana telah selesai bersiap dan membawa tasnya. Ia mengambil sepatu dan memakainya ketika hendak keluar rumah. “Apa perkataanku masih kurang jelas sejak tadi, Chakra? Antarkan aku ke tempat Om Daris dan sekretaris Kenzo.” Melihat bagaimana sekarang pembawaan Ariana yang telah lebih tenang daripada kemarin, Chakra bisa sedikit bernapas lega. Namun, apa yang akan dilakukan olehnya justru mengembalikkan emosi yang tidak stabil seperti kemarin wanita itu terguncang. Ia rasa menemui kedua penjahat itu sekaligus penyebab Kenzo ada di situasi ini, bukanlah keputusan yang bagus dan justru cenderung berat. Siapapun tidak akan sanggup bertemu atau bahkan melihat mereka. Alih-alih menghindari, Ariana justru ingin bertemu dengan mereka berdua. “Apalagi yang kamu tunggu, Chakra?” Tanpa sadar karena lamunan itu, Ariana telah mengganti sandaln