Beranda / Pernikahan / Cinta Dalam Perjodohan / Adaptasi Dengan Kehidupan Baru

Share

Adaptasi Dengan Kehidupan Baru

Penulis: Naily L
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-03 19:05:43

Selepas waktu subuh, Marwah mengantarkan kedua anaknya ke sebuah daerah yang cukup terpencil di Pasuruan, jauh dari kota Jakarta tempat tinggalnya.

Marwah dan Sayyidah sangat menikmati udara segar yang mereka hirup. Sangat jauh berbeda dengan suasana kota dan polusi udara yang menyesakkan dada.

Terlebih pemandangan alam pegunungan dan area pesawahan di samping asrama yang memanjakkan mata. Tak jauh dari tempat asrama yang Abbas tinggali, terlihat deretan gedung bertingkat tiga. Terdengar suara lantunan Al Quran dari sana.

"Sofa sangat bijak memilih Abbas mendapatkan pendidikan di tempat ini, nyatanya tempat ini berhasil mencetak Abbas menjadi orang baik dan berakhlak." Marwah begitu iri dengan Sofa, karena ia tak bisa seperti Sofa dalam mendidik anaknya. Menyesal, tentu. Setidaknya Marwah telah memutuskan jalan hidup untuk Sayyidah saat ini.

Dunia bisa di cari, tetapi akhirat siapa yang bisa menjamin bisa selamat, sedangkan kehidupan akhirat itu kekal.

Marwah mengerti mengapa Abbas betah disini setelah sempat dibujuk untuk tinggal di Jakarta. Tidak mudah meninggalkan tempat indah yang mampu mendamaikan jiwa.

"Nak, mamah titip Sayyidah. Tolong jaga dan bimbing dia, ya!" pinta Marwah kepada Abbas sebelum beranjak menuju mobil yang terparkir didepan asrama. 

"Iya, Mah. InsyaAllah saya akan berusaha menjaga Sayyidah, mohon do'akan kami selalu, Mah." Dengan sopan Abbas mencium punggung tangannya.

"Sayyidah!"

"Jadi istri yang baik, ya, Sayang! Belajar menjadi wanita yang lebih taat dan sholehah untuk mama dan Abbas."

Tanpa sepatah katapun Sayyidah segera berhambur memeluk tubuh Marwah. "Mamaaaaaa! Hiks ... hiks ... hiks." Air mata Sayyidah pecah.

"Aku ngga bisa jauh dari Mama, kenapa Mama tega ninggalin aku?" 

Bulir bening jatuh di pipi Marwah, tangannya berusaha melepaskan tubuh Sayyidah yang terkungkung di dadanya. Ia menangkupkan kedua tangannya di wajah Sayyidah dan menciumi setiap inci di sana.

"Mama tidak akan meninggalkan kamu Sayang!"

 "Mama kapan-kapan main kesini, ya. Buat jenguk anak mama yang cantik ini." Tangannya mencubit hidung mancung Sayyidah.

"Sudah jangan nangis! Nanti cantiknya memudar, hehehe." Marwah segera menghapus air matanya dan menyeka  bulir bening di pipi mulus Sayyidah.

Pemandangan di depan matanya membuat tenggorokan Abbas terasa tercekat. Ia sekuat tenaga menahan air matanya. Ia tak ingin terlihat lemah di depan mertuanya, ia harus kuat menjaga amanah dari Marwah.

***

Beberapa jam kemudian

Setelah penat membereskan barang-barang. Sayyidah membaringkan tubuhnya di atas kasur berukuran sedang, tak sebesar kasur miliknya di Jakarta. Ia menelan pahit kenyataan harus satu kamar dengan Abbas. Lagi pula kamar sebelah yang ia harap bisa jadi miliknya. Ternyata berisi beberapa rak berisi buku, bisa di katakan ini perpustakaan kecil milik Abbas.

Asrama Abbas begitu sederhana dengan dua kamar, ruang tamu, dapur, kamar mandi. Tidak ada halaman yang luas di luar, semua deretannya sama. Bisa di katakan ini perumahan khusus mahasiswa yang sudah menikah.

Tanpa Sayyidah sadari, Abbas sudah berdiri di ambang pintu dan memperhatikannya, "Say, kamu mau makan apa? Ayo kita keluar! Biar kamu tau makanan khas Jawa Timur." Sebenarnya tujuan Abbas ingin menghiburnya dengan mengajak keluar. Setidaknya bisa sedikit mengalihkan kesedihan Sayyidah.

"Jangan sok-sokan manggil saaaaaay ...," potong Sayyidah tak jadi melanjutkan kata-kata.

"Nama kamu ‘kan Sayyidah, jadi aku pakai kata depannya." jawaban Abbas membuat Sayyidah tertunduk malu.

Sayyidah hanya menurut, beranjak dari kasur, lalu menuju ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. 

Abbas mengulum senyum melihat istrinya akan bersiap-siap. Ia segera meraih sebuah kunci motor di atas nakas dan berjalan keluar lebih dulu.

Sebuah motor terhenti ketika melewati gerbang besi setinggi pundak orang dewasa.

"Assalamuallaikum, Bas. MasyaAllah kapan balik? Penganten baru mau ke mana?"

"Ini mau nyari rujak cingur, ana kangen makanan Jawa Timur." 

"Ajib! Baru seminggu di Jakarta udah kangen aja, ngga betah antum ya, hahaha." 

Tertawa menampakkan dereten gigi serinya.

"Besok ada tugas ngajar kelas awal, antum mau gantiin?" 

"Ngga, terima kasih banyak tawarannya."

"Hahahaha, harusnya hari ini. Cuman ana baru nyampe pagi tadi, jadi di ganti besok." 

"O, gitu. Salam kenal ini istri ana, Kirani." 

Kepala laki-laki yang berbicara tadi menengok kebelakang dan memberi isyarat kepada wanita yang sedari tadi memperhatikan.

"Sayyidah," ucap Sayyidah dengan sedikit membungkuk.

"Kirani," sapanya dengan lembut, tapi bola matanya membulat seperti membohongi ucapan lembutnya tadi.

"Ya udah ana jalan dulu, mau ke aneka mart." 

"Oke siap." Keduanya segera melajukan kendaraan beroda dua masing-masing.

"Ana itu siapa ya? Terus antum itu apa?" Pikiran Sayyidah mencoba menerka ucapan Abbas dan laki-laki tadi saat mengobrol.

"Ana itu artinya saya dalam bahasa Arab, antum itu artinya kamu," terang Abbas menjelaskan kepada Sayyidah tanpa di minta.

"Aku ngga nanya." 

"Tapi kamu ngga tau, ‘kan? Dan penasaran sama maknanya," sanggah Abbas.

Sayyidah hanya terdiam, batinnya membenarkan semua ucapan Abbas.

"Kamu tau rujak cingur? Kita makan itu, ya. Di depan sana ada yang jual." Stang motornya ia belokkan ke sisi kiri jalan. Benar saja tak jauh dari situ ada warung kecil.

"Ayoo duduk!" Abbas mengajak Sayyidah duduk di lesehan karena warung tersebut hanya menyediakan meja panjang yang berjejer, ia menyadari ekspresi Sayyidah yang kurang nyaman.

"Maafkan aku ya, belum bisa memanjakanmu dengan fasilitas mewah seperti kehidupanmu sebelumnya," ungkap Abbas dengan wajah sedikit menunduk.

"Kenapa kamu menolak semua fasilitas yang mama berikan?" 

Wajah cantiknya tertutup emosi, ia ingat ketika Abbas bersikeras menolak pemberian mobil dari Marwah.

"Aku sudah terbiasa hidup begini, walaupun dulu umi cukup mapan dari segi harta, tapi aku sudah terbiasa hidup sederhana," ujar Abbas, "lagi pula sekarang aku sudah berumah tangga, aku ingin berjuang dan bertanggung jawab dengan keluargaku sendiri, merintis sendiri dan tak ingin merepotkan orang tua," terang Abbas panjang lebar.

Mengenai kehidupannya, Abbas di kenal sebagai orang yang tertutup. Tapi melihat Sayyidah, ia ingin menceritakan semua kehidupannya, tak ada yang di tutupi, ia ingin membangun kehidupan rumah tangga yang saling terbuka.

Ya, sebelumnya Abbas selalu menutupi fakta bahwa ia anak orang kaya, ia ingin bebas bergaul kepada teman manapun, tanpa memperdulikan status kaya atau miskin dan itu salah satu pendidikan dari uminya, Sofa. 

"Aku harap kamu mengerti. Kita mulai dengan berjuang bersama." Tangan Abbas terulur di belakang punggung Sayyidah, ingin memeluknya. Namun ia urung melanjutkan aksinya. Ingatannya kembali tergambar kejadian di dalam perpustakaan, membuatnya nyeri merasakan sakit hati.

Sayyidah diam tak bergeming, pandanganya ia lempar keluar, menghindari netra Abbas. Mulutnya hanya membalas Abbas singkat, "Iya."

Obrolan keduanya terputus saat pelayan mengantarkan dua piring rujak cingur kepada mereka.

"Ini pesananya."

"Iya, terima kasih," sahut Abbas dengan sopan.

Bab terkait

  • Cinta Dalam Perjodohan   Ujian Rumah Tangga Pasti Ada

    Satu bulan berlalu Sejak tinggal di asrama Abbas, Sayyidah berdaptasi banyak hal. Dengan lingkungan baru, Sayyidah 'pun harus belajar kebiasaan baru. Abbas memberikan Sayyidah beberapa potong gamis yang harus ia pakai setiap hari. Dia hanya di perbolehkan memakai celana ketika di dalam asrama atau hanya untuk daleman ketika keluar. Lingkungan Abbas yang mengedepankan nilai-nilai agama memaksa Sayyidah untuk terbiasa, tidak seperti kehidupan sebelumnya yang bebas dan tanpa batas. Pukul enam pagi Abbas telah berpakaian rapi, gamis putih panjang berkerah, di lapisi jaket hitam, sedangkan kepalanya ia hiasi dengan peci putih. Ia duduk menyuapi mulutnya dengan bantuan sendok, lidah Abbas menyecap rasa dari kuah kuning bubur ayam yang ia buat sendiri sebelumnya. Manik mata Abbas menatap Sayyidah keluar dari pintu kamar dengan muka bantal dan rambut yang acak-acakan. "Say, ayo makan!" Sayyidah tak menggubris aj

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Cinta Dalam Perjodohan   Permintaan Mamah

    "Sudah dua hari Sayyidah mendiamkanku. Dia tak mau menatapku. Bahkan memalingkan pandangannya setiap berpapasan denganku. Bersama di bawah satu atap. Namun, rasanya seperti ada tirai yang menghalangi aku dengan istriku." "Aku sangat sedih, batinku tersiksa. Tapi aku harus lebih tabah dan sabar menghadapinya. Lagi pula tidak gampang baginya menerima segalanya dengan mudah. Ia butuh waktu dan menata hatinya." pikir Abbas dalam muhasabahnya. Saat azan subuh berkumandang, Sayyidah beranjak dari tempat tidur tanpa Abbas di sisinya. Abbas memilih tidur di perpustakaan kecil miliknya, menghindari penolakan Sayyidah yang membuat hatinya kecut.Sayyidah bergegas membersihkan tubuh dan keluar dari kamar mandi dengan gamis polos berwarna abu muda sebagai penutup tubuhnya. Ia menghadap cermin guna melihat wajahnya saat membalut pashmina plisket di kepala. Tidak ada riasan. Walaupun polos, pipi mulusnya menampilkan rona alami. Dering benda pip

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Cinta Dalam Perjodohan   Meninggalnya Marwah

    Pesawat terbang meninggalkan pacuannya, air mata Sayyidah terjun bebas di pipi. "Rasanya baru sebentar,” ucap Sayyidah seraya menyeka air matanya."Semoga Mamah selamat sampai tujuan, aamiin," ucap Abbas."Aamiin.""Ayo kita balik ke asrama, Say!" Keesokan harinya Tugas Sayyidah sebagai mahasiswa mulai menumpuk. Walaupun kuliah online, tapi tugas terus berjalan. Ceklek! "Assalamuallaikum." Abbas memasuki kamar. "W*'allaikumussalam,” balas Sayyidah dengan tatapan jengah. Ia melihat jam masih menunjukkan pukul sebelas siang. Biasanya Abbas pulang sore, ini lebih awal dari biasanya. "Ada yang ketinggalan tadi pagi,” ujar Abbas lebih dulu melihat ekspresi penuh pertanyaan di wajah istrinya. Namun, sayangnya ia hanya diam seolah tak peduli.Abbas berjalan mendekati nakas.Benar saja map hijau tergeletak disana. Suara dering benda pipih di atas kasur mendorong tangan empunya untuk men

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Di anggap sepupu

    Abbas berjalan mengiringi langkah Sayyidah memasuki sebuah mall. "Bas, kamu nunggu aja, ya!" Sayyidah menghentikan langkahnya. "Ngga Sayyidah, aku mau menemanimu,” pinta Abbas. "Tapi Bas, pakaianmu ... udah ku suruh pakai celana aja, kenapa sih ngga mau?" "Ngga papa Say, aku sudah terbiasa pakai sarung, ngga biasa pakai jeans seperti yang kamu suruh. Biarin orang mau nilai aku apa, yang penting aku jadi diri sendiri." "Ish! Keras kepala amat." gerutu Sayyidah. "Dimana tempat teman kamu yang bernama Zahra?" Mengedarkan pandangannya. Merasa dirinya asing di tempat seperti ini, walaupun bukan pertama kalinya ia berkunjung ke mall. Bahkan dulu ketika libur dari pondok, uminya sering mengajaknya ke mall untuk berbelanja atau mencari kebutuhan saat persiapan berangkat ke pesantren. Sangat jarang, alasannya tentu menghindari pemandangan aurot dari wanita yang memakai pakaian kurang bahan, menurutnya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Kemarahan Abbas

    Abbas duduk di belakang kemudi, melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Sayyidah berada di sampingnya. Keduanya diam tanpa sepatah katapun. Detik kemudian ... "Ada yang mau kamu jelasin?" tanya Abbas memecah keheningan. "Tidak ada," balas Sayyidah dengan malas. "Kalau pergi kemanapun harus tau waktu, waktunya sholat harus sholat. Jangan sampe di tinggal!" pesan Abbas, kepalanya menengok kepada lawan bicaranya. Sayyidah membuang wajahnya ke jalan, "Aku udah besar, tau mana yang benar-mana yang salah, tau depan-belakang, tau atas-bawah. Ngga usah kamu ngasih tau, aku juga sudah tau," sanggah Sayyidah dengan ketus. "Jaga pergaulan kamu Sayyidah, jangan sampe mama sedih di alam sana dengan keadaan kamu di sini!" "Aku tau," jawab Sayyidah dengan ekspresi kesal. Abbas tak lagi membalas ucapan Sayyidah. Tak ada kata maaf sama sekali dari mulutnya, setelah mengatakan Abbas sebagai sepupu di depan

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Ciuman pertama

    Sayyidah dan Abbas masih menjalani hari-harinya di Jakarta. Demi menemani Sayyidah, Abbas rela meninggalkan tugas khidmah di ma'had dan perkuliahannya. Hati Sayyidah masih terpukul dengan kepergian Marwah, hari-harinya masih hampa tanpa semangat. Lepas sholat subuh, Sayyidah mengurungkan diri di dalam kamar. Sebagai suami, ia sendirilah yang mengerjakan pekerjaan rumah. Pukul tujuh pagi ia sudah selesai nyapu, ngepel dan menyiapkan sarapan untuknya dan Sayyidah. Ia berjalan membawakan makanan untuk Sayyidah ke dalam kamar. Tubuh Sayyidah terbungkus oleh selimut, matanya terpejam, tapi mulutnya meracau."Mah, Sayyidah kangen ... peluk Sayyidah, Mah." Bulir air matanya mengalir, Abbas yang sudah duduk di tepi ranjang di tarik oleh tangan Sayyidah dan di bawanya dalam pelukan. Kini Abbas sudah terbaring di sampingnya, kepala Sayyidah terbenam di leher Abbas, tangan kiri Sayyidah melekat di pinggangnya, sedangkan tangan kanannya meraba ba

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Kamu istriku

    "Terima kasih banyak Say, gue pamit dulu." "Sama-sama Zahra." Setelah cipika-cipiki, Zahra berjalan ke arah mobil yang telah terparkir.Sayyidah melambaikan tangan ketika mobil Zahra melaju pelan meninggalkan pekarangan rumahnya. Drrt ... Drrt ... Drrt ...Benda pipih yang tersimpan di saku gamisnya bergetar, segera ia buka pesan-pesan yang sedari tadi masuk. Namun, tak junjung ia buka karena asik berbincang dengan Zahra. Deretan pesan pertama muncul atas nama Sofyan dengan pesan beruntun,[Sayyidah manis][Sayyidah cantik][Sayyidah imut][gue kangen sama lo Say] pesan ke empat di iringi wajah Sofyan yang tersenyum manis di depan kamera, senyum yang bisa melelehkan siapa pun yang melihatnya. Sayyidah tersenyum simpul melihat layar andoidnya, tanpa mengalihkan pandangannya ia berjalan santai menuju kamarnya. Abbas baru saja keluar dari pintu kamar, hampir saja bertubrukan dengan Sayyida

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-27
  • Cinta Dalam Perjodohan   Bromo ( Tadabbur Alam)

    Di bawah kabin pesawat tidak banyak kata yang mereka lontarkan. Abbas lebih diam, sedangkan Sayyidah merasa gengsi untuk memulai obrolan dengannya. “Sampai di Jawa Timur kita tadabbur alam dulu,” ucap Abbas. “Apa itu ... sial!” Belum selesai Sayyidah berbicara, Abbas sudah menyenderkan kepala dan memejamkan matanya. Sayyidah meraihkan ponselnya dan mengetikan kata ‘apa itu tadabur alam’.Di bawahnya memunculkan hasil kalimat yang di ketiknya. Tadabbur alam merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mengenal Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi berserta isinya. “Mohon maaf Kak, silahkan ponselnya di matikan atau dialihkan ke mode penerbangan. Karena pesawat akan segera lepas landas,” tegur seorang pramugari kepada Sayyidah. “Iya, terimakasih.” Sayyidah mengusap layar androidnya dan menekan flight mode, kemudian memasukannya kedalam sling bag.*** Setelah keluar dari bandara, Abbas membeli dua tik

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-29

Bab terbaru

  • Cinta Dalam Perjodohan   Extra Chapter

    Sayyidah berhias diri seraya bertaut di depan cermin, ibu hamil itu tersenyum puas melihat keberhasilannya mempercantik wajah.“MasyaAllah istri abi tambah cantik,” puji Abbas menatapnya dari pantulan cermin.“Syukron Abi.” Sayyidah mengembangkan senyumnya.“Sudah siap? Ternyata abi nunggu Umi hampir satu jam,” ungkap Abbas sembari memeriksa jam di tangannya.“Hehehe ... dandannya harus yang cantik Bi, jadinya lama deh,” sanggah Sayyidah.“Iya deh.” Abbas membalasnya singkat.Semenjak hamil istrinya itu memang lebih sering berhias dari biasanya, ia juga lebih rajin dalam mengurus dan menata rumah. Abbas semakin bangga dengan sang istri.“Ayo kita berangkat!” Sayyidah beranjak seraya memegangi perutnya yang buncit.“Eh, tunggu dulu!” cegah Abbas, membuat langkah Sayyidah terhenti dan berbalik

  • Cinta Dalam Perjodohan   Akhir Bahagia ( tamat)

    *******Suasana pagi hari di warnai rasa kekhawatiran Abbas, saat sang istri mual muntah tanpa sebab pasti.“Wuuuek!”Sayyidah yang baru saja muncul dari pintu, kembali masuk ke dalam kamar mandi.“Umi! Umi kenapa?” Abbas menggedor-gedor pintu itu dengan cemas.Ceklek!Begitu nampak tubuh sang istri, Abbas langsung menyambarnya ke dalam pelukan.“Sayang, Umi kenapa? Umi sakitkah?” ujar Abbas seraya mengusap punggung istrinya.“Hmmm ... umi nggak papa Bi,” balas Sayyidah.Sejurus kemudian Abbas menuntunnya menuju sofa di samping ranjang.“Umi istirahat aja, ya?! Ayo!” ajak Abbas yang telah bersiap membopong tubuh istrinya ke atas kasur.“Nggak usah Bi, umi baik-baik aja,” tolak Sayyidah.“Umi kenapa sih? Apa yang di rasa? Umi habis makan apa? Semalem Umi minum j

  • Cinta Dalam Perjodohan   Membujuk

    Abbas memindai pandangannya kepada Sayyidah dan Kirani bergantian dengan ekspresi menuntut penjelesan. Sayyidah menghela nafas panjangnya, spontan ia menghamipiri sang suami dan meminta Ibrahim dari gendongannya. “Ibrahim akan punya Abi lagi, nanti main mobilnya juga nggak sendiri, ya?!” tutur Sayyidah mengajak Ibrahim bercengkrama. “Maksud Umi?!” Abbas semakin tak mengerti. Sayyidah bergeming, ia menatap wajah suaminya lekat. Namun, tak ada satupun kata yang bisa ia ucap. Sejurus kemudian ia mengibaskan pandangannya dari wajah sang suami. “Bi, jadilah abi baru untuk Ibrahim! Umi akan rela di madu dengan Kirani!” ungkap Sayyidah lantang, akan tetapi setelahnya ia harus menarik nafas panjang guna mengatur pola pernafasannya yang tidak beraturan. “Ada apa ini Sayang? Kenapa Umi berkata seperti ini?” tanya Abbas terlontar. Sayyidah menelan ludah sebelum ia membuka mulutnya untuk menyahuti pe

  • Cinta Dalam Perjodohan   Calon Abi Baru

    Sayyidah bergeming beberapa saat, akan tetapi bulir bening tak kunjung berhenti mengalir dari sudut matanya. Ia berjalan perlahan dengan langkah limbung, sesampainya di kursi tubuh Sayyidah runtuh di atasnya. “Wanita yang tak sempurna, aku wanita mandul yang nggak bisa punya anak, hiks ... hiks ... hiks ....” Sayyidah tergugu. “Memang lebih pantas kalau suamiku menikah lagi dengan wanita lain yang sempurna, tapi ... aku nggak rela!” Sayyidah meremas kepalanya yang mendongak seraya menyenderkan bahunya di sofa. “Apa aku begitu egois, ya, Allah?” gumam Sayyidah dengan menghiba. Sesaat kemudian ia mengatur pola nafas dengan menghela nafas panjangnya lalu menghembuskannya perlahan. ***** Beberapa waktu telah berlalu ... Sayyidah berhasil meredam gejolak emosinya, akan tetapi belenggu kecemasan masih melekat di hatinya. Di atas meja makan malam Abbas merasa terheran, biasanya walau

  • Cinta Dalam Perjodohan   Hadirnya Kirani Kembali

    Usai menemani acara majelis rutinan di sebuah masjid, Abbas mendampingi perjalanan gurunya menuju tempat pondok.Abuya duduk di samping kemudi, sedangkan Abbas bertugas mengendarai laju mobil yang ia tumpangi.Beberapa santri lain mengawal Abuya dengan kendaraan yang berbeda, sehingga di dalam mobil itu hanya Abuya dan Abbas saja.“Belum ada pejuang yang bisa Abuya kirim ke Batam, Bas,” tutur Abuya memulai percakapan.“Kenapa Abuya?” respon Abbas seraya menengok ke arah sang guru di sampingnya.“Mereka masih memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing di sini,” tandas Abuya.Abbas menganggukkan kepalanya pelan.“Mau pilih ente, tapi ente lagi lanjut kuliah, ya, Bas?!” sambung Abuya.“Na’am Abuya.”“Santri yang Abuya tawarin buat menikahi Kirani belum pada mau Bas, makanya Abuya belum punya kep

  • Cinta Dalam Perjodohan   Pengobatan

    Satu minggu telah berlalu ...Sayyidah tengah menjalani pengobatan herbal seperti yang ia dan suaminya rencanakan.Baginya yang terpenting adalah do’a dan berusaha, tidak ada lagi kalimat putus asa yang menghantuinya.Itu semua karena sugesti dari sang suami untuk terus yakin dengan kekuasaan Allah ta’ala.Sayyidah memandangi gelas berisi ramuan jamu yang terisi penuh, setiap hari kerongkongannya akan terus di lewati rasa pahit yang sangat sebanyak tiga kali.Sayyidah memasang wajah murung seraya menyangga dagunya dengan kedua tangan di atas meja.“Ayo Sayang di minum! Ini buat penawar rasa pahitnya.” Abbas menyodorkan beberapa butir kurma di atas piring kecil di hadapannya.“Sehat-sehat, ya?!” sambungnya, Abbas mengusap kepala Sayyidah dengan lembut.“Hari ini libur dulu dong Bi?!” keluh Sayyidah dengan wajah lesu.“Eh!

  • Cinta Dalam Perjodohan   Bayi Tabung

    Setelah menjalani beberapa rangkaian pemeriksaan, Abbas kembali mengajak Sayyidah berkonsultasi kepada dokter di rumah sakit seraya membawa hasil pemeriksaan.Dokter berhijab itu menghembuskan nafasnya kasar sembari memperhatikan hasil laboratorium atas nama Sayyidah Fatimah Zahra tersebut.“Selain kista sepertinya ada masalah lain di kandungan Ibu,” kata yang terucap dari mulutnya.“Ada apa Dok?” sergah Sayyidah segera.Laki-laki yang duduk di sampingnya meraih tangannya, lalu menggenggam erat ... membuat rasa takut serta kekhawatiran Sayyidah kembali mundur.“Saluran tuba falopi rahim Ibu Sayyidah mengalami penyumbatan, sehingga menyebabkan sperma Pak Abbas tidak bisa membuahi sel telur Ibu. Mohon maaf sekali ....” Dokter wanita itu menjeda ucapan, terdengar helaan nafas dari mulutnya.“Dalam penilaian medis Ibu Sayyidah tidak bisa hamil, adapun jika ingin menjalani pr

  • Cinta Dalam Perjodohan   Apa Kita Bisa Punya Anak?

    Sayyidah berjalan mendekati sang suami yang telah berdiri menyambutnya. Abbas menuntun langkah kakinya untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter. “Kistanya berukuran 6,7 senti. Maaf sudah berapa lama Bapak dan Ibu menikah?” tanyanya. “Hampir tiga tahun, Dok,” jawab Abbas. “Kista tersebut bisa saja menjadi penyebab Ibu sulit hamil, akan tetapi masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang menjadi penyebabnya.” “Maka dari itu saya akan memberikan surat rujukan agar Ibu Sayyidah menjalani HSG, yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi rahim dan saluran indung telur.” Ia menggoreskan tinta di atas lembaran kertas, lalu menyodorkannya kepada Abbas dan Sayyidah. ***** Suasana hening di dalam mobil, Abbas menatap lurus ke jalan tanpa sepatah katapun ucapan yang ia lontarkan sejak berada di rumah sakit, hingga sekarang. Sayyidah terus menatap wajah suaminya d

  • Cinta Dalam Perjodohan   Penyakit Sayyidah

    Menyadari sesuatu yang mungkin terjadi pada suaminya, Sayyidah beranjak ke dapur dan kembali dengan membawa segelas air putih.“Minum dulu Abi!” titah Sayyidah menyodorkan gelas sembari duduk di samping sang suami.Abbas meneguk air yang di berinya hingga tandas, lalu terdengar helaan nafas yang panjang keluar dari mulutnya."Alhamdulillah," ucap pelan Abbas seraya meletakkan gelas di atas meja.“Ada apa? Abi dari mana?” tanya Sayyidah seraya meraih kedua tangan sang suami dan menggenggamnya.Laki-laki yang ia tatap menghempaskan nafasnya kasar.“Karim sudah tiada, tadi abi menanti kedatangannya di pondok,” ucap Abbas pelan.“Innalillahi wa Inna ilaihi roji’un ... sejak kapan Bi? Berarti jenazahnya di bawa pulang dari Batam?” Sayyidah terbelakak.“Semalem salah satu pengurus mengabari abi. Iya, atas permintaan dari keluarga unt

DMCA.com Protection Status