Beranda / Romansa / Cinta Cita / Cinta Cita ~ 16

Share

Cinta Cita ~ 16

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Aku nggak mau.” Setelah tangis Cita reda, ia akhirnya kembali bisa bersuara dengan tenang. Pertemuannya dengan Arya kali ini, sungguh menguras emosi yang tidak pernah Cita sangka sebelumnya. “Aku nggak mau kita baikan.”

Arya yang masih berlutut di hadapan Cita, langsung tertunduk. Menarik napas panjang dan masih memikirkan cara agar gadis itu mau kembali padanya.

“Kenapa?” tanya Arya kembali menatap Cita. “Kenapa kamu nggak mau ngasih aku kesempatan? Aku sudah berkali-kali jelasin, nggak ada apa-apa antara aku sama Almira. Dia cuma klien dan kami nggak pernah melakukan apa-apa. Semua itu salah paham.”

“Klien yang nelpon lewat tengah malam?” Cita tersenyum miring dan melepas satu tawa. “Klien yang bisa buat kamu senyum dan ketawa? Klien yang sudah bisa ngerubah hari-harimu yang membosankan, waktu masih jadi suamiku? Klien yang seperti itu, maksudnya?”

“Cita, nggak ada yang terjadi—”

“Itulah yang terjadi, Mas!” putus Cita kembali emosional. “Apa kamu nggak ngerti, semua yang aku sebutk
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
mau POV nya Arta donk kak.... penasaran.apa yang terjadi dulunya
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
biarkan Arya menderita lebih lama lagi jangan langsung dimaafkan..
goodnovel comment avatar
Bhebril_
Yws lah Cit, libur dulu masalah cinta nya... besok2 dipikirkan lagi klu sdh pikiran fresh yak. mbk Beib, besok mas Nando dimunculkan dong... request deh...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 17

    “Hei, Kak.” Cita menyapa, ketika sudah berhenti di samping Duta yang berdiri di depan meja bar. Wajah pria itu tengah tertekuk serius, dengan beberapa kertas yang berisi angka-angka. “Sibuk?”Duta menoleh dan mengerjap untuk beberapa saat. Saat melihat Cita seperti sekarang, pikirannya langsung tertuju pada Nando. Namun, setelah mengingat pembicaraan terakhirnya dengan Cita, Duta tidak jadi mengatakan sesuatuDuta lantas menggeleng, sambil merapikan kertas-kertas yang sedikit berantakan di meja bar. “Oia, sendirian? Atau janjian sama Kasih?”“Sendiri. Aku janjian sama tante Gemi di sini.”Akhirnya, Cita mengiyakan permintaan Kasih untuk bertemu Gemi. Tidak ada lagi yang perlu dihindari, karena Cita sudah lebih dulu bertemu dengan Arya sebelumnya. Jadi, bertemu Gemi setelahnya, pasti akan lebih mudah.Kedua alis Duta terangkat tinggi dan memastikan sekali lagi. “Janjian sama mamanya Arya?”“Iya.”“Waaah, apa kalian—”“Nggak.” Cita segera menyanggah dan memberi klarifikasi. “Kak Duta mi

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 18

    “Cita, kamu ngapain ke rumah pak David?”Baru saja Cita masuk ke dalam kamar inap untuk menjemput Sandra, wanita itu sudah menodongnya dengan sebuah pertanyaan dengan intonasi tinggi. Sudah ada Kasih di yang juga menatap tanya, tetapi tidak bersuara. Sementara Harry, langsung memberi gelengan ketika Cita menatapnya.“Siapa yang bilang?” tanya Cita langsung duduk di sebelah Kasih. “Pak David, atau istrinya?”“Pak David yang ke sini,” jawab Harry. “Kata—”“Biar Mami yang jelasin.” Sandra yang berada di samping Harry menyela. Ia tidak ingin sang suami kelelahan, karena harus memberi penjelasan pada Cita. “Mas istirahat aja,” ujarnya sambil mengusap lengan Harry.“Kalau pak David sudah ke sini, berarti Mami nggak perlu tanya lagi, aku ngapain datang ke sana.”“Cita, bukan itu masalahnya.” Sebenarnya, Sandra tidak ingin berdebat. Namun, karena ada hal yang harus Sandra ketahui, maka ia harus membicarakannya terlebih dahulu. “Kenapa kamu nggak bicarakan semuanya sama kita? Tahu-tahu datang

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 19

    “Aku sempat lihat bang Awan sama kak Duta di Bawah,” kata Cita sambil menutup pintu kamar inap Harry. Ada Kasih duduk bersila di ranjang pasien dan berhadapan dengan Harry, yang juga duduk dengan posisi yang sama. Cita melihat ada permainan ular tangga di tengah mereka dan dadu di tangan Kasih.Melihat kedekatan Harry dan Kasih yang seperti sekarang, hal tersebut terkadang membuat Cita iri. Namun, Cita tidak mampu menyuarakan protesnya, karena sadar diri dengan asal usulnya. Meskipun sikap Harry sudah berubah 180 derajat sejak Cita kecelakaan, tetapi tetap saja ada banyak masa kecil yang terlewat dan membuat kekosongan di hatinya.“Hm, mereka mau ngopi dulu,” jawab Kasih lalu menunjuk kursi kosong di samping ranjang pasien. Ia meminta Cita duduk di sana dan kembali melanjutkan permainan dengan Harry. “Soalnya, nanti abang yang jagain papa, terus aku pulang sama Ndut. Terus, ngapain kamu ke sini? Kan, kasihan mamimu sendirian di rumah?”“Mami kayaknya kecapean.” Ujar Cita lalu duduk di

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 20

    “Makasih,” ucap Arya ketika baru memasuki mobil dan memasang sabuk pengaman. “Makasih karena sudah ngasih kesempatan buat aku, Cit.”“Aku nggak ngasih “kesempatan”.” Cita meralat cepat, agar Arya tidak salah paham. “Aku cuma mau kita bicara lagi, karena masih ada yang nggak sreg.”Napas Arya terbuang panjang. Ia menjalankan mobil yang dipinjamnya dari Chandi dengan perlahan dan keluar dari kediaman Lukito. Arya juga sempat bertemu Sandra dan berpamitan. Sikap Sandra sudah terasa sedikit hangat, meskipun masih tampak kesal pada Arya.“Kita ke mana?” tanya Arya harus lebih hati-hati lagi dalam berujar. “Mau ke mall, atau—”“Kita makan aja, di restonya kak Duta.”“Oh di situ” Setelah menyadari restoran Duta tidak hanya satu, Arya kembali mengajukan pertanyaan. “Resto mas Dut yang di mana?”“Yang searah sama rumah sakit papa.” Dua tahun lebih tidak menginjakkan kaki di Jakarta, Cita sedikit lupa dengan nama jalan. “Ambasador.”“Resto mas Dut, semua namanya Ambasador, Cit,” terang Arya, te

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 21

    Berteman saja.Setidaknya, pernyataan Cita tersebut lebih baik daripada ketika mereka bertemu di tempat Elok. Arya hanya harus lebih bersabar lagi, agar bisa mendekati Cita. Mungkin akan memakan waktu lama, karena Arya harus bolak balik Jakarta-Surabaya untuk memperjuangkan gadis itu.Cita juga tidak lagi membahas tentang Almira, sehingga perasaan Arya bisa lumayan tenang. Meskipun, interaksinya dengan Cita saat ini benar-benar terasa kaku, karena gadis itu lebih banyak diam dan apatis kepadanya.“Mau nonton habis ini?” tawar Arya, masih ingin berlama-lama menghabiskan waktu dengan Cita. “Atau, terserah kamu.”“Aku mau balik ke rumah sakit.” Cita meletakkan garpunya di atas piring kosongnya. Setelah mendengar penjelasan mengenai Almira, sepertinya Cita butuh waktu untuk memikirkan banyak hal.Cita déjà vu akan sesuatu. Dahulu kala, awal kedekatan Cita dengan Arya karena pria itu juga menolongnya. Sama halnya dengan Almira. Pria itu berniat membantu, karena mungkin hal tersebut sudah t

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 22

    Duta melambai pada Arya yang tengah bingung mencari keberadaannya. Begitu pria itu melihatnya, Arya tersenyum dan segera menghampiri. Namun, Duta bisa melihat jelas senyum itu memudar, ketika Arya melihat pria yang berada di hadapannya.“Nando baru datang.” Duta segera memberi penjelasan, sebelum Arya salah paham.Dua jam yang lalu, Arya menelepon dan mengatakan ingin bertemu dan bicara dengan Duta. Namun, siapa yang menyangka jika Nando mendadak datang ke restoran di waktu yang hampir bersamaan dengan Arya.Karena itu, di sinilah mereka bertiga. Arya duduk di samping Duta, semetara Nando berada di hadapan mereka.“Kapan balik ke Surabaya, Ar?” tanya Nando santai.“Besok pagi,” jawab Arya yang sebenarnya tidak menyukai kehadiran Nando. Namun, apa boleh buat. Arya tidak punya kuasa untuk mengusir pria itu. “Tapi jumat depan, aku ke sini lagi.”“Karena Cita.” Nando tersenyum tipis, tanpa melepas pandangannya pada Arya. “Kenapa kamu nggak jadian sama Almira, Ar? Kenapa harus datang lagi,

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 23

    “Pagi, Kak.” Meskipun berat, tetapi Cita akhirnya menuruti permintaan Harry. Ia datang ke perusahaan sesuai dengan jam kantor dan menemui Kasih lebih dulu di ruangannya.“Pagi.” Kasih tersenyum. Beranjak dari kursi kerjanya, lalu memeluk Cita. Setelahnya, Kasih mempersilakan Cita duduk di sofa, untuk membicarakan beberapa hal. “Tolong jangan panggil aku, “kak”, kalau di depan orang kantor.”Cita mengangguk. Ternyata, Kasih bisa bersikap seprofesional itu ketika berada di kantor. Bahkan, intonasinya pun sangat terdengar formal dan tidak seperti biasanya.“Jadi, aku panggilnya Bu Kasih aja.”“Iya!” jawab Kasih dengan anggukan lalu duduk di sofa tunggal. “Di sini semua juga manggilnya ibu.”Cita kembali mengangguk. “Terus … kerjaku di sini ngapain?”“Begini.” Meskipun mereka berdua sama-sama berstatus anak perempuan Harry, tetapi Kasih lebih mendapatkan hak istimewa di perusahaan. Tentu saja hal tersebut karena asal usul keduanya yang berbeda. Karena itu, Kasih ingin menjelaskan hal ters

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 24

    Lagi-lagi Arya. Pesan dari pria itu sudah menghiasi notifikasi ponsel Cita, padahal hari masih sangat pagi. Hal ini mengingatkan Cita akan pernikahan jarak jauhnya dengan Arya dahulu kala. Di bulan-bulan awal, hampir setiap waktu Cita dan Arya selalu bertukar kabar meskipun hanya melalui pesan singkat. Mereka baru akan melakukan panggilan video, ketika semua kesibukan Arya telah selesai.Namun, hubungan mereka ternyata tidak terlalu kuat. Hanya karena seorang Almira yang baru ditinggal suami dan anaknya, Arya lantas bisa melupakan Cita. Hal itulah yang menjadi pertimbangan besar bagi Cita, untuk kembali pada Arya.Bagaimana bila ke depannya nanti, ada Almira-Almira yang lainnya?Cita sungguh tidak bisa membayangkan hal tersebut.Untuk ke sekian kalinya, Cita kembali mengabaikan pesan tersebut. Ia lebih memilih melakukan kegiatan rutinnya di pagi hari, lalu bersiap pergi ke rumah sakit. Semoga saja, hari ini kondisi Harry semakin membaik dan papanya itu bisa segera pulang ke rumah.Set

Bab terbaru

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 95 (FIN)

    Cita memicing saat menatap batita yang sibuk memindahkan mainan dari kamarnya ke kamar Harry. Bocah berusia dua tahun itu mondar mandir dan membiarkan beberapa mainan kecilnya berjatuhan, tanpa memungutnya kembali.Gusti melakukan itu semua untuk menyelundupkan mainannya di koper Harry atau Sandra, karena Cita hanya mengizinkan putranya membawa dua buah mainan saja ke Jakarta.“Gus—”“Sudah, biarin,” sela Arya setelah memastikan kelengkapan berkas yang akan dibawanya ke Jakarta. “Biarkan dia sibuk dengan mainannya. Daripada nanti di Jakarta dia rewel, karena mainannya ditinggal seperti waktu itu. Lagian kita lumayan lama di Jakarta sama Surabaya, jadi sudahlah.”Napas Cita terbuang pelan sembari mengusap perut buncitnya. Saat ini, ia tengah mengandung anak kedua dengan kondisi kehamilan yang benar-benar sehat. Tidak ada keluhan apa pun, seperti ketika mengandung Gusti dahulu kala. Untuk itulah, Arya tidak ragu mengajak Cita terbang ke Jakarta, sekaligus berkunjung ke Surabaya dalam wak

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 94

    “Itu tadi ... Mas Nando kapan datangnya?”“Ha?” Setengah mengantuk, Arya membuka mata. Ia melihat Cita meletakkan Gusti di boks bayi yang berada tepat di samping tempat tidur. Satu sisinya terbuka, sehingga memudahkan Cita untuk meng-ASI-hi jika bayi tampan itu terbangun sewaktu-waktu. “Akhirnya dia tidur juga.”“Hem, digendong Mami baru dia tidur.” Tanpa mematikan lampu kamar, Cita merebahkan tubuh yang penat karena hampir seharian menemui tamu tanpa henti. Ia memang sempat beristirahat, tetapi tetap saja terasa sungkan berlama-lama jika ada keluarga jauh yang datang berkunjung. “Anaknya Kak Kasih malah tidur sama papa. Padahal jarang ketemu, tapi mau-mau aja.”“Enak banget mereka.” Arya merapatkan diri, lalu memeluk erat tubuh sang istri. “Ke sini malah bulan madu.”Cita menepuk lengan Arya karena pertanyaannya belum juga terjawab. “Itu tadi, Mas Nando kapan datangnya? Terus, siapa yang ngasih tahu dia kalau kita lagi ada acara keluarga?”Arya menarik napas panjang. “Mantan penggemar

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 93

    “Senang tinggal di sini?” tanya Kasih sambil terus menyantap es krimnya sedikit demi sedikit. Setelah membeli es krim di sebuah kafe yang berada tepat di samping gedung apartemen, mereka duduk santai lebih dulu menikmati waktu senggang dengan damai.“Senang.” Cita mengangguk sambil menoleh pada Kasih yang duduk di sampingnya.“Bahagia?”“Bahagia,” jawab Cita tanpa ragu, karena memang seperti itulah kenyataannya. Ia bahagia bisa bersama suami dan kedua orang tuanya, lalu ditambah dengan bayi mungil yang semakin melengkapi kehidupan Cita saat ini.“Syukurlah.” Kasih menghela panjang. Kendati ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya karena kepindahan Harry, tetapi Kasih sudah mengikhlaskan itu semua demi kebahagiaan keluarga mereka.Lagipula, Kasih juga menyadari bagaimana kerasnya kehidupan yang dilalui Cita sejak kecil. Karena itulah, Kasih tidak mencegah kepergian Harry ke Singapura agar bisa bersama Cita. Biarlah Harry menebus semua hal yang tidak pernah dilakukannya di sisa usianya, a

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 92

    “Siapa lagi yang mau ditelpon?”Cita menggeleng pelan melihat sikap Arya yang berubah 180 derajat. Hampir semalaman tidak tidur, ditambah dengan ketegangan yang mereka hadapi di siang harinya di ruang bersalin, ternyata tidak membuat tenaga Arya terkuras. Suaminya itu benar-benar tampak bersemangat menghubungi semua keluarganya, untuk mengabarkan perihal kelahiran putra pertamanya.Dari sini pula, Cita semakin menyadari bahwa sifat dasar Arya yang periang, agak konyol, dan terlalu baik memang tidak bisa diubah. Setiap kali Arya menelepon keluarganya, mereka selalu menghabiskan waktu yang cukup lama untuk berbicara dengan banyak gurauan yang seakan tidak pernah ada habisnya.“Sudah semua sepertinya.” Arya terkekeh kemudian beranjak menghampiri bayi mungilnya yang tengah tertidur lelap di boks bayi.Setelah melihat perjuangan Cita yang luar biasa di ruang persalinan, membuatnya merasa belum siap menambah anak dalam waktu dekat. Mereka memang pernah berencana untuk memiliki tiga atau emp

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 91

    Pelan dan pasti, Cita mulai menaruh rasa percayanya pada Arya. Setiap perhatian dan kesungguhan sikap yang ditunjukkan pria itu, benar-benar membuat Cita semakin nyaman dan menumbuhkan rasa cinta yang semakin besar. Arya tidak pernah menutupi apa pun darinya dan mereka selalu membicarakan semua hal agar tidak terjadi kesalahpahaman.“Hamil di negeri orang itu, susahnya kalau lagi ngidam gini.” Cita kembali mengeluh, karena tidak bisa memakan makanan yang diinginkannya. Sebenarnya, Sandra juga bisa membuatkan makanan yang diinginkan Cita, tetapi tetap saja ada sesuatu yang terasa kurang. Di lain sisi, Cita juga tidak enak jika meminta sang mami terus-terusan membuatkan makanan yang diinginkannya.“Kamu sendiri yang minta pindah ke Singapur, loh, ya,” balas Arya yang malam ini memenuhi keinginan sang istri untuk pergi ke salah satu sentra kuliner yang ada di tengah kota. “Kamu nyalahin aku, Mas?” Cita mulai merengut. Menunduk menyantap nasi hainannya. “Nggak.” Arya buru-buru berujar a

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 90

    “Awan nelpon,” ujar Harry terburu setelah keluar kamar. “Kasih kontraksi.”Sandra berhenti mengupas jeruk dan meletakkannya di meja. “Maju berarti,” ucapnya sembari berdiri lalu mengusap pundak Cita yang duduk di sebelahnya. Mereka memang sudah berencana kembali ke Jakarta minggu depan, tetapi sepertinya harus dimajukan karena perkiraan hari lahir Kasih ternyata di luar prediksi. “Kita balik hari ini?”“Kalau dapat tiket, iya.” Harry mengangguk dan menoleh pada Arya yang baru menutup pintu kamar. Menantunya itu sudah terlihat rapi dan akan bersiap pergi karena ada meeting direksi di pagi hari. “Ar, bisa tolong lihatkan tiket ke Jakarta hari ini? Kasih kontraksi dari subuh tadi.”“Sudah kontraksi?” Arya mengangguk-angguk dan segera mengeluarkan ponsel untuk mencari tiket. Tanpa beranjak ke mana-mana, Arya segera membuka aplikasi pemesanan tiket dan mencari jadwal penerbangan yang ada. “Mau sore atau malam, Pa?”“Sore ada?”“Ada, emm ...” Arya melihat ketersediaan kursi di pesawat. “Bus

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 89

    “Maaf kalau aku ngerepotin.”Walaupun bahagia tidak terkira, tetapi Cita masih memiliki perasaan tidak enak hati karena Harry dan Sandra tiba-tiba harus terbang ke Singapura. Setelah hasil general check up tidak ada masalah, kedua orang tua Cita segera memesan tiket karena khawatir dengan keadaannya.“Siapa yang bilang kalau kamu ngerepotin.” Sandra mengusap kepala Cita yang berbaring di tempat tidur. Kondisi kehamilan Cita yang kedua ternyata sangat berbeda dengan yang pertama dahulu kala. Putrinya terlihat pucat dan tidak bertenaga.“Kamu nggak pernah ngerepotin,” timpal Harry yang duduk di tengah tempat tidur menemani Cita. “Justru Papa sama mami senang, karena kamu lagi hamil.”“Kak Kasih ... nggak papa?” tanya Cita kembali merasa tidak nyaman. Cita merasa seperti telah merebut Harry dari kakak perempuannya.Kasih memang sudah menelepon Cita dan wanita itu ikut berbahagia atas kehamilannya. Namun, Cita tetap saja memiliki perasaan tidak enak karena telah menjauhkan Harry dari putr

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 88

    Arya mengernyit dan membuka mata ketika mendengar suara yang tidak biasa. Sambil mengumpulkan kesadarannya, ia melihat pada sisi tempat tidur yang sudah terlihat kosong. Menyadari hal tersebut, Arya bangkit perlahan lalu berjalan menuju kamar mandi.Saat melihat Cita terduduk lemas di samping kloset kamar mandi, di situlah kesadaran Arya kembali sepenuhnya.“Sayang! Kamu kenapa?” Arya bergegas menghampiri Cita dan bejongkok di samping sang istri. Arya menempelkan punggung tangan ke dahi Cita untuk mengecek suhu tubuhnya. “Ayo ke rumah sakit, kamu lemas gini. Habis muntah?” tanya Arya segera menekan tombol flush untuk membersihkan cairan yang baru saja Cita muntahkan. “Kepalaku tambah pusing,” ujar Cita pelan. Merasa tidak memiliki tenaga untuk bangkit. “Perutku mendadak mual pagi-pagi.”“Kamu nggak telat makan, kan?” Arya mengingat-ingat, selama menghabiskan akhir minggu kemarin mereka sama sekali tidak telat makan. Bahkan, mereka berdua justru lebih banyak menyantap makanan dari bia

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 87

    “Nikahan mbak Chandi dulu, nggak kayak gini.” Arya cukup takjub dengan semua dekorasi mewah yang ada di pernikahan Duta dan adiknya. “Kamu ... nggak iri, kan?”Arya khawatir jika sang istri memiliki rasa cemburu yang terpendam, karena pernikahan mereka tidak semewah dan semegah resepsi Duta dan Leoni. Setelah melakukan banyak pembicaraan dengan Sandra, Arya baru menyadari istrinya itu kerap memendam semua sakitnya sendiri. Cita enggan berbagi, karena tidak ingin menyusahkan dan merepotkan orang lain.“Mas, resepsi begini ini capeeek banget,” ungkap Cita mengingatkan Arya akan alasannya meminta intimate wedding kala itu. “Aku sudah pernah sekali sama Pandu, kan? Jadi, aku nggak mau lagi. Enakan kayak kita kemarin. Singkat, padat, dan nggak terlalu capek.”“Kalau—”“Titip Kasih bentar,” sela Awan sambil menarik kursi kosong di samping Cita. Kursi tersebut memang sengaja Cita kosongkan untuk Kasih yang mengabarkan akan terlambat datang. “Aku mau ambilin makan.”“Oh!” Saat melihat Awan, A

DMCA.com Protection Status