Home / Romansa / Cinta CEO dalam Jebakan / 56. Aku Mencintainya

Share

56. Aku Mencintainya

Author: Pixie
last update Last Updated: 2021-07-18 08:49:30

“Apakah Bibi masih menyimpan resep kue kesukaan Max?” tanya Gabriella dengan mata berbinar. Sang pelayan sampai tercengang melihat semangat wanita yang tiba-tiba menghampirinya itu.

“Masih, Nyonya. Apakah Anda mau mempelajarinya?”

Gabriella menggeleng dengan senyum terkulum. “Aku mau membuatnya sekarang.”

Minnie berkedip-kedip tak menyangka. Setelah menyadari perubahan dari sorot mata wanita muda itu, ia bergegas mengeluarkan sebuah buku lusuh dari lemari.

“Apakah Nyonya butuh bantuan?”

Sekali lagi, Gabriella menggeleng. “Aku bisa membuatnya sendiri, Bi. Terima kasih.”

Kemudian, dengan antusias, wanita muda itu mempersiapkan kejutan kecilnya. Tak pernah sekalipun wajahnya cemberut. Sesuatu yang menggebu dalam dada telah memompa semangat untuk membuat sang suami tersenyum.

“Semoga saja, keputusanku ini tidak salah,” batinnya setiap kali kekhawatiran menghampiri.

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Cinta CEO dalam Jebakan   57. Tamu yang Tak Diundang

    Sebelum Amber tiba di hadapan Gabriella, Minnie melangkah maju menghentikan tamunya. “Apa yang ingin Nona lakukan? Tolong jangan menimbulkan keributan.” Sang tamu sontak melayangkan tatapan kecewa ke arah sang pelayan. “Kenapa Bibi lebih membela perempuan itu? Padahal, Bibi lebih dulu mengenalku. Sungguh mengecewakan,” gerutu Amber sembari membuka tas tanpa melihat. Beberapa detik kemudian, wanita itu mengeluarkan sebuah undangan. “Aku datang untuk mengantarkan ini.” Alis Gabriella otomatis berkerut. “Kenapa tidak kau berikan kepada Max secara langsung?” selidiknya curiga. “Ini bukan untuk Max, melainkan Nona-Tanpa-Nama-Belakang. Apakah aku benar? Kau memang tidak mempunyai nama keluarga, bukan? Sama seperti ayah dan ibumu?” Rahang Gabriella mulai berdenyut tak senang. “Tolong jangan menghina keluargaku.” “Aku tidak menghina. Hanya mengatakan kebenaran. Jadi, apakah kau mau menerima undangan dariku atau tidak?” Amber menaikkan

    Last Updated : 2021-07-18
  • Cinta CEO dalam Jebakan   58. Laki-Laki Terbodoh di Muka Bumi

    “Bukankah Tuan sudah berjanji untuk pulang tepat waktu? Kenapa baru tiba sekarang?” tanya Minnie ketika Max melangkah masuk. Wajah pria itu spontan tertekuk. “Tolong jangan menambah rasa bersalahku, Bi. Ada pekerjaan tak terduga tadi,” terang Max sembari meringis. “Di mana Gabriella? Apakah di kamar?” “Ya. Sejak tadi siang—“ “Terima kasih, Bi,” sela Max sembari bergegas menaiki tangga. Sang pelayan yang hendak melapor sampai tercengang melihat kecepatannya. “Tapi Tuan ....” Sang pria hanya mengangkat tangan, menyatakan bahwa dirinya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Gabriella. Sadar bahwa semangat Max terlalu menggebu, sang pelayan pun menghela napas pasrah. “Semoga saja dia mampu mengatasi istrinya.” Dengan alis berkerut, Minnie membiarkan sang pria masuk ke kamar. “Gabriella?” bisik Max setelah menutup pintu. Wanita yang sedang berbaring di ranjang tidak menyahut. “Apakah dia sudah tidur?” pikir sang pria

    Last Updated : 2021-07-19
  • Cinta CEO dalam Jebakan   59. Tak Sengaja Menyentuh

    Lima belas menit berlalu, Max sudah puluhan kali mencari posisi yang nyaman. Ia mencoba berbaring ke kanan, menatap langit-langit, dan menghadap punggung sang istri. Namun, tidak ada satu pun yang terasa tepat baginya. “Bagaimana aku bisa tidur?” pikir pria itu seraya mengerutkan alis mengamati sang istri. Wanita itu bergeming seolah tak peduli. “Haruskah aku mencoba memeluknya? Mungkin saja, dia sudah tidur dan tidak sadar bahwa aku menyentuhnya,” batin Max seraya bergeser merapatkan jarak. Belum sempat tangannya terangkat, Gabriella terbatuk kecil. Sekujur tubuh Max sontak mematung. “Apakah dia juga tidak bisa tidur?” gumam pria yang berkedip kaku. Tiba-tiba, sang wanita bergerak, mengubah posisi hingga mereka saling menghadap. Max spontan menahan napas. Namun, begitu mendapati wajah sang istri yang terpejam, pria itu langsung mendesah samar. “Kenapa aku bisa lupa? Gabriella selalu mengantuk usai menangis. Wajar saja jika dia sudah t

    Last Updated : 2021-07-20
  • Cinta CEO dalam Jebakan   60. Mencoba Tak Peduli

    “Apa lagi yang Anda lakukan, Tuan? Kenapa Nyonya menangis?” selidik Minnie setelah memastikan Gabriella masuk ke kamar. “Aku tidak sengaja menyentuhnya,” sahut Max dengan nada datar. Mata sang pelayan sontak melebar. “Kenapa Tuan melakukan hal bodoh itu?” omelnya seraya meringis. “Dia hampir jatuh, Bi. Aku refleks menangkapnya,” terang sang pria dengan kerut alis yang dalam. Setelah membayangkan apa yang terjadi, perempuan tua itu mendesah lalu merendahkan suara. “Apa rencana Tuan selanjutnya?” “Aku tidak tahu. Pikiranku buntu. Sepertinya, Gabriella tidak akan percaya lagi padaku,” sahut Max sembari tertunduk. “Kenapa Tuan jadi mudah putus asa begini?” “Aku sudah melanggar perkataanku sendiri, Bi, dan dia berpikir bahwa aku sengaja mencuri kesempatan,” terang sang pria sebelum mencengkeram kepalanya yang berdenyut-denyut. Selang keheningan sejenak, Minnie akhirnya menyampaikan pendapat, “Menurut Bibi, sebaiknya Tuan mem

    Last Updated : 2021-07-21
  • Cinta CEO dalam Jebakan   61. Tidak Bisa Menahan Diri

    “Kita tidak seharusnya memilih kostum berwarna hitam. Seperti sedang melayat saja,” gumam Gabriella saat memperhatikan warna cerah pada pakaian tamu yang lain. “Lihatlah, semua orang jadi melihat kita.” Pria yang berjalan di sampingnya pun tersenyum. “Mereka bukan melihat kita, tapi melihatmu.” “Aku? Kenapa?” timpal sang wanita dengan mata bulat, sambil menghentikan langkah. “Karena kau sangat cantik malam ini.” Wajah Gabriella sontak berubah kaku. Rayuan sang suami terasa hambar baginya. “Aku bersedia datang ke sini bukan berarti aku sudah memaafkan kesalahanmu.” Mendengar ketegasan itu, lengkung bibir sang pria sontak menciut. Dengan raut serius, ia mendekat ke telinga sang wanita. “Kita sedang di tengah keramaian. Tidak bisakah kau menunda kekesalanmu? Kau boleh memukulku sepuasnya sepulang dari sini.” “Benarkah? Aku tidak akan ragu untuk mengerahkan semua tenagaku,” ancam sang wanita, sukses menerbitkan kembali senyum di wajah Max.

    Last Updated : 2021-07-22
  • Cinta CEO dalam Jebakan   62. Kemesraan dan Kepercayaan

    “Kau sudah tidak dalam periode, bukan?” desah Max saat mendesak sang istri memasuki sebuah ruangan. “Apa kau sudah gila? Kita sedang dalam acara pertunangan kakakmu!” “Masih ada beberapa menit sebelum acara puncak. Sebelum itu, aku harus mendapatkan klimaks dulu. Aku bisa gila jika menahannya lebih lama.” Helaan napas tak percaya spontan berembus dari mulut Gabriella. “Apakah sekarang kau mengakui bahwa dirimu menginginkan tubuhku?” “Aku memang menginginkan tubuhmu,” sahut Max seraya berjalan menuju tumpukan kursi. Setelah meletakkan jas di sana, ia kembali menghadap sang istri sambil melucuti kancing di bawah leher. “Tapi, kalimat yang lebih tepat adalah ... aku menginginkanmu seutuhnya.” Hanya dalam sekejap, suara pekikan tertahan mulai memanaskan suasana. Gabriella cepat-cepat menyumbat mulutnya dengan kepalan tangan, takut ada telinga di balik pintu yang mendengar. Mengetahui bahwa istrinya kewalahan, alih-alih melambat, sang pria

    Last Updated : 2021-07-23
  • Cinta CEO dalam Jebakan   63. Gabriella Adalah Dalangnya

    “Selamat malam, hadirin yang terhormat. Kalian pasti bertanya-tanya siapa gadis kecil dalam video. Dialah ratu sesungguhnya hari ini,” ucap Amber sebelum menyunggingkan senyum ke arah tunangannya. Tanpa terduga, Julian ikut menaikkan sudut bibir lalu mempersilakan sang wanita untuk melanjutkan bicara. Mereka berdua tampak jelas sedang merencanakan sesuatu. “Kami sudah bersusah payah mempersiapkan kejutan ini. Jadi, mohon perhatikan dengan saksama.” Tiba-tiba, foto Gabriella muncul memenuhi layar. Semua orang sontak tercengang sebelum ruangan bertambah riuh. “Benar. Gadis kecil tadi adalah perempuan bergaun hitam yang duduk di samping Tuan CEO. Haruskah aku menyebutnya calon ipar Julian? Ck, entahlah.” Tubuh Gabriella seketika membeku. Semua mata telah tertuju padanya. Dingin dan sinis. Melihat tangan sang istri mulai bergetar, Max cepat-cepat menggenggamnya. “Jangan khawatir. Apa pun yang mereka rencanakan tidak akan bisa menjatuhkanmu

    Last Updated : 2021-07-24
  • Cinta CEO dalam Jebakan   64. Tetaplah di Sisiku

    Sekeras apa pun Max memaksa untuk menemukan solusi, usahanya tetap gagal. Hati dan logika tidak berjalan searah. Ia tidak mungkin mengorbankan Gabriella, tetapi tidak mau kehilangan Quebracha. Malangnya, belum sempat otak menelurkan ide, sang istri telah berlari. Keterkejutan otomatis menyentak kesadaran sang CEO. “Gaby,” cegah pria itu sembari berusaha menangkap pergelangan tangan istrinya. Akan tetapi, sang wanita bergerak secepat angin. Tangan Max hanya berhasil menggapai udara. Melihat punggung sang istri menjauh, hati pria itu mendadak hampa. Selang satu embusan napas pasrah, ia pun ikut keluar dari ruangan. “Gaby,” panggil Max ketika ia hampir menyusul. Alih-alih menjawab, sang wanita terus berlari menuju jalan. Ia tidak peduli dengan pria yang melangkah semakin cepat di balik punggungnya. “Gabriella!” Max akhirnya berhasil mendapatkan siku tangan sang istri. Namun sedetik kemudian, wanita itu menyentak lengannya dan melo

    Last Updated : 2021-07-25

Latest chapter

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 20. Bahagia Selama-lamanya

    “Woah!” desah Cayden saat sang ayah menempatkannya di atas punggung seekor kuda poni. Dengan mata bulat, ia mengamati ketinggiannya dari tanah. Meski tidak seberapa, balita bertopi koboi itu tetap menunjukkan senyum semringah. “Bagaimana, Evans Kecil? Apakah kau senang?” tanya wanita yang memegang tali kekang si kuda. Tak berani banyak bergerak, Cayden pun mengangguk dalam sudut terbatas. “Ya, Greta. Ini mendebarkan!” sahutnya antusias. “Mendebarkan?” gumam Gabriella seraya mengerutkan sebelah alis. Sambil terus menimang keponakannya, wanita itu mengungkapkan keheranan. “Dari mana kau mempelajari kata itu, Pangeran Kecil?” “Papa sering menyebutnya,” jawab sang balita, sukses membuat sang ayah meringis. “Papa berkata kalau malam yang dilewati bersama Mama selalu mendebarkan.” Selagi Gabriella melotot ke arah sang suami, Greta tertawa terbahak-bahak. “Astaga, Max. Kurasa, kau harus lebih berhati-hati sekarang. Putramu yang jenius ini bisa menyer

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 19. Ayo Kita Pulang

    “Kalau Kakek benar-benar menghindar, aku benar-benar akan berhenti dari perusahaan,” ujar Julian, sukses membekukan langkah Tuan Hunt. Pria tua itu kini berkedip-kedip mencerna perkataan yang ia kira salah dengar. “Posisiku sebagai CEO sedang terancam karena suatu hal. Aku berusaha merahasiakannya dari kalian semua. Bahkan Mia saja tidak kubiarkan tahu. Tapi ternyata, itu sama sekali tidak mudah. Pikiranku menjadi terombang-ambing. Dan karena beban yang terlampau berat, emosiku akhirnya meledak. Aku sangat menyesal hal itu harus terjadi di hadapanmu.” Mendengar nada yang terkesan jujur itu, Tuan Hunt perlahan memutar tumpuan. Dua detik kemudian, ia melihat butiran bening meluncur dari mata sang cucu. “Aku sudah berusaha kuat dan tegar, Kek. Kupikir, aku bisa mengatasi semua masalah. Tapi ternyata, sampai detik ini pun, aku belum menemukan solusinya. Karena itu pula, aku marah saat gagal menemukan Grace dan dirimu di pemakaman. Rasanya, aku ini laki-laki yang

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 18. Aku Lebih Baik Menghilang

    “Ck, kenapa Kakek kabur seperti ini? Membuatku semakin merasa bersalah saja,” gerutu Julian di sela desah napas yang terengah-engah. Sambil terus menggenggam pesan dari Tuan Hunt, ia melangkah menyusuri jalan setapak yang dipagari barisan pepohonan. “Apa yang harus kulakukan jika Kakek tidak ada di sana? Ke mana aku harus mencarinya?” pikir pria yang tak mampu menghapus kerutan dari wajahnya. Beban yang menekan jantung terlampau berat untuk diabaikan. Selang beberapa saat berkutat dengan kebisingan dalam telinga, Julian akhirnya menggeleng cepat dan mengerjap kuat. “Tidak, tidak. Kakek pasti ada di sana. Aku akan membawanya pulang dan keadaan otomatis kembali menjadi seperti semula,” angguk pria itu, memupuk harapan. Tanpa menghiraukan keresahan yang terus berputar dalam otaknya, ia melaju lebih cepat. Begitu melewati gerbang pemakaman, langkah Julian spontan tertahan. Pelupuk mata yang semula berat kini terangkat maksimal. Apa yang ia harapkan lagi-l

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 17. Kau Seharusnya Bersyukur

    “Papa,” panggil Cayden pelan. Sedetik kemudian, balita itu menyodorkan sepotong roti yang telah ia bersihkan dari selai. “Aku sudah kenyang,” lanjutnya dengan senyum penuh makna. Memahami maksud hati sang putra, Max sontak menaikkan alis. “Kau ingin Papa menghabiskan rotimu lagi?” Sembari memperlihatkan deretan gigi mungilnya, Cayden mengangguk. Selang satu embusan napas samar, sang ayah mulai menggetarkan udara dengan tawa. “Astaga, Gaby. Lihatlah kelakuan Pangeran Kecil! Aku bisa menggendut jika dia terus menyodorkan makanan kepadaku,” tutur pria itu seraya menunjukkan roti kedua yang ia terima dari sang putra. “Habiskan saja, Max. Kau membutuhkan tenaga lebih untuk membantu Pangeran Kecil merawat Hasty,” timpal wanita yang sedang membersihkan piring dengan spons. Mendengar tanggapan sang ibu, mata Cayden langsung membulat. “Apakah aku boleh ke kandang kuda sekarang? Aku sudah selesai sarapan, Mama.” “Ya, tapi kau harus mencuci wajah

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 16. Aku Akan Meminta Maaf

    Tiba-tiba, Julian menjatuhkan wajah ke tangkupan tangannya. Setelah mengembuskan napas berat, ia kembali menegakkan kepala dan menunjukkan ekspresi yang tak terdiskripsikan. “Kau tahu? Aku sama sekali tidak bermaksud menakuti ataupun menggertak. Aku hanya tidak ingin kejadian tadi terulang,” tegas pria itu dengan wajah mengernyit. “Ya, aku tahu,” timpal Mia dengan penekanan yang tak kalah dalam. “Tapi kau bisa melakukannya tanpa harus menyakiti perasaan Kakek, Julian. Masalah ini bisa dibicarakan secara baik-baik.” Sembari menggertakkan geraham, Julian menggeleng samar. Kebingungan mulai menggetarkan bola matanya. “Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah telanjur membuat Kakek sedih.” “Meminta maaf?” timpal Mia seolah tak yakin dengan jawabannya. “Apakah itu saja cukup?” tanya sang pria, ragu. Ia mulai sadar bahwa kemarahannya tadi memang sudah melewati batas. Sembari menimbang-nimbang, sang wanita mengangguk-angguk. “Asalkan

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 15. Sudah Keterlaluan

    “Greta, apakah kau sudah menyiapkan roti panggang yang lezat untuk kami?” tanya Cayden saat si pemilik rumah membuka pintu lebih lebar untuk menyambutnya.Melihat sang ayah masih sanggup berjalan, wanita dengan lengkung alis tinggi itu sontak mengembuskan napas lega. Setelah menggeleng-geleng sesaat, barulah ia membalas tatapan balita yang masih menggenggam tangan Tuan Hunt dan menunggu responnya.“Tentu saja sudah. Apakah kau lapar?” tanya Greta sembari memalsukan senyuman.“Bukan aku, tapi Kakek. Aku mendengar suara napasnya sangat lelah di sepanjang jalan. Kakek harus makan roti yang banyak,” sahut Cayden dengan ekspresinya yang khas—mata bulat dan bibir mengerucut.Sambil mengelus kepala putranya, Gabriella menekuk lutut. Setelah berhasil menyejajarkan pandangan, wanita itu memiringkan kepala. “Bagaimana kalau sekarang kau mengajak Kakek makan? Kau tahu di mana Greta meletakkan piring rotinya, bukan?&rdq

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 14. Penyesalan Tuan Hunt

    “Maaf, Julian. Tadi aku mengajak Grace menemui nenekmu sebentar. Sekarang, aku bermaksud untuk membawanya pulang. Kami tidak berkeliaran,” terang Tuan Hunt dengan ekspresi yang tak terdeskripsikan. Meski begitu, suara paraunya mampu menyentuh hati orang-orang, selain sang cucu. “Tapi jalan pulang ada di sebelah sana, Kek!” sambar Julian, masih dengan alis terangkat maksimal. Ia sama sekali tidak iba melihat punggung bungkuk yang semakin terbebani oleh rasa bersalah. “Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu? Apakah kau tidak sadar bahwa kenekatanmu ini bisa mendatangkan masalah? Bukankah kita sudah sepakat untuk pergi bersama? Kenapa malah diam-diam membawa Grace pergi?” lanjutnya, mempertebal kerutan di dahi sang kakek. Merasakan kemarahan sang ayah, Putri Kecil mulai mengerutkan alis. Ia belum pernah mendengar suara selantang itu. Ketika matanya tertuju pada wajah murung Tuan Hunt, bayi itu pun mencebik. Sedetik kemudian, tangisnya mulai menjadi-jadi. Sambil

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 13. Keputusasaan Seorang Ayah

    Setibanya di pemakaman, Julian spontan tercengang. Apa yang ia lihat benar-benar di luar ekspektasi. Tidak ada keberadaan pria tua ataupun bayi di antara batu-batu nisan. Sang kakek dan Grace sama sekali tidak meninggalkan jejak. “Tidak mungkin,” gumam Julian sembari mempercepat langkah. Tanpa memedulikan upaya awalnya untuk tetap tenang, pria itu melaju ke arah blok yang sempat disebutkan oleh Greta. Setelah mencari-cari beberapa saat, ia akhirnya menemukan nama sang nenek di salah satu batu. “Benar, inilah tempatnya. Mereka seharusnya di sini,” desah Julian, terdengar putus asa. Dengan kerut alis yang dalam, ia berputar-putar, berusaha menemukan jejak sang putri ataupun Kakek Hunt. Malangnya, sejauh apa pun mata memandang, dua orang itu tetap berada di luar radar. “Ck, kenapa bisa begini?” gerutunya sembari mencengkeram kepala. Mengendus kekesalan yang teramat pekat, Mia sontak meraih lengan suaminya. Ia tahu bahwa sang pria telah gagal meng

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 12. Grace dan sang Kakek

    Sembari mengambil napas, Tuan Hunt menyeka pipi cucu buyutnya. Mata merah Grace memang tidak lagi menumpahkan kesedihan. Akan tetapi, pria tua itu masih merasa bersalah karena telah membuat sang bayi menangis. “Maafkan aku, Grace. Aku seharusnya berjalan lebih tenang agar kau tidak terbangun,” bisik sang kakek di sela desah napas yang tidak beraturan. Setelah wajahnya mengering, Grace menyandarkan kepala di pundak Tuan Hunt. Sambil berkedip lambat, ia mengerucutkan bibir. Kerut alisnya menyatakan bahwa dirinya masih ingin bergulung dengan selimut di tempat tidur. Bayi itu heran mengapa ia malah bersama sang kakek buyut, duduk di sebuah bangku panjang di tepi jalan setapak. “Padahal sewaktu masih muda, aku hanya memerlukan lima belas menit untuk tiba di pemakaman nenek buyutmu. Tapi sekarang, kenapa rasanya sangat melelahkan dan lama sekali?” gerutu Tuan Hunt seraya menyeka jidat dengan sebelah tangan. Selang satu embusan napas cepat, pria tua itu kemb

DMCA.com Protection Status