Beranda / Romansa / Cinta CEO dalam Jebakan / 131. Memperbaiki Hubungan

Share

131. Memperbaiki Hubungan

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-24 20:02:16

“Keluarga Tuan Julian?” tanya petugas medis dengan tampang serius.

“Ya, Dok. Saya adiknya,” sahut Max di sela napas yang terengah-engah. Ia tidak tahu apakah laki-laki itu seorang dokter atau bukan. Yang penting, ia sudah memberikan jawaban yang benar.

“Dokter spesialis sudah memeriksa. Ternyata, kerusakan dalam perut pasien cukup parah. Karena itu, beliau memutuskan untuk melakukan operasi reseksi usus. Jadi, semua usus yang rusak terpaksa harus dipotong.”

“Apakah itu cara terbaik untuk menyelamatkan Julian?” tanya Max dengan alis melengkung tinggi.

Tanpa berpikir ulang, pria berpakaian hijau itu mengangguk. “Ya, itulah satu-satunya cara untuk menghentikan pendarahan,” sahutnya tegas.

“Kalau begitu, lakukan saja, Dok. Selamatkan kakak saya,” desah Max dengan penuh harap.

“Ya, kami pasti melakukan yang terbaik. Sekarang, saya akan mengabarkan bahwa keluarga pasien sudah menyetujui. Operasi akan dilanjutkan.” Selang satu anggukan, pria

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nanoy
sejauh ini, cerita bagus. ditnggu update selanjutnya thor. jgn lama2 hehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta CEO dalam Jebakan   132. Julian Sekarat

    Sembari memegangi perban barunya, Max terus menatap ke arah pintu. Selang beberapa saat, apa yang ditunggu akhirnya datang. Beberapa orang perawat mendorong kasur dengan Gabriella yang tertidur di atasnya. “Gaby,” desah pria yang mencoba untuk beranjak. Namun, belum sempat pundaknya meninggalkan kasur, seseorang telah menekan kepalanya kembali melekat pada bantal. “Tolong jangan bodoh! Aku tidak mau membawamu ke IGD lagi,” omel Sebastian sukses mengundang tatapan sinis dari Max. “Benar, Tuan. Tolong jangan bergerak dulu. Istri Anda tidak apa-apa. Dia akan segera sadar begitu efek obat bius habis,” ujar seorang perawat sembari mengunci kasur Gabriella di samping sang pria. Mendapat larangan yang sama, Max tidak jadi membantah. Setelah menghela napas samar, dengan tangan masih terpasang oleh selang infus, ia berusaha meraih jemari istrinya. Mengetahui kesulitan pria itu, sang perawat pun mendekatkan tangan Gabriella. “Sekarang beristirahatlah, T

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-25
  • Cinta CEO dalam Jebakan   133. Bukan Pengecut

    Dengan mata berkaca-kaca dan napas terengah-engah, Gabriella berjalan cepat. Ia sama sekali tidak memedulikan keributan yang terjadi di belakang. Kemarahan Amber tidak lebih penting dibandingkan kakak iparnya. Begitu ia membuka pintu, sang sekretaris langsung menoleh dengan lengkung alis tinggi. Tanpa menunggu perintah, gadis itu cepat-cepat menyerahkan kursi yang didudukinya. “Nyonya?” “Bagaimana kondisi Julian?” tanya Gabriella dengan suara pelan. “Operasinya berjalan lancar, Nyonya. Kita tinggal menunggu Tuan sadar,” terang Mia sembari menoleh ke arah pria yang dikelilingi oleh banyak selang. Merasa ragu, Gabriella pun memegangi pundak sang gadis. “Kau tidak berbohong demi membuatku tenang, ‘kan?” Dengan wajah tanpa senyum, Mia menggeleng. “Aku berkata jujur, Nyonya. Tuan sudah melewati masa kritis. Sekarang, kita hanya perlu menunggunya sadar.” “Jadi, dia tidak akan mati, bukan?” tanya Gabriella tak mampu lagi menyaring kata-kata.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-25
  • Cinta CEO dalam Jebakan   134. Laporan kepada Suami

    “Apakah kau sudah menyampaikan terima kasih kepada Julian?” tanya Max saat melihat wajah sang istri tidak lagi muram. Wanita yang baru memasuki kamarnya itu sudah bisa tersenyum lepas. “Ya. Dia sadar ketika aku menemuinya,” lapor Gabriella sebelum menarik kursi dan duduk di sisi ranjang. “Lalu, bagaimana keadaannya?” Bibir sang wanita sontak mengerucut. “Dia baik-baik saja, Max. Dokter mengatakan kalau tubuhnya kuat. Dalam beberapa hari, dia sudah boleh pulang. Julian hanya perlu menjaga lukanya tetap bersih dan menaati aturan makan. Banyak yang tidak boleh dia konsumsi sekarang. Kalau mengingat hal itu, aku jadi semakin merasa bersalah.” “Kau tenang saja, Gaby. Mia pasti mengurusnya dengan sangat baik,” ucap sang pria mencoba meringankan beban dalam hati istrinya. Tanpa terduga, kata-kata sederhana itu berhasil membuat senyum Gabriella kembali merekah. “Apakah kau tahu? Kurasa, Julian memiliki perasaan terhadap Mia,” celetuk wanita itu dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-26
  • Cinta CEO dalam Jebakan   135. Cinta yang Tak Nyata

    “Maaf, Tuan. Anda tidak bisa semena-mena terhadap saya. Meskipun saya bekerja sebagai sekretaris, tetap ada batasan untuk saya memenuhi permintaan Anda. Saya tidak bisa 24 jam terus memenuhi kebutuhan Anda,” ujar Mia mulai menaikkan suara. Alis gadis itu telah berkedut menahan jengkel. Ia tidak mengerti mengapa bosnya sangat kekanakan. “Jadi, kau tega meninggalkanku bersama Amber? Bukankah kau sudah tahu kalau wanita itu tidak becus. Dia memasak air saja gosong. Bagaimana nasibku jika diurus olehnya?” Sambil menggeleng-geleng tak habis pikir, sang sekretaris menghela napas. “Tenang saja. Nona Amber tidak perlu memasak air di sini. Sekarang, saya harus pergi. Sebentar lagi, dia akan tiba di sini.” Sedetik kemudian, gadis itu meraih tas, bersiap untuk berangkat. “Tapi aku tidak mau kau pergi, Mia. Tetaplah di sini bersamaku. Sebastian pasti bisa mengurus perusahaan seorang diri,” bujuk Julian dengan tampang memelas. “Permisi, Tuan. Saya sudah te

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-26
  • Cinta CEO dalam Jebakan   136. Mengikhlaskan Masa Lalu

    “Tampaknya, kau memang tipe pria yang tidak bisa menyembunyikan perasaan, hm?” celetuk Max yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu.Menyadari kehadiran sang adik, Julian spontan mendengus. “Apakah kau menguping sejak tadi?” tanyanya sambil menaikkan alis.“Bukan menguping. Hanya tidak sengaja mendengar,” timpal Max sembari mengangkat pundak dengan ringan. Sedetik kemudian, ia menghampiri sang kakak dengan langkah santai. “Jadi, bagaimana keadaanmu?”“Kau lihat sendiri. Aku baru saja diabaikan oleh Mia,” jawab Julian seraya memutar bola mata. Ia sudah siap menyambut sindiran dari adiknya.“Bukan itu. Tapi, kondisi perutmu. Kudengar, kau telah menyelamatkan istriku dengan aksi yang sangat heroik. Sampai-sampai, kau rela mengorbankan nyawamu.”Mendapat jawaban yang tak terduga itu, tatapan Julian perlahan bergeser kembali kepada sang adik. Begitu menemukan lengkung bibir yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Cinta CEO dalam Jebakan   137. Mengakui Kesalahan

    “Tuan?” desah seorang pelayan yang semula duduk di sofa.Setelah melihat anggukan dari Max, si gadis muda bergegas keluar dari ruangan. Ia tahu bahwa pria itu membutuhkan privasi bersama sang ayah yang masih terbaring di kasur rumah sakit.Seperginya sang pelayan, Max menatap ayahnya dalam diam. Pria tua itu tampak tidur dengan pulas. Namun, ketika sang anak tiba di sisi ranjang, mata keriput itu perlahan terbuka.“Max?” desah Herbert menimbulkan embun dalam masker yang menutupi mulutnya. Sedetik kemudian, keharuan mulai melapisi penglihatannya.“Apa kabar, Pa? Apakah tubuhmu sudah lebih sehat?” tanya Max sembari berusaha melengkungkan bibir.Tanpa terduga, butir kesedihan mulai mengalir membasahi pelipis si pria tua. Dengan napas yang mulai tak beraturan, ia mengangkat tangan, berharap dapat menggapai putranya.“Kenapa kau memberikan hatimu?” tanyanya dengan suara yang agak tak jelas. “A

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Cinta CEO dalam Jebakan   138. Menuju Pesta

    “Jadi, Papa langsung menangis saat mengetahui Julian sempat kritis?” tanya Gabriella yang masih menyisir rambut di depan cermin.“Ya. Butuh beberapa menit untuk Papa berhenti terisak,” sahut pria yang telah berbaring di kasur.“Kalau begitu, kurasa kau tidak akan kesulitan untuk mendamaikan mereka. Papa tidak membenci Julian sebesar itu,” gumam sang wanita sembari meletakkan sisir di meja rias. Sedetik kemudian, ia berjalan menuju tempat tidur.Melihat sang istri telah berbaring di samping, Max diam-diam tersenyum. Dengan hati-hati, ia memiringkan badan agar bisa memandangi wajah Gabriella lebih jelas.“Tapi, apakah Papa dan Julian tidak keberatan? Menunggu hingga kondisi mereka sama-sama pulih itu membutuhkan kesabaran. Kenapa tidak sekarang saja kau mempertemukan mereka?” celetuk sang wanita tanpa memedulikan tangan yang mulai menjalar tak tentu arah.“Aku ingin membuat momen perdamaian yang b

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Cinta CEO dalam Jebakan   139. Kado Spesial

    “Selamat ulang tahun, Nyonya Evans!” seru para pelayan saat Gabriella baru menuruni tangga. Mendapat sambutan sehangat itu, perempuan bergaun biru otomatis melebarkan senyum. “Terima kasih,” ucapnya sembari mengangguk kepada semua wanita berseragam. Sedetik kemudian, Minnie maju dengan sebuah kotak di tangannya. “Kami bingung kado apa yang cocok untuk diberikan kepada Nyonya. Setelah berunding, kami akhirnya memutuskan untuk memberikan hal yang sederhana ini. Kami berharap Nyonya bisa bertambah sehat dengan kado dari kami.” Mendengar penjelasan tersebut, alis Gabriella sontak dikerutkan oleh rasa ingin tahu. Meskipun begitu, ia tetap mempertahankan lengkung bibirnya yang manis. “Terima kasih, Bi.” “Kalau Nyonya penasaran dengan isinya, buka saja,” celetuk seorang pelayan yang paling muda diiringi anggukan oleh rekan-rekannya. “Apakah tidak apa-apa?” tanya wanita bergaun biru dengan mata berbinar-binar. “Ya,” jawab mereka kompak.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28

Bab terbaru

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 20. Bahagia Selama-lamanya

    “Woah!” desah Cayden saat sang ayah menempatkannya di atas punggung seekor kuda poni. Dengan mata bulat, ia mengamati ketinggiannya dari tanah. Meski tidak seberapa, balita bertopi koboi itu tetap menunjukkan senyum semringah. “Bagaimana, Evans Kecil? Apakah kau senang?” tanya wanita yang memegang tali kekang si kuda. Tak berani banyak bergerak, Cayden pun mengangguk dalam sudut terbatas. “Ya, Greta. Ini mendebarkan!” sahutnya antusias. “Mendebarkan?” gumam Gabriella seraya mengerutkan sebelah alis. Sambil terus menimang keponakannya, wanita itu mengungkapkan keheranan. “Dari mana kau mempelajari kata itu, Pangeran Kecil?” “Papa sering menyebutnya,” jawab sang balita, sukses membuat sang ayah meringis. “Papa berkata kalau malam yang dilewati bersama Mama selalu mendebarkan.” Selagi Gabriella melotot ke arah sang suami, Greta tertawa terbahak-bahak. “Astaga, Max. Kurasa, kau harus lebih berhati-hati sekarang. Putramu yang jenius ini bisa menyer

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 19. Ayo Kita Pulang

    “Kalau Kakek benar-benar menghindar, aku benar-benar akan berhenti dari perusahaan,” ujar Julian, sukses membekukan langkah Tuan Hunt. Pria tua itu kini berkedip-kedip mencerna perkataan yang ia kira salah dengar. “Posisiku sebagai CEO sedang terancam karena suatu hal. Aku berusaha merahasiakannya dari kalian semua. Bahkan Mia saja tidak kubiarkan tahu. Tapi ternyata, itu sama sekali tidak mudah. Pikiranku menjadi terombang-ambing. Dan karena beban yang terlampau berat, emosiku akhirnya meledak. Aku sangat menyesal hal itu harus terjadi di hadapanmu.” Mendengar nada yang terkesan jujur itu, Tuan Hunt perlahan memutar tumpuan. Dua detik kemudian, ia melihat butiran bening meluncur dari mata sang cucu. “Aku sudah berusaha kuat dan tegar, Kek. Kupikir, aku bisa mengatasi semua masalah. Tapi ternyata, sampai detik ini pun, aku belum menemukan solusinya. Karena itu pula, aku marah saat gagal menemukan Grace dan dirimu di pemakaman. Rasanya, aku ini laki-laki yang

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 18. Aku Lebih Baik Menghilang

    “Ck, kenapa Kakek kabur seperti ini? Membuatku semakin merasa bersalah saja,” gerutu Julian di sela desah napas yang terengah-engah. Sambil terus menggenggam pesan dari Tuan Hunt, ia melangkah menyusuri jalan setapak yang dipagari barisan pepohonan. “Apa yang harus kulakukan jika Kakek tidak ada di sana? Ke mana aku harus mencarinya?” pikir pria yang tak mampu menghapus kerutan dari wajahnya. Beban yang menekan jantung terlampau berat untuk diabaikan. Selang beberapa saat berkutat dengan kebisingan dalam telinga, Julian akhirnya menggeleng cepat dan mengerjap kuat. “Tidak, tidak. Kakek pasti ada di sana. Aku akan membawanya pulang dan keadaan otomatis kembali menjadi seperti semula,” angguk pria itu, memupuk harapan. Tanpa menghiraukan keresahan yang terus berputar dalam otaknya, ia melaju lebih cepat. Begitu melewati gerbang pemakaman, langkah Julian spontan tertahan. Pelupuk mata yang semula berat kini terangkat maksimal. Apa yang ia harapkan lagi-l

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 17. Kau Seharusnya Bersyukur

    “Papa,” panggil Cayden pelan. Sedetik kemudian, balita itu menyodorkan sepotong roti yang telah ia bersihkan dari selai. “Aku sudah kenyang,” lanjutnya dengan senyum penuh makna. Memahami maksud hati sang putra, Max sontak menaikkan alis. “Kau ingin Papa menghabiskan rotimu lagi?” Sembari memperlihatkan deretan gigi mungilnya, Cayden mengangguk. Selang satu embusan napas samar, sang ayah mulai menggetarkan udara dengan tawa. “Astaga, Gaby. Lihatlah kelakuan Pangeran Kecil! Aku bisa menggendut jika dia terus menyodorkan makanan kepadaku,” tutur pria itu seraya menunjukkan roti kedua yang ia terima dari sang putra. “Habiskan saja, Max. Kau membutuhkan tenaga lebih untuk membantu Pangeran Kecil merawat Hasty,” timpal wanita yang sedang membersihkan piring dengan spons. Mendengar tanggapan sang ibu, mata Cayden langsung membulat. “Apakah aku boleh ke kandang kuda sekarang? Aku sudah selesai sarapan, Mama.” “Ya, tapi kau harus mencuci wajah

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 16. Aku Akan Meminta Maaf

    Tiba-tiba, Julian menjatuhkan wajah ke tangkupan tangannya. Setelah mengembuskan napas berat, ia kembali menegakkan kepala dan menunjukkan ekspresi yang tak terdiskripsikan. “Kau tahu? Aku sama sekali tidak bermaksud menakuti ataupun menggertak. Aku hanya tidak ingin kejadian tadi terulang,” tegas pria itu dengan wajah mengernyit. “Ya, aku tahu,” timpal Mia dengan penekanan yang tak kalah dalam. “Tapi kau bisa melakukannya tanpa harus menyakiti perasaan Kakek, Julian. Masalah ini bisa dibicarakan secara baik-baik.” Sembari menggertakkan geraham, Julian menggeleng samar. Kebingungan mulai menggetarkan bola matanya. “Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah telanjur membuat Kakek sedih.” “Meminta maaf?” timpal Mia seolah tak yakin dengan jawabannya. “Apakah itu saja cukup?” tanya sang pria, ragu. Ia mulai sadar bahwa kemarahannya tadi memang sudah melewati batas. Sembari menimbang-nimbang, sang wanita mengangguk-angguk. “Asalkan

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 15. Sudah Keterlaluan

    “Greta, apakah kau sudah menyiapkan roti panggang yang lezat untuk kami?” tanya Cayden saat si pemilik rumah membuka pintu lebih lebar untuk menyambutnya.Melihat sang ayah masih sanggup berjalan, wanita dengan lengkung alis tinggi itu sontak mengembuskan napas lega. Setelah menggeleng-geleng sesaat, barulah ia membalas tatapan balita yang masih menggenggam tangan Tuan Hunt dan menunggu responnya.“Tentu saja sudah. Apakah kau lapar?” tanya Greta sembari memalsukan senyuman.“Bukan aku, tapi Kakek. Aku mendengar suara napasnya sangat lelah di sepanjang jalan. Kakek harus makan roti yang banyak,” sahut Cayden dengan ekspresinya yang khas—mata bulat dan bibir mengerucut.Sambil mengelus kepala putranya, Gabriella menekuk lutut. Setelah berhasil menyejajarkan pandangan, wanita itu memiringkan kepala. “Bagaimana kalau sekarang kau mengajak Kakek makan? Kau tahu di mana Greta meletakkan piring rotinya, bukan?&rdq

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 14. Penyesalan Tuan Hunt

    “Maaf, Julian. Tadi aku mengajak Grace menemui nenekmu sebentar. Sekarang, aku bermaksud untuk membawanya pulang. Kami tidak berkeliaran,” terang Tuan Hunt dengan ekspresi yang tak terdeskripsikan. Meski begitu, suara paraunya mampu menyentuh hati orang-orang, selain sang cucu. “Tapi jalan pulang ada di sebelah sana, Kek!” sambar Julian, masih dengan alis terangkat maksimal. Ia sama sekali tidak iba melihat punggung bungkuk yang semakin terbebani oleh rasa bersalah. “Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu? Apakah kau tidak sadar bahwa kenekatanmu ini bisa mendatangkan masalah? Bukankah kita sudah sepakat untuk pergi bersama? Kenapa malah diam-diam membawa Grace pergi?” lanjutnya, mempertebal kerutan di dahi sang kakek. Merasakan kemarahan sang ayah, Putri Kecil mulai mengerutkan alis. Ia belum pernah mendengar suara selantang itu. Ketika matanya tertuju pada wajah murung Tuan Hunt, bayi itu pun mencebik. Sedetik kemudian, tangisnya mulai menjadi-jadi. Sambil

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 13. Keputusasaan Seorang Ayah

    Setibanya di pemakaman, Julian spontan tercengang. Apa yang ia lihat benar-benar di luar ekspektasi. Tidak ada keberadaan pria tua ataupun bayi di antara batu-batu nisan. Sang kakek dan Grace sama sekali tidak meninggalkan jejak. “Tidak mungkin,” gumam Julian sembari mempercepat langkah. Tanpa memedulikan upaya awalnya untuk tetap tenang, pria itu melaju ke arah blok yang sempat disebutkan oleh Greta. Setelah mencari-cari beberapa saat, ia akhirnya menemukan nama sang nenek di salah satu batu. “Benar, inilah tempatnya. Mereka seharusnya di sini,” desah Julian, terdengar putus asa. Dengan kerut alis yang dalam, ia berputar-putar, berusaha menemukan jejak sang putri ataupun Kakek Hunt. Malangnya, sejauh apa pun mata memandang, dua orang itu tetap berada di luar radar. “Ck, kenapa bisa begini?” gerutunya sembari mencengkeram kepala. Mengendus kekesalan yang teramat pekat, Mia sontak meraih lengan suaminya. Ia tahu bahwa sang pria telah gagal meng

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 12. Grace dan sang Kakek

    Sembari mengambil napas, Tuan Hunt menyeka pipi cucu buyutnya. Mata merah Grace memang tidak lagi menumpahkan kesedihan. Akan tetapi, pria tua itu masih merasa bersalah karena telah membuat sang bayi menangis. “Maafkan aku, Grace. Aku seharusnya berjalan lebih tenang agar kau tidak terbangun,” bisik sang kakek di sela desah napas yang tidak beraturan. Setelah wajahnya mengering, Grace menyandarkan kepala di pundak Tuan Hunt. Sambil berkedip lambat, ia mengerucutkan bibir. Kerut alisnya menyatakan bahwa dirinya masih ingin bergulung dengan selimut di tempat tidur. Bayi itu heran mengapa ia malah bersama sang kakek buyut, duduk di sebuah bangku panjang di tepi jalan setapak. “Padahal sewaktu masih muda, aku hanya memerlukan lima belas menit untuk tiba di pemakaman nenek buyutmu. Tapi sekarang, kenapa rasanya sangat melelahkan dan lama sekali?” gerutu Tuan Hunt seraya menyeka jidat dengan sebelah tangan. Selang satu embusan napas cepat, pria tua itu kemb

DMCA.com Protection Status