Di rumah, Doni menelepon seseorang.
"Iya, Bang. Pokoknya culik bapak si sopir tua itu, dan paksa dia berbicara saat keluarganya Jarot menelepon. Suruh bilang bahwa Bosnya ada sama dia sedang ada urusan mendadak. Intinya seperti itu ... jika ada yang ngotot ingin bicara sama Jarot, bikin alasan apalah.
...
...
Iya, aku tahu Abang sibuk. Tolonglah aku kali ini. Karena sepertinya, teman dia mafia juga, Bang. Aku khawatir keduluan.
...
...
Oke, Bang."
Sempurna! Dan sekarang waktunya untuk menjemput mereka!
Baru saja Doni memutar kunci mobil, Jarot sudah menelepon.
"Ya, hallo Pak?"
"Dimana? Sudah beres kah urusanmu?"
"Sudah, Pak." Urusan ini untukmu, Doni tersenyum jahat. Akhirnya hari ini datang juga. Hari yang sangat bersejarah buat dia dan Lastri. Meskipun Lastri dulu pernah meninggalkannya, dia masih sayang.
"Kalau begitu, jemput kami sekarang, ya?"
"Oke, Pak. OTW ...,"
Doni membaca pesan itu. Lancar juga rencanaku. *** "Mana Mas Doni, Ma? Kok lama?" tanya Yuni. "Tidak tahu, kata Papamu sedang OTW ke sini. Tapi kok lama, nggak muncul-muncul?" jawab Emma. "Bilangnya ada keperluan apa gitu, Kak." sahut Nurul. "Sebentar lagi." kata Jarot. Dari jauh terlihat mobil jemputan sudah datang, pelan-pelan masuk ke area parkir, dan berhenti di depan restoran. Ke empat orang ini segera masuk ke mobil itu. "Lama sekali, Don. Ada apa?" "Nggak lama kok, Pak. Cuman terlambat sepuluh menit saja. Maaf, sedikit macet tadi. Selesai urusan, saya langsung ke sini." "Oke, kita langsung pulang ke rumah." Selama perjalanan pulang menuju rumah, tidak ada yang bicara di dalam mobil. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Ini sudah jam tujuh tiga puluh malam. Semua terdiam, bisa juga karena kekenyangan. Jarot. Oke Doni, hidupmu hanya sampai besok siang saja. Betapa teganya dirimu m
Jam 02.00 WIB. Alarm dari ponselnya Nurul bergetar. Drrtt ... drttt ... drttt ... Nurul terbangun dari tidur. Mematikan alarm itu, setelah sadar sepenuhnya dia baru ingat ada sesuatu di pagi dini hari ini yang harus dilakukan. Berdiri menuju cermin, mengambil sisir, dan mulai menyisir rambutnya. Dilihatnya bayangan diri, mengagumi. Lihat, aku cantik sekali. Siapa yang tidak akan suka dengan diriku ini? Tubuhku menarik, dadaku bergelanyut besar, dan bokongku ... ah, sangat beruntung laki-laki yang bisa menyentuh diriku. Papaku orang kaya, mamaku juga. Semua yang aku pinta selalu mereka berikan. Berbahagialah orang yang bisa memilikiku nanti. Harta orang tua juga nanti diwariskan padaku, cuman satu yang memang aku belum punya ... pacar, iya pacar. Doni, kamu .... Gadis ini melihat dirinya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Membelakangi kaca, melihat pantulan tubuhnya ... nyaris sempurna. Pelan-pelan dilepaskan baju, dan celana pendek yang dipa
Bersama-sama mereka menuju ke kamar orang tuanya. Dari luar kamar terdengar suara teriakan mamanya dan seperti ada orang yang sedang berkelahi. Berdebar-debar dan takut, apa yang sedang terjadi? Saat pintu dibuka. ... ... Mamanya sedang menangis dan duduk di samping tempat tidur, Jarot yang tergeletak di lantai dengan muka babak belur, Doni yang sedang berdiri merapikan bajunya. "Ada apa ini, Pa? Ma? Dan ... Mas Doni? Sedang apa kalian di sini, kok seperti ini?" tanya nurul. Yuni menimpali. "Papa dan Mas Doni habis berkelahi?" ... Enam jam sebelum kejadian itu. Di kamar, Doni menyetel lagu slow rock dari Amy search, artis Malaysia kesukaannya. Tidak terlalu keras, juga tidak terlalu pelan. Sedang saja. Emma tidak mengetahui bahwa suaminya telah pingsan, dan dimasukkan ke dalam etalase. Mereka berdua berpelukan dan bercumbu beberapa menit. Belum memasuki inti dari gera
Ini bab untuk memulai cerita baru yang aku harapkan dapat membuat pembaca semua terhibur meskipun, yah ... ceritanya agak sedikit membingungkan dengan alur yang maju mundur. *** Lastri berdiri di bawah sebuah pohon untuk menunggu lewatnya sebuah bus yang akan mengantarkannya keluar dari kota ini. Tekatnya sudah bulat. Dia kecewa dengan apa yang telah dikatakan Doni. Ternyata apa yang dipikirkannya tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan laki-laki itu. Barang bawaanya sedikit, dan beberapa kali menolak tawaran angkot yang lewat. Nggak, naik bus saja, pikirnya. Aku nggak akan sudi bertemu lagi denganmu, Mas. Sakit, kecewa hati ini. Saat sedang merenung, tiba-tiba berhenti sebuah motor trail di depannya. Suaranya sangat mengganggu, digeber-geber, lagi. Orang itu memakai helm full face, memakai ransel, pakaiannya keren, dia menyapa. "Mau ke mana, Mbak?" Lastri tidak dapat mendengar suaranya, juga karena penutup helm depannya tidak dibuka, dan satu lagi mo
"Iya, aku kedinginan. Tapi mau ganti baju di mana?" tanya Lastri sambil menggosok-gosok badannya dan melipat tangan di depan dada. Agak malu juga dia saat bertatapan tadi. Reno telah melihat dadanya dengan rasa tertarik. Ditariknya sedikit kaosnya ke depan, agar tidak kentara."Oh, ya. Kamu siapa namanya? Aku Reno." tanya laki-laki tinggi ini." Aku Lastri." Mereka berjabat tangan."Sungguh, kenalan kok telat, ya?""Tidak apa-apa, Mas. Dan juga, mana bisa sih kenalan di atas motor?""Hmmm. Lastri. Nama yang bagus. Ada artinya, lho?" kata laki-laki muda ini. Dia mau ngajak bercanda rupanya."Memang ada? Apaan?""Lastri itu adalah kata dalam bahasa Inggris. Cuma lidah kita saja yang membuat cara nulisnya jadi agak beda.""Jadi, namaku artinya apa?""Lastri itu gabungan dari dua kata. Last yang artinya terakhir, dan tree yang artinya pohon. Jadi arti dari nama Lastri adalah pohon yang terakhir. Hehe ...," Mereka
"Ayo, aku antar ke kamarmu di atas ...," ucap Reno sambil berjalan. Pandangan matanya susah lepas dari wajah gadis ini. Aku sepertinya sedang jatuh cinta, pikirnya."Iya." jawab Lastri menurut.Laki-laki dengan tinggi badan 173 cm ini mengantarkan gadis ini menuju kamarnya. Reno mempersilahkan Lastri jalan duluan. Dari belakang, dia bisa melihat lebih jelas bagian bawah tubuh gadis ini, sukses membuatnya menelan ludah. Selama melangkahkan kaki, Reno masih terngiang-ngiang dengan apa yang telah dikatakan Ibu kos pada dirinya barusan. Memang benar, mungkin nanti dia adalah jodohku, semoga saja iya. Dari lantai bawah mereka berdua naik tangga menuju ke atas."Ini kamar yang biasa aku pakai. Ya ... bukan kamar, sih. Kamu tahu sendiri, lihatlah ... seperti ini." kata Reno.Lastri melihat ruangan yang dipakai Reno sebagai kamar. Ada kasur, lemari baju, dan satu meja kecil. Sangat minimalis sekali, sekilas mirip perabotan yang dipakai orang-orang J
Sudah tujuh hari ini Lastri bekerja di konter itu. Bosnya bernama Elda. Dia masih gadis, sangat cantik dengan kulit putih dan rambut panjangnya. Ditambah penampilan yang modis, membuatnya terlihat semakin cantik. Perempuan yang punya lesung pipi inidengan sabar memberinya pengarahantentang pekerjaan ini. Konter itu berjualanpulsa elektrik, kartu perdana, aksesorishandphone, dan ponsel. Harga jual yangsesuai dengan pasaran, bahkan cenderunglebih murah membuat konter miliknya lebihramai dari konter lainnya. Memberikan harga pulsa harusdisesuaikan dengan harga jual pulsa dipasaran, dan tidak boleh hutang. Eldamemberikan arahan, jika teman dekat atausahabat mau berhutang pulsa ke Lastri, kalau bisa harus diberi pemahaman bahwa hal itu tidak bisa dilakukan. Karena lambat laun akan menjadi sebuah masalah. Yah, memang sebagai teman akan merasa tidak enak.
Sementara Reno sedang berangkat menuju ke mall tempat Lastri bekerja, gadis itu sedang melayani seorang ibu, dan kedua anak gadisnya. Mereka sedang bertanya tentang sebuah handphone yang sekarang sedang dipegang oleh Nurul. "Jadi yang ini harganya berapa, Mbak?" tanya seorang gadis, yang terlihat cantik hanya dengan memakai celana jeans warna biru dan kaos oblong warna putih, polos."Yang itu lima juta lima ratus ribu, Mbak. " jawab Lastri. Dia melanjutkan, "spesifikasinya bisa kita lihat di dusbooknya, ya?" Sambil menunjuk kotak itu. "Nih, semua ada. Yang keren memang processornya, adalah qualcomm snapdragon 835 dengan software: android 7.0” nougat. Dan juga, sebagaimana kita tahu, produk ini lumayan bagus untuk kamera utamanya sebesar 12 MP , dan 8 MP untuk kamera depannya. Battery sebesar 3000 mAh. Pasti Mbak gak akan kecewa ...," "Bagaimana, Nak? Mau yang ini?""Oke, Ma. Aku mau yang ini, kalau kamu bagaimana Rul? Pilih yang mana?""H