Bu Titin memberi aba-aba pada muridnya. Semua anak berdiri dan mulai mengambil napas panjang. Hari ini mereka sedang berlatih, kakak kelas mereka telah menyelesaikan ujian akhir sekolah dan 100% lulus semua. Mereka telah bekerja keras mengalahkan soal ujian yang membuat kepala mereka hampir terbakar. Besok di sekolah Irena mengadakan acara kelulusan dan kenaikan kelas serta perpisahan dengan kakak kelas mereka. Irena ditunjuk sebagai anggota vokal grup. Selain itu dia juga harus bernyanyi solo di depan semua orang, kemampuannya dalam lomba bernyanyi bulan lalu tidak dapat diragukan. Darah seni yang mengalir di tubuhnya membuat Irena menjadi kebanggan sekolah, saat menjadi juara pertama lomba menyanyi antar sekolah.
“Ir, kamu udah hapal ‘kan lagunya buat besok?” tanya Bu Titin.
“Iya, Bu. Saya sudah hapal setiap sore saya berlatih.”
“Bagus, kalau begitu. Rara dan yang lainnya gimana? Gerakan tari meraknya udah bisa ‘kan? L
Saat acara utama dimulai yaitu drama musikal yang dibawakan Irena dan teman-temannya. Semua nampak larut dan seakan ikut mendalami kisah si bebek buruk rupa yang dihina dan tidak mempunyai teman. Dia dikucilkan dan dibenci oleh semuanya karena buruk rupa. Akting Irena yang memukau dan suaranya yang menghipnotis banyak orang membuat decak kagum semua orang. Makcik Yuyu sibuk dengan ponselnya, merekam calon menantunya yang sedang berakting dan bernyanyi di atas panggung.Saat akting menangis, semua ikut laut dalam kisahnya si bebek ini. Mereka ikut menangis, bahkan Bu Titin dan Mak Esih—ibunya Irena, menangis tersedu-sedu. Mak Esih sangat terharu dan bangga dengan putri kecilnya. Dia begitu mendalami perannya dengan baik dan membuat semua orang berdecak kagum.“Tuh liat, Pak. Si Eneng hebat pisan nya.” Mak Esih menyeka air matanya dengan sapu tangan. Pak Tatang ingin menangis juga kalau saja dia tidak malu dengan postur tubuhnya yang tinggi besar. Pak T
Mengubah kebiasaan memang sulit tapi Irena berusaha keras untuk menjadi lebih baik. Setiap pagi dia akan bangun, lalu meminum dua gelas air putih hangat dan memulai rutinitas dengan gerakan kecil. Dia mulai menyukai pelajaran olahraga Pak Suklan.“Aku bukan ingin kurus tapi pengen sehat.” Itulah jawaban Irena saat orang bertanya mengapa dia sekarang rajin olahraga.Mobil yang dikendarai Arie berhenti di depan rumah Irena. Sepertinya Pak Tatang dan istrinya sudah tidur. Irena masih di dalam kursi depan bersama Arie, dia menatap kekasihnya yang tampan seperti pahatan dewa Yunani.“Terima kasih udah nganterin aku pulang, Kak. Mau mampir?”“Tidak usah, sudah malam. Kapan-kapan saja … oh ya, aku berangkat ke Belanda nanti hari Minggu.”“Baiklah, semoga selamat di perjalanan jangan lupa kabari aku. Maaf aku enggak bisa nganterin Kak Arie ke bandara.” Irena menatap Arie penuh rasa sesal. Arie berangka
Waktu cepat berlalu, Irena sudah memasuki masa kuliah. Karena Pak Tatang sayang banget sama anaknya, Irena enggak bisa kuliah jauh-jauh. Kahida sekarang bekerja di sebuah perusahaan swasta, karyawan dia sekarang. Udah bisa beli mobil bakal Emak dan Bapaknya jalan-jalan ya walau cicilan. Kahida kerja di luar kota, tapi sebulan sekali dia pulang buat nengok kedua orang tuanya.Arie dan Irena masih berhubungan, meskipun interaksi keduanya sekarang jarang. Arie sibuk dengan kuliahnya begitu juga dengan Irena. Tapi Irena tidak pernah berpikir negatif tentang Arie, dia percaya Arie menjaga hati dan cintanya. Begitu juga dengan dia, tidak akan pernah dia berpikir untuk selingkuh.“Hoi! Jangan melamun lu! Baik-baik ntar kesambet setan penunggu kamar mandi!” Seseorang menepuk pundak Irena. Gadis berpipi chubby itu mendelik kesal. Siapa lagi kalau bukan Ignatius, cowok nyebelin yang akhirnya satu kampus juga dengan Irena. Hubungan dia dan Rara sudah lama kan
Keduanya masih berada di depan mini market, Irena membelikan Igna roti dan juga air mineral lalu menyuruhnya meminum obat pereda sakit. Gadis itu tak berhenti mengomel seperti ibu yang mengomeli anaknnya yang nakal. Igna sering sekali berkelahi dengan teman kampusnya atau kampus lainnya. Sifat bad boy-nya tetap melekat hingga dia kuliah, dia menarik tangan sang gadis yang kini berdiri dan terus mengoceh padanya. Irena duduk disampingnya dan mengerjapkan mata lucu.“Kak?”“Ya ….”“Masih sakit? Apa kita perlu ke dokter?”“Tak usah, gue pergi aja ke kosan. Maafin gue ya repotin lu, dan makasih udah obatin gue.” Kata Igna tersenyum, Irena mengangguk meskipun cemas. Di sepanjang perjalanannya, Igna terus meyakinkan dirinya, dia tidak boleh begini, dia tidak mau menjadi orang ketiga hubungan Irena dan Arie. Walaupun hubungan temannya itu kini sedang tidak baik-baik saja, sebutlah mungkin sedang dalam
BelandaArie Lucas, pemuda itu semakin bertambah tampan dan dikagumi semua orang. Terlebih mereka yang tahu siapa keluarganya. Arie benar-benar super sibuk saat penerimaan mahasiswa baru, dia bahkan tak sempat untuk berlibur. Ah, sungguh dia rindu pada Angry duck-nya dan juga ini sudah hampir 2 tahun lamanya. Arie harus bertahan demi menepati janjinya pada sang ayah, ayahnya akan menyetujui hubungannya dengan Irena jika Arie bertahan di Belanda sampai lulus. Ayahnya bahkan melarangnya pergi ke Indonesia, ah banyak hal yang terjadi selama dia di Belanda. Banyak peristiwa yang terjadi saat dia meninggalkan Indonesia.Kedua orang tuanya berpisah, itu karena Sang Mama tidak tahan dengan sikap otoriter Ayahnya. Mama Arie—Mama Ayuni, tidak bisa lagi bersama dengan sang suami, salah satu alasannya adalah dia bertengkar hebat saat mengetahui Arie mempunyai pacar di Indonesia dan bukan perempuan yang seperti keinginannya. Saat itu Arie terpukul, namun dia
Igna menatap punggung Irena yang sedang mencuci piring, rambut ikal panjangnya diikat ke atas menampakkan leher yang berwarna kuning langsat. Gadis di depannya memang tidak seperti tipe dia selama ini. Yang memiliki kulit putih dan badan langsing, sementara Irena jauh dari kata langsing, dia masih berbobot 80 kg, kulitnya kuning langsat dengan tahi lalat di bagian pipi mirip Alm, Suzzana. Rambutnya panjang dan ikal berombak berwarna hitam, hidungnya tidak mancung tidak juga pesek dan kalau diperhatikan bibirnya begitu lucu dan menggemaskan. Igna berani bertaruh sekarang atensinya pada gadis 80 kg ini begitu besar. Bahkan sering memperhatikannya, dia tidak dapat menepis semua yang ada dalam dirinya untuk memperhatikan gadis itu lebih dari biasanya.“Ih, enggak lah. Gue juga bisa cuci piring doang mah.” Igna memaksa, dia mendorong sedikit tubuh Irena ke samping. Lalu, dia mulai mencuci piring yang sudah disabuni Irena.‘Inikah rasanya kalau su
“Kak Arie! Mau ke mana?” Irena menahan pundak Arie yang tampak memunggunginya. Arie berbalik lalu menatap Irena. Tidak ada tatapan hangat di kedua matanya, tatapan penuh kasih yang selalu dia berikan hilang berganti dengan tatapan penuh benci.“Lepaskan tanganmu dariku.”“Apa yang Kakak katakan? Kak … aku sangat kangen sama Kakak.”“Pergi!”“Apa? Kak ada apa denganmu?” tanya Irena, Arie dengan kasar menepis tangan Irena yang meraih tangannya. Irena menangis, saat Arie pergi meraih tangan sosok perempuan lain yang tak terlihat wajahnya. Irena berteriak memanggil nama Arie namun sosok Arie terus pergi meninggalkannya.“Kak!”“Astagfirullah, mimpiku jelek sekali ya Tuhan. Ada apa ini? Mungkin ini karena pikiranku yang selalu memikirkan Kak Arie jadi aku mimpi buruk tentangnya.” Irena mengecek ponselnya
Irena enggak paham sama Igna, sepertinya dia berlebihan. Dulu waktu dia masih pacaran sama Rara tidak seperti itu. Irena bingung dan juga enggak paham sama jalan pikiran Igna. Irena berusaha konsentrasi pada pelajaran di depannya, namun otaknya melayang mengingat kejadian tadi dan juga mimpi buruknya semalam. Irena sampai lupa sarapan dan hanya minum air putih saja tadi. Bel tanda berakhirnya pelajaran berbunyi, rasanya Irena ingin segera pulang karena perutnya lapar, memakan masakan ibunya dan makan bersama keluarga itu mungkin bisa mengurangi rasa galau dalam hatinya.“Ir!” Irena menatap cowok yang tengah senyum ke arahnya itu dengan tatapan kesal. Igna seperti hantu ada di mana-mana.“Ada apa?”“Kita ‘kan mau pergi jalan-jalan lu lupa?”“Malas ah, harusnya lu itu nyesel gebukin anak orang.”“Harusnya lu belain gue dong, dia udah menghina lu.”“Gue udah biasa dipanggil
Gaun putih melekat indah pada tubuhnya, gaun yang di desain khusus untuk dirinya sendiri. Dia menatap cermin rias di hadapannya, betapa cantiknya dirinya. selama ini dia sering bermimpi menjadi pengantin, bahkan saat kecil, impiannya adalah menikah dengan seorang pangeran berkuda putih. Namun ketika dewasa mimpinya itu berubah, dia ingin menikah dengan laki-laki yang penuh tanggung jawab seperti mendiang ayahnya. Dan semua itu ada dalam diri Arie Lucas. Ibunya menatap kagum sang putri bungsu, hari ini mereka akan mengadakan pesta pernikahan Irena dan Arie. Setelah Bayi mereka berumur 6 bulan, Arie dan Irena memutuskan untuk menikah. Namun anak mereka tidak ada yang tahu bagaimana wajahnya dan di mana keberadaannya. Sementara ini bayi mereka di rumah diurus oleh Aunty Dao dan anaknya. "Nak, sekarang kamu sudah bukan anak kecil lagi, kamu sekarang sudah menjadi ibu dan juga istri, apa jalankanlah kewajibanmu sebagai seorang ibu yang baik dan juga istri yang bertanggung jawab. ja
Wajah Ayuni Nur Latifah terlihat dingin, menatap tajam setiap karyawan yang berada di kantor milik Tuan Hans Lucas. Dia mendatangi resepsionis dan bertanya tentang keberadaan mantan suaminya itu, sang resepsionis mengatakan jika Tuan Hans ada di ruangannya. "Maaf Nyonya Ayuni Apakah saya harus memberitahukan Tuan Kalau anda berada di sini?""Tidak perlu saya akan mendatangi langsung ke ruangannya." Ayuni berjalan pergi lalu menaiki lift menuju ruangan tempat dimana mantan suaminya berada. Dia menatap meja sekertaris yang kosong dan sudah menduga jika sekretaris baru itu adalah mainan baru mantan suaminya. Dengan kasar dia mendorong pintu ruangan yang bertuliskan Lawyer itu dan melihat sang mantan suami sedang melakukan hal tidak senonoh di ruangannya. Sektretaris barunya itu sedang berada di pangkuan Hans Lucas dan mereka sedang bercumbu mesra, dengan pakaian sang wanita yang hampir terbuka sepenuhnya."Jadi ini yang dilakukan seorang pengacara terkenal di ruangann
Kedua pasangan itu tinggal di rumah baru dengan damai, karena Arie benar-benar merahasiakan tentang rumah itu pada siapa pun. Hanya pihak keluarga yang tahu. Terkadang Mamanya akan ke sana dan Mak Esih juga akan menengok. Hida dan Fero kembaki ke Thailand, tapi Mak Esih sekarang tidak sendiri di rumah. Ada Mbak Sri dan anaknya yang kadang menginap ke rumah. Toko online milik Irena sekarang di kelola oleh Kristina, dan sebulan sekali gadis remaja itu akan mentransfer uang hasil penjualan pada Irena. Sementara Cafe Rainbow dipegang oleh orang kepercayaan Arie. Arie akan pergi ke kantor di pagi hari dan pulang sore hari. Irena di rumah sendirian, karena memang dia menginginkan itu. Sekarang usia kandungan Irena sudah memasuki bulan ke-lima dan dia sangat manja pada Arie. Dia juga sudah mulai mengidam ini itu. Yang kadang membuat calon Papa itu pusing mendadak. "Kak, aku pengen makan makanan Korea." "Ya udah aku pesankan ya sayang." "Enggak mau, maunya Kakak masakin."
Dengarkanlah wanita impiankuhari ini akan kusampaikan,Janji suci kepadamu dewikudengarkanlah kesungguhan rasa, ku ingin mempersuntingmu, untuk yang pertama dan terakhir Jangan kau tolak dan buatku hancur ku tak mau mengulang untuk meminta satu keyakinan hatiku ini engkaulah yang terbaik untukku .....setiap perjalanan yang dilalui oleh anak manusia, banyak luka likunya termasuk perjalanan cinta Irena dan Arie. Meksipun mereka harus berpisah sementara namun akhirnya kembali bersama. Arie benar-benar menepati janjinya. Dia menelepon Mama Ayuni dan Tante Dao serta Paman Alex. Mereka semua datang dan terkejut karena Arie ingin pertunangan dia dan Irena segera dilakukan dan semua orang harus tahu. akhirnya setelah bermusyawarah, dan menghasilkan kesepakatan bersama. pertunangan mereka dilakukan di sebuah gedung yang sudah di sewa. dan disiarkan langsung serta mengundang beberapa awak media untuk meliput nya. Arie ingin semua orang tahu bahwa kekasihnya adalah wanita ya
Dirematnya ponsel android miliknya, bibirnya terkatup rapat. Dia merasa kembali cemas, melihat pesan-pesan yang dia kirim untuk sang kekasih hanya berakhir dengan centang satu. Irena kembali mencoba menelpon Arie namun tetap tidak ada jawaban. Dia kemudian mencoba menelepon Mama Ayuni."Hallo, sayang ... sudah lama ya, bagaimana kabarmu?""Aku baik Ma, Mama apa kabar?""Mama baik, gimana keadaan Ibu?""Ibu baik, Ma ... Mama, boleh aku tanya, Kak Arie kenapa susah dihubungi?""Entahlah, anak itu akhir-akhir ini sangat sibuk, dia jarang pulang ke rumah Mama dan juga jarang telepon Mama. Kamu kangen ya?""Iya, Ma." ucapnya dan berusaha agar suaranya baik-baik saja. Dia pun mengakhiri teleponnya dan kembali mencoba untuk menormalkan perasaanya yang mulai cemas dan galau. Dia pun tidak tahan lagi dan menelepon kakaknya."Iya, adek kenapa?""Kak, maafin aku.""Kenapa minta maaf sih, le
Arie sudah kembali ke Singapore untuk mengurus semua pekerjaan di sana dan mengurus kepindahan dia ke Indonesia. Irena dan Ibunya hidup dengan bahagia, Emak Esih sekarang sudah tidak lagi sedih karena kehilangan suaminya dan juga ditinggalkan oleh anak laki-lakinya, Hida dan Fero masih sering menghubungi orang tuanya, mereka sama sekali tidak lupa itu. Meskipun jalan yang mereka ambil salah namun Emak Esih selalu yakin ada hikmah dari semua peristiwa yang terjadi. Irena resmi menjadi pemilik cafe Rainbow, pegawainya masih sama, hanya saja ada beberapa pegawai magang sekarang. Dia juga menjalani diet sehat atas bimbingan Dokter Sam, iya Dokter hewan yang dulu dikenalnya mengenalkan dia pada rekannya yang seorang ahli gizi. Dia akan berolahraga di sela waktu luangnya, dia juga dibimbing oleh seorang coach yang ahli. Makanan yang dia makan sekarang lebih diatur dan dia berhasil menghilangkan berat badannya dari 80 menjadi 78 kg. Namun ini sudah beberapa hari dia merasa mood-nya begitu
Kedua tangan mereka saling berpegangan erat satu sama lain. Mereka berjalan di pesisir pantai Ubud, ditemani sinar matahari yang hangat. Sesekali keduanya bercanda, lalu saling kejar-kejaran. Siapa pun yang melihatnya pasti iri hati pada sang wanita. Bagaimana bisa seorang sesempurna itu menyukai wanita yang berbadan gemuk dan sama sekali tidak ada bule-bulenya. Tapi Irena meyakinkan dirinya bahwa Arie adalah seseorang yang tulus mencintai dirinya. Waktu yang mereka lewati bersama dan juga kenangan yang tercipta diantara keduanya, membaut Irena semakin yakin jika Arie Lucas dan dirinya ditakdirkan bersama. "Mau kelapa muda?" "Mau." "Sebentar ya, aku beli dulu." ucapnya mengecup kening Irena lembut. Irena merona teringat semalam bagaimana mereka saling menyatu dalam kehangatan dan juga saling memanggil nama masing-masing dengan suara menggetarkan jiwa. Rambut ikalnya tertiup angin, sementara kain Bali yang dipakainya ikut melambai. Seorang gadis kecil mendatangi diriny
Lilin di meja sudah padam, makanan belum diantarkan karena belum ada instruksi dari Arie. para pelayan menunggu dengan cemas karena Tuhan mereka belum mendapatkan jawaban yang diinginkannya. Secara gamblang gadis yang dia cintai menolak untuk menikah dengannya, apa yang salah apakah gadis itu belum memaafkan kesalahannya di masa lalu ataukah gadis itu masih ragu akan kesungguhan cintanya. Keduanya saling menatap sementara tangan sang pria menggenggam erat tangan gadis di hadapannya seolah ingin berkata bahwa apa yang dia lakukan saat ini benar-benar dari hati yang paling dalam, dia sudah mempersiapkan ini dari lama khusus untuk gadis yang ia cintai di malam hari ulang tahun tetapi kenapa gadis itu menolak?"Kakak pasti bertanya alasan aku menolak kakak apa?" "Ya aku masih bingung kenapa kamu menolakku bukankah kamu bilang sendiri kalau kamu sudah memaafkan aku dan kamu ingin aku menunjukkan keseriusan ku padamu. Dan inilah saatnya aku menunjukkan bahwa aku benar-benar menci
Kedua pasangan itu sampai di bandara Gusti Ngurah Rai, Bali. Seorang pria berumur 40 Tahunan menghampiri mereka. Dia tampak sudah akrab dengan Arie, dia mempersilakan Arie dan Irena masuk ke dalam mobil berwarna hitam itu. Mobil melaju degan kecepatan sedang, Irena menatap setiap tempat yang dilewati mobil itu, dia tersenyum menatap keindahan Bali. Sekitar 1 jam 4 menit kemudian, mobil berhenti di sebuah villa di kawasan Ubud. Mereka berdua turun dari mobil itu dan diantarkan masuk ke dalam Villa. Villa itu sudah dibooking penuh oleh Arie khusus untuk mereka berdua saja, semua sudah diperiksa olehnya. Kamar yang begitu nyaman dan menghadap langsung ke pantai. "Whoaa! Nyamannya kasur ini, langsung ngadep pantai lagi, aku suka banget Kak!" Irena berseru senang sambil matanya berbinar menatap pantai yang begitu indah. "Syukur kalau kamu suka, Aku pergi ke luar dulu ya mau telepon Mama. Kamu mandi saja dulu, mau makan di sini atau di luar?" "Makan di sini saja, aku capek.