Jam 08.00 pagi Nora sudah siap menunggu di Lobby hotel, dia menunggu Dion yang berjanji menemaninya untuk jalan-jalan di Thailand, hitung-hitung menambah teman, lagi pula Nora memang dari awal ingin berlibur sendiri tanpa tergantung dengan Tomi.
“Sudah lama menunggu?” tiba-tiba suara datang dari belakang Nora, Dion sudah berdiri menyapa Nora dengan senyum lebarnya.
“Belum kok, saya juga baru lima menit yang lalu disini,” jawab Nora membalas senyuman Dion.
“Oke, kita mau kemana hari ini, aku sudah menyuruh petugas hotel menyiapkan mobil untuk kita,” kata Dion.
“Ehmm,” Nora berpikir keras sambil menggaruk dahinya, dia tidak tahu akan pergi kemana, ke luar negeri pun baru kali ini dia lakukan.
“Aku tidak mengenal daerah disini,” kata Nora.
“Baiklah, berarti kau memilih orang yang tepat untuk menemanimu jalan-jalan,&rdquo
“Pesan dari siapa?” tanya Dion pada Nora, saat melihat wajah Nora pucat pasi. Nora terdiam, dia tak menjawab pertanyaan Dion, kepalanya bekerja keras mencari jawaban atas pertanyaan Tian. “Hey, kau membaca pesan dari siapa, wajahmu terlihat pucat, apa kau baik-baik saja?” tanya Dion lagi. “Sepertinya aku harus kembali,” jawab Nora. “Tian tahu aku tidak pulang ke kampung,” lanjut Nora lagi. Dion menghentikan mobilnya, “Lalu apa yang akan kau lakukan?” tanya Dion. Nora menggelengkan kepala, “Aku belum menemukan jawabannya,” kata Nora. Dion memutar balikan mobilnya menuju hotel, “Apakah dia tahu dengan mudah dimana kau sekarang?” tanya Dion yang langsung menancapkan gas. “Mungkin saja,” kata Nora pelan. Nora terlihat sangat khawatir
“Ti-Tian, mengapa kau ada disini?” tanya Nora sedikit tergagap saat melihat wajah suaminya tepat di depannya sekarang. “Aku yang seharusnya bertanya, sedang apa kamu disini?” jawab Tian sambil berjalan masuk ke kamar Nora dengan muka yang masam. Nora terdiam sebentar di depan pintu, wajahnya gugup, “Sedang apa kau berdiri di situ?” tanya Tian, Nora menatap Tian lalu menutup pintu kamarnya. Tian duduk di sofa, menyilangkan kaki lalu mengendorkan dasinya sedikit, matanya menatap Nora tajam, terlihat sekali raut wajahnya tidak menyukai wanita yang berdiri di depannya. “Bagaimana kau tahu aku ada disini?” tanya Nora, lalu duudk di depan Tian. “Kenapa? apa kau tidak tahu siapa suamimu ini?” tanya Tian. Nora terdiam lagi, pertanyaan yang konyol, yang seharusnya tidak dia tanyakan, siapa yang tidak tahu keluarga Winata, dan Tian sebagai pewarisnya, mencari seseorang hal yang mudah baginya. “Bukankah ada sesuatu yang harus kau jelaskan padaku?” tanya Tian pada Nora.
“Aku sudah menyuruh sekretarisku mengurus semua tiket kepulanganmu, sekarang kau ikut denganku!” kata Tian. “Ikut denganmu?Kemana?” tanya Nora, Tian bisa melihat ketakutan dalam mata Tian, dia tersenyum sinis. “Lucu sekali, kau terlihat takut saat suamimu mengajakmu pergi, tapi kau bisa dengan santai pergi dengan laki-laki lain tanpa ragu-ragu,” kata Tian. “Bukan begitu maksudku,” jawab Nora, dia tidak tahu lagi harus bicara apa, setiap kata-kata yang dia keluarkan selalu salah di mata Tian. “Ikut denganku ke hotelku, aku tidak menginap disini, tapi di hotel lain, dan sudahs eharusnya kau ikut denganku,” kata Tian yang menatap Nora dengan dingin. “Baiklah, aku akan memberskan barang-barangku,” kata Nora sambil berdiri. “Tidak usah, tinggalkan saja, aku sudah menyuruh orang untuk membereskannya dan mengantarnya ke hotel,” kata Tian sambil menarik tangan Nora. Nora dan Tian berdiri di lobby hotel, wajah Nora yang hanya tertunduk memandangi ponselnya berdiri di b
Nora terdiam sepanjang jalan, dia masih mencerna perkataan Tian, seakan di sambar petir di siang bolong, Nora tidak percaya bahwa Tian akan menceraikannya, Tian tidak bertanya apapun mengenai kepergiannya berlibur dengan Tomi, Nora merasa lebih baik Tian membentaknya dan memarahinya dari pada diam seperti ini dan ingin menceraikannya. “Istirahatlah, besok kita berangkat jam delapan pagi,” kata Tian setelah mereka sampai di hotel. Nora menurut, dia hanya mengangguk tanpa mengatakan sepatah katapun, dia tidak berani menatap mata Tian, wajah Nora telihat lesu, sekuat tenaga dia menahan air matanya tumpah. Nora masuk ke kamar tidurnya, Tian menyewa kamar suite dengan dua kamar tidur, Nora mengurung dirinya di kamar, ponselnya dia biarkan tergeletak di samping tempat tidurnya, sesekali dia melihat layar ponselnya, Tomi, Dion dan Adeline bersamaan mengirimkan pesan untuknya, namun Nora hanya menarik selimutnya, mencoba memejamkan matanya, lelahnya sudah di titik terendah. “Apakah
Nora dan Tian berangkat menuju Jakarta pukul sepuluh pagi, perjalanan tiga jam di dalam pesawat mereka habiskan dengan pikiran masing-masing, Nora tidam bertanya sepatah katapun pada Tian, begitupun sebaliknya, dalam pikiran Tian dia masih membayangkan wajah Nora semalam, namun dalam pikiran Nora dia berusaha tidak melibatkan Tian di dalamnya, Nora masih belum berani menatap mata Tian setelah yang dilakukannya pada Tian semalam. Sore hari, Nora dan Tian sampai di rumah mereka, di depan pintu terlihat Almeera berdiri menunggu kedatangan mereka berdua, Nora tidak memperdulikan Almeera yang berdiri di hadapannya, dia langsung masuk dan menuju ke kamarnya. “Bagaimana bisa dia melewatiku begitu saja?” tanya Almeera pada Tian. “Sudahlah, mungkin dia lelah,” jawab Tian singkat. Almeera menghela napas, “Padahal aku sudah berniat baik menyambutnya pulang,” kata Almeera ketus. Tian hanya menoleh sebentar ke arah Almeera, lau naik ke lantai atas, “Aku ingin istirahat,” katanya pada
Tian masih memandang Nora yang berdiri di depan pintu kamarnya, kata-kata yang di lontarkan Nora barusan entah mengapa seakan menusuk hati Tian, “Menghargai?” batin Tian, “Beberapa jam lalu padahal dia masih di sana dengan pria lain,” kata Tian lagi dalam hati. “Kita bicara di luar,” kata Tian sambil melangkah keluar, Nora tidak mengerti apa yang Tian lakukan. “Aku ikut,” kata Almeera, memandang Nora sambil tersenyum sinis. “Aku mau berbicara empat mata dengan Nora, kamu tunggulah di kamar,” kata Tian tegas pada Almeera. Almeera menghentikan langkahnya, dia mengerucutkan bibirnya, dan berbalik masuk ke kamar, pintu kamar di tutup keras oleh Almeera membuat Nora sedikit terkejut. “Mengapa tidak disini saja bicaranya,”kata Nora dengan nada yang sedikit kesal. “Turunlah, akum au bicara empat mata denganmu,” kata Tian yang melangkah pergi, Nota mengikutinya di belakang. Tian dan Nora duduk berhadapan di ruang depan, Tian diam sejenak sebelum berbicara pada Nora. “A
Almeera menatap tajam kepada Nora yang berdiri dengan wajah sama terkejutnya dengan dirinya, kepalanya berpikir cepat dan keras untuk menemukan jalan keluar akibat dari kebohongannya. Almeera berjalan mendekati Nora, dengan santainya dia tersenyum sinis, “Bila kau berani bilang apa yang kau lihat dan ketahui, lihatlah apa yang bisa aku lakukan untuk menyeretmu keluar dari sini secara tidak terhormat,” kata Almeera. “Maksudmu?” tanaya Nora. “Yahh, kau tidak akan bisa membayangkan apa yang bisa aku perbuat, aku masih mengkasihani dirimu, karena itu aku membiarkanmu masih disini, tapi aku pastikan kau tidak akan senang bila tahu apa yang akan ku lakukan bila kau bertingkah,” ancan Almeera. Nora hanya menelan ludahnya, dia tahu Almeera tidak main-main dengan ucapannya, dan itu terlihat dari matanya yang menatapnya tajam, “Kau wanita yang mengerikan Almeera, teganya kau membohongi Tian,”kata Nora. “Sudahlah lebih baik kau jangan banyak bicara, lebih baik kau keluar dari kam
“Apa maksudmu berbicara seperti itu?” tanya Tian pada Nora. Nora terdiam sejenak lalu menatap Tian, “Ehmm, a-aku tidak sengaja masuk ke kamar Almeera dan melihat kain yang dijahit untuk…” kata Nora tergagap. “Sudahlah Nora, mengapa kau tega membawa kehamilan Almeera untuk alasan perceraian kita,” potong Tian. Nora tidak percaya dengan apa yang dia dengar, Tian menuduhnya berbohong tentang kehamilan Almeera, “Kau menuduhku berbohong?” kata Nora masih dengan wajah terkejut. “Bukan begitu, aku tahu kau membenci Almeera, tapi aku melihat bukti USGnya saat dia memberitahukanku bahwa dia hamil,” kata Tian. “Tapi aku melihat dengan kepala mataku sendiri kalau dia…” kata-kata Nora terpotong lagi. “Kita akan bicarakan ini di rumah,” kata Tian sambil melirik Tomi. “Tapi..aku belum selesai bicara,” kata Nora sambil menarik tangan Tian dengan wajah panic. Tian mencoba melepaskan genggaman Nora, “Aku sudah bilang, kita akan bicara di rumah,” kata Tian lagi sambil berjalan meni
Almeera terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa sangat berat, entah berapa gelas wine yang dia minum semalam, tapi seingatnya semalam dia minum di sofa ruang tengah apartemennya bukan di kamar, saat menyadari itu Almeera langsung terduduk di tempat tidur sambil memegang kepalanya, dia mencoba mengingat-ingat tentang semalam, apakah dia sendiri yang berjalan ke kamar. “Tenryata kau sudah bangun,” suara laki-laki membuat Almeera terperanjat, dia melihat Luki berdiri di depan pintu kamar tidurnya sambil menyilangkan tangan di dada. “Kau, sejak kapan kau ada disini?” tanya Almeera sambil menahan sakit kepalanya. “Semalam,” jawab Luki singkat. “Kau yang membawaku ke kamar?” tanya Almeera lagi, Luki hanya mengangguk. “Tenang saja, aku tidak berbuat sesuatu terhadapmu,” kata Luki sambil memandang Almeera. Almeera mencoba membuar dirinya sadar penuh, tapi kepalanya benar-benar berat, “Ah sial, kepalaku sakit sekali,” kata Almeera setengah berbisik. “Kau menghabiskan dua bot
Almeera berdiri di balkon apartemennya sambil sesekali meneguk wine dan memikirkan rencana untuk membuat Tian tetap bersamanya, dia mulai merasakan Tian terganggu dengan kedatangan Nora kembali ke Jakarta. “Seharusnya aku sudah mempertimbangkan hal ini, bagaimana aku bisa lengah,” kata Almeera dalam hati, dia masih memikirkan cara untuk mempertahankan hubungannya dengan Tian. “Bagaimanapun juga Tian tidak boleh kembali pada wanita kampungan itu,” kata Almeera lagi dalam hati. Dia masuk ke dalam apartemen mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu nomor kenalannya, entah apa yang di pikirkan Almeera tapi saat ini dia hanya butuh teman bicara, mungkin saja orang ini bisa memberikanku solusi. “Halo?” jawaban dari seberang sana saat panggilan Almeera di respon “Hai..apa kabar?” jawab Almeera, orang itu terdiam cukup lama. “Hmm..kabarku baik, bagaimana denganmu, apakah sudah sangat menikmati peranmu sebagai nyonya winata junior?” kata orang itu lagi. “Nadamu sepert
Almeera mengendarai mobilnya menuju kantor Tian, pagi-pagi sekali dia sudah siap untuk melaksanakan rencananya, semalaman Almeera berpikir tentang Tian, dia yakin Tian bukanlah pria yang bodoh, tapi Almeera bisa membuat seorang Tian bertekuk lutut kepadanya, lagi pula Tian memang pria yang sangat tampan, wangi parfumnya sangat berkelas, penampilannya sangat maskulin, sekilas pikiran Almeera melayang nakal. “Sudah kuputuskan, dia akan jadi milikku,” kata Almeera dalam hati sambil menginjak gas, hari ini Almeera akan membuat Tian mengahbiskan waktu dengannya. “Tok..tok..tok,” Sekretaris Tian mengetuk dan membuka pintu ruangan Tian yang saat itu baru selesai meeting dengan klien. “Pak. Nona Almeera sudah menunggu di depan,” kata sekretarisnya, Tian terdiam sebentar. “Bagaimana pak, apa saya perbolehkan nona Almeera masuk ke ruangan bapak?” tanya sekretarisnya lagi. “Suruh dia masuk saja, lalu siang nanti tolong reservasikan restoran untuk makan siang,” jawab Tian. “Baik pa
“Hey..kau tidak berangkat ke kantor,” suara Tomi membuat tidur Tian terganggu, dia melihat arloji di tangannya, jam menunjukan pukul delapan pagi, Tian langsung terbangun dari sofa dan mencari kunci mobil yang semalam ditinggalkan supirnya. “Kenapa lo gak bangunin gue lebih pagi,” jawab Tian setengah terhuyung dan melihat Tomi sudah rapih dengan baju kerjanya sambil menyeruput kopi. “Sudah, kau tak bangun,” kata Tomi sambil mengambil jasnya lalu mengambil kunci mobil. Tomi dan Tian sama-sama pergi keluar apartemen, hanya yang satu sangat terlihat rapih dan yang satu terlihat baru bangun tidur dengan wajah bantal. Mereka masuk ke mobil masing-masing, Tian akan langsung ke kantornya, dia sudah mengirimkan pesaan kepada sekretarisnya untuk menyiapkan baju kerjanya di ruangannya, dan menahan siapapun yang ingin masuk ke dalam ruangannya. “Sampai nanti,” kata Tomi sambil meninggalkan Tian dengan mobilnya, Tian hanya menganggukan kepala. Sesampainya di kantor, Tian bergegas masu
“Al, lo udah siap tampil?” kata salah seorang kru di backstage tempat para model bersiap untuk penampilan fashion show tahun ini. “Yang lo lihat gimana, masa gue udah dandan kaya gini masih dibilang belom siap,” jawab Almeera sambil melirik ke arah kru. “Beruntung lo hari ini, direktur utama Winata Grup gak bisa hadir,” kata kru itu lagi. “Loh kok beruntung, lo kan tau gue lagi berusaha promosiin diri gue untuk jadi model tetap perusahaan mereka, kalo direktur utamanya gak datang, rencana gue bubar dong,” kata Almeera sambil mengernyitkan dahi. “Direktur Utamanya emang gak datang, tapi dia di wakilin sama anaknya, Bastian Abimana,” kata kru itu lagi sambil tertawa seakan mengisyaratkan sesuatu. “Oh, baguslah meskipun bukan bapaknya, seenggaknya kesempatan gue gak hilang kan,” kata Almeera lagi. “Lo kenapa sih, kok ketawanya begitu?” tanya Almeera. “Duh tuan putri, harusnya lo bisa berpikir jauh ke depan, kalo lo mau promosiin diri lo, sekalian gaet anaknya dong, dua
Mobil Tomi berjalan masuk ke dalam pekarangan rumahnya, dia melihat Nora dan Bian tertidur di sampingnya, Nora tertidur sangat lelap saat itu karena malam tadi dia tidak bisa memejamkan mata hingga dini hari. “Sayang kita sudah sampai,” kata Tomi perlahan membangunkan Nora. Nora perlahan membuka matanya, dia melihat ke sekeliling, rumah yang indah dan halaman yang asri. “Ini rumah kita, kita akan tinggal disini sementara,” kata Tomi yang lekas turun dari mobilnya, dan menyuruh supirnya untuk menurunkan barang-barang bawaan mereka. Nora mengikuti Tomi turun dari mobil sambil menggendong Bian, dia belum pernah melihat rumah yang akan mereka tempati selama di Jakarta. “Apakah kau membelinya?” tanya Nora pada Tomi. “Tidak, ini adalah rumahku, aku hanya sedikit merenovasinya sebelum berangkat ke Australia,” jawab Tomi. Nora mengikuti Tomi masuk ke dalam rumah, meskipun rumah ini lama tidak di tempati oleh Tomi namun rumah ini terlihat sangat bersih dan tidak berbau khas ru
Tian terus menerus menatap ke arah Nora dan Tomi, meskipun dia tahu ada Almeera di sebesarng sana yang juga ikut memperhatikannya, namun Tian tidak dapat melepaskan pandangannya dari Nora, terlebih anak itu yang sedang Nora gendong yang membuat rasa penasaran Tian makin memuncak. Semalaman Tian tidak bisa tertidur, dia memilih untuk turun kebawah bersama para tamu yang datang melayat ke rumahnya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya, setelah perpisahannya dengan Nora dua tahun lalu, Tian masih merasa bersalah jauh di dalam hatinya, dia tahu saat itu dia sudah mempunyai perasaan sedikit pada Nora, namun kehamilan Almeera membuatnya teralihkan dari Nora. “Apakah saat itu Nora sedang mengandung anakku?” kata Tian dalam hati. “Apakah dia anakku?” kata Tian lagi, seakan-akan pertanyaan di kepalanya tidak ada putusnya. Tian berjalan di samping ibunya, mengantar jenazah Tuan Winata, keadaan rumah sangat ramai, para pelayat yang terdiri dari kolega-kolega bisnis per
Malam itu Nora tidak bisa memejamkan matanya, dia melihat ke samping tempat tidur, sudah pukul satu dini hari, dia masih mengingat perkataan Almeera tadi, dia tahu Almeera tidak main-main dengan perkataannya. “Kau belum tidur?” tiba-tiba suara Tomi mengagetkan Nora. “Ada yang sedang kau pikirkan sayang?” kata Tomi lagi. Tomi memandang wajah Nora, dia melihat ada kegelisahan di wajahnya, Tomi tahu ada sesuatu yang membuat Nora tidak nyaman saat itu. “Tidak, aku hanya tidak bisa tertidur saja, mungkin karena malam pertama di tempat yang baru,” jawab Nora mencari alasan. Tomi hanya mengangguk, namun dia tidak eprcaya apa yang Nora katakan, dia tahu Nora bukanlah orang yang susah beradaptasi, saat pindah ke Australia, Nora tidak mempunyai masalah bergaul atau kesulitan tidur, dia tahu istrinya seperti itu bila ada sesuatu yang di pikirkannya. “Tidurlah, besok pagi kita akan pergi setelah pemakaman Om Winata, lagipula di bawah masih banyak tamu, mungkin aku akan tidur 2-3 ja
“Brakkk,” Almeera membanting pintu kamarnya, wajahnya terlihat gusar campur marah, dia berjalan mondar mandir di dalam kamar, berpikir keras sambil menggigit ibu jarinya. “Sialan, kenapa perempuan itu datang kesini,” kata Almeera pelan, dia berkali-kali melirik ke arah pintu kamar. “Beraninya dia datang kesini membawa anak Tian,” katanya lagi. “Aku harus memikirkan cara agar dia tidak merebut posisiku lagi,” kata Almeera sambil duduk di tepi tempat tidur. Saat Almeera sedang berpikir keras, pintu kamar terbuka dan Tian berjalan masuk ke dalam kamar, wajahnya terlihat tidak biasa, keningnya berkerut dan sepertinya dia tidak sadar ada Almeera di sana “Kau dari mana?” suara Almeera mengagetkan Tian. “Bertemu para tamu, tapi sebagian dari mereka sudah pulang,” jawab Tian sambil menyandarkan badannya di sofa lalu memejamkan mata. “Tamu dari mana?” kata Almeera sambil memancing. “Apa maksudmu?” tanya Tian. Almeera terdiam, dia duduk di samping tempat tidur, dia ingin