Adeline menatap Tomi yang sedang menyeruput jus jeruk di tangannya, dia melihat ke arah toilet tempat Nora pergi tadi, wajah Adeline penuh tanda tanya meminta penjelasan dari Tomi.
“Kenapa?” tanya Adeline pada Tomi.
Tomi menoleh dan menatap Adeline, “Aku juga tidak tahu, hanya saja aku rasa dia wanita yang baik,” jawab Tomi.
Adeline tertawa, “Apakah wanita baik hanya dia saja? Aku tidak bertanya mengapa kamu bisa menyukai Nora, tapi kenapa harus istri dari sahabatmu sendiri,” tanya Adeline.
Tomi terdiam, dia hanya melihat ke depan sambil meminum jus jeruknya, “Dia tidak seperti yang kamu pikirkan Adeline,” kata Tomi.
“Memang apa yang aku pikirkan?” tanya Adeline saambil melemparkan pandangannya kearah toilet, berharap Nora masih lama di dalam sana.
“Dia tidak membalas perasaanku, lagi pula Tian tidak
Perjalanan selama empat jam ke Thailand membuat Nora dan Adeline mempunyai waktu yang cukup untuk menceritakan kisah mereka sendiri, Nora yang berniat pergi karena menghindari Tian dan Almeera serta Adeline yang akan pergi ke Paris dalam waktu yang lama meskipun tidak terlihat namun dirinya ingin menghabiskan waktu dengan Tomi untuk yang terkahir sebelum keberangkatannya ke Paris. “Jemputan sudah datang, kita akan langsung ke hotel untuk beristirahat,” kata Tomi. Nora, Adeline dan teman-teman yang lain mengiyakan, dan bergegas mengikuti Tomi. Tomi menyiapkan tiga mobil untuk mengantarkan mereka semua ke hotel, Tomi, Nora dan Adeline berada di mobil yang sama, dan yang lainnya berada di mobil berikutnya. “Sepertinya kalian sudah saling mengenal?” tanya Tomi pada Nora dan Adeline. Nora tersenyum tipis, “Adeline membantuku merasa nyaman,” kata Nora.
Nora terbaring di kamar hotelnya, pintu ke balkon kamar sengaja dia buka lebar-lebar, agar angin masuk dan menyapa dirinya, Nora memejamkan mata, “Sedang apa Tian disana?” batinnya dalam hati. Nora mendengar ponselnya berdering, dia membuka tasnya dan merogoh mencari ponselnya, satu pesan masuk dari Tian, “Bagaimana perjalanananmu?” kata Tian dalam pesan tersebut. Nora melihat jam di tangannya, perjalanan ke kampung halamannya lebih lama dari pada perjalanan dia ke sini, jadi kira-kira masih ada lima jam lagi untuk sampai ke kampung halamannya, “Aku baik-baik saja, hanya mengantuk,” jawab Nora membalas pesan dari Tian. “Tidurlah, seharusnya biarkan supir mengantarmu dari pada naik travel,” kata Tian lagi. “Tidak apa-apa, aku terbiasa seperti ini,” balas Nora. “Baiklah, hati-hati, dan kabari bila kau sudah sampai,”
Nora dan Adeline pergi ke pasar malam, tempat semua makanan di jual, mereka berkeliling namun entah mengapa tidak satupun yang mereka beli, masing-masing sibuk dengan isi pikirannya sendiri, Nora masih merasa pem bicaraan yangAdeline maksud tadi adalah dirinya, perasaannya sampai saat ini tidak begitu tenang. Adeline masih merasa kesal dengan Tomi, bahwa hotel yang sangat berarti baginya harus di bagi oleh orang lain, meskipun Adeline sudah mengatakan pada Tomi bahwa dia tidak mengharapkan cinta Tomi lagi, tapi ternyata dirinya masih memendam perasaan yang dulu. “Apa kau ingin membeli sesuatu?” kata Nora yang akhirnya membuka percakapan dengan Adeline. Adeline menoleh dan tersneyum tipis, “Aku masih melihat-lihat dulu, bila ada yang ingin kau beli tidak apa-apa aku akan menemani,” jawab Adeline. “Entahlah, aku tidak tahu makanan yang benar-benar enal, sepertinya semua makana
“Apa kau mencintainya?” Adeline mengulangi pertanyaannya kepada Nora. Nora hanya diam, dia tidak tahu jawaban apa yang harus dia berikan pada Adeline, Nora menatap Adeline, “Aku belum pernah mencintai seseorang selain Tian,” kata Nora pada Adeline. Adeline menundukan kepalanya, “Maaf aku sudah bertanya hal yang tidak-tidak, selamat beristirahat,” jawab Adeline singkat sambil tersenyum tipis. Nora mengangguk, lalu dia masuk ke dalam lift menuju kamarnya, sesampainya di kamar Nora meletakan barang belanjaannya di meja, lalu dia duduk dan menghela napasnya, “Saat ini aku memang belum mencintai Tomi, namun mengapa ciuman malam itu masih membayang di kepalaku,” batin Nora dalam hati. “Tring..tring,” Bunyi dering ponsel Nora membuyarkan lamunannya, dia mencari ponselnya yang dia letakan di dalam tas, nama Tian dengan jelas t
Nora, Tomi dan Adeline sampai di restoran tempat mereka akan makan malam bersama teman-teman yang lain, Nora sengaja memilih tempat duduk di samping Adeline untuk menghindari Tomi, sebenarnya dalam hati, Nora tidak ingin melakukan itu terhadap Tomi, tapi dia harus menjaga perasaan Adeline apalagi saat Nora tahu bahwa mereka berdua habis bertengkar. “Aku duduk di sebelahmu ya?” tanya Nora pada Adeline. Adeline mengangguk lalu tersenyum, tidak banyak kata-kata yang dia ucapkan mala mini. Makanan banyak yang tersaji di meja, namun Nora tidak berselera memakannya, dia melirik ke arah piring Adeline yang berisi salad, itu pun sama, mungkin Adeline hanya memakan dua suap salad di piringnya, lalu Nora mencoba melirik Tomi, itupun sama, makanan di piring Tomi pun hanya habis setengah, “Sepertinya mereka memang habis bertengkar hebat,” batin Nora. “Mengapa kau tak makan?” tanya
Jam 08.00 pagi Nora sudah siap menunggu di Lobby hotel, dia menunggu Dion yang berjanji menemaninya untuk jalan-jalan di Thailand, hitung-hitung menambah teman, lagi pula Nora memang dari awal ingin berlibur sendiri tanpa tergantung dengan Tomi. “Sudah lama menunggu?” tiba-tiba suara datang dari belakang Nora, Dion sudah berdiri menyapa Nora dengan senyum lebarnya. “Belum kok, saya juga baru lima menit yang lalu disini,” jawab Nora membalas senyuman Dion. “Oke, kita mau kemana hari ini, aku sudah menyuruh petugas hotel menyiapkan mobil untuk kita,” kata Dion. “Ehmm,” Nora berpikir keras sambil menggaruk dahinya, dia tidak tahu akan pergi kemana, ke luar negeri pun baru kali ini dia lakukan. “Aku tidak mengenal daerah disini,” kata Nora. “Baiklah, berarti kau memilih orang yang tepat untuk menemanimu jalan-jalan,&rdquo
“Pesan dari siapa?” tanya Dion pada Nora, saat melihat wajah Nora pucat pasi. Nora terdiam, dia tak menjawab pertanyaan Dion, kepalanya bekerja keras mencari jawaban atas pertanyaan Tian. “Hey, kau membaca pesan dari siapa, wajahmu terlihat pucat, apa kau baik-baik saja?” tanya Dion lagi. “Sepertinya aku harus kembali,” jawab Nora. “Tian tahu aku tidak pulang ke kampung,” lanjut Nora lagi. Dion menghentikan mobilnya, “Lalu apa yang akan kau lakukan?” tanya Dion. Nora menggelengkan kepala, “Aku belum menemukan jawabannya,” kata Nora. Dion memutar balikan mobilnya menuju hotel, “Apakah dia tahu dengan mudah dimana kau sekarang?” tanya Dion yang langsung menancapkan gas. “Mungkin saja,” kata Nora pelan. Nora terlihat sangat khawatir
“Ti-Tian, mengapa kau ada disini?” tanya Nora sedikit tergagap saat melihat wajah suaminya tepat di depannya sekarang. “Aku yang seharusnya bertanya, sedang apa kamu disini?” jawab Tian sambil berjalan masuk ke kamar Nora dengan muka yang masam. Nora terdiam sebentar di depan pintu, wajahnya gugup, “Sedang apa kau berdiri di situ?” tanya Tian, Nora menatap Tian lalu menutup pintu kamarnya. Tian duduk di sofa, menyilangkan kaki lalu mengendorkan dasinya sedikit, matanya menatap Nora tajam, terlihat sekali raut wajahnya tidak menyukai wanita yang berdiri di depannya. “Bagaimana kau tahu aku ada disini?” tanya Nora, lalu duudk di depan Tian. “Kenapa? apa kau tidak tahu siapa suamimu ini?” tanya Tian. Nora terdiam lagi, pertanyaan yang konyol, yang seharusnya tidak dia tanyakan, siapa yang tidak tahu keluarga Winata, dan Tian sebagai pewarisnya, mencari seseorang hal yang mudah baginya. “Bukankah ada sesuatu yang harus kau jelaskan padaku?” tanya Tian pada Nora.
Almeera terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa sangat berat, entah berapa gelas wine yang dia minum semalam, tapi seingatnya semalam dia minum di sofa ruang tengah apartemennya bukan di kamar, saat menyadari itu Almeera langsung terduduk di tempat tidur sambil memegang kepalanya, dia mencoba mengingat-ingat tentang semalam, apakah dia sendiri yang berjalan ke kamar. “Tenryata kau sudah bangun,” suara laki-laki membuat Almeera terperanjat, dia melihat Luki berdiri di depan pintu kamar tidurnya sambil menyilangkan tangan di dada. “Kau, sejak kapan kau ada disini?” tanya Almeera sambil menahan sakit kepalanya. “Semalam,” jawab Luki singkat. “Kau yang membawaku ke kamar?” tanya Almeera lagi, Luki hanya mengangguk. “Tenang saja, aku tidak berbuat sesuatu terhadapmu,” kata Luki sambil memandang Almeera. Almeera mencoba membuar dirinya sadar penuh, tapi kepalanya benar-benar berat, “Ah sial, kepalaku sakit sekali,” kata Almeera setengah berbisik. “Kau menghabiskan dua bot
Almeera berdiri di balkon apartemennya sambil sesekali meneguk wine dan memikirkan rencana untuk membuat Tian tetap bersamanya, dia mulai merasakan Tian terganggu dengan kedatangan Nora kembali ke Jakarta. “Seharusnya aku sudah mempertimbangkan hal ini, bagaimana aku bisa lengah,” kata Almeera dalam hati, dia masih memikirkan cara untuk mempertahankan hubungannya dengan Tian. “Bagaimanapun juga Tian tidak boleh kembali pada wanita kampungan itu,” kata Almeera lagi dalam hati. Dia masuk ke dalam apartemen mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu nomor kenalannya, entah apa yang di pikirkan Almeera tapi saat ini dia hanya butuh teman bicara, mungkin saja orang ini bisa memberikanku solusi. “Halo?” jawaban dari seberang sana saat panggilan Almeera di respon “Hai..apa kabar?” jawab Almeera, orang itu terdiam cukup lama. “Hmm..kabarku baik, bagaimana denganmu, apakah sudah sangat menikmati peranmu sebagai nyonya winata junior?” kata orang itu lagi. “Nadamu sepert
Almeera mengendarai mobilnya menuju kantor Tian, pagi-pagi sekali dia sudah siap untuk melaksanakan rencananya, semalaman Almeera berpikir tentang Tian, dia yakin Tian bukanlah pria yang bodoh, tapi Almeera bisa membuat seorang Tian bertekuk lutut kepadanya, lagi pula Tian memang pria yang sangat tampan, wangi parfumnya sangat berkelas, penampilannya sangat maskulin, sekilas pikiran Almeera melayang nakal. “Sudah kuputuskan, dia akan jadi milikku,” kata Almeera dalam hati sambil menginjak gas, hari ini Almeera akan membuat Tian mengahbiskan waktu dengannya. “Tok..tok..tok,” Sekretaris Tian mengetuk dan membuka pintu ruangan Tian yang saat itu baru selesai meeting dengan klien. “Pak. Nona Almeera sudah menunggu di depan,” kata sekretarisnya, Tian terdiam sebentar. “Bagaimana pak, apa saya perbolehkan nona Almeera masuk ke ruangan bapak?” tanya sekretarisnya lagi. “Suruh dia masuk saja, lalu siang nanti tolong reservasikan restoran untuk makan siang,” jawab Tian. “Baik pa
“Hey..kau tidak berangkat ke kantor,” suara Tomi membuat tidur Tian terganggu, dia melihat arloji di tangannya, jam menunjukan pukul delapan pagi, Tian langsung terbangun dari sofa dan mencari kunci mobil yang semalam ditinggalkan supirnya. “Kenapa lo gak bangunin gue lebih pagi,” jawab Tian setengah terhuyung dan melihat Tomi sudah rapih dengan baju kerjanya sambil menyeruput kopi. “Sudah, kau tak bangun,” kata Tomi sambil mengambil jasnya lalu mengambil kunci mobil. Tomi dan Tian sama-sama pergi keluar apartemen, hanya yang satu sangat terlihat rapih dan yang satu terlihat baru bangun tidur dengan wajah bantal. Mereka masuk ke mobil masing-masing, Tian akan langsung ke kantornya, dia sudah mengirimkan pesaan kepada sekretarisnya untuk menyiapkan baju kerjanya di ruangannya, dan menahan siapapun yang ingin masuk ke dalam ruangannya. “Sampai nanti,” kata Tomi sambil meninggalkan Tian dengan mobilnya, Tian hanya menganggukan kepala. Sesampainya di kantor, Tian bergegas masu
“Al, lo udah siap tampil?” kata salah seorang kru di backstage tempat para model bersiap untuk penampilan fashion show tahun ini. “Yang lo lihat gimana, masa gue udah dandan kaya gini masih dibilang belom siap,” jawab Almeera sambil melirik ke arah kru. “Beruntung lo hari ini, direktur utama Winata Grup gak bisa hadir,” kata kru itu lagi. “Loh kok beruntung, lo kan tau gue lagi berusaha promosiin diri gue untuk jadi model tetap perusahaan mereka, kalo direktur utamanya gak datang, rencana gue bubar dong,” kata Almeera sambil mengernyitkan dahi. “Direktur Utamanya emang gak datang, tapi dia di wakilin sama anaknya, Bastian Abimana,” kata kru itu lagi sambil tertawa seakan mengisyaratkan sesuatu. “Oh, baguslah meskipun bukan bapaknya, seenggaknya kesempatan gue gak hilang kan,” kata Almeera lagi. “Lo kenapa sih, kok ketawanya begitu?” tanya Almeera. “Duh tuan putri, harusnya lo bisa berpikir jauh ke depan, kalo lo mau promosiin diri lo, sekalian gaet anaknya dong, dua
Mobil Tomi berjalan masuk ke dalam pekarangan rumahnya, dia melihat Nora dan Bian tertidur di sampingnya, Nora tertidur sangat lelap saat itu karena malam tadi dia tidak bisa memejamkan mata hingga dini hari. “Sayang kita sudah sampai,” kata Tomi perlahan membangunkan Nora. Nora perlahan membuka matanya, dia melihat ke sekeliling, rumah yang indah dan halaman yang asri. “Ini rumah kita, kita akan tinggal disini sementara,” kata Tomi yang lekas turun dari mobilnya, dan menyuruh supirnya untuk menurunkan barang-barang bawaan mereka. Nora mengikuti Tomi turun dari mobil sambil menggendong Bian, dia belum pernah melihat rumah yang akan mereka tempati selama di Jakarta. “Apakah kau membelinya?” tanya Nora pada Tomi. “Tidak, ini adalah rumahku, aku hanya sedikit merenovasinya sebelum berangkat ke Australia,” jawab Tomi. Nora mengikuti Tomi masuk ke dalam rumah, meskipun rumah ini lama tidak di tempati oleh Tomi namun rumah ini terlihat sangat bersih dan tidak berbau khas ru
Tian terus menerus menatap ke arah Nora dan Tomi, meskipun dia tahu ada Almeera di sebesarng sana yang juga ikut memperhatikannya, namun Tian tidak dapat melepaskan pandangannya dari Nora, terlebih anak itu yang sedang Nora gendong yang membuat rasa penasaran Tian makin memuncak. Semalaman Tian tidak bisa tertidur, dia memilih untuk turun kebawah bersama para tamu yang datang melayat ke rumahnya, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya, setelah perpisahannya dengan Nora dua tahun lalu, Tian masih merasa bersalah jauh di dalam hatinya, dia tahu saat itu dia sudah mempunyai perasaan sedikit pada Nora, namun kehamilan Almeera membuatnya teralihkan dari Nora. “Apakah saat itu Nora sedang mengandung anakku?” kata Tian dalam hati. “Apakah dia anakku?” kata Tian lagi, seakan-akan pertanyaan di kepalanya tidak ada putusnya. Tian berjalan di samping ibunya, mengantar jenazah Tuan Winata, keadaan rumah sangat ramai, para pelayat yang terdiri dari kolega-kolega bisnis per
Malam itu Nora tidak bisa memejamkan matanya, dia melihat ke samping tempat tidur, sudah pukul satu dini hari, dia masih mengingat perkataan Almeera tadi, dia tahu Almeera tidak main-main dengan perkataannya. “Kau belum tidur?” tiba-tiba suara Tomi mengagetkan Nora. “Ada yang sedang kau pikirkan sayang?” kata Tomi lagi. Tomi memandang wajah Nora, dia melihat ada kegelisahan di wajahnya, Tomi tahu ada sesuatu yang membuat Nora tidak nyaman saat itu. “Tidak, aku hanya tidak bisa tertidur saja, mungkin karena malam pertama di tempat yang baru,” jawab Nora mencari alasan. Tomi hanya mengangguk, namun dia tidak eprcaya apa yang Nora katakan, dia tahu Nora bukanlah orang yang susah beradaptasi, saat pindah ke Australia, Nora tidak mempunyai masalah bergaul atau kesulitan tidur, dia tahu istrinya seperti itu bila ada sesuatu yang di pikirkannya. “Tidurlah, besok pagi kita akan pergi setelah pemakaman Om Winata, lagipula di bawah masih banyak tamu, mungkin aku akan tidur 2-3 ja
“Brakkk,” Almeera membanting pintu kamarnya, wajahnya terlihat gusar campur marah, dia berjalan mondar mandir di dalam kamar, berpikir keras sambil menggigit ibu jarinya. “Sialan, kenapa perempuan itu datang kesini,” kata Almeera pelan, dia berkali-kali melirik ke arah pintu kamar. “Beraninya dia datang kesini membawa anak Tian,” katanya lagi. “Aku harus memikirkan cara agar dia tidak merebut posisiku lagi,” kata Almeera sambil duduk di tepi tempat tidur. Saat Almeera sedang berpikir keras, pintu kamar terbuka dan Tian berjalan masuk ke dalam kamar, wajahnya terlihat tidak biasa, keningnya berkerut dan sepertinya dia tidak sadar ada Almeera di sana “Kau dari mana?” suara Almeera mengagetkan Tian. “Bertemu para tamu, tapi sebagian dari mereka sudah pulang,” jawab Tian sambil menyandarkan badannya di sofa lalu memejamkan mata. “Tamu dari mana?” kata Almeera sambil memancing. “Apa maksudmu?” tanya Tian. Almeera terdiam, dia duduk di samping tempat tidur, dia ingin