Share

Tamu Tak Diharapkan

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-14 12:02:01

Aku menghela napas, menahan amarah yang hampir saja meledak. Segera aku berdiri sambil membawa tas hitam model lama. Menepis rasa kesal, kuberikan seulas senyum padanya. Aku sadar apa posisiku saat ini, karyawan baru.

Sejatinya mengalah bukan berarti kalah. Namun hanya tak ingin memperpanjang masalah. Aku ingin memberi kesan baik di hari pertamaku kerja.

"Iya, itu hp saya," ucapku seraya menengadahkan tangan, meminta benda yang menjadi milikku.

"Harusnya benda ini dibuang, bukan dipertahankan. Ketinggalan jaman," ucapnya sambil memberikan ponsel jadul milikku.

Wanita yang baru saja aku lihat itu membalikkan badan, melangkah penuh keangkuhan menuju lift. Satu persatu orang yang sempat menjadi penonton pun pergi. Meninggalkan aku dengan tatapan ini. Seburuk itukah orang tak mampu di mata mereka?

Tidak ambil pusing, aku kembali melanjutkan langkah menuju lantai dua.

"Ara." Aku menoleh ke belakang hingga tak sengaja mata kami saling beradu. Lekas aku alihkan pandangan.

"Pak Aziz."
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Insiden di Jalan

    "Mandi dulu, Fat," ucap ibu seraya menarik tanganku masuk ke dalam. "Kenapa mereka ada di sini, Bu?" tanyaku saat berada di depan pintu kamar mandi. "Mereka baru sampai lima belas menit yang lalu. Ibu belum tanya apa mau mereka."Aku menghela napas, sepertinya masalahku dengan lelaki itu belum benar-benar selesai. Entah sampai kapan ini akan berakhir. Tuhan, aku sudah lelah. "Buruan mandinya, Ibu sudah enek melihat wajah Toni. Kenapa juga dia datang ke sini. Dasar lelaki gak punya urat malu!" maki ibu seraya mengepalkan tangan. Tak lama wanitaku kembali melangkah ke ruang tamu. Dinginnya air mampu menusuk tulang. Cepat-cepat aku selesaikan ritual mandi. Karena aku sudah kedinginan. Semua orang sudah menunggu kedatanganku. Apa lagi ibu dan Mas Toni. Laki itu tak henti-hentinya menatap diri ini,hingga membuatku risih. "Fatimah sudah datang, apa yang ingin kamu katakan, Ton?" tanya bapak sambil menatap tajam ke mantan suamiku. Mas Toni diam, kegugupan tergambar jelas dari wajahnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-15
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Dilema

    Sesaat kami terdiam, saling pandang, seolah waktu berhenti berjalan. Ini seperti adegan dalam drama yang sering kali kutonton. Kemudian aku tersadar, beranjak dengan cepat. "Ma--maaf, Pak," ucapku tak enak hati. Pak Aziz beranjak lalu membersihkan kemeja yang kotor karena terkena bekas air hujan. Lumpur mengenai beberapa bagian kemeja berwana biru laut itu. Warna pakaian pun berubah menjadi kecoklatan. "Aduh,maaf, Pak. Gara-gara saya pakaian Pak Aziz jadi seperti ini." Aku menundukkan kepala, rasa bersalah menyeruak memenuhi rongga dada. "Kamu tak apa-apa, Ara? Tidak ada yang terluka, kan?" tanyanya seraya menatapku dari atas hingga ke bawah. "Saya tidak kenapa-napa, Pak.""Saya benar-benar minta maaf, Pak." Lagi aku menundukkan kepala. "Kamu gak salah, kenapa harus meminta maaf?""Gak minta maaf gimana, sih, Mas? Gara-gara dia, kamu jadi seperti ini? Kotor di mana-mana. Harusnya dia ganti rugi, bukan cuman minta maaf," ucap wanita itu seraya melangkah mendekat ke arah kami. W

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-16
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Menagih Janji

    "Kenapa diam, Ra? Pertanyaanku salah?" Pak Aziz melirik ke arahku. Aku menelan ludah dengan susah payah. Tanpa diminta sesak itu kembali hadir. Ternyata melupakan luka tak semudah mengeluarkan kata. Berat. Semua orang menginginkan pernikahan sekali seumur hidup. Membangun istana kecil yang dilandasi dengan kebahagiaan. Namun apa mau dikata jika pada akhirnya istana itu roboh karena kehadiran selir. Aku bukan lagi wanita satu-satunya untuk seorang raja. Pernikahan kami hancur karena orang ketiga. "Ara, kenapa diam?" tanyanya lagi karena aku memilih membisu. "Ibu Aminah bukan lagi menjadi tanggung jawab saya, Pak.""Apa maksud kamu?" Pak Aziz kembali melirikku. Lalu fokus ke depan saat traffic light berubah menjadi hijau. "Mas Toni menceraikanku, Pak. Dia lebih memilih wanita lain dari pada aku, istrinya."CIIITTTTubuhku terdorong ke depan saat Pak Aziz menginjak pedal gas dengan tiba-tiba. Kepalaku nyaris membentur bagian depan mobil ini. Untung dengan cepat tangan menutup wajah.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-17
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Gosip

    "Ara, aku mau menagih janji."Aku menghela napas, kesal. Kenapa lelaki itu meminta di sini? Tak bisakah dia lihat situasi saat ini? "Janji apa sih, Fat?" Hani menyenggol lenganku. Terlihat jelas sorot penuh tanda tanya dari netranya. Aku yakin setelah ini akan ada masalah baru. Pacar Pak Aziz akan mengamuk seperti tempo hari. Tak bisakah lelaki itu memikirkan nasibku kedepannya. Aku akan dibully habis-habisan. "Boleh aku pinjam, Zahra?" tanya Pak Aziz lagi. Aku menggelengkan kepala, berharap mereka menahanku. Namun ternyata salah, Mbak Mimi dan Hani dengan cepat menganggukkan kepala. Sementara Rio hanya membisu. Teman macam apa mereka ini? "Kita pergi lain kali saja, Fat. Kami duluan, ya," ucap Mbak Mimi lalu melangkah pergi. Tak lama Hani dan Rio pun mengikuti langkahnya. Mereka meninggalkanku sendiri. "Ayo, aku sudah lapar, Ra. Sejak tadi siang aku menahannya."Aku melangkah mengikuti Pak Aziz. Dia memintaku masuk mobil sebelum aku sempat bertanya. Seperti dihipnotis, aku pun

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-18
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Ungkapan Hati

    Semua mata tertuju pada lelaki yang berdiri di depan pintu. Pak Aziz melangkah mendekat, kilatan kemarahan terpancar dari matanya. Sikap lelaki itu membuat nyali wanita yang hampir menamparku menciut. "Ma--Mas Aziz," panggilnya terbata. "Apa yang kamu lakukan, Trisha? Ini kantor, bukan lapangan." "Dia yang mulai, bukan aku!" pekiknya seraya menunjuk ke arahku. Melongo kala kudengar ucapannya. Aku? Kenapa aku? Bukankah harusnya dia yang disalahkan karena masuk ke ruangan lalu membuat keributan. Ah, dasar wanita bertopeng kuda. "Wait... Aku kamu bilang? Jelas-jelas kamu yang datang dan membuat keributan di sini. Apa mau lihat rekaman CCTV?" Trisha melotot, habis saja bola matanya copot. "Kamu yang mulai, kamu perebut pacar orang!""Ck!" Aku menutup mulut, menahan tawa yang hampir meledak. Perebut pacar orang? Apa dia sedang amnesia? "Kenapa tertawa? Benar, kan, kamu itu wanita murah*n. Kamu perebut lelaki orang.""Trisha hentikan!"Bukannya berhenti, wanita itu terus menggila. Ca

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-19
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Ke Rumah Toni

    Setelah melakukan pertimbangan aku pun memutuskan untuk pergi ke rumah ibu Aminah. Khawatir, perasaan itu akan terus menghantuiku. Hingga aku membuktikan sendiri, bagaimana keadaan beliau saat ini. "Pakai ini, Ra." Rio memberikan jaketnya padaku. "Tapi ini punya kamu, Rio." Aku kembalikan jaket berwarna biru tua padanya. "Jangan ngeyel, jarak sini ke rumah mantan mertua kamu jauh, Ra. Udara juga semakin dingin. Kamu juga gak pakai jaket, kan? Nanti kalau kamu sakit, gimana?" Rio kembali memberikan jaket itu. "Tapi, Rio....""Gak usah tapi-tapi, ayo berangkat! Keburu malem pulangnya."Aku segera menjalankan motor menuju rumah Mas Toni. Rio masih setia mengikutiku di belakang. Dia ngotot ingin mengantarkan aku ke sana. Katanya tak tega melihatku ke sana seorang diri. Meski nyatanya kita jalan sendiri-sendiri. Dari kejauhan terdengar azan magrib berkumandang. Aku dan Rio pun mencari masjid terdekat sebelum kembali melanjutkan perjalanan. Rio segera berwudhu dan ikut jamaah salat m

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-19
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Kejutan Dari Aziz

    Satu sudut bibirku tertarik ke atas,tersenyum mengejek ke arahnya. Rio penyebabnya? Apa dia sedang lupa ingatan? Tak sadar dengan perbuatannya kemarin? "Kamu bilang apa, Mas? Rio penyebabnya ... Aku tidak salah dengar, kan?""Tidak, memang dia penyebab kamu menggugat cerai aku, kan."Aku beranjak, melangkah mendekati Mas Toni yang masih berdiri mematung. Sempat kulihat sorot kekhawatiran dari mata Rio. Namun aku menepisnya, membiarkan rasa penasaran membelenggunya. Berdiri tegak, tepat di depan Mas Toni. Mantan suamiku itu tersenyum, seolah menyambut kedatanganku. "Kamu tidak demam, kan, Mas?" Aku sentuh dahinya. "Tidak panas, tapi ucapannya ngelantur. Kamu sehat?"Mas Toni mengepalkan tangan di samping. Giginya gemeretak, amarah sudah memenuhi rongga dadanya. Namun aku tak peduli, karena seharusnya aku yang marah di sini. Bukan dia. Lelaki itu pun berjalan mendahuluiku, ia berdiri tepat di samping ibu. Kemudian menatap tajam padaku. "Kenapa? Marah? Bukankah ucapanku benar?""Ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Menolak

    "Aku tak lagi bercanda, Fatimah Zahra. Aku ingin menjadikanmu ratu dalam istana hatiku. Aku ingin kamu menjadi ibu untuk anak-anak kita kelak. Merajut mahligai pernikahan yang hanya ada kamu dan aku." Pak Aziz menatapku lekat. Aku lihat sorot kejujuran di sana. Namun entah mengapa aku tak percaya. Aku menoleh ke kanan dan kiri. Wanita yang duduk di sampingku itu tampak kebingungan. Beberapa kali menatapku penuh tanda tanya. Aku sendiri memilih diam, bingung harus menjawab apa. "Saya meminta Fatimah untuk menjadi istri saya. Apa Bapak mengizinkan?" tanyanya lagi karena aku membisu, tenggelam dalam rasa kebimbangan. "Saya menyerahkan semua keputusan pada Fatimah, Nak Aziz dan ibu." Bapak menatapku, "bagaimana, Nduk? Kamu menerima lamarannya atau tidak?"Perlahan aku mengatur napas, menghilangkan rasa sesak yang memenuhi rongga dada. Kembali kutatap Pak Aziz. Lelaki itu menatapku penuh harap. "Bagaimana, Ara? Kamu menerima lamaranku, kan?""Maaf, Pak Aziz. Saya belum siap menikah lag

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20

Bab terbaru

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Ending

    Sudah tiga bulan setelah insiden di rumah sakit dulu. Kini aku dan Rio semakin dekat. Hubungan kami pun sudah melangkah ke jenjang serius. Pernikahan sudah ada di depan mata. Aku berdiri, menatap bangunan yang sebentar lagi akan menjadi restoranku. Semua tak luput dari dukungan dan kerja keras Rio. Bersyukur Tuhan mengirimkan dia untuk menjadi imamku, terlepas dari sifat konyol yang ia miliki. Terlepas dari itu semua, Rio adalah lelaki yang berpikiran dewasa. Dia mencintaiku apa adanya. Tak sekali pun dia membahas masa lalu. Entah saat berdua atau ketika bersama orang lain. Dia pandai menutup aib masa lalu yang sudah kututup rapat. "Sudah berapa persen, Ra?" tanya Rio. Lelaki itu sudah berdiri di belakangku. "80 persen, Rio. Tinggal dikit lagi restoran bisa dibuka. Seperti yang sudah kita rencanakan.""Bukan itu, Ra."Aku menoleh, menatapnya dengan sorot mata penuh tanda tanya. Namun sebuah lengkungan indah justru tercipta di sana, di wajah penuh kharisma itu. "Lantas apa, Rio?"

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Ungkapan Hati

    Aku masih membisu, menatap Rio dan wanita itu bergantian. Entah kenapa ada yang berdenyut di hati ini. Cemburu. Ya, rasa itu hadir tanpa diminta tapi mampu menyesakkan dada. "Ada perlu apa, Ra?" tanya Rio lagi. Kembali kutatap perempuan yang bergelayut manja di lengan Rio. Tak dapatkah mereka melakukan di dalam, bukan di hadapanku. Pantas saja Rio tak mau menemuiku, dia saja asyik pacaran. "Tidak jadi. Aku permisi, Rio!"Aku pun beranjak pergi, percuma datang kemari jika akhirnya hanya kecewa yang aku dapatkan. Ternyata cinta yang tawarkan telah luntur. Tak membara seperti saat ia mengatakannya. Ah, lelaki sama saja. "Zahra!" teriak Rio. Aku menoleh, namun kembali kulangkahkan kaki menuju tempat motorku terparkir rapi. Lebih baik segera pergi dari sini. Karena aku tak sanggup membayangkan kemesraan Rio dan wanita itu. Mereka begitu serasi. Tuhan kenapa aku tak rela? Motor segera kulajukan perlahan meninggalkan halaman restoran Rio. Sempat kulihat Rio dari pantulan kaca spion. Di

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Menemui Rio

    "Rio!" teriakku, tapi dia terus saja berlari. Aku beranjak meninggalkan Mas Aziz. Mengambil buket bunga mawar yang tergeletak di lantai. Aku ciumi bunga itu. Sesak, hingga air mata berlomba-lomba turun membasahi pipiku. Tak berapa lama terdengar suara mobil menjauh. Rio telah pergi dengan rasa kecewa yang bersemayam dalam hati. Entah mengapa ada sesak yang singgah dalam hati ini. "Kamu gak papa, Ra?" tanya Mas Aziz yang sudah berdiri di sampingku. Dia tatap diriku penuh tanda tanya. "Gak papa, Mas. Apa sudah selesai? Aku ingin pulang."Lelaki itu mengangguk, kemudian mengajakku berjalan menuju mobilnya. Aku hanya diam seraya mengikuti gerakan kakinya. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutku. Aku tenggelam dalam rasa bersalah. Perlahan kendaraan roda empat Mas Aziz melaju, meninggalkan kantor polisi. Hening, aku justru asyik menatap buket bunga berwarna putih ini. Mengabaikan Mas Aziz yang beberapa kali menatap padaku. Entah rasa apa yang mulai singgah di hatiku. Tak bisa k

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Kecewa

    Pov RioTerdiam, aku tidak salah dengar, kan? Aziz bilang rekaman CCTV? Dia tidak sedang mempermainkan aku, kan? "Hallo, Rio... Kamu masih di situ, kan?""Eh, iya.""Besok kita ke kantor polisi, Rio. Aku tunggu di sana.""Siapa dalangnya?""Besok di kantor polisi."Aku membuang napas kasar, kesal dengan jawaban lelaki itu. Apa susahnya bilang sekarang? Takut aku menghajar orang itu. Ah, bukan hanya kuhajar, tapi akan kuseret ke dalam penjara. Enak saja dia menyakiti wanitaku. Diam, kutatap gelapnya langit tanpa cahaya bulan. Sama sepertiku yang terasa hampa tanpa pesan dari Zahra. Ah, beginikah rasanya cinta tanpa balasan. Menyiksa. Angin malam terasa menusuk tulang. Namun kaki enggan diajak melangkah, masuk ke dalam. Lagi dan lagi bayang Zahra menyita perhatian. Sedang apa dia? Ah, pasti sangat ketakutan. Sungguh aku tak sanggup membayangkannya. Bagiku tangis Zahra adalah luka yang tak bisa disembuhkan. Suara nyamuk mengusik ketenangan lamunanku. Serangga kecil itu terus terbang

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Bukti

    POV Rio"Ini laporan yang Pak Rio minta," ucap Rika seraya memberikan laporan keuangan yang baru saja kuminta. "Makasih, Rik."Seulas senyum kuberikan pada wanita itu. Sebagai seorang pemimpin mengucapkan terima kasih dan memberikan senyum adalah kewajiban. Karena bagiku karyawan bukan bawahan melainkan rekan kerja untuk memajukan suatu usaha. Papa mengajarkan untuk selalu menghargai orang lain. Bahkan tak membedakan orang karena status sosial. Itu yang membuatku memiliki banyak teman. "Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" tanya Rika lagi. "Tolong buatkan kopi, Rik. Jangan terlalu manis."Rika menganggukkan kepala. Segera ia berjalan meninggalkan ruangan ini. Hingga akhirnya ia menghilang dari balik pintu. Aku mengambil laporan yang ada di atas meja. Aku baca setiap kata dan angka yang tertulis di kertas berwarna putih itu. Tanpa terasa sudut bibir tertarik ke atas. Laba restoran meningkat banyak bulan ini. Semua tak luput dari bantuan Zahra. Dia berkomentar ini dan itu, mengkri

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Penangkapan Fatimah

    "Are you okay, Ra?" tanya Rio saat aku diam membisu. "Gak papa, capek aja, Rio. Ngomong-ngomong makasih karena sudah membelaku tadi."Lelaki itu tersenyum hingga nampak gigi putih. "Aku akan menjadi benteng untuk kamu, Ra.""Emang aku sedang perang apa?" Aku mengerucutkan bibir. Rio hanya tersenyum, kemudian kembali melajukan mobilnya menuju rumah. Tak banyak percakapan di antara kami. Aku justru tenggelam dalam rasa sakit yang tiada bertepi. "Aku kecewa sama kamu, Ra!"Kalimat itu terus saya terngiang. Hingga menciptakan rasa kesal dalam dada. Percuma hati ini kembali kubuka, tapi nyatanya hanya menciptakan lara. Perlahan aku atur napas, berusaha menghilangkan rasa sesak yang memenuhi rongga dada. Ternyata keputusan meninggalkan Mas Aziz yang terbaik. Percuma menjalin suatu hubungan tanpa dasar kepercayaan. "Mau turun atau pulang bersamaku, Ra?" Aku tersentak, menoleh sekitar. Benar saja, kami sudah berhenti di depan rumah. Rio pasti tahu aku tengah melamun. Hingga masih duduk

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Cemburu

    "Kenapa, Ra?" tanya Rio penasaran. "Gawat, Rio!""Kenapa?""Orang kantor keracunan setelah makan nasi box dariku.""Apa?"Aku duduk, memijit kepala yang terasa mau meledak. Bagaimana mungkin mereka bisa keracunan jika aku memasaknya dengan benar. Lagi pula aku selalu menjaga kebersihan tiap kali memasak. Ya Allah... Cobaan apa lagi ini? "Kamu masaknya dah benar kan, Ra? Gak ada yang salah, kan?" Rio menatapku lekat. "Bener, Rio. Aku memasaknya dengan higienis. Tapi kenapa bisa keracunan?""Tidak ada yang kadaluwarsa, kan?"Aku menggeleng. Selama ini aku selalu memastikan tanggal kadaluwarsa bahan makanan sebelum memasaknya. Semua sudah kujaga agar tak merugikan customer. Namun kenapa kali ini bisa terjadi? "Gimana dong, Ri? Aku takut."Rio segera menggenggam tangan kanan ini Netranya menatap lekat padaku. Sikap yang mengatakan semua akan baik-baik saja. Dia kembali menguatkan saat aku rapuh. Bahkan menepis ketakutan yang singgah dan menguasai hati. "Aku yakin semua akan baik-bai

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Keracunan

    "Mas Toni!"Lelaki itu melotot, gula yang ada di tangan ia hempaskan, jatuh berserakan. Dengan cepat ia berlari, meninggalkan aku. Dia ketakutan. Mas Toni berlari tunggang langgang hingga menabrak wanita bertubuh gempal yang sedang membuka pintu. Kepala Mas Toni membentur pintu, tapi dengan cepat ia berdiri, lari keluar toko. Dia meloloskan diri. "Dasar lelaki gak punya mata!" hardik lelaki itu, namun percuma mantan suamiku sudah pergi. "Mbak gak papa," tanya penjaga mini market tersebut. "Gak papa, Mbak."Aku pun segera memberesi barang belanjaan yang berserakan. Satu persatu kumasukkan kembali ke dalam keranjang. Hanya gula yang masih berceceran di mana-mana. "Nanti biar saya sapu, Mbak. Mbak lanjutan atau saja, atau mungkin langsung ke kasir," ucap penjaga toko tersebut. "Makasih, ya, Mbak." Wanita itu mengangguk lalu melangkah pergi, mungkin mengambil sapu untuk meMemalukan saat banyak pasang mata mengawasi gerak-gerikku. Semua gara-gara Mas Toni. Aku menjadi bahan tontonan

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Bertemu

    "A--aku tak bisa, Rio."Senyum yang sempat hadir seketika redup, bahkan nyaris hilang. Tangan yang menggenggamku pun ikut terlepas. Rio kecewa. Sebenarnya ini yang aku takutkan. Melukai orang yang begitu baik seperti dia. Namun sebuah hati tak bisa dipaksa, bukan? Rio menghembuskan napas kasar, menatap lurus ke depan. Lautan dengan ombak melambai, mencari perhatian. Lelaki di sampingku diam, entah menikmati atau tenggelam dalam rasa kecewa. Di sini aku ikut membisu, bingung harus memulai dari mana. Seolah kata-kata itu hilang, dihempas oleh ombak di lautan. Ah, apa yang harus aku lakukan? Ikut diam atau bagaimana? Tuhan, aku membenci keadaan ini. "Kamu marah, Rio?" tanyaku pelan, hampir saja tak terdengar. Kalah dengan suara alam. "Apa aku bisa marah sama kamu, Ra?"Kembali aku terdiam. Sejauh ini Rio tak pernah marah denganku. Dia seseorang yang selalu ada ketika aku terpuruk. Inilah yang membuatku merasa bersalah karena telah menolaknya. "Aku tahu sudah ada nama Aziz di hati

DMCA.com Protection Status