Share

Kejutan Dari Aziz

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-20 08:45:33

Satu sudut bibirku tertarik ke atas,tersenyum mengejek ke arahnya. Rio penyebabnya? Apa dia sedang lupa ingatan? Tak sadar dengan perbuatannya kemarin?

"Kamu bilang apa, Mas? Rio penyebabnya ... Aku tidak salah dengar, kan?"

"Tidak, memang dia penyebab kamu menggugat cerai aku, kan."

Aku beranjak, melangkah mendekati Mas Toni yang masih berdiri mematung. Sempat kulihat sorot kekhawatiran dari mata Rio. Namun aku menepisnya, membiarkan rasa penasaran membelenggunya.

Berdiri tegak, tepat di depan Mas Toni. Mantan suamiku itu tersenyum, seolah menyambut kedatanganku.

"Kamu tidak demam, kan, Mas?" Aku sentuh dahinya. "Tidak panas, tapi ucapannya ngelantur. Kamu sehat?"

Mas Toni mengepalkan tangan di samping.

Giginya gemeretak, amarah sudah memenuhi rongga dadanya. Namun aku tak peduli, karena seharusnya aku yang marah di sini. Bukan dia.

Lelaki itu pun berjalan mendahuluiku, ia berdiri tepat di samping ibu. Kemudian menatap tajam padaku.

"Kenapa? Marah? Bukankah ucapanku benar?"

"Ka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Menolak

    "Aku tak lagi bercanda, Fatimah Zahra. Aku ingin menjadikanmu ratu dalam istana hatiku. Aku ingin kamu menjadi ibu untuk anak-anak kita kelak. Merajut mahligai pernikahan yang hanya ada kamu dan aku." Pak Aziz menatapku lekat. Aku lihat sorot kejujuran di sana. Namun entah mengapa aku tak percaya. Aku menoleh ke kanan dan kiri. Wanita yang duduk di sampingku itu tampak kebingungan. Beberapa kali menatapku penuh tanda tanya. Aku sendiri memilih diam, bingung harus menjawab apa. "Saya meminta Fatimah untuk menjadi istri saya. Apa Bapak mengizinkan?" tanyanya lagi karena aku membisu, tenggelam dalam rasa kebimbangan. "Saya menyerahkan semua keputusan pada Fatimah, Nak Aziz dan ibu." Bapak menatapku, "bagaimana, Nduk? Kamu menerima lamarannya atau tidak?"Perlahan aku mengatur napas, menghilangkan rasa sesak yang memenuhi rongga dada. Kembali kutatap Pak Aziz. Lelaki itu menatapku penuh harap. "Bagaimana, Ara? Kamu menerima lamaranku, kan?""Maaf, Pak Aziz. Saya belum siap menikah lag

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Makan Siang

    "Siapa, Fat?" tanya Mbak Mimi dan Hani bersamaan. Keduanya menyikut lenganku. Tak lupa sorot tanda tanya tergambar jelas di mata keduanya. "Kenalkan saya Toni, mantan suami Fatimah."Tangan mengepal di samping. Dalam hati beristigfar, agar amarah tak meledak. Ah, kenapa juga harus bertemu lagi dengan Mas Toni? Di tempat ini pula. "Beneran, Fat?"Sebuah anggukan seketika membungkam pertanyaan mereka. "Sekarang kamu kerja di sini, Fat?" tanyanya seraya mendekat ke arahku. "Iya, permisi, aku buru-buru!" Aku membalikkan badan, dengan cepat melangkah meninggalkan lobi kantor. Aku terdiam beberapa saat di atas motor. Mengatur napas yang terasa sesak. Lagi sebuah tanda tanya tergambar jelas di kepala. Namun entah kutanyakan pada siapa. Apa kepala Dia yang Maha Mengetahui segalanya. Tetapi aku bisa apa... Jika kenyataannya skenario ini yang harus kumainkan. Aku hanya lelah, bertatap muka dengannya untuk beberapa waktu yang cukup lama. Pengkhianatan yang ia berikan menjadikan luka yang s

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-21
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Jebakan

    "Kamu mau makan dengan siapa, Ra? Aku atau dia?" tanya Pak Aziz seraya menunjuk Mas Toni. "Maaf, aku mau makan dengan teman-temanku saja. Permisi," ucapku seraya menarik tangan Mbak Mimi. Kami berjalan tergesa menuju lantai bawah. Meninggalkan dua lelaki yang masih berdiri di dekat pintu. Aku tahu mereka menatapku tapi aku pura-pura tak mengetahuinya. "Gila, keduanya ngejar kamu, Fat.""Satu pengen rujuk, satunya pengen jadian. Mau pilih mana?" tanya Mbak Mimi saat kami berada di kantin kantor. Aku menghela napas, bingung harus menanggapi bagaimana. Jika mereka tahu Rio juga menaruh hati padaku. Entah bagaimana ekspresi mereka nanti. Terkejut apa mungkin pingsan? "Gak bisa mikir aku, Mbak. Aku pengennya sendiri dulu. Trauma dikhianati.""Tapi gak semua lelaki seperti mantan suami kamu, Fat."Aku mengangguk, memang tak semua lelaki sama. Namun tak menjamin Pak Aziz atau Rio tak melakukan yang hal yang sama. Aku hanya membutuhkan waktu untuk kembali percaya dengan lelaki. Kami men

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-22
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Tamu Mengejutkan

    "Kamu mau apa, Mas?" Aku mundur beberapa langkah hingga punggung menempel di dinding kamar. Mas Toni tersenyum menyeringai, melangkah mendekat padaku. "Kamu tidak merindukan aku, Fat? Bukankah sudah lama kita tidak melakukannya? Aku saja sangat merindukan setiap sentuhan yang selalu kamu berikan, dulu.""Pergi! Jangan mendekat!" Aku lempar bantal, guling dan semua barang yang ada di sekitarku. Namun Mas Toni dengan lihai menangkis setiap seranganku. "Percuma, Fat. Kamu lupa seperti apa aku ini."Aku menelan ludah dengan susah payah. Pikiran buruk seketika mendominasi. Ya Allah, apa yang harus kulakukan? Bagaimana kuhajar setan berwujud manusia itu? "Istighfar, Mas. Aku dan kamu sudah berpisah. Tak seharusnya kamu melakukan ini.""Aku tak perduli, Fatimah. Aku hanya ingin kamu. Kenapa kamu semakin menarik setelah kita berpisah? Kenapa tak dari dulu, saat kamu masih menjadi istriku?" "Bagaimana mau cantik, jika kamu hanya memberi nafkah seuprit. Kamu biarkan aku mengurus ini dan it

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-23
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Lamaran Kedua

    "Apa-apaan ini, Bu?" Aku lirik wanita di sebelahku. Namun dia justru memintaku diam."Mari masuk, Bu," ucap ibu ramah. Pak Aziz menyalami kedua orang tuaku dengan ramah, tak lupa mencium punggung tangan mereka dengan takzim. Aku melongo saat memperhatikan tingkah mereka. Di sini aku seperti penonton, tak tahu cerita yang tengah dipertontonkan. Kali ini bukan hanya Pak Aziz dan Bu Saida. Ada pula dua orang wanita yang datang membawa buah tangan. Dari raut wajah, mereka berdua masih remaja, mungkin sekitar tujuh belas dan dua puluhan. Namun aku tak tahu siapa mereka. Kami duduk saling berhadapan. Entah kenapa perasaanku tak enak. Ini seperti acara lamaran, bukan bertamu pada umumnya. "Perkenalkan ini Sahkila dan Salwa," ucapnya seraya menunjuk dua gadis yang duduk di sebelah kanan dan kirinyaGadis yang berumur dua puluhan itu bernama Sahkila, dan yang satunya bernama Salwa. Keduanya adalah adik kandung Pak Aziz. Baru kali ini aku tahu, karena memang kami tak saling kenal sebelumnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-23
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Terkunci

    Aku mundur ketika wajahnya kian mendekat. Hingga tubuh menempel di pintu mobil. Namun lelaki itu terus saja mendekat. "Mas Aziz jangan macam-macam, ya! Ingat kita belum halal!"Lelaki justru tersenyum sambil mendekatkan tubuhnya. Awas saja kalau dia menyentuhku. Akan kutendang pusaka miliknya. "Kalau makan, nasi dimasukkan. Jangan dibiarkan menempel di pipi," ucapnya seraya mengambil sebutir nasi yang tertinggal di pipiku. Seketika aku menundukkan kepala, malu. Bahkan aku ingin menenggelamkan tubuhku ke dasar bumi. Aku tak sanggup beradu pandang dengan dia. Astaga, kenapa kepala traveling ke mana-mana? "Sepertinya kamu ingin segera dihalalkan, ya, Ra?"Aku mendongakkan kepala, menatap tajam lelaki yang kini menertawakan diriku. Dia pikir aku komedian yang pantas diapresiasi dengan sebuah tawa dan senyuman. Ah, menyebalkan. Tak tahukan jika aku menahan malu saat menatap wajahnya. Malu atas kecerobohanku sendiri. "Ra, kita menikah minggu depan, ya," ucap Pak Aziz seraya menatap ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-24
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Fatimah Pingsan

    Pov AzizSegera kulangkahkan kaki menuju ruangan. Sesekali menatap kiri dan kanan, mencari keberadaan Zahra yang terlebih dahulu masuk ruangan. Namun tak nampak batang hidungnya. Dia pasti sudah berada di depan meja kerja, menatap layar komputer dengan seksama. Fatimah Zahra, gadis biasa yang mampu membuatku jatuh cinta. Entah karena apa, aku sendiri tidak mengetahui alasannya. Aku hanya selalu ingin menatap wajah dan senyum manis yang terukir di sana. Cinta memeng membutakan mata dan logika. Itu yang aku rasakan kini. Pintu ruangan kubuka perlahan. Seketika mata membola melihat seorang wanita duduk manis di sofa. Dia menatap lekat netra ini. Tatapan yang membuatku merasa tak nyaman, tatapan mengintimidasi. "Dari mana saja kamu, Mas?" "Dari makan siang."Aku terus melangkah dan duduk di kursi. Tak kupedulikan kehadiran Trisha di sini. Kembali kukerjakan laporan yang ada di atas meja. Memeriksa setiap angkat yang tertera di sana. Apakah telah sesuai atau ada perbedaan. "Aku lagi

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-24
  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Penolakan Sahkila

    Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Menyesuaikan cahaya yang tertangkap retina. Sebuah ruangan dengan warna putih dan bau obat-obatan menyengat di hidung. "Aku di mana?" lirihku. "Kamu udah siuman, Ra?" tanya dua orang lelaki yang berdiri di hadapanku. Aku pijit kepala yang terasa berdenyut. Gerakan tubuhku terhenti saat kepala semakin berputar-putar. "Kamu kenapa bisa terkunci di kamar mandi, Ra?" tanya Rio. Kembali kupaksakan kepala untuk berpikir. Ya, aku sempat terkunci di kamar mandi. Kemudian terpeleset karena tak hati-hati melangkah. "Gak tahu, tau-tau pintunya gak bisa dibuka. Mungkin rusak.""Atau mungkin ada orang yang iseng ngerjain kamu, Ra."Aku mengernyitkan dahi, sedikit bingung dengan ucapannya. Siapa juga yang iseng denganku? Aku saja tidak memiliki musuh di sini. Setelah diperiksa dan diberi vitamin, aku pun diantar pulang oleh Pak Aziz. Sementara Rio dan Hani pulang kembali ke kantor terlebih dahulu. Hening, sepanjang jalan tak ada kata yang keluar dari mulu

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-25

Bab terbaru

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Ending

    Sudah tiga bulan setelah insiden di rumah sakit dulu. Kini aku dan Rio semakin dekat. Hubungan kami pun sudah melangkah ke jenjang serius. Pernikahan sudah ada di depan mata. Aku berdiri, menatap bangunan yang sebentar lagi akan menjadi restoranku. Semua tak luput dari dukungan dan kerja keras Rio. Bersyukur Tuhan mengirimkan dia untuk menjadi imamku, terlepas dari sifat konyol yang ia miliki. Terlepas dari itu semua, Rio adalah lelaki yang berpikiran dewasa. Dia mencintaiku apa adanya. Tak sekali pun dia membahas masa lalu. Entah saat berdua atau ketika bersama orang lain. Dia pandai menutup aib masa lalu yang sudah kututup rapat. "Sudah berapa persen, Ra?" tanya Rio. Lelaki itu sudah berdiri di belakangku. "80 persen, Rio. Tinggal dikit lagi restoran bisa dibuka. Seperti yang sudah kita rencanakan.""Bukan itu, Ra."Aku menoleh, menatapnya dengan sorot mata penuh tanda tanya. Namun sebuah lengkungan indah justru tercipta di sana, di wajah penuh kharisma itu. "Lantas apa, Rio?"

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Ungkapan Hati

    Aku masih membisu, menatap Rio dan wanita itu bergantian. Entah kenapa ada yang berdenyut di hati ini. Cemburu. Ya, rasa itu hadir tanpa diminta tapi mampu menyesakkan dada. "Ada perlu apa, Ra?" tanya Rio lagi. Kembali kutatap perempuan yang bergelayut manja di lengan Rio. Tak dapatkah mereka melakukan di dalam, bukan di hadapanku. Pantas saja Rio tak mau menemuiku, dia saja asyik pacaran. "Tidak jadi. Aku permisi, Rio!"Aku pun beranjak pergi, percuma datang kemari jika akhirnya hanya kecewa yang aku dapatkan. Ternyata cinta yang tawarkan telah luntur. Tak membara seperti saat ia mengatakannya. Ah, lelaki sama saja. "Zahra!" teriak Rio. Aku menoleh, namun kembali kulangkahkan kaki menuju tempat motorku terparkir rapi. Lebih baik segera pergi dari sini. Karena aku tak sanggup membayangkan kemesraan Rio dan wanita itu. Mereka begitu serasi. Tuhan kenapa aku tak rela? Motor segera kulajukan perlahan meninggalkan halaman restoran Rio. Sempat kulihat Rio dari pantulan kaca spion. Di

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Menemui Rio

    "Rio!" teriakku, tapi dia terus saja berlari. Aku beranjak meninggalkan Mas Aziz. Mengambil buket bunga mawar yang tergeletak di lantai. Aku ciumi bunga itu. Sesak, hingga air mata berlomba-lomba turun membasahi pipiku. Tak berapa lama terdengar suara mobil menjauh. Rio telah pergi dengan rasa kecewa yang bersemayam dalam hati. Entah mengapa ada sesak yang singgah dalam hati ini. "Kamu gak papa, Ra?" tanya Mas Aziz yang sudah berdiri di sampingku. Dia tatap diriku penuh tanda tanya. "Gak papa, Mas. Apa sudah selesai? Aku ingin pulang."Lelaki itu mengangguk, kemudian mengajakku berjalan menuju mobilnya. Aku hanya diam seraya mengikuti gerakan kakinya. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutku. Aku tenggelam dalam rasa bersalah. Perlahan kendaraan roda empat Mas Aziz melaju, meninggalkan kantor polisi. Hening, aku justru asyik menatap buket bunga berwarna putih ini. Mengabaikan Mas Aziz yang beberapa kali menatap padaku. Entah rasa apa yang mulai singgah di hatiku. Tak bisa k

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Kecewa

    Pov RioTerdiam, aku tidak salah dengar, kan? Aziz bilang rekaman CCTV? Dia tidak sedang mempermainkan aku, kan? "Hallo, Rio... Kamu masih di situ, kan?""Eh, iya.""Besok kita ke kantor polisi, Rio. Aku tunggu di sana.""Siapa dalangnya?""Besok di kantor polisi."Aku membuang napas kasar, kesal dengan jawaban lelaki itu. Apa susahnya bilang sekarang? Takut aku menghajar orang itu. Ah, bukan hanya kuhajar, tapi akan kuseret ke dalam penjara. Enak saja dia menyakiti wanitaku. Diam, kutatap gelapnya langit tanpa cahaya bulan. Sama sepertiku yang terasa hampa tanpa pesan dari Zahra. Ah, beginikah rasanya cinta tanpa balasan. Menyiksa. Angin malam terasa menusuk tulang. Namun kaki enggan diajak melangkah, masuk ke dalam. Lagi dan lagi bayang Zahra menyita perhatian. Sedang apa dia? Ah, pasti sangat ketakutan. Sungguh aku tak sanggup membayangkannya. Bagiku tangis Zahra adalah luka yang tak bisa disembuhkan. Suara nyamuk mengusik ketenangan lamunanku. Serangga kecil itu terus terbang

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Bukti

    POV Rio"Ini laporan yang Pak Rio minta," ucap Rika seraya memberikan laporan keuangan yang baru saja kuminta. "Makasih, Rik."Seulas senyum kuberikan pada wanita itu. Sebagai seorang pemimpin mengucapkan terima kasih dan memberikan senyum adalah kewajiban. Karena bagiku karyawan bukan bawahan melainkan rekan kerja untuk memajukan suatu usaha. Papa mengajarkan untuk selalu menghargai orang lain. Bahkan tak membedakan orang karena status sosial. Itu yang membuatku memiliki banyak teman. "Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" tanya Rika lagi. "Tolong buatkan kopi, Rik. Jangan terlalu manis."Rika menganggukkan kepala. Segera ia berjalan meninggalkan ruangan ini. Hingga akhirnya ia menghilang dari balik pintu. Aku mengambil laporan yang ada di atas meja. Aku baca setiap kata dan angka yang tertulis di kertas berwarna putih itu. Tanpa terasa sudut bibir tertarik ke atas. Laba restoran meningkat banyak bulan ini. Semua tak luput dari bantuan Zahra. Dia berkomentar ini dan itu, mengkri

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Penangkapan Fatimah

    "Are you okay, Ra?" tanya Rio saat aku diam membisu. "Gak papa, capek aja, Rio. Ngomong-ngomong makasih karena sudah membelaku tadi."Lelaki itu tersenyum hingga nampak gigi putih. "Aku akan menjadi benteng untuk kamu, Ra.""Emang aku sedang perang apa?" Aku mengerucutkan bibir. Rio hanya tersenyum, kemudian kembali melajukan mobilnya menuju rumah. Tak banyak percakapan di antara kami. Aku justru tenggelam dalam rasa sakit yang tiada bertepi. "Aku kecewa sama kamu, Ra!"Kalimat itu terus saya terngiang. Hingga menciptakan rasa kesal dalam dada. Percuma hati ini kembali kubuka, tapi nyatanya hanya menciptakan lara. Perlahan aku atur napas, berusaha menghilangkan rasa sesak yang memenuhi rongga dada. Ternyata keputusan meninggalkan Mas Aziz yang terbaik. Percuma menjalin suatu hubungan tanpa dasar kepercayaan. "Mau turun atau pulang bersamaku, Ra?" Aku tersentak, menoleh sekitar. Benar saja, kami sudah berhenti di depan rumah. Rio pasti tahu aku tengah melamun. Hingga masih duduk

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Cemburu

    "Kenapa, Ra?" tanya Rio penasaran. "Gawat, Rio!""Kenapa?""Orang kantor keracunan setelah makan nasi box dariku.""Apa?"Aku duduk, memijit kepala yang terasa mau meledak. Bagaimana mungkin mereka bisa keracunan jika aku memasaknya dengan benar. Lagi pula aku selalu menjaga kebersihan tiap kali memasak. Ya Allah... Cobaan apa lagi ini? "Kamu masaknya dah benar kan, Ra? Gak ada yang salah, kan?" Rio menatapku lekat. "Bener, Rio. Aku memasaknya dengan higienis. Tapi kenapa bisa keracunan?""Tidak ada yang kadaluwarsa, kan?"Aku menggeleng. Selama ini aku selalu memastikan tanggal kadaluwarsa bahan makanan sebelum memasaknya. Semua sudah kujaga agar tak merugikan customer. Namun kenapa kali ini bisa terjadi? "Gimana dong, Ri? Aku takut."Rio segera menggenggam tangan kanan ini Netranya menatap lekat padaku. Sikap yang mengatakan semua akan baik-baik saja. Dia kembali menguatkan saat aku rapuh. Bahkan menepis ketakutan yang singgah dan menguasai hati. "Aku yakin semua akan baik-bai

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Keracunan

    "Mas Toni!"Lelaki itu melotot, gula yang ada di tangan ia hempaskan, jatuh berserakan. Dengan cepat ia berlari, meninggalkan aku. Dia ketakutan. Mas Toni berlari tunggang langgang hingga menabrak wanita bertubuh gempal yang sedang membuka pintu. Kepala Mas Toni membentur pintu, tapi dengan cepat ia berdiri, lari keluar toko. Dia meloloskan diri. "Dasar lelaki gak punya mata!" hardik lelaki itu, namun percuma mantan suamiku sudah pergi. "Mbak gak papa," tanya penjaga mini market tersebut. "Gak papa, Mbak."Aku pun segera memberesi barang belanjaan yang berserakan. Satu persatu kumasukkan kembali ke dalam keranjang. Hanya gula yang masih berceceran di mana-mana. "Nanti biar saya sapu, Mbak. Mbak lanjutan atau saja, atau mungkin langsung ke kasir," ucap penjaga toko tersebut. "Makasih, ya, Mbak." Wanita itu mengangguk lalu melangkah pergi, mungkin mengambil sapu untuk meMemalukan saat banyak pasang mata mengawasi gerak-gerikku. Semua gara-gara Mas Toni. Aku menjadi bahan tontonan

  • Cincin Palsu Dari Suamiku   Bertemu

    "A--aku tak bisa, Rio."Senyum yang sempat hadir seketika redup, bahkan nyaris hilang. Tangan yang menggenggamku pun ikut terlepas. Rio kecewa. Sebenarnya ini yang aku takutkan. Melukai orang yang begitu baik seperti dia. Namun sebuah hati tak bisa dipaksa, bukan? Rio menghembuskan napas kasar, menatap lurus ke depan. Lautan dengan ombak melambai, mencari perhatian. Lelaki di sampingku diam, entah menikmati atau tenggelam dalam rasa kecewa. Di sini aku ikut membisu, bingung harus memulai dari mana. Seolah kata-kata itu hilang, dihempas oleh ombak di lautan. Ah, apa yang harus aku lakukan? Ikut diam atau bagaimana? Tuhan, aku membenci keadaan ini. "Kamu marah, Rio?" tanyaku pelan, hampir saja tak terdengar. Kalah dengan suara alam. "Apa aku bisa marah sama kamu, Ra?"Kembali aku terdiam. Sejauh ini Rio tak pernah marah denganku. Dia seseorang yang selalu ada ketika aku terpuruk. Inilah yang membuatku merasa bersalah karena telah menolaknya. "Aku tahu sudah ada nama Aziz di hati

DMCA.com Protection Status