Home / Romansa / Choice / Chapter 5

Share

Chapter 5

Author: Varava
last update Last Updated: 2023-12-30 00:00:47

Ray mencolek dari belakang bahunya. Reihan menghentikan gerakan penanya di buku agenda. Matanya beralih fokus pada Ray yang sudah duduk di samping kanannya.

“Sebentar lagi aku ulang tahun,” senyum senang tersungging. “Rencananya aku mau rayain di restoran, undang teman-teman sekelasku, Bu Maya, Riyan dan Zahra. Boleh, ya, aku pinjam restorannya Sabtu depan?”

“Sabtu?” suara Reihan terdengar keberatan.

“Kenapa? Nggak bisa?” raut wajah Ray seketika berubah masam.

“Maaf, Ray, nggak bisa. Restoran mau aku pake untuk melamar Angela.”

Ray langsung beranjak dari duduknya. Matanya melotot marah.

“Kapan aku memberi restu kakak bisa menikah dengan Angela?!

“Apa yang salah dengan Angela?” Reihan berusaha untuk tetap bersikap tenang.

“Fine, kakak tetap pilih dia. Aku yang keluar dari apartemen ini!”

Reihan hanya mampu menatap hampa punggung adiknya yang menjauh. Tak lama terdengar bantingan pintu yang keras dari lantai atas. Reihan hembuskan napas perlahan untuk menenangkan hati agar emosi tidak tersulut. Apa yang salah dengan Angela hingga Ray begitu membencinya?

*****

Ray berjalan gontai ke halaman belakang sekolah menuju pohon mangga tempat dia biasa bersantai menghabiskan waktu istirahat atau sepulang sekolah. Dia masih badmood karena rencana lamaran kakaknya. Matanya menyipit ketika melihat Zahra yang tengah duduk di bawah pohon mangga beralaskan tikar miliknya.

“Sendirian aja.” Ray duduk di samping Zahra. Dia perhatikan wajah sahabatnya itu. Nampak tidak bersemangat.

“Aku udah nggak tahan sama Martin,” Ucap Zahra pelan. “Aku ngobrol sama cowok yang cuma teman sekelas aja diributin. Padahal aku nggak ada hubungan apa-apa sama cowok itu. Dia posesif banget.”

“Aku,”

“Aku udah bilang, aku setuju kamu putus sama Martin.”

Zahra dan Ray sontak menoleh ke belakang ketika sepasang tangan mengalung di bahu mereka. Riyan datang dengan senyum sumringahnya.

“Asal nyambung kayak kabel,” Ujar Ray.

“Kalau nunggu jawabanmu kelamaan. Keburu botak. Saingan sama Kepala Sekolah.” Riyan melepaskan kalungan lengannya. Duduk di sebelah Zahra. “Udah putus aja, daripada batin tersiksa.”

“Tapi aku masih sayang dia.”

Ray dan Riyan kompak menghela napas. Maklum akan sifat labil cewek.

“Cewek mah gitu. Hari ini ngomong benci, besok ngomong cinta, benci, cinta. Terus aja gitu sampai ini pohon mangga berbuah durian.” Cibir Riyan.

“Riyan jahat. Harusnya kasih saran baik.”

“Ra, Riyan sudah kasih saran ke kamu. Kamu yang plin-plan.”

“Kalian jahat banget sama aku.” Bibir Zahra manyun.

“Mending ente mandi kembang tengah malam, siapa tahu dapat wangsit.”

Zahra tersenyum malu sembari memukul bahu Ray. “Dasar Ray PA.”

“Balik, yuk. Ngantuk, nih,” ajak Riyan.

“Nggak, deh, aku nanti aja.” Ray membuka buku ekonominya.

“Aku juga nanti aja.”

“Kalian, ya, ternyata,” Riyan manggut-manggut. “Ngomong aja kalau mau pacaran.”

Zahra reflek menjambak rambut Riyan, membuat pemiliknya mengaduh keras. Riyan mengelus-elus kepalanya yang lumayan sakit.

“Aku sumpahin kalian bakal jadi suami istri.” Riyan ambil langkah seribu sebelum kena lagi jambak maut Zahra.

“Memang mulut somplak.”

Zahra tertawa geli. Dia mengeluarkan album foto kecil dari tasnya. “Hadiahku buat kamu. Aku nggak bisa kasih barang mahal. Itu juga aku buat sendiri. Kamu bisa simpan foto-foto orang yang kamu sayangi di album itu.”

“Makasih banyak, Ra.” Ray menerima hadiah itu dengan rasa haru. “Aku nggak butuh barang mahal. Asal kamu tetap mau bersahabat sama aku, itu udah lebih dari cukup. Dulu waktu aku masih bandel, hanya kamu dan Riyan yang masih mau dekat sama aku.”

“Gimana kita nggak mau dekat sama kamu, tiap hari kamu bawa makanan enak.”

Ray tersenyum sebal lalu berbalik badan. Zahra menyandarkan punggungnya pada punggung Ray.

“Ray, jangan pergi dulu, ya. Aku pengin tidur sebentar.”

Ray membuka buku ekonomi, berusaha konsentrasi pada materi yang dibacanya. Namun yang dia baca sedari tadi hanya kalimat pertama pada halaman buku itu. Dia ingin menghibur Zahra tapi tidak tahu bagaimana caranya. Dalam hati hanya mampu mendoakan yang terbaik untuk sahabatnya.

*****

Maya turun dari taksi. Dia masuk ke lobby mall. Jari-jemarinya lancar mengetik pesan ke Nani. Sahabatnya itu memberitahu kemungkinan sampai sepuluh atau lima belas menit lagi karena macet. Maya memutuskan untuk jalan-jalan dulu.

Dia menatap takjub berbagai store dengan brand-brand ternama. Barang-barang yang dijual pasti harganya jutaan. Kalau dia sampai beli bisa puasa sebulan dirinya. Senyumnya berangsur pudar ketika melihat sosok yang dikenalnya berjalan bergandengan tangan dengan sang kekasih. Kakinya tanpa sadar mengikuti langkah mereka. Hatinya terbakar cemburu saat sang kekasih mencium pipi orang itu.

Dia cepat-cepat menghapus air matanya yang luruh seketika. Berusaha menguatkan hati. Dia juga bingung kenapa bisa seperti ini. Hatinya merasa tidak terima Reihan memiliki kekasih. Rasa ingin memisahkan mereka begitu besar. Padahal dia sudah memutuskan untuk membuang rasa itu. Ternyata tak mudah. Reihan sudah masuk ke hatinya.

Dering ponsel mengagetkannya. Nani sudah sampai. Dia segera kembali menuju lobby mall.

“Maaf, ya, macet banget tadi. Padahal aku udah berangkat setengah jam lebih awal.”

“Kalau nggak macet bukan Jakarta dong namanya.” Kelakar Maya.

Mereka menuju store perhiasan dengan brand ternama. Nani mengambil pesanan cincin pernikahannya. Maya menatap takjub cincin indah itu. Nani mencobanya dan merasa puas dengan hasilnya.

“Maya makasih ya, kamu mau nemenin aku. Padahal kamu baru pulang kerja.”

“Yaelah Nani, aku seneng bisa nemenin kamu. Sekalian refreshing.”

“Kita ke food court, yuk. Lapar. Setelah itu lanjut jalan lagi.”

Mereka menuju food court di lantai atas. Banyaknya makanan justru membuat mereka bingung. Akhirnya mereka memutuskan membeli fast food karena sedang tidak ingin makan berat. Mereka membawa nampan berisi makanan ke meja food court. Maya tertegun ketika sadar siapa orang di sebelah mejanya.

“Eh, Chef Reihan,” Sapa Nani.

“Panggil nama aja. Lebih enak dengernya.” Pinta Reihan.

Nani mengangguk. Reihan mengenalkan mereka pada kekasihnya.

“Maya gurunya Ray?” Angela memastikan.

“Kok kamu tahu?”

“Iya. Waktu itu kita ketemu di apartemen, cuma nggak kenalan.”

“Oiya, kapan?”

“Waktu aku ke apartemen kamu. Kamu ke kamar ambil kunci mobil, Maya ke ruang tamu.”

Reihan mengangguk-angguk. “Kamu masih mau makan lagi?”

“Nggak.”

“Kalau gitu, kita duluan, ya.” Pamit Reihan pada mereka.

Mata Maya nanar melihat kemesraan mereka. Reihan memeluk pinggang kekasihnya. Maya sadar dirinya tidak sebanding dengan kekasih Reihan. Sebagai wanita, dia mengakui Angela memiliki tubuh yang indah. Baik dari bentuk maupun kulit. Tangannya bahkan sangat halus saat dia bersalaman tadi.

Maya menghabiskan makanannya tanpa selera. Semangatnya hilang entah ke mana. Dia ijin ke toilet. Di bilik toilet dia menangis dalam diam. Dia ambil tisu di tas. Menghapus air mata yang terus mengalir. Kenapa hatinya begitu rapuh? Dia juga tidak tahu. Dia hanya merasa sangat kehilangan.

Maya cuci muka dan merapikan riasannya. Dia menemui sahabatnya di luar. Senyum tersungging agar Nani tidak khawatir. Mereka lanjut jalan menghabiskan sore itu.

*****

Rasa sesak yang Maya rasakan, akhirnya membuat dia curhat pada Nani. Dia biarkan dirinya terlihat rapuh. Air matanya bahkan mengalir dan sulit dihentikan.

Nani mencoba menghibur sahabatnya yang patah hati. Dia bahkan merekomendasikan beberapa teman cowok yang menurutnya cocok dengan sahabatnya itu. Namun, hanya penolakan yang didapat.

“Kamu mau jadi perebut pacar orang?”

“Sebelum janur kuning melengkung.”

“Maya, sadar,” Nani menepuk pelan bahu sahabatnya. “kamu sama saja nyakitin hati wanita lain.”

Maya menutup wajahnya, malu. Rasa sukanya pada Reihan yang berlebihan sudah membuatnya berpikir tidak waras.

“Setelah kontrak selesai, aku mau balik ke Malang.”

“Serius?” Nani menatap tak percaya sahabatnya. “Aku mau rekomendasikan kamu untuk jadi guru tetap di sekolah. Masa hanya karena cinta bertepuk sebelah tangan, kamu nyerah begini.”

“Bukan gitu, Nan. Kasihan Mama dan papaku di Malang ngurus cucu-cucu mereka. Pasti kerepotan.” Maya memberikan alasan yang masuk akal.

Nani menghela napas tak percaya. “Lebih baik kamu pikirkan lagi keputusanmu itu. Jangan gegabah. Aku nggak mau kamu salah langkah.”

Maya memeluk sahabatnya. “Maafin aku, ya, udah bikin repot kamu. Padahal kamu udah perjuangin aku untuk bisa kerja di sekolah nenekmu itu.”

“Semangat dong. Memang cowok cuma Reihan aja di dunia ini?” Nani menjawil ujung hidung Maya.

Maya mengerucutkan bibirnya. “Tapi dia bikin hatiku deg deg ser gimana gitu.”

“Jaman kuliah juga ngomongnya gitu pas naksir sama Ilham, Toni, Randy.”

“Ih, itu masih monyet.” Maya terkikik geli. “Reihan beda.”

“Terserah kamu bedanya di mana, bagiku sama aja.”

Maya tersenyum malu. Rasa bertepuk sebelah tangan memang sakit, tapi mumpung belum terlanjur dalam, lebih baik lepaskan. Dia tidak mau menyakiti hati wanita lain dengan mengedepankan nafsu untuk memiliki pria yang dia sukai. Tuhan lebih tahu mana yang terbaik untuknya.

*****

Related chapters

  • Choice   Chapter 6

    Ketukan di pintu kamar membuat Ray menghentikan gerakan bola matanya membaca rangkaian kata di buku. Tante Silva tersenyum ramah saat dia membuka pintu. Sejak bertengkar dengan kakaknya, dia menginap di rumah Tante Silva.“Kakakmu datang, temui dulu,” Ucap Silva lembut. Ray menggeleng kuat. “Jangan kayak gitu sama kakakmu. Dia sayang sama kamu.”“Kalau dia sayang aku, ngapain dia lebih pilih Angela?”“Ray, setiap orang punya pilihan dalam hidupnya. Kakakmu memilih Angela karena dia mencintai wanita itu. Tante juga udah dikenalkan dengan Angela. Dia wanita yang sopan, baik, tutur katanya juga lembut. Dia bisa jadi kakak ipar yang,”“Nggak!” potong Ray cepat. “Sampai kapanpun aku nggak akan pernah merestui Kak Rei dengan wanita itu.”Silva menepuk-nepuk pelan bahu Ray. “Saran tante, kamu dan Reihan bicara empat mata. Sampaikan apa yang kamu nggak suka dari Angela. Siapa tahu itu bisa jadi koreksi Angela untuk memperbaiki diri.”“Percuma, Kak Rei lagi buta cinta, aku kasih alasan masuk ak

    Last Updated : 2023-12-30
  • Choice   Chapter 7

    Reihan mengupas kulit udang dengan cepat. Dia berusaha konsentrasi pada pekerjaaan. Tidak mau pikirannya terkontaminasi oleh Angela. Beberapa karyawan memperhatikan Reihan dengan tatapan heran. Pasalnya dari awal datang Reihan hampir mengerjakan semua yang seharusnya menjadi tugas karyawan yang lain. Mereka tidak berani berkomentar. Perasaan mereka mengatakan bahwa suasana hati sang bos tidak baik hari ini.“Maaf, Pak Reihan,” suara Tuti memecah suasana di dapur. Semua mata memandang si empunya suara. “Mbak Angela udah dateng.”“Bilang saya nggak masuk hari ini,” Ucapnya datar sembari mencincang bawang bombay.Tuti tidak bergeming dari tempatnya berdiri di ambang pintu dapur. Surdi memberikan tatapan kepada Tuti agar segera melaksanakan perintah Reihan.“Maaf, Pak, tapi tadi Mbak Angela bilang agar saya jangan berbohong.” kata Tuti pelan.Reihan membanting setengah keras pisau di meja dapur, membuat mereka melonjak kaget. Dia melangkah keluar dengan perasaan kesal. Dihampirinya Angela

    Last Updated : 2024-01-11
  • Choice   Chapter 8

    Maya memperhatikan cekatannya Reihan dalam mengolah makanan. Saat mendengar kabar bahagia dari Ray, rasanya senyum tak bisa berhenti dari bibir. Walau Reihan sudah melarang membawa apapun, tapi dia tetap membeli beberapa bahan makanan tambahan seperti cumi, udang, dan ayam. Berbagai menu makanan yang lezat dan cantik presentasinya, membuat dirinya enggan untuk menyantap.Lagu selamat ulang tahun dinyanyikan dengan penuh kegembiraan. Saat tiup lilin Maya tidak memohon apapun. Dia bersyukur karena diberi kesempatan merayakan ulang tahun bersama dengan pria yang dia sukai walau tak bisa memiliki.“Kak Rei, masakannya enak banget. Aku jadi pengin punya suami kayak Kak Rei. Pasti yang jadi istri Kak Rei beruntung banget,” Puji Zahra.“Nanti aku ajarin Ray masak, deh.”“Apa hubungannya sama Ray?”“Kata Riyan kalian bakal jadi laki bini.”“Maaf, ya, Kak, walaupun Ray pria terakhir yang ada di dunia ini, aku ogah sama dia.”“Bia

    Last Updated : 2024-01-12
  • Choice   Chapter 9

    Seorang wanita berwajah putih pucat berjalan sedikit tertatih menuju lobby apartemen. Usia kehamilannya yang sudah menginjak enam bulan, membuatnya harus lebih berhati-hati. Salah satu petugas keamanan mendekat padanya.“Ada yang bisa saya bantu, Bu?”“Iya, Pak,” jawabnya lemah. “Apa bapak kenal dengan Reihan?”“Reihan? Reihan siapa, Bu?”“Dia chef. Dia tinggal di sini.”“Oh, Chef Reihan,” petugas keamanan itu mengangguk mengerti. “Iya, saya tahu. Dia sudah pindah unit di tower sebelah seminggu yang lalu. Saya juga bantu beliau pindahan.”Wanita itu menghela napas lemah. Rasanya tak sanggup bila dia harus berjalan ke tower sebelah. Kakinya sudah lelah.“Pak, bisa saya pinjam telepon lobby untuk menghubungi dia?”“Bisa, Bu. Silakan.”Petugas keamanan itu membantu si wanita menuju meja resepsionis. Wanita itu memberikan nomor ponsel Reihan. Berulang kali dihubungi namun tak ada jawaban dari Reihan. Dengan

    Last Updated : 2024-01-13
  • Choice   Chapter 10

    Reihan memandang foto-fotonya bersama Intan semasa mereka kecil. Masih teringat ketika Intan menelepon sambil menangis karena melihat orangtuanya bertengkar. Dia berlari bahkan tanpa alas kaki ke rumah Intan yang jaraknya 200 meter dari rumahnya. Intan duduk di sudut ruang tamu dengan wajah penuh ketakutan. Dia gendong dan bawa pulang ke rumah. Bahkan memeluknya hingga tertidur.Setahun yang lalu, dia dan Tante Silva meminta Intan agar tinggal bersama Tante Silva. Namun Intan menolak. Intan lebih memilih mandiri. Setelahnya dia sulit menghubungi Intan. Dia sudah mendatangi kostan Intan namun pemilik kost bilang tidak pernah menerima orang kost atas nama tersebut. Artinya Intan bohong saat memberitahu alamat kost tersebut padanya.Sekarang dia sudah lega Intan bersamanya lagi. Tak akan dia biarkan wanita itu disakiti lagi oleh siapapun. Dia akan melindunginya dengan segenap hati.Reihan keluar dari kamar menuju lantai bawah. Ray tengah menyuapi Intan pecel

    Last Updated : 2024-01-13
  • Choice   Chapter 11

    Reihan melambaikan tangan saat melihat mereka di lobby mall. Silva dan Helen memeluk sayang Intan. Helen menghapus air mata Intan yang tanpa sadar mengalir.“Kita mau happy-happy, nggak boleh ada air mata.” Silva menggenggam jari-jemari Intan.“Kita bersyukur bisa ketemu sama kamu lagi. Om senang banget.” Fadil membelai lembut kepala Intan.“Makasih banyak Om, Tante. Aku nggak tahu gimana balasnya.”“Nggak boleh ngomong gitu. Nggak ada sutradara casting film.” Ujar Fadil.Intan tersenyum. Dia memeluk Silva sekali lagi. Reihan membuka kursi roda untuk Intan. Mereka lanjut jalan keliling mall berbelanja kebutuhan Intan.“Mbak Silva,” Sapa Diana. “Kalian tumben belanja bareng.” Diana menatap senang keluarga lengkap mereka. “Ini siapa?”Intan mengulurkan tangan yang disambut ramah Diana. Tak lama muncul Erlangga dan Riyan. Intan berkenalan dengan mereka.“Berdua lagi akur, nih,” Diana menunjuk suami dan anaknya, “ma

    Last Updated : 2024-01-14
  • Choice   Chapter 12

    Maya menatap kagum pada sahabatnya yang sudah memakai lengkap busana pengantin adat Jawa. Nani terlihat seperti puteri keraton.“Aku gugup banget. Semalam juga susah tidur.” Nani menggenggam erat jari jemari sahabatnya.“Wajar, dong, memang itu yang dirasain calon pengantin.” Maya mengelus lembut bahu sahabatnya. “Satu yang pasti, kamu cantik banget hari ini. Mas Gunawan pasti nggak bisa mengalihkan matanya darimu.”Nani tersenyum malu. “Makasih Maya.”Di sisi lain, di sebuah ruangan yang dijadikan dapur, Reihan mengecek sekali lagi makanan untuk pesta pernikahan Nani. Tiba-tiba ponselnya bergetar di saku celana. Reihan melihat nama adiknya. Dia keluar ruangan lalu menekan tombol jawab.“Reihan, gimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Ternyata dia bohong. Pernikahannya hari ini, bukan dua minggu lagi.” Intan mulai menangis.“Intan,”“Aku harus ke sana untuk membatalkan pernikahan dia. Aku nggak mau anakku lahir tanpa aya

    Last Updated : 2024-01-14
  • Choice   Chapter 13

    Ray terkejut ketika membuka pintu apartemen karena Maya sudah ada di depan pintu. “Bu Maya,” Ray memegangi dadanya. “Bikin kaget, aja. Horor deh.”“Maaf, Ray, ibu baru aja mau pencet bel pintu, malah pintu udah dibuka.”“Masuk saja, Bu. Saya mau beli sirup pesanan Kak Intan.”“Terima kasih Ray.”Maya duduk di sofa ruang tamu, meletakkan tas dan melepas jaket. Diambilnya tabloid yang ada di meja. Dia hanya membaca sekilas beberapa judul artikel halaman demi halaman. Samar-samar didengarnya suara dari arah kamar yang ada di sebelah ruang tamu.“Dia cewek yang baik, lho. Sekarang dapat cewek baik-baik susah, Rei. Yang bisa diajak hidup bersama dan nggak mementingkan diri sendiri.”“Udah berapa kali aku bilang, aku nggak tertarik sama Maya. Aku hanya anggap dia teman saja. Nggak lebih dari itu.”Tubuh Maya seketika kaku. Hatinya perih. Air mata mengalir tanpa sadar.Apa aku nggak memiliki daya tarik apapun di matany

    Last Updated : 2024-01-16

Latest chapter

  • Choice   Chapter 53

    Zahra dan Helen membujuk Shafira untuk makan tapi selalu ditolak. Padahal tubuhnya demam. Ray menarik tubuh Shafira agar bangun. Gadis itu menangis di pelukan Ray.“Dia nggak balas pesan aku. Telepon juga nggak diangkat. Aku nggak mau putus. Aku cinta mati sama dia.”Ray tahu pasti cinta Shafira yang dalam untuk pria itu. Shafira bahkan rela menyamar menjadi pelayan cafe di tempat temannya agar bisa lebih dekat dengan Doni.Ray menghapus sisa-sisa air mata Shafira. “Sekarang makan dulu, minum obat, kalau kamu nurut aku bawa nemuin dia.”“Dia pasti nggak mau ketemu aku lagi. Aku sudah bohongi dia. Dia paling benci pembohong.”“Seenggaknya kamu bisa jelasin ke dia alasan kamu bohong. Kalau dia ngerti syukur, kalaupun dia tetap nggak mau lanjutkan hubungan, relakan.” Shafira menangis lagi. “Sini Aa Ray suapin anak manja.” Ray mengambil piring berisi makanan dari Helen. “Keahlianmu maling kembang pengantin nggak diragukan lagi, Doni nggak mun

  • Choice   Chapter 52

    Ardi dan Rachel kompak menepukkan spon bedak ke pipi Gunawan karena kalah main ular tangga. Reihan tersenyum melihatnya. Dia bersyukur Ardi sudah bisa dekat dengan ayah kandungnya. Walau masih memanggil dengan sebutan Om. Mereka sepakat akan memberitahu Ardi bila sudah cukup umur.“Aduh, Om payah. Masa main ular tangga kalah terus. Mukanya jadi kayak donat gula.” Ardi geleng-geleng lalu menghela napas. Gunawan tersenyum malu.“Masa sudah gede kalah sama anak kecil.” Rachel menepuk dahinya.“Iya, deh, yang lagi merasa hebat.”Ardi mengajak Rachel bermain bola besar kesukaan mereka. Gunawan mengawasi dari kejauhan. Hatinya bahagia bisa sedekat ini dengan anaknya.“Waktunya minum obat.” Reihan mengingatkan. Dia meletakkan nampan berisi obat dan air putih.Gunawan meminum obatnya tanpa protes. Maya memotret dengan ponselnya dan mengirimkan ke Dokter Hilda.“Kalian sekarang jadi sekutunya Hilda. Nyebelin banget.”“Ki

  • Choice   Chapter 51

    Ray tersenyum geli melihat Zahra yang mengenakan kemeja birunya. Kemejanya seolah menenggelamkan tubuh langsing gadis itu. Zahra naik ke ranjang dan menyandarkan punggungnya pada dada bidang Ray.“Ray, rasanya nyaman banget seperti ini.” Dikecupnya berulang kali punggung tangan kanan Ray.Ray singkap rambut panjang Zahra dan mengecup mesra lehernya. Didekapnya lembut tubuh itu. Zahra menikmati leher jenjangnya dimesrai.“Mau jalan ke mana?”“Nggak tahu, deh. Bingung.”Zahra berbalik. Dia duduk di pangkuan Ray. Dua tangannya meraba dada bidang Ray yang polos. Dia mengecupinya lalu naik ke leher. Dia tertawa senang ketika tubuhnya ditindih. Bibirnya menyambut penuh gairah bibir Ray.“Rambut kamu sudah panjang, Sayang. Besok aku temani ke salon.”“Boleh. Sekalian kencan pertama kita.”Zahra mengangguk setuju. Dia tertawa geli ketika Ray menggelitik perutnya.“Ray, ah, geli, Ray,”Zahra berhasil me

  • Choice   Chapter 50

    Maya menyambut senang adik iparnya yang datang bersama Riyan dan Diana. Dia mencubit gemas pipi Ray saking kangennya.“Tolong, ya, tangan dikondisikan.” Ujar Reihan melirik sebal.“Ray gemesin kayak boneka.”Reihan ikut mencubit gemas pipi adiknya. Diana tertawa geli melihat itu. Riyan memberikan parcel buah pir untuk Maya.“Tante makasih banyak. Tahu aja kalau lagi pengin yang seger.”“Ibu hamil pasti penginnya makan yang seger. Malah dulu tante pas hamil Riyan pengin makan bakso yang pedes banget tapi nggak boleh. Kasihan bayinya.”“Iya, Tan. Aku kangen banget makan sambel ikan asin jambal yang super pedes. Tapi nunggu sampai lahiran aja.”Diana dan Riyan hanya sebentar bertamu lalu pamit karena mau jalan-jalan. Ray mengantar mereka hingga keluar gerbang. Setelah mobil Riyan pergi, dia melihat mobil lain berhenti di depan pagar. Dia tak jadi mengunci pintu gerbang. Xavier keluar dari mobil.“Ray,” sapa Pak Xav

  • Choice   Chapter 49

    Zahra terkesiap ketika bahunya ditepuk oleh Martin. Dia tersenyum.“Pagi-pagi sudah ngelamun.”Zahra tak punya kalimat apapun untuk menjawab Martin. Sudah berhari-hari pikirannya dipenuhi oleh Ray dan ciumannya. Dia akui menyesal tidak membalas ciuman Ray. Saat menjenguk Ardi di rumah sakit tempo lalu, dia sengaja tidak menyapa pria itu. Dia masih bingung bagaimana harus bersikap.“Kamu mau ikut main golf nggak?”“Nggak. Mau di rumah aja.”“Pagi,” sapa Pak Thomas. Dia duduk di seberang mereka. “Zahra, kapan Pak Gunawan operasi transplantasi?”“Lusa, kenapa, Pa?”“Kalau mau jenguk kabari Papa. Sore ini Papa dan Martin harus balik ke Singapura.”“Kalian gitu banget sama aku, ditinggalin terus. Lama-lama aku minggat juga.” Zahra meletakkan garpu dan sendoknya di piring, tak jadi sarapan.Pak Thomas saling pandang dengan Martin. Belum sempat mereka menjelaskan, Zahra sudah beranjak menuju kamarnya di atas.

  • Choice   Chapter 48

    Reihan dan Maya menyiapkan berbagai hidangan lezat untuk menyambut para tamu. Mereka mengadakan syukuran karena masalah pelik yang ada berakhir dengan damai. Pihak Gunawan mencabut perkara hak asuh Ardi dan mengikhlaskan Ardi dirawat oleh pihak Reihan. Gunawan tidak mau Ardi memiliki moment buruk dalam hidup seperti dirinya. Reihan membebaskan Gunawan untuk menemui Ardi kapanpun dia mau. Kesepakatan tersebut disambut baik oleh kedua belah pihak.Reihan menggandeng Ardi untuk menemui Gunawan. Anak itu masih takut dan bersembunyi di belakang tubuhnya. Reihan membujuk lembut untuk mau berjabat tangan dengan Gunawan.“Jangan dipaksa, Rei.” Suara Gunawan bergetar sedih. Akibat ulahnya anak kandungnya sendiri takut hanya untuk sekedar melihatnya.“Sayang, Om Gunawan orang baik. Beliau ingin jadi teman Ardi dan Rachel.” Maya menyatukan tangan Ardi dan Rachel. “Kalian mau, kan, jadi temannya Om Gunawan?”“Om Gunawan bawa banyak mainan buat kita. Baik bang

  • Choice   Chapter 47

    Reihan prihatin melihat Gunawan yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Banyak peralatan medis yang terpasang di tubuhnya. Pria yang dia kenal kejam dan mampu melakukan apapun karena kekayaan dan kekuasaan yang dipunya, sekarang hanyalah pria tak berdaya.“Terima kasih sudah mau menjenguk Pak Gunawan.” Xavier berdiri di sebelahnya. “Beliau sudah melewati masa kritis.” Memandang sedih bosnya. “Oiya, bagaimana keadaan Ardi?”“Dia masih belum bisa bicara. Tapi kami sudah konsultasi dengan ahli terapi bicara dan Psikolog anak. Dia sedang menjalani terapi.”“Semoga Ardi lekas bisa berbicara kembali.”“Kalau begitu, saya pamit. Bila Gunawan sudah siuman segera hubungi saya.”Sampai di rumah, Reihan mendapati Ardi sedang menggambar. Dia mengecup pipi anaknya dengan gemas. Ardi menggambar anggota keluarga mereka. Rachel yang jahil memprotes gambar Ardi.“Aku cantik, masa di gambar jelek gini.” Rachel membaca kalimat yang Ardi tulis.

  • Choice   Chapter 46

    Reihan lumayan terkejut dengan kedatangan Nani dan Adam yang mendadak. Wajah mereka nampak khawatir.“Ada apa? Tumben nggak kasih kabar dulu kalau mau datang.”“Aku mau kalian jujur,” Nani menatap serius mereka. “Apa dia ganggu kalian?”“Dia siapa?” tanya Maya.“Mas Gunawan.”Reihan dan Maya saling pandang khawatir. Mereka mengangguk pelan.“Dari mana kamu tahu dia mulai mengusikku?” Reihan memikirkan berbagai kemungkinan yang terjadi.“Ada yang mau aku sampaikan. Jujur aku nggak enak banget ngomong ini sama kalian.” Adam menghela napas lelah. “Tapi tetap harus aku sampaikan.” Adam membuka map yang sedari tadi dipegangnya. “Dia menunjuk papaku sebagai kuasa hukumnya untuk merebut hak asuh Ardi.”Reihan dan Maya membaca berkas tersebut. Mereka pernah memikirkan hal ini dan siap menghadapi Gunawan untuk memperjuangkan Ardi. Namun mereka tak menyangka bila yang harus mereka hadapi Papa Adam.“Papa sebenarn

  • Choice   Chapter 45

    Ray memberikan air mineral dingin dalam kemasan botol pada Zahra. Shafira datang dengan semangkuk es krim.“Rasanya pengin berendam di kolam es buah.” Shafira menyuap es krimnya. “Bawel banget emaknya. Pengin aku lakban.”Zahra mengelus punggung Shafira untuk menenangkan. “Sabar, orang sabar disayang Doni.”Shafira tersenyum simpul. “Untung anaknya pengertian. Aku jadi nggak enak sendiri, anaknya minta maaf terus.”“Memang masalahnya apa?” Ray duduk di sebelah Shafira.“Makanannya. Dia bilang nggak enak. Salah sendiri pilih menu nggak jelas. Aku sudah saranin ikut menu favorit, emaknya nggak mau. Makanan setengahnya jeroan semua. Gulai otak sapi, sambal goreng hati sapi, soto babat sapi, sate ampela hati ayam, haduh nggak jelas banget. Nggak semua orang bisa makan menu begitu, apalagi yang sudah tua. Aku sampai lihat bapak-bapak sudah sepuh, cuma makan nasi sama kerupuk udang doang. Aku malu banget sebagai penyelenggara WOnya. Baru kali i

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status