Part 24"Oh, jadi inget pulang juga?" tukas Kartika dengan nada ketus, saat aku pulang pagi.Aku terdiam, ia masih ngoceh tak jelas."Ketemu gak mantan istrimu itu? Heh, dilihat dari raut wajahmu pasti dia gak ketemu, betul kan? Terus kemana semalaman?" sahutnya lagi."Nginep di rumah ibu.""Oh, ibumu yang benalu itu ya.""Cukup Kartika! Kamu keterlaluan! Jangan hina ibuku!""Lho buktinya memang begitu, kan? Ibumu itu cuma tau meres uang menantunya!"Hampir saja kulayangkan tangan ini untuk menampar pipinya kalau tak mengingat ia sedang mengandung."Kenapa berhenti? Ayo tampar saja! Takut kalau aku laporkan KDRT?""Maaf."Aku melengos berlalu ke dalam lalu segera mengambil air minum. Cukup lama menenangkan hati, akhirnya aku bisa sedikit lebih tenang. Kulihat Kartika masih santai saja berbaring di ranjangnya sembari memainkan handphone."Kamu gak masak buat sarapan?" tanyaku.Ia diam saja pura-pura tak mendengar ucapanku, netranya fokus pada layar benda pipih itu. Sepertinya percuma s
Part 25Kartika justru memandangku dengan tatapan sinis. "Menyesal aku menikah denganmu, Mas!"Bagai disambar petir saat ia bilang menyesal menikah denganku. Jadi selama ini dia tak benar-benar mencintaiku? Dia hanya memanfaatkan kebodohanku saja?"Apa kau sadar, apa yang kau ucapkan Kartika?""Ya! Aku sangat sadar. Kamu hanya lelaki kere yang gak punya pekerjaan! Dulu memang sih aku jatuh cinta padamu, tapi rasanya sia-sia setelah kehidupan pernikahanku denganmu seperti ini! Menyedihkan! Aku bahkan tak punya tabungan sepeserpun darimu! Kamu itu lelaki payah!""Cukup, Kartika!!""Kenapa?! Itu memang benar adanya! Kamu tuh gak punya harga diri! Harga dirimu cuma sebesar ini ya, hah?! Kamu dengar ini mas, kamu hanya lelaki pecundang! Bahkan untuk menghidupi diri sendiri pun tak bisa! Bagaimana menghidupiku? Aku butuh uang, aku butuh baju-baju. Aku butuh make up, aku butuh perhiasan. Terus bagaimana dengan anak ini nanti, kalau pekerjaanmu cuma kuli panggul?""Terus kau mau apa? Sementar
Part 26"Begini Nak, kedatangan kami kesini karena ingin melamarmu. Kami sudah tahu semua tentangmu, dan kami mantap ingin menjadikanmu sebagai menantu di keluarga kami, sebagai istri Rusdy. Perasaan Rusdy juga sudah mantap pada pilihannya. Kira-kira bagaimana jawabanmu? Jawab sesuai hatimu saja, jangan merasa tak enak pada kami ..."Reina tertunduk malu, ketika Pak Hadiyan mengatakan hal itu. Jadi mereka melamarku? Tapi kan aku belum lama bercerai, masa ... Batin Reina mulai bertanya-tanya dalam kebimbangan.Reina melirik Rusdy yang juga tengah memandangnya. Tatapan mereka bersirobok selama beberapa detik. Wanita itu memalingkan pandangannya lalu menatap wajah teduh Bu Hadiyan yang juga tengah menanti jawabannya."Beri saya waktu untuk berpikir dulu, Pak, Bu. Perceraian waktu itu membuatku tak bisa gegabah mengambil keputusan. Saya tidak ingin hancur untuk kedua kalinya," jawab Reina."Baiklah, kami mengerti perasaanmu, Nak. Kapan kau akan memberikan kami jawaban, Nak? Sebulan dua
Part 27POV HendiSebuah panggilan dari nomor Freya.[Halo ada apa, Fre?][Ini ibu][Ada apa, Bu?][Hen, cepat pulang. Freya, Hen ...][Freya kenapa?][Cepat pulang saja, Hen. Ibu tidak bisa menjelaskan di telepon]Mendengar ucapan ibu yang terdengar panik, aku segera berpamitan pada juragan dan bergegas pulang.Sekejap saja aku sudah sampai di rumah. Ibu masih menangis histeris, sedangkan para warga berusaha membangunkan Freya. Darah berceceran di lantai."Ini kenapa dengan Freya, Bu. Ayo Bu, langsung bawa ke rumah sakit.""Ibu gak tau, Nak."Aku segera meminjam mobil siaga desa, lalu membawa Freya ke rumah sakit terdekat."Bu, kenapa gak langsung bawa Freya ke Rumah Sakit sih, Bu?""Ibu bingung Hendi, ibu gak punya uang. Ibu malu pinjam ke tetangga, utang ibu udah numpuk," sahut ibu sambil terisak.Kepalaku mendadak pening, benar juga kami udah gak punya uang sepeserpun.Sesampainya di rumah sakit, Freya langsung dibawa masuk ke UGD dan ditangani para medis.Satu fakta yang membuatk
Part 28POV Hendi"Mas, apa aku terlihat berbohong?" tanya Kartika, netranya terus memandangku tanpa henti.Ah, entahlah ... Besok akan kuikuti kemana kamu pergi. Aku butuh kejelasan. Sepertinya kamu memang sudah mahir berbohong."Penampilanmu kusut sekali, mandi dulu gih biar seger," tukas Kartika kembali. "Mau aku siapkan air hangat?""Tidak usah, aku bisa sendiri," jawabku sedikit ketus."Kok kamu bicaranya ketus gitu sih, Mas? Kamu masih marah sama aku? Aku minta maaf, Mas.""Bukan itu.""Terus?""Freya masuk rumah sakit, tadi aku pinjam uangnya Reina.""Apa?""Ya mau gimana lagi, aku gak punya uang sebanyak itu untuk bayar biaya perawatannya.""Ya sudah, kamu mandi dulu. Aku siapin makanan. Kamu belum makan kan, Mas?"Aku menggeleng. Tumben Kartika perhatian, apakah dia menyembunyikan sesuatu?Gegas membasuh diri dengan guyuran air untuk menghilangkan rasa penat, gerah dan keringat.Benar saja, selesai mandi kulihat Kartika sudah menyiapkan makanan. Dia yang biasanya acuh mendada
Part 29Sejak lamaran Mas Rusdy tempo hari membuatku tak bisa tidur dengan benar. Aku selalu memikirkannya. Pantaskah orang biasa seperti aku bersanding dengan seorang pengusaha muda yang hebat? Sekarang, bila mengingatnya saja hatiku berdebar-debar tak karuan. Ah, sebenarnya ada apa ini? Ini pasti karena mereka orang baik, makanya aku merasa nyaman dekat dengan keluarga Pak Hadiyan, apalagi beliau adalah sahabat ayah.Semenjak hari itu, Mas Rusdy seringkali mengirim chat WA, berisi tentang perhatiannya yang sederhana. Sudah makan belum, sudah sholat belum, serta ucapan selamat pagi, selamat beraktifitas atau bahkan selamat malam, selamat tidur, mimpi yang indah. Pesan-pesan itu selalu disertai emoticon smile, love dan yang lainnya membuat hatiku makin berdebar-debar.Pukul sembilan malam, aku baru saja merebahkan diri diatas springbed. Suara dering telepon mengejutkanku. Malam-malam begini siapa yang telepon ya?Kutatap layar benda pipih itu, sebuah panggilan dari Bu Hadiyan."Hallo
Part 30"Mas, ada apa ini? Kamu tahu mereka?"Mas Rusdy terdiam, sepertinya enggan untuk menjawab apapun. Lelaki itu mengeluarkan handphone dari saku kemejanya, dan mengetik sesuatu disana. Aku baru melihatnya, wajahnya tampak begitu serius.[Hallo Dan, segera kesini ya, bawa orang-orangmu. Aku dikepung]Singkat dan jelas, ia menyuruh orang yang dipanggil 'Dan' diujung telepon."Maaf Mbak Reina. Ini semua salahku, kamu jadi ikut terkena masalah. Tapi jangan khawatir ya, anak buahku akan segera kesini," ucap Mas Rusdy menenangkan."Kamu punya musuh, Mas?" tanyaku lagi. Lelaki itu menghela nafas dalam-dalam."Musuh dalam bisnis itu sudah biasa kan? Cuma aku tak habis pikir mereka bergerak secepat ini," sahutnya lagi. Jantungku mulai berdebar karena takut."Memangnya apa yang kau lakukan, Mas?" tanyaku dengan nada gemetar. Aku penasaran kenapa bisa Mas Rusdy punya musuh, bukankah dia orang yang baik?"Tidak ada. Ini pasti mereka tidak terima karena aku kembali memenangkan tender. Tenangl
Part 31"Ya, tapi aku takkan pernah bosan untuk mengajakmu menikah."Ucapnya kala itu. Keseriusan di wajahnya tampak begitu nyata. Apakah benar Mas Rusdy adalah jodohku? Tapi jawabanku masih sama, tiga bulan lagi akan memberikannya kepastian.***Hari-hari berlalu, tak ada kejadian yang berarti. Teror-teror itu tak lagi menghampiri. Mungkin Mas Rusdy sudah berhasil mengatasinya dengan baik.Semua kulewati seperti biasa, menjadi pemilik toko sembako, dengan kesibukan yang ala kadarnya. Semakin hari toko menjadi semakin ramai pesanan.Hingga suatu ketika Freya--mantan adik ipar itu datang padaku, ia meminta pekerjaan untuk meringankan beban ibunya yang katanya sekarang sakit-sakitan. Ya, akhir-akhir ini aku memang jarang mendengar kabar tentang Bu Wirda. Selain kabar Mas Hendi yang sekarang sudah mendapatkan pekerjaan menjadi sopir ekspedisi."Mbak, bolehkah aku bekerja di toko Mbak? Aku ingin bantu-bantu ibu, sekarang ibu sakit-sakitan. Sedangkan Mas Hendi, dia memang sudah dapat peke