Beranda / Fantasi / Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir / BAB 46: KI JAGABAYA MENYUSUN RENCANA

Share

BAB 46: KI JAGABAYA MENYUSUN RENCANA

Penulis: Arjuna Wiraguna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-19 17:00:42
Malam itu, angin dingin berhembus melalui celah-celah gua tersembunyi di lereng gunung. Udara lembap bercampur dengan aroma tanah basah, sementara suara angin membawa bisikan-bisikan samar yang sulit dipahami. Di dalam gua kecil yang tersembunyi di balik semak belukar rapat, dua sosok bertemu dalam bayang-bayang gelap.

Ki Jagabaya, pemimpin pasukan rahasia kerajaan, tampak tegang namun penuh percaya diri. Ia mengenakan jubah hitam panjang dengan bordir simbol matahari tenggelam di bagian dada—simbol rahasia dari kelompoknya. Wajahnya tertutup topeng perunggu yang memantulkan cahaya lilin kecil di dekatnya, memberikan kesan misterius sekaligus menakutkan.

Di hadapannya berdiri Kyai Tundung Wesi, penyihir gelap yang dikirim oleh pasukan asing untuk membantu rencana Ki Jagabaya. Tubuhnya diselimuti kabut hitam pekat, dan tongkatnya yang berhiaskan tengkorak kecil di ujungnya mengeluarkan aura suram. Matanya merah menyala seperti bara api, mencerminkan ambisi dan haus kekuasaan.

"Kau yakin
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 47: ARYA KERTAJAYA MULAI CURIGA

    Malam semakin larut, dan istana Gilingwesi tampak tenang dari luar. Namun, di bawah tanah, Arya Kertajaya bergerak diam-diam melalui lorong-lorong sempit yang jarang diketahui orang lain. Udara lembap dan dingin menyelimuti ruang bawah tanah ini, sementara cahaya lampu minyak kecil di tangannya memantulkan bayangan panjang di dinding batu kasar.Sebagai panglima perang kerajaan, Arya memiliki akses ke seluruh sudut istana, termasuk ruang-ruang rahasia yang biasanya hanya digunakan oleh para pemimpin tertinggi. Namun, malam ini ia tidak sedang menjalankan tugas resmi. Ia tengah mengikuti firasat buruk yang terus menghantuinya sejak beberapa hari terakhir—firasat tentang pengkhianatan yang mungkin sudah merasuki istana.Setelah menemukan jejak-jejak mencurigakan di salah satu ruangan bawah tanah, Arya mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ia menemukan gulungan kertas tua dengan simbol-simbol aneh yang tidak dikenalnya, serta catatan singkat yang menyebutkan rencana untuk "m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 48: RITUAL KORBAN DIMULAI

    Langit pagi di Kerajaan Gilingwesi tampak kelabu, seolah menangkap suasana muram yang menyelimuti seluruh istana. Udara dingin berhembus lembut, membawa aroma dupa dan bunga melati yang tersebar di alun-alun utama. Penduduk desa berbondong-bondong menuju tempat ritual, wajah mereka penuh dengan campuran ketakutan, harapan, dan keraguan.Raka berdiri di tepi kerumunan, matanya memandang altar batu besar yang telah dipersiapkan untuk ritual. Altar itu dikelilingi oleh patung-patung kuno yang menggambarkan roh-roh pelindung kerajaan, termasuk Banaspati dan Naga Niskala. Udara di sekitar altar terasa lebih dingin daripada biasanya, seolah-olah dunia gaib sedang mengamati dengan penuh ketegangan.Dyah Sulastri berjalan perlahan menuju altar, didampingi oleh para pendeta kerajaan yang mengenakan jubah putih panjang. Wajahnya tenang, namun matanya mencerminkan rasa takut yang mendalam. Ia tahu bahwa ini adalah takdirnya—tapi apakah ia benar-benar siap untuk menerimanya?Di sisi lain, Rakai Wi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 49: BANASPATI MARAH

    Malam semakin larut, dan udara di Kerajaan Gilingwesi terasa semakin dingin. Namun, kegelapan malam itu tidak mampu menutupi cahaya api kecil yang mulai muncul di sekitar istana. Api-api tersebut bukan berasal dari lilin atau obor—mereka tiba-tiba menyala tanpa sumber yang jelas, membakar beberapa bangunan penting seperti gudang senjata, ruang arsip kuno, dan bahkan salah satu menara pengawas.Prajurit-prajurit kerajaan berlarian dengan panik, mencoba memadamkan api menggunakan air dari sungai suci. Namun, upaya mereka sia-sia. Api itu seolah memiliki kehidupan sendiri, menolak untuk padam meskipun disiram berkali-kali. Beberapa prajurit melihat bayangan merah menyala di antara nyala api, seolah-olah ada sosok gaib yang mengamati mereka dengan penuh kemarahan.Di tengah kekacauan, Arya Kertajaya berdiri di halaman utama istana, matanya tertuju pada api-api kecil yang membakar bangunan-bangunan penting. Ia tahu bahwa ini bukan kebakaran biasa—ini adalah pertanda kemarahan Banaspati, roh

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 50: RAKA MELAWAN TAKDIR

    Matahari mulai tenggelam, dan bayang-bayang panjang menutupi alun-alun istana. Udara dingin berhembus lembut, membawa aroma dupa dan bunga melati yang tersebar di sekitar altar batu besar. Api-api kecil yang ditinggalkan oleh Banaspati masih menyala di beberapa sudut istana, menciptakan suasana mencekam yang semakin tebal. Penduduk desa berkumpul di sekitar altar, wajah mereka penuh dengan campuran harapan dan ketakutan.Raka berdiri di tepi kerumunan, matanya memandang altar dengan penuh kemarahan. Ia tahu bahwa ritual korban ini adalah kesalahan besar—tapi bagaimana cara meyakinkan orang-orang yang sudah terlanjur percaya pada takhayul? Di sisi lain, Rakai Wisesa duduk di singgasana sementara, wajahnya tegang namun tetap teguh pada keputusannya.Dyah Sulastri berdiri di dekat altar, tubuhnya gemetar meskipun ia berusaha untuk tetap tenang. Matanya bertemu dengan mata Raka, dan dalam pandangan itu, ada pesan yang tidak perlu diucapkan: "Tolong aku."Angin dingin berhembus pelan, memba

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 51: RESI AGUNG DARMAJA MENGGUNGKAP AGENDA TERSEMBUNYI

    Malam semakin larut, dan udara di istana terasa semakin dingin. Api-api kecil yang ditinggalkan oleh Banaspati masih menyala di beberapa sudut istana, menciptakan suasana mencekam yang semakin tebal. Penduduk desa mulai membubarkan diri setelah ritual korban Dyah Sulastri ditunda sementara karena kemarahan Banaspati.Raka berdiri di halaman utama istana, matanya memandang altar batu besar dengan penuh kemarahan. Ia merasakan sensasi aneh di tubuhnya—seolah-olah ada kekuatan gaib yang mencoba masuk ke dalam dirinya. Cermin perunggu yang ia bawa mulai bersinar redup, seolah memberikan peringatan.Tiba-tiba, langkah kaki pelan terdengar di belakangnya. Raka menoleh dan melihat Resi Agung Darmaja berjalan mendekat. Pria tua itu mengenakan jubah putih panjang, wajahnya tertutup bayangan malam, namun matanya bersinar dengan kekuatan spiritual yang kuat."Anak muda," kata Resi Agung Darmaja dengan suara tenang namun mengandung otoritas. "Kau telah melihat banyak hal yang tidak kau pahami. Sek

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 52: DYAH SULASTRI MEMBERONTAK

    Malam semakin larut, dan udara di istana terasa semakin dingin. Api-api kecil yang ditinggalkan oleh Banaspati masih menyala di beberapa sudut istana, menciptakan suasana mencekam yang semakin tebal. Penduduk desa mulai membubarkan diri setelah ritual korban Dyah Sulastri ditunda sementara karena kemarahan Banaspati.Dyah Sulastri berdiri di kamarnya, matanya penuh air mata. Ia tahu bahwa ritual ini adalah takdirnya—tapi ia juga tahu bahwa ia tidak bisa melanjutkannya. Hatinya dipenuhi oleh rasa takut, harapan, dan keberanian. Ia menatap bayangannya sendiri di cermin perunggu kuno yang diberikan Raka padanya sebagai hadiah simbolis."Aku tidak bisa melakukannya," gumam Dyah pelan, suaranya penuh keteguhan. "Aku harus melawan takdir ini."Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka dengan pelan. Raka masuk, wajahnya penuh kekhawatiran. "Dyah, apa yang sedang kau pikirkan?""Aku akan melarikan diri," jawab Dyah dengan nada mantap. "Aku tidak akan membiarkan mereka mengorbankanku. Aku ingin hidup,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 53: ARYA KERTAJAYA MENYELAMATKAN MEREKA LAGI

    Malam semakin larut, dan udara di hutan terasa semakin dingin. Raka dan Dyah Sulastri berlari sekuat tenaga, napas mereka tersengal-sengal, sementara suara langkah kaki prajurit loyalis terdengar semakin dekat. Pohon-pohon tinggi yang menjulang di sekitar mereka menciptakan bayang-bayang gelap yang menyeramkan, dan angin malam membawa bisikan-bisikan gaib yang samar."Kita harus berhenti sebentar," kata Raka dengan suara bergetar, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu. "Aku tidak tahu ke mana kita harus pergi."Dyah menggeleng pelan, matanya penuh ketakutan. "Tidak, Raka. Jika kita berhenti, mereka akan menangkap kita. Kita harus terus bergerak."Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan lari, suara gemerisik daun terdengar dari arah belakang. Seorang prajurit loyalis muncul dari balik pepohonan, pedangnya terhunus, wajahnya dipenuhi kemarahan."Berhenti!" seru prajurit itu dengan suara keras. "Kalian tidak bisa melarikan diri!"Raka melangkah maju, matanya penuh kemarahan. "Kami ti

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 54: PENGKHIANATAN KI JAGABAYA TERUNGKAP

    Matahari mulai terbit di balik pegunungan, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya keemasan yang lembut. Namun, suasana di dalam kelompok Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya tetap tegang. Setelah berlari semalaman, mereka akhirnya mencapai tempat perlindungan rahasia yang ditunjukkan oleh peta Arya—sebuah gua kecil yang tersembunyi di antara tebing curam dan pepohonan rimbun.Raka duduk di sudut gua, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu kuno. Matanya menatap api kecil yang mereka nyalakan untuk menghangatkan tubuh. "Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi," gumamnya pelan.Dyah mendekatinya, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa maksudmu, Raka?""Aku tidak tahu," jawab Raka, suaranya bergetar. "Tapi aku merasakan bahwa kita belum benar-benar aman."Arya, yang sedang berdiri di mulut gua, memandang ke arah hutan yang masih gelap. Ia bergumam pelan, "Ada sesuatu yang harus kalian ketahui."Angin dingin berhembus pelan, membawa bisikan-bisikan gaib yang samar. Api lil

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 210: DYAH SULASTRI MENGORBANKAN DIRI LAGI

    Pertempuran besar di luar istana mencapai puncaknya. Suara senjata yang beradu, teriakan prajurit, dan raungan makhluk gaib menggema di udara malam. Api melahap beberapa sudut benteng, sementara asap hitam membumbung tinggi ke langit, menyelimuti medan perang dalam kabut pekat. Pasukan bayangan Ki Jagabaya dan sekutunya dari dunia gaib terus menyerang tanpa henti, memanfaatkan setiap celah dalam pertahanan kerajaan.Di tengah medan perang yang kacau, Raka berdiri di garis depan, menggunakan kekuatan spiritualnya untuk melindungi pasukan loyalis. Meskipun ia berhasil menahan serangan-serangan awal, kekuatannya mulai terasa melemah. Ia merasakan energinya terkuras habis dengan cepat, membuat tubuhnya semakin goyah.Penyihir gelap muncul di tengah medan perang, dikelilingi oleh kabut hitam yang pekat. Matanya bersinar seperti bara ap

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 209: PENYIHIR GELAP MENGAMUK

    Medan perang yang sudah penuh dengan kekacauan semakin memanas saat penyihir gelap muncul di tengah-tengah pertempuran. Tubuhnya dikelilingi oleh energi hitam pekat yang mengintimidasi, dan matanya berkilat merah seperti bara api. Ia melangkah maju dengan gerakan anggun namun menakutkan, seolah-olah seluruh dunia ada dalam kendalinya."Kalian semua telah bermain cukup lama," katanya dengan suara dingin yang menusuk. "Sekarang, saatnya kalian membayar harga atas perlawanan kalian."Penyihir itu mengangkat kedua tangannya, menciptakan pusaran energi hitam besar di udara. Pusaran itu mulai melepaskan serangan sihir yang menghantam barisan pasukan loyalis, menyebabkan banyak prajurit terpental dan jatuh tak bernyawa. Para makhluk gaib yang setia kepada kerajaan pun terlihat kesulitan menghadapi kekuatan gelap ini.

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 208: ARYA KERTAJAYA MENYELAMATKAN MEREKA

    Langit di atas medan perang mulai menghitam, tertutup awan tebal yang menandakan kemarahan alam. Angin dingin berhembus kencang, membawa aroma darah dan belerang yang menebal seiring dengan intensitas pertempuran. Pasukan bayangan Ki Jagabaya terus melancarkan serangan brutal, sementara makhluk gaib dari kedua pihak saling bertarung tanpa ampun.Di tengah kekacauan, Raka masih mencoba mengatur napasnya setelah menggunakan kekuatan spiritualnya untuk melindungi pasukan loyalis. Namun, energinya hampir habis, dan ia merasa dirinya tidak lagi mampu melawan jika serangan baru datang. Dyah Sulastri berdiri di sampingnya, mata hijaunya penuh dengan kekhawatiran."Kau harus istirahat," bisik Dyah pelan. "Kekuatanmu sudah mencapai batasnya."Raka menggeleng lemah. "Aku tidak bisa berhenti sekarang. Jika aku berhenti, kita semua akan mati."Sebelum mereka sempat melanjutkan percakapan, sebuah suara raungan keras memenuhi udara. Sebuah Genderuwo raksasa muncul dari

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 207: RAKA MENGGUNAKAN KEKUATANNYA

    Pertempuran di luar istana telah berubah menjadi badai kehancuran. Pasukan bayangan Ki Jagabaya yang dipersenjatai dengan senjata mistis dan sihir hitam terus menggempur pertahanan kerajaan. Makhluk-makhluk gaib seperti Banaspati, Buto Ijo, dan Genderuwo juga turut berperang, masing-masing memilih pihak mereka. Di tengah kekacauan itu, Raka berdiri di garis depan, masih mencoba memahami situasi yang semakin tak terkendali. Angin malam membawa aroma belerang yang menusuk, sementara cahaya bulan redup tertutup awan kelabu. Suara gema tombak dan pedang bergesekan dengan energi spiritual memenuhi udara. Raka merasakan tubuhnya bergetar hebat. Dalam beberapa hari terakhir, ia mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh terjadi padanya. Sejak ritual gaib yang dipimpin Dyah Sulastri di bab sebelumnya, ia merasakan aliran energi aneh di dalam dirinya—seperti gelombang panas yang melingkupi seluruh tubuhnya. Awalnya, ia mengabaikannya sebagai efek sam

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 206: PERTEMPURAN DIMULAI

    Fajar baru saja menyingsing, namun langit di atas istana Gilingwesi sudah dipenuhi oleh awan kelabu yang bergulung-gulung bak ombak lautan. Udara terasa berat, seolah-olah seluruh alam sedang menahan napas. Di luar dinding istana, pasukan loyalis dan makhluk gaib telah berkumpul dalam formasi rapi, siap untuk menghadapi ancaman besar yang kini bergerak mendekat. Dari kejauhan, gema langkah kaki pasukan bayangan Ki Jagabaya dan pasukan asing mulai terdengar. Mereka bergerak cepat seperti badai yang tak terbendung, membawa aura gelap yang mencekam. Mata mereka berkilau merah dalam cahaya pagi yang temaram, sementara senjata mereka berkilau tajam, memantulkan sinar matahari yang lemah. Raka berdiri di garis depan bersama Dyah Sulastri dan Arya Kertajaya, meskipun kondisi Arya masih lemah setelah luka parah yang ia alami. Wajah Raka penuh tekad, matanya bersinar biru kehijauan, mencerminkan kekuatan spirit

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 205: KLIMAKS AWAL PERANG BESAR

    Pagi mulai menyingsing, dan cahaya matahari yang lembut menembus kabut tipis di sekitar istana Gilingwesi. Di luar dinding istana, pasukan loyalis berkumpul dalam formasi yang rapi, bersiap untuk menghadapi ancaman besar yang akan datang. Para prajurit memeriksa senjata mereka, sementara para tabib dan dukun spiritual mempersiapkan ramuan serta mantra untuk mendukung pasukan. Namun, bukan hanya manusia yang hadir di medan perang ini. Makhluk-makhluk gaib juga turut berkumpul, masing-masing dengan kekuatan unik mereka. Banaspati, roh api yang melindungi kerajaan, berdiri di barisan depan dengan tubuhnya yang bercahaya merah menyala. Buto Ijo, penjaga candi yang perkasa, berdiri tegak di sisi lain, siap untuk melindungi tanah kerajaan dari musuh-musuh yang mencoba menyerang. Genderuwo, makhluk bayangan yang biasanya menghindari manusia, kini bergerak di antara pasukan, menggunakan kemampuannya untuk menyusup ke barisan musuh.

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 204: ARYA KERTAJAYA TERLUKA PARAH

    Setelah pasukan bayangan Ki Jagabaya mundur sementara, suasana istana dipenuhi oleh keheningan yang mencekam. Darah dan reruntuhan mengotori halaman istana, saksi bisu dari pertempuran brutal yang baru saja terjadi. Raka berdiri di tengah puing-puing, menatap medan pertempuran dengan rasa marah dan putus asa. Ia merasakan beban tanggung jawab semakin berat, terutama setelah menyadari bahwa pengorbanan mereka belum berakhir. Namun, fokus utama saat ini adalah Arya Kertajaya. Panglima perang yang gagah itu terluka parah saat melindungi Dyah Sulastri dari serangan mendadak pasukan bayangan. Tubuhnya dilarikan ke ruang medis oleh para prajurit, kondisinya kritis. Raka merasakan getaran aneh dari artefak perunggu yang ia simpan di sakunya. Getaran itu begitu kuat hingga ia tidak bisa mengabaikannya. Ia mengeluarkan artefak tersebut, dan saat ia menyentuhnya, pandangannya mulai kabur. Sebuah visi singkat mun

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 203: SERANGAN MENDADAK DI MALAM HARI

    Malam itu, istana Gilingwesi tampak tenang di bawah sinar bulan sabit yang redup. Udara dingin menyelimuti halaman istana, dan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan yang memecah keheningan. Namun, di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang tidak beres—sebuah firasat buruk merayap di benak Raka. Ia berdiri di teras istana, menatap kegelapan malam dengan perasaan waspada. "Aku merasakan sesuatu," gumam Raka pelan kepada Arya Kertajaya, yang berdiri di sampingnya. "Ada yang tidak beres." Arya Kertajaya mengangguk, tangannya erat mencengkeram pedangnya. "Aku juga merasakannya. Tapi kita harus tetap waspada. Jika Ki Jagabaya benar-benar akan menyerang, ia akan melakukannya saat kita lengah." Tiba-tiba, suara gemerisik muncul dari arah hutan. Daun-daun bergoyang tanpa angin, dan bayangan hitam mulai bergerak di tepi cahaya obor. Para prajurit penja

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 202: RITUAL GAIB UNTUK MELINDUNGI KERAJAAN

    Malam semakin larut, dan angin dingin berdesir lembut di sekitar istana. Udara dipenuhi oleh aroma dupa yang menyengat, bunga kenanga yang harum, dan belerang dari api ritual yang menyala-nyala. Di halaman dalam istana, Dyah Sulastri memimpin persiapan untuk ritual gaib yang akan dilakukan untuk memperkuat pertahanan kerajaan. Para pendeta kerajaan berkumpul di sekitarnya, membawa berbagai artefak kuno dan simbol spiritual. Raka berdiri di tepi halaman, mengamati segala sesuatunya dengan perasaan campur aduk. Ia merasakan getaran magis yang kuat di udara—energi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Meskipun ia bukan orang yang mudah percaya pada hal-hal mistis, ia tidak bisa menyangkal bahwa ada sesuatu yang besar sedang terjadi malam ini. "Dyah," panggil Raka pelan saat ia mendekati sang putri. "Apa yang akan kau lakukan? Ini terlihat... sangat berbahaya." Dyah S

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status