BAB 58: ARYA KERTAJAYA MENYELAMATKAN MEREKA LAGI
Malam semakin larut, dan udara di hutan terasa semakin dingin. Raka dan Dyah Sulastri berlari sekuat tenaga, napas mereka tersengal-sengal, sementara suara langkah kaki prajurit loyalis terdengar semakin dekat. Pohon-pohon tinggi yang menjulang di sekitar mereka menciptakan bayang-bayang gelap yang menyeramkan, dan angin malam membawa bisikan-bisikan gaib yang samar.
"Kita harus berhenti sebentar," kata Raka dengan suara bergetar, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu. "Aku tidak tahu ke mana kita harus pergi."
Dyah menggeleng pelan, matanya penuh ketakutan. "Tidak, Raka. Jika kita berhenti, mereka akan menangkap kita. Kita harus terus bergerak."
BAB 59: PENGKHIANATAN KI JAGABAYA TERUNGKAPArya Menyelidiki Lebih DalamMatahari mulai terbit di balik pegunungan, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya keemasan yang lembut. Namun, suasana di dalam kelompok Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya tetap tegang. Setelah berlari semalaman, mereka akhirnya mencapai tempat perlindungan rahasia yang ditunjukkan oleh peta Arya—sebuah gua kecil yang tersembunyi di antara tebing curam dan pepohonan rimbun.Raka duduk di sudut gua, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu kuno. Matanya menatap api kecil yang mereka nyalakan untuk menghangatkan tubuh. "Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi," gumamnya pelan.Dyah mendekatinya, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa maksudmu, Raka?"
BAB 60: HUTAN MISTISAdegan Pembuka: Memasuki Hutan MistisMatahari mulai tenggelam di balik pegunungan, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya oranye yang redup. Udara di sekitar terasa lebih dingin dan berat, seolah membawa beban misteri yang tak terucapkan. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya melangkah hati-hati melewati pepohonan raksasa yang menjulang tinggi, cabang-cabangnya saling bertautan membentuk kanopi alami yang menutupi langit."Tempat ini... penuh dengan energi aneh," gumam Raka pelan, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu kuno yang selalu ia bawa. Cermin itu mulai bersinar redup, seolah merespons kekuatan gaib di sekitarnya.Dyah mengangguk, matanya waspada. "Ini adalah wilayah makhluk gaib. Kita harus berhati-hati."
BAB 61: SYARAT BUTO IJOPertemuan di Tepi Sungai SuciMatahari mulai terbit, menyinari hutan mistis dengan cahaya keemasan yang lembut. Udara pagi terasa dingin dan segar, namun ketegangan masih membayangi setiap langkah Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya saat mereka mendekati tepi sungai suci. Air sungai itu tampak jernih seperti kristal, memantulkan sinar matahari dengan kilauan aneh, seolah menyimpan rahasia besar di dalamnya."Apakah ini sungai yang dimaksud Buto Ijo?" tanya Arya pelan, matanya menyipit mencermati lingkungan sekitar.Dyah mengangguk, tangannya meraba permukaan air yang dingin. "Ya, aku bisa merasakan energi spiritual yang kuat di sini. Ini pasti tempatnya."Raka berdiri agak jauh dari sungai, matany
BAB 62: KUTUKAN BUTO IJOPenemuan Rahasia Buto IjoMatahari mulai tenggelam, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya jingga yang lembut. Udara semakin dingin, dan kabut tipis mulai merayap di antara pepohonan raksasa. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya berdiri di depan sebuah altar batu kuno yang tersembunyi di dalam hutan. Di atas altar itu, ada relief tua yang menggambarkan seorang ksatria bersenjata lengkap dikelilingi oleh simbol-simbol dewa."Buto Ijo pernah menjadi manusia?" tanya Arya, suaranya penuh ketidakpercayaan saat ia menatap relief tersebut. "Aku selalu menganggapnya hanya makhluk mitologi."Dyah mengangguk pelan, matanya memindai relief dengan penuh konsentrasi. "Ini lebih dari sekada
BAB 63: RITUAL PEMBEBASAN Persiapan Ritual di Hutan MistisMalam semakin larut, dan hutan mistis yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan energi spiritual yang luar biasa. Udara dingin menyelimuti setiap sudut, sementara kabut tebal mulai merayap di antara pepohonan raksasa. Di tengah hutan, sebuah altar batu kuno telah disiapkan untuk ritual pembebasan Buto Ijo. Api unggun kecil berkedip-kedip di sekitar altar, memberikan cahaya lembut yang memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding pepohonan. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya berdiri di sekitar altar, masing-masing dengan perasaan tegang dan penuh harap. Di belakang mereka, sosok besar Buto Ijo—masih dalam wujud makhluk mitologi—menatap altar dengan mata penuh kerinduan. Ia tampak seperti makhluk yang sudah lama menunggu momen ini.
BAB 1: EKSPEDISI DI HUTAN MISTISMatahari pagi seharusnya sudah bersinar terang, namun ketika Raka dan tim arkeolognya memasuki hutan lebat di Jawa Tengah, cahayanya tampak enggan menembus dedaunan yang rapat. Udara di sini berbeda—lebih dingin, lebih berat, seolah menyimpan rahasia-rahasia yang tak ingin dibagikan kepada pendatang. Suara alam yang biasanya ramai dengan kicauan burung atau derik serangga justru terdengar sunyi, hanya sesekali terdengar desiran angin yang meliuk-liuk di antara pepohonan tua.Raka menghentikan langkahnya sesaat, tangannya meraih buku catatan lapangan dari tas punggungnya. Ia mencatat beberapa hal penting tentang kondisi lingkungan sekitar: kelembapan tinggi, tanaman endemik yang jarang ditemui di tempat lain, serta jejak-jejak kuno yang samar di tanah. Timnya tersebar di belakangnya, masing-masing fokus pada tugas mereka sendiri. Ada Andini , ahli botani yang sedang mengambil sampel lumut; Budi , fotografer dokumentasi yang sibuk memotret setiap sudut h
BAB 2: GUA TERSEMBUNYIAir terjun kecil itu mengalir dengan gemericik halus, menyembunyikan celah gelap di baliknya. Raka dan tim berdiri di tepi kolam dangkal yang terbentuk oleh aliran air, memandang gua tersebut dengan campuran rasa penasaran dan waspada. Dinding gua dipenuhi ukiran kuno yang rumit—motif geometris, gambar dewa-dewi, serta simbol-simbol spiritual yang tampak asing bagi sebagian besar anggota tim."Inilah yang kita cari," kata Raka pelan, suaranya hampir tenggelam dalam gemuruh air terjun. Matanya menyipit saat ia memeriksa ukiran-ukiran itu lebih dekat. "Ini... tulisan Jawa Kuno. Sangat kuno.""Kuno bagaimana?" tanya Budi, fotografer tim, sambil mengarahkan kameranya ke dinding gua. Lensa kameranya berkilat menangkap cahaya redup dari luar gua."Bukan hanya kuno," jawab Raka, tangannya menyentuh salah satu ukiran dengan hati-hati. "Ini berasal dari zaman pra-Majapahit, mungkin bahkan lebih tua. Tidak banyak catatan tentang periode ini."Andini, ahli botani, mendekat
BAB 3: CERMIN PERUNGGURaka terbaring di tanah gua, napasnya tersengal-sengal setelah ledakan cahaya yang menyilaukan itu. Tubuhnya terasa seperti baru saja melewati badai magnetik—setiap syaraf dalam tubuhnya berdenyut, seolah masih bergulat dengan energi yang tak terlihat. Cahaya yang membutakan perlahan memudar, meninggalkan kegelapan yang pekat. Namun, meskipun matanya buta sementara oleh cahaya tadi, ia bisa merasakan bahwa sesuatu di ruangan itu telah berubah."Cermin itu..." gumamnya pelan, suaranya terdengar asing bahkan bagi dirinya sendiri.Ia mencoba bangkit, lututnya gemetar saat ia berdiri. Senter yang ia bawa jatuh entah ke mana, tetapi cahaya samar dari cermin perunggu kuno itu cukup untuk menerangi ruangan. Permukaannya masih berdenyut lembut, seperti detak jantung yang lambat dan teratur. Raka menatap artefak itu dengan campuran rasa penasaran dan ketakutan. Ia tidak pernah melihat benda seperti ini sebelumnya—bukan hanya karena ukiran dewa-dewi dan simbol-simbol mist
BAB 63: RITUAL PEMBEBASAN Persiapan Ritual di Hutan MistisMalam semakin larut, dan hutan mistis yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan energi spiritual yang luar biasa. Udara dingin menyelimuti setiap sudut, sementara kabut tebal mulai merayap di antara pepohonan raksasa. Di tengah hutan, sebuah altar batu kuno telah disiapkan untuk ritual pembebasan Buto Ijo. Api unggun kecil berkedip-kedip di sekitar altar, memberikan cahaya lembut yang memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding pepohonan. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya berdiri di sekitar altar, masing-masing dengan perasaan tegang dan penuh harap. Di belakang mereka, sosok besar Buto Ijo—masih dalam wujud makhluk mitologi—menatap altar dengan mata penuh kerinduan. Ia tampak seperti makhluk yang sudah lama menunggu momen ini.
BAB 62: KUTUKAN BUTO IJOPenemuan Rahasia Buto IjoMatahari mulai tenggelam, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya jingga yang lembut. Udara semakin dingin, dan kabut tipis mulai merayap di antara pepohonan raksasa. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya berdiri di depan sebuah altar batu kuno yang tersembunyi di dalam hutan. Di atas altar itu, ada relief tua yang menggambarkan seorang ksatria bersenjata lengkap dikelilingi oleh simbol-simbol dewa."Buto Ijo pernah menjadi manusia?" tanya Arya, suaranya penuh ketidakpercayaan saat ia menatap relief tersebut. "Aku selalu menganggapnya hanya makhluk mitologi."Dyah mengangguk pelan, matanya memindai relief dengan penuh konsentrasi. "Ini lebih dari sekada
BAB 61: SYARAT BUTO IJOPertemuan di Tepi Sungai SuciMatahari mulai terbit, menyinari hutan mistis dengan cahaya keemasan yang lembut. Udara pagi terasa dingin dan segar, namun ketegangan masih membayangi setiap langkah Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya saat mereka mendekati tepi sungai suci. Air sungai itu tampak jernih seperti kristal, memantulkan sinar matahari dengan kilauan aneh, seolah menyimpan rahasia besar di dalamnya."Apakah ini sungai yang dimaksud Buto Ijo?" tanya Arya pelan, matanya menyipit mencermati lingkungan sekitar.Dyah mengangguk, tangannya meraba permukaan air yang dingin. "Ya, aku bisa merasakan energi spiritual yang kuat di sini. Ini pasti tempatnya."Raka berdiri agak jauh dari sungai, matany
BAB 60: HUTAN MISTISAdegan Pembuka: Memasuki Hutan MistisMatahari mulai tenggelam di balik pegunungan, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya oranye yang redup. Udara di sekitar terasa lebih dingin dan berat, seolah membawa beban misteri yang tak terucapkan. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya melangkah hati-hati melewati pepohonan raksasa yang menjulang tinggi, cabang-cabangnya saling bertautan membentuk kanopi alami yang menutupi langit."Tempat ini... penuh dengan energi aneh," gumam Raka pelan, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu kuno yang selalu ia bawa. Cermin itu mulai bersinar redup, seolah merespons kekuatan gaib di sekitarnya.Dyah mengangguk, matanya waspada. "Ini adalah wilayah makhluk gaib. Kita harus berhati-hati."
BAB 59: PENGKHIANATAN KI JAGABAYA TERUNGKAPArya Menyelidiki Lebih DalamMatahari mulai terbit di balik pegunungan, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya keemasan yang lembut. Namun, suasana di dalam kelompok Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya tetap tegang. Setelah berlari semalaman, mereka akhirnya mencapai tempat perlindungan rahasia yang ditunjukkan oleh peta Arya—sebuah gua kecil yang tersembunyi di antara tebing curam dan pepohonan rimbun.Raka duduk di sudut gua, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu kuno. Matanya menatap api kecil yang mereka nyalakan untuk menghangatkan tubuh. "Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi," gumamnya pelan.Dyah mendekatinya, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa maksudmu, Raka?"
BAB 58: ARYA KERTAJAYA MENYELAMATKAN MEREKA LAGIAdegan Pembuka: Kejaran di HutanMalam semakin larut, dan udara di hutan terasa semakin dingin. Raka dan Dyah Sulastri berlari sekuat tenaga, napas mereka tersengal-sengal, sementara suara langkah kaki prajurit loyalis terdengar semakin dekat. Pohon-pohon tinggi yang menjulang di sekitar mereka menciptakan bayang-bayang gelap yang menyeramkan, dan angin malam membawa bisikan-bisikan gaib yang samar."Kita harus berhenti sebentar," kata Raka dengan suara bergetar, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu. "Aku tidak tahu ke mana kita harus pergi."Dyah menggeleng pelan, matanya penuh ketakutan. "Tidak, Raka. Jika kita berhenti, mereka akan menangkap kita. Kita harus terus bergerak."
BAB 57: DYAH SULASTRI MEMBERONTAKKeputusan yang BeraniMalam semakin larut, dan udara di istana terasa semakin dingin. Api-api kecil yang ditinggalkan oleh Banaspati masih menyala di beberapa sudut istana, menciptakan suasana mencekam yang semakin tebal. Penduduk desa mulai membubarkan diri setelah ritual korban Dyah Sulastri ditunda sementara karena kemarahan Banaspati.Dyah Sulastri berdiri di kamarnya, matanya penuh air mata. Ia tahu bahwa ritual ini adalah takdirnya—tapi ia juga tahu bahwa ia tidak bisa melanjutkannya. Hatinya dipenuhi oleh rasa takut, harapan, dan keberanian. Ia menatap bayangannya sendiri di cermin perunggu kuno yang diberikan Raka padanya sebagai hadiah simbolis."Aku tidak bisa melakukannya," gumam Dyah pelan, suaranya penuh keteg
BAB 56: RESI AGUNG DARMAJA MENGGUNGKAP AGENDA TERSEMBUNYIKedatangan Resi Agung DarmajaMalam semakin larut, dan udara di istana terasa semakin dingin. Api-api kecil yang ditinggalkan oleh Banaspati masih menyala di beberapa sudut istana, menciptakan suasana mencekam yang semakin tebal. Penduduk desa mulai membubarkan diri setelah ritual korban Dyah Sulastri ditunda sementara karena kemarahan Banaspati.Raka berdiri di halaman utama istana, matanya memandang altar batu besar dengan penuh kemarahan. Ia merasakan sensasi aneh di tubuhnya—seolah-olah ada kekuatan gaib yang mencoba masuk ke dalam dirinya. Cermin perunggu yang ia bawa mulai bersinar redup, seolah memberikan peringatan.Tiba-tiba, langkah kaki pelan terdengar di belakangnya. Raka menoleh dan meli
BAB 55: RAKA MELAWAN TAKDIRKetegangan di IstanaMatahari mulai tenggelam, dan bayang-bayang panjang menutupi alun-alun istana. Udara dingin berhembus lembut, membawa aroma dupa dan bunga melati yang tersebar di sekitar altar batu besar. Api-api kecil yang ditinggalkan oleh Banaspati masih menyala di beberapa sudut istana, menciptakan suasana mencekam yang semakin tebal. Penduduk desa berkumpul di sekitar altar, wajah mereka penuh dengan campuran harapan dan ketakutan.Raka berdiri di tepi kerumunan, matanya memandang altar dengan penuh kemarahan. Ia tahu bahwa ritual korban ini adalah kesalahan besar—tapi bagaimana cara meyakinkan orang-orang yang sudah terlanjur percaya pada takhayul? Di sisi lain, Rakai Wisesa duduk di singgasana se