Share

BAB 11: RITUAL SUCI

Penulis: Arjuna Wiraguna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 19:00:09

BAB 11: RITUAL SUCI

Angin pagi yang dingin menyapu halaman istana Gilingwesi, membawa aroma dupa yang menusuk hidung. Di tengah lapangan luas yang dikelilingi oleh pohon-pohon beringin tua, sebuah altar besar terbuat dari batu hitam mengkilap telah didirikan. Para pendeta berjubah putih berbaris rapi di sekitar altar, memegang genta kecil dan sulur-sulur asap wewangian yang mengepul dari mangkuk-mangkuk tembaga di tangan mereka. Matahari baru saja muncul di balik pegunungan, menyelimuti seluruh pemandangan dengan cahaya emas lembut.

Raka berdiri agak jauh dari kerumunan, di bawah naungan salah satu pohon beringin. Ia merasa tidak nyaman, bukan hanya karena pakaiannya yang masih belum sepenuhnya sesuai dengan adat setempat, tetapi juga karena atmosfer mistis yang hampir bisa dirasakan secara fisik. Bau dupa yang kental membuat kepalanya sedikit pusing, dan suara mantra-mantra para pendeta bergema seperti datang dari dimensi lain—terdengar jelas, namun juga samar-samar, seolah-olah ada
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 12: RAMALAN KUNO

    BAB 12: RAMALAN KUNOMatahari sore mulai meredup, menyelimuti istana Gilingwesi dengan cahaya oranye yang hangat namun suram. Raka berjalan menyusuri koridor batu yang dingin, langkahnya terdengar bergema di sepanjang dinding yang dipenuhi ukiran kuno. Ia masih memikirkan ritual suci yang ia saksikan pagi tadi—roh Banaspati, tatapan mereka yang menusuk, dan getaran aneh yang dirasakannya di dalam tubuhnya. Segalanya begitu asing, tetapi juga menarik. Ada sesuatu di balik semua ini, sesuatu yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.Saat ia melewati salah satu halaman dalam istana, seorang pendeta tua dengan jubah putih panjang mendekatinya. Wajahnya tertutup kerudung tipis, hanya meninggalkan sepasang mata yang tajam seperti mata elang. Pendeta itu adalah Resi Agung Darmaja, sosok misterius yang selalu tampak mengamati dari kejauhan. Raka pernah melihatnya di ritual pagi tadi, tetapi tidak sempat berbicara dengannya."Kau tampak gelisah, anak muda," kata Resi Agung Darmaja dengan suara ren

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 13: MAKHLUK GAIB

    BAB 13: MAKHLUK GAIBPagi itu, udara di istana Gilingwesi terasa lebih dingin dari biasanya. Kabut tipis menyelimuti halaman-halaman dalam, menciptakan suasana yang hening dan misterius. Raka berjalan menyusuri jalan setapak menuju candi kecil di tepi hutan, tempat Dyah Sulastri mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan salah satu makhluk gaib penjaga kerajaan—Buto Ijo.“Kau yakin ini aman?” tanya Raka, memandang Dyah dengan ekspresi ragu. Ia masih ingat betapa menyeramkannya Banaspati yang ia lihat selama ritual suci beberapa hari lalu. Pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan tentang dunia baru ini, tetapi ia juga merasa ada sesuatu yang penting yang harus ia pahami.Dyah tersenyum tipis, matanya yang gelap penuh ketenangan. “Aku sudah memberikan perintah padanya untuk tidak menyakitimu,” katanya sambil melangkah maju. “Selama kau tidak berniat buruk, Buto Ijo tidak akan menyerang.”Raka mengangguk pelan, meskipun rasa cemasnya belum sepenuhnya hilang. Ia memperhatikan sekelilin

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 14: HUBUNGAN DENGAN DYAH SULASTRI

    BAB 14: HUBUNGAN DENGAN DYAH SULASTRIMalam itu, istana Gilingwesi terasa lebih tenang dari biasanya. Lampu minyak yang menyala di sepanjang koridor memberikan cahaya temaram, menciptakan bayangan-bayangan lembut di dinding batu. Raka duduk di tepi ranjang kayunya, memandangi cermin perunggu kuno yang ia simpan di sudut ruangan. Cermin itu tampak begitu sederhana, tetapi bagi Raka, ia adalah satu-satunya penghubungnya dengan dunia asalnya—dunia yang kini terasa semakin jauh.Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka pelan. Dyah Sulastri masuk dengan langkah ringan, mengenakan selendang sutra tipis yang melingkar anggun di tubuhnya. Ia membawa sebuah gulungan naskah tua dan duduk di kursi kecil di dekat meja kayu Raka. Angin malam masuk melalui celah jendela, membawa aroma bunga melati dari taman istana."Kau belum tidur?" tanyanya lembut, suaranya seperti bisikan angin malam.Raka menoleh, sedikit terkejut oleh kedatangan mendadaknya. "Aku... hanya memikirkan banyak hal," jawabnya, mencoba te

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 15: ANCAMAN DARI LUAR

    BAB 15: ANCAMAN DARI LUARMatahari pagi mulai naik tinggi di atas istana Gilingwesi, menyelimuti halaman dalam dengan cahaya emas yang lembut. Namun, suasana di balik dinding-dinding batu istana tidak sesegar udara pagi itu. Di ruang perang, Arya Kertajaya berdiri tegak di depan Rakai Wisesa, raja kerajaan Gilingwesi, dengan ekspresi serius yang jarang terlihat di wajahnya."Paduka," kata Arya Kertajaya dengan suara tegas namun penuh hormat, "aku harus melaporkan sesuatu yang sangat mengkhawatirkan."Rakai Wisesa menatap panglima perangnya dengan mata tajam. Raja yang bijaksana namun keras ini selalu mendengarkan laporan dari para pembantunya dengan penuh perhatian, tetapi kali ini ada sesuatu dalam nada suara Arya yang membuatnya sedikit waspada."Apa yang mengkhawatirkanmu?" tanya Rakai Wisesa, tangannya yang kokoh bertumpu pada gagang pedangnya.Arya Kertajaya mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Orang asing itu—Raka. Aku percaya dia bukan sekadar orang biasa seperti y

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 16: NAGA NISKALA

    BAB 16: NAGA NISKALAMatahari mulai tenggelam di cakrawala, menciptakan siluet lembut di atas sungai suci yang mengalir tenang di tepi hutan. Airnya jernih dan berkilauan seperti permata biru di bawah sisa-sisa sinar matahari. Raka berdiri di tepi sungai bersama Dyah Sulastri, merasakan aura mistis yang kuat memenuhi udara. Ini adalah tempat yang disebut-sebut sebagai kediaman Naga Niskala, makhluk gaib penjaga aliran kehidupan kerajaan Gilingwesi."Apakah benar ada naga di sini?" tanya Raka, suaranya terdengar ragu namun penuh rasa ingin tahu. Ia menatap air sungai yang tampak begitu tenang, tetapi entah bagaimana ia merasakan bahwa ada sesuatu yang besar—sesuatu yang tidak terlihat—mengamati mereka dari kedalaman.Dyah tersenyum tipis, matanya memancarkan ketenangan yang hanya dimiliki oleh mereka yang akrab dengan dunia gaib. "Naga Niskala bukanlah makhluk yang bisa dilihat oleh semua orang," katanya pelan. "Hanya mereka yang memiliki hubungan khusus dengan dunia ini yang bisa mera

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 17: RAHASIA DYAH SULASTRI

    BAB 17: RAHASIA DYAH SULASTRIMalam itu, bulan purnama bersinar terang di langit, menyelimuti istana Gilingwesi dengan cahaya perak yang lembut. Namun, di balik keindahan malam itu, ada ketegangan yang menggelayuti udara. Raka duduk di tepi jendela kamarnya, memandangi kegelapan hutan yang membentang luas di luar tembok istana. Pikirannya masih dipenuhi oleh pertemuannya dengan Naga Niskala beberapa hari lalu. Makhluk gaib itu telah memberikan banyak jawaban, tetapi juga meninggalkan lebih banyak pertanyaan. Salah satunya adalah tentang Dyah Sulastri—putri kerajaan yang tampaknya menyimpan rahasia besar.Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka pelan. Dyah masuk dengan langkah ringan, wajahnya tampak lebih murung daripada biasanya. Ia mengenakan selendang sutra tipis yang melingkar anggun di tubuhnya, namun matanya yang biasanya penuh ketenangan kini dipenuhi oleh bayangan kekhawatiran."Kau belum tidur?" tanyanya pelan, suaranya seperti bisikan angin malam.Raka menoleh, sedikit terkejut ol

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 18: INTRIK POLITIK

    BAB 18: INTRIK POLITIKMatahari pagi mulai naik tinggi di atas istana Gilingwesi, menyelimuti halaman dalam dengan cahaya emas yang lembut. Namun, suasana di balik dinding-dinding batu istana tidak sesegar udara pagi itu. Di ruang perpustakaan kuno, Ki Jagabaya duduk di depan meja kayu besar yang penuh dengan gulungan naskah tua dan artefak-artefak kuno. Matanya yang tajam memindai setiap simbol dan aksara pada dokumen-dokumen tersebut, mencari petunjuk apa pun tentang Raka—Orang dari Kala Lain.Arya Kertajaya berdiri di sisi lain ruangan, lengan terlipat di dada, wajahnya serius namun penuh keteguhan. Ia menatap Ki Jagabaya dengan ekspresi sabar, meskipun ada rasa tidak puas yang samar-samar terlihat di matanya."Apakah kau sudah menemukan sesuatu?" tanya Arya akhirnya, suaranya rendah namun penuh urgensi.Ki Jagabaya mengangkat kepala, matanya menyipit saat ia menatap Arya. "Ada banyak hal yang tidak masuk akal tentang pemuda itu," katanya pelan. "Kedatangannya di hutan kita bukanla

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 19: PETUNJUK PERTAMA

    BAB 19: PETUNJUK PERTAMAMalam itu, angin dingin berhembus pelan di sekitar istana Gilingwesi. Raka duduk di sudut ruangan kecil yang jarang dikunjungi siapa pun—ruang penyimpanan artefak kuno milik kerajaan. Di sana, ia menemukan sebuah cermin perunggu tua yang tampak usang dan tertutup debu. Cermin itu memiliki pola ukiran rumit di tepinya, dengan simbol-simbol aneh yang tidak bisa ia pahami sepenuhnya. Namun, ada sesuatu dalam aura cermin itu yang membuatnya merasa terhubung dengan dunia asalnya.Raka mengambil cermin itu dengan hati-hati, membersihkan debu dari permukaannya. Saat cahaya lilin menyentuh permukaan cermin, kilau redupnya memantulkan bayangan wajahnya sendiri. Namun, ada sesuatu yang aneh. Bayangan itu tidak hanya menunjukkan dirinya, tetapi juga sosok lain yang samar-samar terlihat di belakangnya—seolah-olah ada seseorang yang berdiri di sana, meskipun ia tahu bahwa ruangan itu kosong.Ia menatap cermin itu lebih lama, mencoba memahami apa yang dilihatnya. Tiba-tiba,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06

Bab terbaru

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 65: NAGA NISKALA MENGIRIM PESAN

    BAB 65: NAGA NISKALA MENGIRIM PESANKemunculan Naga NiskalaSetelah kepergian Genderuwo dan redupnya api unggun, suasana hutan mistis menjadi semakin tenang. Namun, ketenangan ini tidak berlangsung lama. Dari arah sungai suci yang mengalir di tepi hutan, muncul cahaya biru kehijauan yang lembut. Air sungai mulai bergolak meskipun tidak ada angin atau aliran deras, dan dari kedalaman air itu, sosok besar Naga Niskala muncul.Tubuhnya yang bersisik biru keperakan memantulkan cahaya bulan yang samar, sementara matanya yang bersinar tajam menatap langsung ke arah Raka. Suara gemuruh halus terdengar dari sungai, seolah-olah alam itu sendiri sedang menyambut kemunculan makhluk gaib ini."Kalian telah melakukan

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 64: BUTO IJO BEBAS

    BAB 64: BUTO IJO BEBAS Transformasi Buto IjoCahaya biru keperakan dari Kristal Niskala perlahan memudar, meninggalkan jejak-jejak energi spiritual yang masih berdenyut di udara. Tubuh besar dan hijau Buto Ijo mulai berubah, menghilang seperti kabut yang tersapu angin. Dalam sekejap, sosok itu bertransformasi menjadi seorang ksatria kuno dengan senjata lengkap—pedang panjang yang bersinar redup di bawah cahaya api unggun.Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya terdiam, menatap sosok baru ini dengan campuran rasa takjub dan waspada. Wajah ksatria itu tampak gagah namun penuh kesedihan, matanya mencerminkan beban berat yang telah ia tanggung selama berabad-abad."Terima kasih," kata Ksatria Wibawa&

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 63: RITUAL PEMBEBASAN

    BAB 63: RITUAL PEMBEBASAN Persiapan Ritual di Hutan MistisMalam semakin larut, dan hutan mistis yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan energi spiritual yang luar biasa. Udara dingin menyelimuti setiap sudut, sementara kabut tebal mulai merayap di antara pepohonan raksasa. Di tengah hutan, sebuah altar batu kuno telah disiapkan untuk ritual pembebasan Buto Ijo. Api unggun kecil berkedip-kedip di sekitar altar, memberikan cahaya lembut yang memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding pepohonan. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya berdiri di sekitar altar, masing-masing dengan perasaan tegang dan penuh harap. Di belakang mereka, sosok besar Buto Ijo—masih dalam wujud makhluk mitologi—menatap altar dengan mata penuh kerinduan. Ia tampak seperti makhluk yang sudah lama menunggu momen ini.

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 62: KUTUKAN BUTO IJO

    BAB 62: KUTUKAN BUTO IJOPenemuan Rahasia Buto IjoMatahari mulai tenggelam, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya jingga yang lembut. Udara semakin dingin, dan kabut tipis mulai merayap di antara pepohonan raksasa. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya berdiri di depan sebuah altar batu kuno yang tersembunyi di dalam hutan. Di atas altar itu, ada relief tua yang menggambarkan seorang ksatria bersenjata lengkap dikelilingi oleh simbol-simbol dewa."Buto Ijo pernah menjadi manusia?" tanya Arya, suaranya penuh ketidakpercayaan saat ia menatap relief tersebut. "Aku selalu menganggapnya hanya makhluk mitologi."Dyah mengangguk pelan, matanya memindai relief dengan penuh konsentrasi. "Ini lebih dari sekada

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 61: SYARAT BUTO IJO

    BAB 61: SYARAT BUTO IJOPertemuan di Tepi Sungai SuciMatahari mulai terbit, menyinari hutan mistis dengan cahaya keemasan yang lembut. Udara pagi terasa dingin dan segar, namun ketegangan masih membayangi setiap langkah Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya saat mereka mendekati tepi sungai suci. Air sungai itu tampak jernih seperti kristal, memantulkan sinar matahari dengan kilauan aneh, seolah menyimpan rahasia besar di dalamnya."Apakah ini sungai yang dimaksud Buto Ijo?" tanya Arya pelan, matanya menyipit mencermati lingkungan sekitar.Dyah mengangguk, tangannya meraba permukaan air yang dingin. "Ya, aku bisa merasakan energi spiritual yang kuat di sini. Ini pasti tempatnya."Raka berdiri agak jauh dari sungai, matany

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 60: HUTAN MISTIS

    BAB 60: HUTAN MISTISAdegan Pembuka: Memasuki Hutan MistisMatahari mulai tenggelam di balik pegunungan, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya oranye yang redup. Udara di sekitar terasa lebih dingin dan berat, seolah membawa beban misteri yang tak terucapkan. Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya melangkah hati-hati melewati pepohonan raksasa yang menjulang tinggi, cabang-cabangnya saling bertautan membentuk kanopi alami yang menutupi langit."Tempat ini... penuh dengan energi aneh," gumam Raka pelan, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu kuno yang selalu ia bawa. Cermin itu mulai bersinar redup, seolah merespons kekuatan gaib di sekitarnya.Dyah mengangguk, matanya waspada. "Ini adalah wilayah makhluk gaib. Kita harus berhati-hati."

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 59: PENGKHIANATAN KI JAGABAYA TERUNGKAP

    BAB 59: PENGKHIANATAN KI JAGABAYA TERUNGKAPArya Menyelidiki Lebih DalamMatahari mulai terbit di balik pegunungan, menyelimuti hutan mistis dengan cahaya keemasan yang lembut. Namun, suasana di dalam kelompok Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya tetap tegang. Setelah berlari semalaman, mereka akhirnya mencapai tempat perlindungan rahasia yang ditunjukkan oleh peta Arya—sebuah gua kecil yang tersembunyi di antara tebing curam dan pepohonan rimbun.Raka duduk di sudut gua, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu kuno. Matanya menatap api kecil yang mereka nyalakan untuk menghangatkan tubuh. "Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi," gumamnya pelan.Dyah mendekatinya, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa maksudmu, Raka?"

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 58: ARYA KERTAJAYA MENYELAMATKAN MEREKA LAGI

    BAB 58: ARYA KERTAJAYA MENYELAMATKAN MEREKA LAGIAdegan Pembuka: Kejaran di HutanMalam semakin larut, dan udara di hutan terasa semakin dingin. Raka dan Dyah Sulastri berlari sekuat tenaga, napas mereka tersengal-sengal, sementara suara langkah kaki prajurit loyalis terdengar semakin dekat. Pohon-pohon tinggi yang menjulang di sekitar mereka menciptakan bayang-bayang gelap yang menyeramkan, dan angin malam membawa bisikan-bisikan gaib yang samar."Kita harus berhenti sebentar," kata Raka dengan suara bergetar, tangannya erat mencengkeram cermin perunggu. "Aku tidak tahu ke mana kita harus pergi."Dyah menggeleng pelan, matanya penuh ketakutan. "Tidak, Raka. Jika kita berhenti, mereka akan menangkap kita. Kita harus terus bergerak."

  • Cermin Kala: Perjalanan Takdir   BAB 57: DYAH SULASTRI MEMBERONTAK

    BAB 57: DYAH SULASTRI MEMBERONTAKKeputusan yang BeraniMalam semakin larut, dan udara di istana terasa semakin dingin. Api-api kecil yang ditinggalkan oleh Banaspati masih menyala di beberapa sudut istana, menciptakan suasana mencekam yang semakin tebal. Penduduk desa mulai membubarkan diri setelah ritual korban Dyah Sulastri ditunda sementara karena kemarahan Banaspati.Dyah Sulastri berdiri di kamarnya, matanya penuh air mata. Ia tahu bahwa ritual ini adalah takdirnya—tapi ia juga tahu bahwa ia tidak bisa melanjutkannya. Hatinya dipenuhi oleh rasa takut, harapan, dan keberanian. Ia menatap bayangannya sendiri di cermin perunggu kuno yang diberikan Raka padanya sebagai hadiah simbolis."Aku tidak bisa melakukannya," gumam Dyah pelan, suaranya penuh keteg

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status