Jika biasanya ujian skripsi hanya memakan waktu satu jam, hari ini Rana baru keluar dari ruang ujian skripsi satu setengah jam kemudian.
“Gimana, gimana?” tanya Tiya heboh yang mengerti soal hubungan Asha dan Rana.“Aman.” Rana menjawab dengan senyum masam.“Kamu dibantai, ya?” Tiya bertanya hati-hati.“Udah ah, yang penting lulus,” kata Rana sambil menggamit lengan Tiya dan mengajaknya pergi.Benar, Rana memang lulus. Tapi jika umumnya mahasiswa lain lulus dengan nilai A atau B, Asha memberi Rana nilai B-.Ini menyakitkan bagi Rana mengingat ia berusaha keras untuk skripsi ini. Bahkan ketika ia masih menjadi istri Zayyan, Rana tak pernah menyepelekan skripsinya.Tapi hanya karena masalah pribadi, Asha tega memberi Rana nilai kecil.Tiya dan Rana berjalan bersisian menuju lift. Namun langkah mereka terhenti ketika pintu lift terbuka, lalu Zayyan keluar dari sana.Rana dan Zayyan bertatapan, mereka memb“Kamu bilang sama Rana kalau kamu hamil?” tanya Zayyan begitu ia dan Asha duduk di dalam mobil menuju rumah sakit tempat papa Asha dirawat.“Iya.” Asha menyahut pendek sambil mengetatkan rahang.“Buat apa?” balas Zayyan tajam, wajahnya merengut tak suka.“Biar dia tahu kalau sekarang kamu sudah punya aku, Mas.”Zayyan mencengkram kemudi amat erat hingga buku-buku jarinya memutih. “Untung Rana berbaik hati nggak menyebarkan gosip kalau dosennya hamil di luar nikah,” desisnya sinis.Asha tertegun mendengar nada bicara dan kalimat Zayyan. “Kenapa kamu jadi nyalahin aku?”“Ya jelas nyalahin kamu. Apa gunanya kamu ngasih tahu Rana soal itu? Mau bikin dia cemburu? Mau bikin dia makin sakit hati padahal aku sudah cukup bikin hati dia hancur? Atau kamu sengaja biar dia makin benci sama aku?” Zayyan meradang, suaranya naik satu oktaf.Asha mengernyit bingung. “Aku cuma mau dia tahu fakta itu supaya nggak ganggu kamu lagi.”
Rana mengurung diri seharian penuh. Ambar dan Arga sudah berusaha untuk membujuknya membuka pintu, tapi Rana bergeming. Pintu kamar Rana tetap tertutup rapat hingga matahari tergelincir ke arah barat.“Ran, kamu belum makan dari pagi loh.” Ambar berusaha membujuk lagi.Tak ada jawaban dari dalam kamar.Arga juga berdiri di depan pintu kamar Rana, berusaha membujuk adik semata wayangnya itu.Namun tak ada satupun dari mereka yang berhasil membuat Rana membuka pintu.Sampai akhirnya, Jagat pulang ke rumah dan menghampiri mereka. “Kenapa Rana?” tanyanya dengan kerutan di dahi.Arga dan Ambar saling pandang. “Sejak pulang dari kampus tadi dia masuk kamar dan nggak keluar-keluar lagi.” Ambar mengadu.Kernyitan di dahi Jagat tampak semakin dalam. “Coba minggir.”Arga dan Ambar menurut dan segera menyingkir, memberi ruang pada Jagat untuk mengetuk pintu kamar putrinya.“Rana? Ini Papa. Kamu bisa keluar sebenta
Satu hari sebelum pernikahan Zayyan dan Asha.Zayyan gelisah bukan main. Ini hari Sabtu, tapi seharian ini ia hanya berdiam diri di rumah. Pesan-pesan Asha tidak ada yang ia balas sejak tadi pagi. Dan ia justru terus-menerus membuka pesan-pesan terakhirnya dengan Rana.Dan Zayyan kembali menyadari betapa dingin dan kejamnya ia pada mantan istrinya itu.Pria itu sedang duduk di sofa, sofa yang sama yang menjadi saksi atas betapa bejat dirinya saat itu. Ia menyerah saat Asha menggodanya terus-menerus. Tanpa peduli bahwa istri sahnya sedang terbaring pingsan di dalam kamar.Zayyan meremas rambutnya sendiri. Kesal bukan main pada dirinya sendiri karena melakukan hal bodoh itu.Seharusnya, meski ia tak menyukai Rana waktu itu, ia
Sudah satu jam berlalu, Zayyan masih mengendarai mobilnya mengitari jalanan ibukota. Ponselnya berdering entah sudah yang keberapa kali.Telepon dari Asha, kemudian dari papanya.Tapi tak ada satu pun yang diangkat olehnya. Zayyan tidak memblokir nomor mereka, tapi ia juga tak menjawab pesan dan telepon mereka.Hati Zayyan hancur, pikirannya berkecamuk. Ia tak punya tempat untuk mendamaikan semua kekacauan di kepala dan hatinya.“Rana.” Nama itu meluncur begitu saja dari bibir Zayyan.Ia ingin bertemu Rana. Ia ingin mendekap gadis itu. Berharap bisa menenangkan hatinya yang gundah.Tapi sejak tadi, yang ia lakukan hanya terus berputar-putar mengelilingi jalanan ibukota
Zayyan menceritakan semua yang ia alami pada Ambar dan Jagat. Soal amnesianya, soal ingatannya yang kembali tapi sudah terlambat, soal penipuan yang dilakukan Asha padanya, semuanya.“Saya tidak sedang membela diri, Om, Tante, tapi saya ingin Om dan Tante melihat dari perspektif saya. Saya punya alasan kenapa saya bersikap dingin pada Rana selama menikah, saya tahu itu salah. Saya juga salah karena tergoda dengan Asha. Karena itu, saya ingin minta maaf.”Ambar menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. Ia tampak bersimpati pada Zayyan.“Maafkan kami juga karena tidak pernah memberitahumu soal amnesia itu.” Ambar menggenggam tangan Jagat. “Karena dokter bilang jangan memaksa kamu untuk mengingat, tapi lebih membuat memori baru yang serupa dengan memori lama.”“Karena itu Rana dan saya dijodohkan?” tanya Zayyan.“Kami tahu betapa dekatnya kalian dulu.” Ambar menghela nafas sekali lagi. “Tapi sepertinya kami salah. Pernikahan itu justru membawa luka untuk kalian berdua. Maafkan kami,
“Kamu nggak ngundang aku?” tanya Zayyan pada Arga saat mereka bertemu di kafe di depan rumah sakit tempat Arga bekerja.Lebih tepatnya, Zayyan sengaja mengunjungi kafe itu karena ia tahu Arga kadang makan siang di sana. Beruntung, ia berhasil bertemu dengan Arga.“Buat apa?” sahut Arga ketus. Ia bahkan tak menoleh pada Zayyan yang tanpa permisi langsung duduk di hadapannya.“Kita masih teman kan, Ga?”“Kata siapa? Saat kamu mengkhianati Rana, saat itulah pertemanan kita putus.”Zayyan menghela nafas pelan. Rupanya tak hanya Jagat yang sulit dihadapi, Arga juga.“Ga, kamu tahu kalau aku punya alasan kenapa aku bersikap dingin da
Zayyan sedih, kecewa, marah saat mengetahui ternyata Rana tidak pulang bahkan di hari pernikahan Arga. Dan yang lebih membuatnya kecewa adalah karena keluarga Rana masih menolak untuk memberitahunya soal keberadaan Rana.“Wisuda,” gumam Zayyan tiba-tiba. Ia sedang duduk bersandar di sofa ruang tengah apartemennya, menyelami perasaan dan pikirannya sendiri.“Benar. Aku mungkin bisa bertemu dengannya saat dia wisuda.” Sebuah senyum tipis terbit di bibir Zayyan, begitu juga dengan harapan baru.“Rana tidak akan pulang minimal sampai tahun depan.”Kalimat Ambar kembali terngiang di telinga Zayyan. Pria itu menggeleng keras kepala.“Nggak mungkin dia nggak datang wisuda. Wisuda it
Zayyan membuat tracer study palsu dan menyebarkannya ke angkatan Rana. Tidak ada yang curiga sama sekali karena hal tersebut memang lumrah terjadi.Hanya saja, seharusnya tracer study baru disebarkan setelah beberapa bulan sampai setahun mahasiswa angkatan tertentu lulus dari kampus.Tapi siapa peduli? Mereka hanya diminta mengisi survey. Dan jika survey itu datang dari seorang dosen, mahasiswa pasti akan patuh mengisi meski mereka sudah menjadi alumni.Akhir pekan, satu minggu setelah Zayyan menyebarkan survey tracer study, ia duduk di kafe tempat ia bertemu
Karena kesibukan mereka menyiapkan pernikahan, Rana dan Zayyan sampai tak sadar bahwa seminggu lagi mereka akan menikah.“Ah, aku deg-degan banget.” Rana memegangi dadanya sambil berjalan menuju aula utama Fakultas Ekonomi dan Bisnis.Zayyan mengusap punggung Rana lembut. “Deg-degan kenapa sih?”“Bentar lagi kita nikah dan hari ini pengumuman Kaprodi tetap FEB.” Rana menatap Zayyan harap-harap cemas.Ia ingin Zayyan yang terpilih sebagai Kaprodi, karena ia tahu bagaimana kualitas Zayyan. Tapi di sisi lain, ia juga khawatir jabatan baru itu justru membuat banyak fitnah mendatangi mereka.Akhirnya mereka tiba di aula utama FEB. Keduanya saling pandang, menarik nafas dalam dan melangkah masuk bergantian.Aula utama Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGN dipenuhi oleh para dosen yang duduk melingkar, menunggu pengumuman resmi hasil pemilihan Kaprodi baru. Beberapa tampak berbincang pelan, sementara yang lain menatap ke depan dengan ekspresi penuh antisipasi.Rana duduk di kursinya, mencoba menye
Setelah memilih gaun pengantin, Rana dan Zayyan semakin tenggelam dalam kesibukan persiapan pernikahan. Hari itu, mereka memiliki jadwal bertemu dengan wedding organizer (WO), memilih dekorasi, dan mencicipi katering.Mereka tiba di sebuah kafe tempat mereka akan bertemu dengan tim WO. Begitu masuk, seorang wanita dengan setelan rapi dan tablet di tangannya langsung menyambut mereka dengan senyum profesional."Selamat siang, Mbak Rana, Mas Zayyan. Saya Nadine dari Enchanted Wedding. Kami sudah menyiapkan beberapa konsep sesuai preferensi kalian."Rana dan Zayyan duduk berhadapan dengan Nadine, lalu memperhatikan presentasi yang ditampilkan di tablet."Konsep yang kalian inginkan lebih ke arah intimate wedding dengan sentuhan elegan, benar?" Nadine memastikan.Rana mengangguk. "Ya, kami ingin suasananya hangat, tidak terlalu kaku, tapi tetap terasa romantis dan berkesan."Zayyan menambahkan, "Kami juga ingin ada sentuhan warna netral seperti putih dan champagne, supaya terasa timeless.
Gara-gara Zayyan meminta pernikahan mereka dimajukan, mereka jadi punya kesibukan tambahan selain menjadi dosen. Yaitu menyiapkan pernikahan mereka sesempurna mungkin.Meski ini adalah pernikahan kedua mereka, Zayyan dan Rana ingin semuanya tetap sempurna.Maka siang itu, Rana dan Zayyan memasuki sebuah butik pengantin eksklusif di Jakarta. Interior butik berwarna putih gading dengan lampu kristal yang menggantung di langit-langit, menciptakan suasana elegan dan romantis. Rak-rak di sepanjang dinding dipenuhi dengan gaun-gaun indah dari berbagai koleksi, sementara pegawai butik menyambut mereka dengan senyum ramah.“Selamat datang! Mbak Rana, kami sudah menyiapkan beberapa gaun sesuai preferensi yang Mbak kirimkan kemarin,” kata seorang pegawai butik sambil membawa Rana ke area fitting.Zayyan duduk di sofa beludru biru tua, menatap Rana dengan penuh antusias. “Aku masih nggak percaya kita sudah sampai di tahap ini,” katanya sambil tersenyum.Rana tertawa kecil. “Kamu bakal lihat aku
Beberapa hari setelah berita dirilis dan menjadi viral, suasana di kampus UGN berbeda dari biasanya. Puluhan mahasiswa berkumpul di depan gedung rektorat, membawa spanduk dan poster bertuliskan:"TOLAK DOSEN PREDATOR!" "KEADILAN UNTUK KORBAN PELECEHAN!" "REKTOR HARUS BERTINDAK!"Rana berdiri di antara kerumunan, merasakan getaran semangat dari para mahasiswa yang meneriakkan tuntutan mereka. Ia tak menyangka bahwa keberaniannya berbicara akan memicu gelombang sebesar ini. Kini, Bagus tak bisa lagi bersembunyi di balik kekuasaannya.Di barisan depan, Laras berdiri tegap, memegang mikrofon. "Kami di sini bukan hanya untuk satu orang korban, tapi untuk semua perempuan yang pernah dibungkam oleh sistem yang korup! Hari ini, kami menuntut keadilan!"Kerumunan mahasiswa bersorak. Beberapa dari mereka adalah mahasiswa bimbingan Bagus sendiri, yang kini merasa jijik mengetahui sisi lain dari dosen yang selama ini mereka hormati."Copot Bagus dari jabatannya!" "Pecat pelaku pelecehan dari k
Beberapa minggu setelah laporan dibuat, Rana duduk di ruangan Biro Etik dan Disiplin Akademik, menunggu hasil investigasi. Zayyan duduk di sampingnya, menggenggam tangannya erat.Dr. Budi akhirnya masuk dengan ekspresi yang sulit dibaca."Kami telah melakukan investigasi atas laporan Anda," katanya dengan nada hati-hati. "Namun, setelah mempertimbangkan berbagai faktor, tidak cukup bukti untuk menjatuhkan sanksi kepada Bagus."Rana terbelalak. "Apa?!""Banyak saksi yang enggan berbicara atau memberikan kesaksian yang tidak cukup kuat. Selain itu, Bagus memiliki rekam jejak panjang sebagai kaprodi yang berprestasi, dan beberapa pejabat kampus memberikan rekomendasi positif tentang dirinya."Rana merasakan amarah dan kekecewaan membakar dadanya. "Jadi, karena dia punya koneksi dan kekuasaan, kalian membiarkan dia lolos begitu saja?"Dr. Budi tampak canggung. "Kami bukan membiarkan, Rana. Tapi dalam prosedur hukum dan administrasi, kami tidak bisa mengambil tindakan tanpa bukti yang cuku
Kampus semakin ramai membicarakan Rana dan Zayyan. Tidak hanya gosip soal kehamilan yang tidak benar, tetapi juga masa lalu mereka yang ternyata pernah menikah dan bercerai pun tersebar."Pantas saja mereka buru-buru bertunangan lagi. Ternyata mereka ini mantan suami istri!" "Dan katanya dulu cerainya karena Zayyan selingkuh sama Asha? Wah, gimana bisa Rana mau balikan?" "Makanya, Rana pasti putus asa banget sampai mau nerima laki-laki kayak Zayyan lagi."“Aku nggak nyangka Zayyan ternyata sebejat itu.”Rana merasa tercekik setiap kali berjalan di lorong fakultas. Bisikan-bisikan itu tak pernah berhenti.Dan siang itu, puncaknya datang. Ia mendapat panggilan dari Kaprodi.Rana mengetuk pintu ruangan Bagus, lalu masuk ketika mendengar suaranya."Silakan duduk, Rana."Rana duduk dengan postur tegap. Ia menatap kaprodinya dengan waspada. Ia tahu siapa Bagus sebenarnya—seorang pria dengan niat buruk yang nyaris melecehkannya di Bali.Bagus menautkan jari-jarinya di atas meja, menatap Ra
Setelah acara pertunangan Zayyan dan Rana yang romantis, kabar itu dengan cepat menyebar di kampus. Banyak rekan dosen yang memberikan ucapan selamat, baik secara langsung maupun melalui grup WhatsApp fakultas.“Selamat ya, Rana! Akhirnya resmi bertunangan.” “Wah, pasangan awardee LPDP dan Erasmus, pasti keren banget nanti kalau menikah.” “Semoga lancar sampai hari pernikahan!”Rana tersenyum dan mengucapkan terima kasih setiap kali ada yang memberikan ucapan. Namun, di sela-sela kehangatan itu, ia juga menyadari beberapa rekan dosen yang terlihat sinis atau sekadar melirik tanpa bicara.Rana tidak terlalu memikirkan itu—setidaknya sampai siang harinya, saat ia mendengar sesuatu yang mengejutkan.Siang itu, Rana berjalan ke kantin dosen untuk mengambil kopi. Saat ia melewati salah satu meja, ia mendengar bisikan-bisikan dari beberapa dosen yang sedang berbincang."Aku dengar mereka bertunangan buru-buru karena Rana sudah hamil." "Serius? Makanya mereka tiba-tiba tunangan, padahal s
“Mas Zayyan ngelamar aku,” ucap Rana di tengah makan malam.Setelah lamaran romantis itu, Rana dan Zayyan sepakat bahwa langkah selanjutnya adalah berbicara dengan orang tua Rana. Mereka ingin restu, terutama dari Jagat, yang dikenal paling sulit memberi restu sejak Zayyan berniat kembali bersama Rana.Semua orang di meja makan itu terdiam seketika. Ambar tampak tersenyum senang, Arga dan Anya saling pandang lalu menatap Rana dan Zayyan bergantian. Sementara Jagat terlihat mengetatkan rahang.Rana menangkap ekspresi papanya dan ia mengerti bahwa yang paling sulit adalah meyakinkan Jagat.“Selamat ya, Nak,” ucap Ambar dengan senyum tulus.“Makasih, Ma.” Rana juga tersenyum, tapi terlihat kikuk karena Jagat belum juga mengubah ekspresinya.“Kamu sudah nerima?” tanya Arga hati-hati. Ia melirik Zayyan sekilas, sebelum kembali menatap adiknya.Rana mengacungkan tangannya, menunjukkan sebuah cincin berlian yang melingkari jari manisnya. “Sudah. Karena itu aku ngajak Mas Zayyan makan malam s
Setelah kejadian pelecehan itu, Rana merasa terguncang. Meski Zayyan sudah datang tepat waktu untuk menghentikan Bagus, bayangan kejadian itu masih menghantuinya. Sejak mereka kembali ke Jakarta, Rana menjadi lebih pendiam. Ia tetap menjalani aktivitasnya seperti biasa, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang berubah.Zayyan menyadari itu. Ia tahu Rana adalah perempuan yang kuat, tapi kali ini, ia ingin memastikan Rana tidak perlu menghadapi segalanya sendirian.Malam itu, mereka duduk di balkon apartemen Zayyan seperti biasa. Angin malam berembus lembut, tapi keheningan di antara mereka terasa berat.“Rana...” Zayyan membuka percakapan, suaranya lembut tapi serius.Rana menoleh, menatapnya dengan mata lelah. “Ya?”Zayyan menggenggam tangannya, mengusap punggung tangannya dengan ibu jarinya. “Aku tahu kamu bilang kamu baik-baik saja, tapi aku bisa lihat kalau kamu masih kepikiran soal Pak Bagus.”Rana menghela napas panjang. “Aku berusaha untuk nggak memikirkannya, Mas. Tapi jujur... aku