Home / Romansa / Catatan Si Boi / BAB 46. Foto Sang CEO

Share

BAB 46. Foto Sang CEO

Author: macayp
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Udara malam di Gungung Merapi terasa menusuk sampai kulit. Di luar, kabut tebal masih menyelimuti. Aku terbangun saat dini hari karena kedinginan. Sayup-sayup terdengar suara santri mengaji. Ternyata kegiatan pesantren dimulai secepat ini. Karena tidak bisa kembali tidur, aku mengambil sweater lalu duduk di dekat jendela. Kulihat jejeran bintang di langit yang tampak jelas. Pemandangan seperti ini sangat sulit didapat dari jendela rumahku.

Tak beberapa lama rasa kantuk datang lagi. Aku menuju tempat tidur lalu menarik selimut kembali. Baru saat ayam berkokok aku terbangun lalu bangkit dari tempat tidur. Aku lalu pergi mandi kemudian menyiapkan barang-barang agar sudah siap saat akan berangkat. Pesawat kami dijadwalkan pukul 11, mungkin Galang akan mengajak kami berangkat setelah sarapan.

Saat sarapan, pengurus pesantren memasukkan barang yang kami bawa ke mobil

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Catatan Si Boi   BAB 47. Tunanganku Hilang

    Suasana rumahku pada sore hari memang sepi. Pembantu yang tidak menginap sudah pulang. Karenanya, meski pintu ruangan sedikit tertutup, suara papa terdengar cukup jelas. Aku tak mungkin salah."Kita harus mencoba cara lain. Apapun agar anak itu tersingkir. Bahkan jika kita terpaksa mengambil jalan kekerasan."Meski hanya mendengar sepotong-sepotong, aku sudah bisa menebak siapa yang mereka bicarakan. Awalnya aku memang curiga pada papa, tapi aku masih belum percaya papa mau melakukan hal seperti itu. Tapi kali ini aku mendengarnya sendiri.Kuurungkan niat untuk menemui papa, biarlah kutunggu sampai tamunya pergi. Lalu aku menunggu di ruang keluarga. Tidak berapa lama tamu itu pun keluar dari ruangan. Aku masih menunggu papa keluar. Tapi ternyata papa masih betah di ruang kerjanya, jadi kuputuskan untuk menemuinya di

  • Catatan Si Boi   BAB 48. Tragedi Cipularang

    Pertanyaanku baru terjawab pada minggu sore. Petugas keamanan di rumah Galang mengirim pesan padaku. Dia sudah kembali. Tapi ada yang aneh, Galang pergi membawa mobil tapi pulang naik taksi. Dan dia hanya kembali sebentar karena saat tiba dia sudah ditunggu beberapa orang lalu pergi bersama mereka entah kemana.Informasi ini cukup berharga. Setidaknya aku tahu Galang baik-baik saja. Tapi aku kembali dibuat penasaran. Galang tidak terlihat di kantor dan rumahnya pada hari senin. Dia kembali menghilang. Untungnya tidak lama. Dia kembali masuk kantor pada selasa sore dan tiba di rumahnya saat malam.Sepertinya semua sudah berjalan normal. Tapi aku sudah terlanjur curiga. Apalagi aku mendapat laporan bahwa Mila belum juga masuk kantor sampai saat ini. Pasti telah terjadi sesuatu dengan mereka. Jadi kuputuskan untuk turun tangan langsung untuk menyelidik.

  • Catatan Si Boi   BAB 49. Jadi Mata-Mata

    Matahari sudah semakin tinggi. Panasnya makin terasa. Tapi karena Bandung terletak di dataran tinggi, udara di sekitar rumah Mila tetap sejuk. Apalagi rumah Mila tidak berada di jalan utama, jadi tidak banyak kendaraan yang lalu lalang di sana. Namun suasana nyaman itu tidak bisa mengusir rasa gelisahku mendengar berita dari perawat di hadapanku.Mila mengalami kecelakaan. Dan karena dia pergi bersama Galang, artinya mobil Galang lah yang mengalami kecelakaan. Bukan kondisi Mila yang membuatku gelisah. Toh aku tidak begitu mengenalnya. Tapi dia mengalami kecelakaan di mobil Galang. Benarkah itu murni kecelakaan atau ada unsur kesengajaan.Aku sangat berharap ini murni kecelakaan biasa. Tapi aku tidak bisa hanya bergantung pada harapanku. Jika yang aku khawatirkan itu yang terjadi, artinya papa sudah melangkah terlalu jauh. Yang menjadi target kecelakaan itu ada

  • Catatan Si Boi   BAB 50. Ada Polisi di Rumah

    Setelah hampir dua jam baru kulihat sosoknya keluar dari gedung kuliah itu. Galang mengobrol sebentar dengan teman-temannya lalu memisahkan diri. Setelah dia agak jauh, aku segera menghampiri mereka. "Assalamualaikum, bisakah saya mengganggu waktu Anda sebentar." "Silahkan ya ukhti, ada yang bisa kami bantu?" jawab salah satu temannya. "Yang berbicara dengan Anda barusan, dia adalah tunangan saya. Namanya Galang. Kami dijodohkan, jadi saya tidak terlalu mengenalnya. Bisakah Anda menceritakan seperti apa dia menurut Anda?" Lelaki di hadapanku mengernyitkan dahi, lalu berkata. "Teman kuliah kami tidak ada yang namanya Galang. Dan orang yang barusan pergi namanya Ahmad Mustofa.

  • Catatan Si Boi   BAB 51. Balas Dendam

    Lamunanku terhenti saat Pak Tanto menanyakan kemana tujuanku. Mobil kami sudah hampir keluar tol, jadi Pak Tanto harus memutuskan apakah akan lurus ke Grogol atau belok ke rumah. Aku sedang tak ingin kuliah, jadi aku meminta Pak Tanto mengantarku pulang.Sesampainya di rumah mama sedang berada di kamar. Aku tidak mau mengganggu istirahatnya, jadi aku langsung masuk ke kamarku. Perjalanan ke Bandung cukup melelahkan, apalagi aku menempuhnya pulang pergi langsung. Karena itu aku ingin beristirahat juga di kamarku.Aku baru turun dari kamar saat makan malam. Saat aku turun, mama sudah berada di sana. Kami sudah mulai terbiasa makan berdua tanpa papa."Kamu ada di rumah? bukannya tiap senin kamu ada latihan untuk kontes abang none?" tanya mama padaku."Sisca lelah Ma, lagipu

  • Catatan Si Boi   BAB 52. Dewan Pengawas

    Mendengar pernyataan terakhirku, suasana rapat sontak ramai. Peserta terbagi dua, ada yang setuju ada yang tidak. Kurasa siasatku cukup berhasil, setidaknya aku mendapat dukungan. Untuk meredakan suasana, moderator langsung berkata. "Baik, bapak ibu sekalian. Karena ada perbedaan pendapat dalam menanggapi usul Nona Sisca, keputusan akan diambil lewat jalan voting." "Tidak perlu." Galang tiba-tiba bicara. "Saya menyetujui usul itu. Dan karena saham kami berdua sudah mayoritas, kurasa tidak perlu lagi diadakan voting." Aku cukup terkejut mendengar pernyataan Galang. Dengan mudah dia mengabulkan permintaanku. Kurasa dia bukan menyerah, pasti ada taktik yang dia jalankan. "Baiklah jika itu kemauan Bapak." kata moderator. "Ja

  • Catatan Si Boi   BAB 53. Lamaran

    Hiruk pikuk acara wisuda tidak kalah ramai dibanding acara resepsi pernikahan anak pejabat tinggi atau artis terkenal. Setiap wisudawan pasti mengajak orang tuanya, keluarga besarnya atau bahkan juga tetangganya. Wajar saja karena Wisuda adalah acara yang dinanti setelah bertahun-tahun berjuang di bangku kuliah. Tapi hiruk pikuk di hatiku tidak kalah ramainya saat Galang melamarku.Aku tak siap menjawab lamaran itu. Aku tak habis pikir. Galang memang tunanganku. Tapi setelah papa dipenjara, keadaan sudah jauh berbeda. Apakah dia tidak mengira aku akan sakit hati karenanya. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi istri dari orang yang membuat keluargaku tercerai berai."Bagaimana Sisca, apakah kamu bersedia menjadi istriku?" dia bertanya lagi setelah aku belum juga menjawab."Aku butuh waktu untuk memikirkannya." jawabku

  • Catatan Si Boi   BAB 54. Pernikahan

    Perhatian papa langsung beralih padaku. Tapi ekspresi di wajahnya tidak seperti yang kuduga. Papa tidak marah. Dia malah tersenyum bahkan kemudian tertawa."Hahaha, ternyata anak itu benar-benar jatuh cinta padamu. Kamu memang anak papa yang hebat. Kali ini papa yakin kita pasti berhasil.""Papa setuju aku menikah dengannya?""Tentu saja." jawab papa. "Dengan menjadi istrinya kamu akan memiliki kesempatan lebih besar untuk merampas kedudukannya."Aku masih belum mengerti rencana papa. Apa hubungan menikah dengan menjatuhkan sang CEO. Akhirnya papa kembali menjelaskan."Rencananya seperti ini. Setelah kalian menikah, buatlah alasan agar kalian bercerai. Saat pembagian harta gono gini, mintalah separuh hartanya. Itu termasuk ju

Latest chapter

  • Catatan Si Boi   BAB 118. Istri untuk Papa

    Milna, Australia.Kegiatan pesantren kilat yang aku ikuti ternyata memang menyenangkan. Selain mendapat banyak teman baru, aku juga mendapat pengalaman yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya. Pelajarannya sih pernah aku dapat di sekolah, tapi kegiatan luar kelasnya yang membuat aku ingin kembali mendaftar lagi tahun depan.Salah satu kegiatan yang aku suka adalah Jumat berbagi. Kami menyiapkan makanan lalu membagikannya ke orang yang membutuhkan. Aku sangat senang melihat reaksi mereka. Tatapan terima kasih itu sangat tulus dan menjadi energi baru yang belum pernah kurasakan sebelumnya.Tapi yang paling aku suka adalah kegiatan lintas alam. Ternyata mereka memiliki hutan di tengah kota. Di sinilah kegiatan kami dilaksanakan. Bahkan kami berkemah meski hanya satu malam. Baru kali ini aku tidur di bawah bintang-bintang.Entah benar atau hanya perasaanku saja, Hana seperti memberikan perhatian lebih padaku. Mungkin karena aku anak piatu, bisa juga karena

  • Catatan Si Boi   BAB 117. Pesantren Kilat di Australia

    Milna, Jakarta.Kegiatan di sekolah sudah mulai bertambah. Sebentar lagi ujian akhir semester akan dilaksanakan, jadi ada saja kelas tambahan setiap harinya. Kelas itu ditujukan untuk siswa yang tertinggal dalam pelajaran. Meski demikian, kelas tambahan itu harus diikuti oleh seluruh siswa tanpa kecuali.Sayangnya, akhir-akhir ini aku sulit berkonsentrasi. Sejak kembali dari Bandung, aku terus memikirkan bagaimana caranya aku bisa pergi ke Australia. Aku bisa saja meminta papa mengajak aku berlibur ke sana, tapi nanti aku jadi tak bisa mencari jejak Hana dengan leluasa. Aku harus pergi ke sana seorang diri. Baru nanti jika semua sudah siap, papa akan aku minta untuk menyusul.Sampai saat ini aku belum juga menemukan alasan untuk bisa diizinkan pergi ke Australia seorang diri. Akhirnya aku mencoba mencari informasi mengenai tempat kerja Hana di internet. Siapa tahu aku menemukan sesuatu. Ternyata benar, baru saja aku membuka situs mereka, aku langsung menemukan j

  • Catatan Si Boi   BAB 116. Mencari Jejak Hana

    Milna, Bandung.Hari sudah mulai gelap. Dari jendela aku sempat melihat seorang bapak tua menyusuri pekarangan untuk menyalakan lampu-lampu. Orang itu tidak ada di sini tadi pagi, saat aku dan papa tiba. Sepertinya papa menyewa orang untuk menjaga rumah ini tapi tidak memperbolehkan dia tinggal di sini. Jadi dia hanya datang seperlunya.Karena buku cerita papa sudah selesai kubaca, aku mencoba mencari hal menarik lain. Tapi setelah mencari beberapa lama, aku tidak menemukan apa-apa. Mungkin semua yang ingin diceritakan mama sudah tertuang di buku itu. Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari kamar waktu.Di luar kamar, aku melihat papa sedangmenelepon. Rupanya dia sedang memesan makan malam. Setengah jam kemudian makanan yang papa pesan datang. Kami lalu makan sambil mengobrol. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mencari informasi dari papa."Papa tahu, aku mendapat informasi tentang mama dari internet. Waktu itu aku mencari data pernikahan

  • Catatan Si Boi   BAB 115. Misi Rahasia

    Milna, Bandung.Kamar lama mama berukuran sangat besar. Bahkan mungkin ukurannya dua kali lipat dari kamarku. Tapi kamar ini tidak memiliki pemandangan yang luas, berbeda dengan kamar yang aku tempati. Karena memang kamar ini ada di rumah lama yang tidak bertingkat, sedangkan kamarku ada di lantai 7 apartemen yang tinggi.Tapi pemandangan di luar boleh juga. Ada pohon-pohon rindang dan tanaman kecil dengan bunga berwarna-warni. Jarang sekali aku melihat pemandangan alam seperti ini. Karena itu aku memilih duduk di dekat jendela sambil membaca buku cerita papa.Saat baru membaca sepertiga bagian dari buku itu, aku mendengar pintu diketuk. Tak lama kemudian papa berkata dari balik pintu."Milna, hari sudah siang. Makan dulu nak, papa sudah memesan makanan kesukaan kamu."Aku menampilkan mode jam pada gelang saktiku. Ternyata memang sudah lewat tengah hari. Cerita papa memang sangat menarik, sampai-sampai aku jadi lupa waktu. Segera aku letakkan buku

  • Catatan Si Boi   BAB 114. Kamar Waktu

    Milna, Jakarta.Namaku Milna. Umurku sepuluh tahun. Kurang sedikit sih, karena dua hari lagi baru aku ulang tahun. Aku tinggal di sebuah apartemen di Jakarta bersama papa. Hanya bersama papa, karena mama sudah tiada.Papa adalah seorang pengusaha. Dia punya perusahaan yang besar. Gedung kantornya saja tinggi sekali. Aku sesekali diajak ke sana. Tapi hanya sesekali saja, biasanya aku belajar dan bermain di sekolah. Papa mengantarku ke sekolah saat berangkat kerja dan menjemput aku ketika dia pulang. Di akhir pekan, kami biasanya ke rumah opa di Bandung.Berbeda dengan teman-temanku yang lain, aku tak pernah mengenal mama. Katanya sih mama meninggal saat melahirkan aku. Sayangnya papa tidak pernah mau cerita tentang mama. Setiap aku bertanya, papa selalu menjawab 'Pada saatnya nanti kamu akan punya kesempatan untuk mengenalnya'. Aku sampai bosan mendengar jawaban itu.Karena papa tidak pernah mengatakan kapan kesempatan itu aku dapat, aku tak mau menunggu.

  • Catatan Si Boi   BAB 113. Janin dalam Kandungan

    Mila, Bandung.Rasa mual yang beberapa bulan terakhir terus menyiksaku kini sudah mereda. Sesuai perkiraan perawat, di trimester kedua ini rasa itu akan hilang dengan sendirinya. Memang sudah hampir lima bulan aku menjadi seorang calon ibu. Selama itu sudah aku memiliki janin dalam kandungan.Anugerah itu aku dapat setelah aku mencabut gugatan cerai. Pengacaraku sampai tak percaya dengan keputusan itu. Padahal hanya dengan diam saja, aku akan mendapat separuh harta Galang. Dan jumlahnya sangat banyak, karena dia adalah pemilik salah satu perusahaan ternama di Jakarta.Keputusan itu aku pilih bukan mengandalkan naluri. Saat hakim akan mengambil keputusan, aku menerima pesan dari Detektif Parkin. Dia adalah orang yang aku minta untuk mencari informasi tentang Dewi. Informasi itu datang tepat pada waktunya.'Dewi adalah seorang foto model profesional. Saya belum bisa memastikan, tapi sejauh penyelidikan saya dia bukan wanita panggilan.'Dari informasi

  • Catatan Si Boi   BAB 112. Ternyata Aku Istri Kedua

    Hana, Jakarta.Kamar rias pengantin adalah tempat yang sakral bagi mempelai wanita. Jangankan orang lain, bahkan mempelai pria pun tidak boleh memasukinya. Dan sebab itu sebagian besar wanita belum pernah berada di dalamnya. Termasuk aku, baru kali ini aku berada di kamar itu. Karena memang akulah sang mempelai wanita.Di luar sana, semua orang sibuk menyiapkan acara. Dimulai dari akad nikah, makan bersama keluarga, sampai acara resepsi. Pagi ini belum terlalu ramai karena memang hanya keluarga dan beberapa relasi dekat yang hadir. Tapi siang nanti, dua ribu undangan telah disebar dan biasanya mereka hadir membawa pasangan.Karena ayah sudah tiada, yang menjadi waliku adalah paman. Ketiga orang itu telah duduk di satu meja. Paman, Galang dan penghulu. Sebelum akad nikah, penghulu menjelaskan teknis acara. Agar suasana menjadi cair, penghulu itu mencoba bergurau."Sebelumnya saya ingin bertanya. Apakah Pak Galang sudah pernah menikah?"Galang berpik

  • Catatan Si Boi   BAB 111. Foto Mesra Suamiku

    Mila, Bandung.Suasana kafe di salah satu sudut kota Bandung masih sepi. Sebenarnya kafe ini cukup banyak pelanggannya, tapi hari ini bukan akhir pekan dan waktu juga masih sore. Jadi wajar saat ini hanya ada aku, Galang dan dua orang pengunjung lain.Galang mengajak aku ke sini bukan tanpa alasan. Biasanya kami ke sini jika dia ingin mengobrol agak serius. Benar saja, setelah kami duduk dan memesan makanan Galang langsung mengutarakan maksudnya."Mila pasti sudah pernah mendengar bahwa aku bekerja sambil kuliah. Dan saat ini aku sudah lulus. Orang tuaku sudah menanyakan kapan aku akan menikah. Karena itu beberapa pekan lalu aku melamar Sisca." kata Galang membuka percakapan."Jadi, kapan kalian akan menikah?" Aku bertanya dengan suara serak saking gemetar menahan penasaran."Dia menolak lamaranku. Jadi bisa dikatakan kami sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Dan aku bebas memilih siapa saja untuk menjadi pendamping.""Saya rasa tidak

  • Catatan Si Boi   BAB 110. Proposal Cinta

    Hana, Jogjakarta.Kesibukan santri di akhir semester memang luar biasa. Selain mengikuti ujian, para santri juga harus menyetor hafalan yang menjadi target kami. Tidak heran jam tidur kami jadi jauh berkurang. Sering kali kami tidur setelah larut malam dan bangun sebelum ayam jantan berkokok.Bagi santri yang berlatar belakang pendidikan umum, kami harus berusaha lebih giat lagi. Selain karena kami harus mempelajari bahasa arab terlebih dahulu, jumlah hafalan kami juga kalah jauh dibanding santri lain. Akibatnya selama seminggu ini aku hanya tidur tiga jam sehari.Untunglah masa itu sudah selesai. Kini adalah masa liburan. Kebanyakan santri daerah pulang ke kotanya masing-masing. Tapi aku memutuskan untuk tetap di pesantren. Bisnis yang diwariskan ayah bisa dibilang sudah autopilot, jadi ibu tidak terlalu repot mengurusnya. Karena itu, ibu bebas jika ingin ke mana saja dan jadi sering menginap di tempatku.Berbeda dengan santri lain, aku tidak pe

DMCA.com Protection Status