"Untuk apa kau mengintip toko kami?"
Pertanyaan tersebut berhasil membekukan tulang belulangku. Sambil menatap pemilik toko yang menunjukkan sorot mata tajam, mulutku mencoba untuk menjawab.
"Bukankah kau merasa tertarik pada orang baru seperti dia?"
Namun, mulut ini tak kunjung bergerak dengan tenang seperti membiarkan omongan keji dari pria tua tak beradab itu. Gemetar karena ketakutan, aku berusaha untuk menggelengkan kepala, tetapi rasa sakit di kepala malah semakin parah. "Aku tidak tahu–bahkan tahun saja–"
"Tahun 451 kalender Kerajaan Ilios."
Aku bungkam setelah mendengar jawaban dari pria berjubah–juga sedang mengalami nasib yang sama denganku. Tetapi, tatapannya terlihat tidak mempercayai apa yang sedang ia dengar.
Ah, apa-apaan dengan tatapan yang mengejutkan itu?
"Kerajaan Ilios ...." Tanpa sadar mulutku bergerak sebelum kesadaranku kembali begitu mendengar para bandit menepuk tangan mereka. Ya, mereka bertepuk tangan sambil bersiul.
"Pria tidak takut mati ini saja memandang wanita itu dengan rendah!" Salah seorang pria yang sedari tadi menonton kini menjadi sorotan.
"Apa sehina itu dia?" Lalu, seseorang mendukungnya. Sambil terkikik dan menatapku dengan rendah.
Aku hanya bisa mengernyit yang di mana sorot mataku menajam kepada pria tersebut.
'Persetan dengan sakit dan orang-orang ini!' umpatku dari dalam hati.
Kuabaikan tawaan orang lain–juga tatapan aneh dari mereka, lalu penglihatanku menangkap sosok berbadan tegap yang masih menunjukkan raut wajah tidak percayanya. Pria berambut emas itu merupakan sorotan.
"Apa itu artinya Kerajaan Lotus telah runtuh?" tanyaku, seraya berharap ia akan menjawab pertanyaan sederhana ini.
Namun bukannya mendapatkan jawaban, pria pemabuk yang berdiri di sampingku menendang pinggangku dengan keras. Sontak, pertanyaanku tidak akan dijawab oleh pengembara tersebut.
Aku meringis sambil mendengar hardikannya. "Sekarang kau berani berbicara dengan pendatang! Bukannya kau telah mengatakan untuk setia pada desa ini?!"
Sejak kapan aku berjanji untuk setia pada desa telantar?
Ah, aku sadar bahwa aku berada di tubuh orang lain.
Tangan dari pria pemabuk itu menarik rambutku dengan kasar, sedangkan orang-orang yang berada di sekitarku tertawa menyumpahi. Aku meronta untuk diminta lepas dari tangannya, lalu meringis kesakitan, sambil merintih meminta ampun.
"Hei-"
Yang tidak kusangka ialah pria berjubah itu mulai bersuara. Tapi, para bandit yang mendukung tindakan keji justru menghalangi jalannya ketika pria berjubah tersebut hendak mendekati tempat ini. Para bandit masing-masing melebarkan tangan mereka.
"Kau berharap untuk mendapat pertolongan?!"
"Sa–sakit!"
Tarikannya semakin kuat. Aku mencoba meraih tangannya yang menjambak rambutku dengan kasar, memegang tangannya dan berusaha melepaskannya. Tapi, pria pemabuk itu memiliki tenaga yang lebih besar dariku.
"Kau juga merasakan sakit!?" Melihatku kesakitan, dia seakan-akan merupakan tontonan terbaiknya.
Mulutnya mendekati telingaku, dia berkata, "Monster sepertimu bisa merasakan sakit yang sama seperti manusia?"
Kepalaku seakan ingin pecah jika terus menerus dijampak seperti ini. Tarikannya sangat kuat dan semakin kuat jika aku terus membuatnya kesal. Karena tidak dapat berpikir jernih, aku meminta ampun padanya.
"Ma–maafkan saja–"
"Kau hina!" Tapi, emosinya semakin menaik. "Jalang! Hidup seperti itu tidak ada gunanya, lebih baik kau mati membusuk di hutan!"
Umpatan berkali-kali tertuju padaku. Sampai-sampai pria kekar yang tadi memergokiku berkata, "Hei, bukankah ucapan itu terlalu kasar untuk wanita seperti dia?"
Ya, sakit ini semakin memarah dan kepalaku semakin terasa sakit. Jika terus seperti ini, mungkin saja aku akan jatuh pingsan.
"Tidak." Tetapi, yang namanya tidak memiliki hati tidak akan mengetahui rasa sakit seperti apa yang sedang kuderita. "Dia lebih pantas mendapatkannya, bukan begitu." Tangan kekarnya semakin menarik rambutku dengan kasar. Hingga, aku menutup mataku ketika ingin menangis.
Mereka semua tertawa terbahak-bahak. Aku meringis dan otakku tidak dapat berpikir jernih setiap kali orang-orang menertawaiku. Amarah yang bercampur dalam hati tidak dapat kumengerti dengan kehidupan yang ini. Alhasil, membuatku tanpa sadar menggeram.
"Bahkan, kehidupan ini saja aku tidak mengetahui apa-apa ...," gumamku yang mungkin tidak dapat didengar oleh pemabuk sialan itu.
"Apa yang kau katakan?" Rasa keingintahuannya benar-benar membuatku muak.
Tanpa kusadari, gumamanku membuat semua orang yang tadinya ribut menjadi diam.
Kalau begitu, ini kesempatan untuk tak lagi merasakan sakit seperti ini.
"Harus menderita tanpa mengetahui alasannya ...." Dengarkanlah perkataanku dan terima kutukan yang bisa saja mengenai tepat sasaran. "Dikucilkan, dihina, lalu dibunuh dengan cara yang tragis ...." Masa lalu kelam–kehidupan yang kelam membawa aura negatif pada tubuhku. Mungkin saja, kekuatan purnama akan bangkit setelah ini.
Cengkraman tangan pemabuk dari rambutku melonggar. Kesempatan yang besar untuk memperbaiki posisi kepala dan melihat semua orang dengan tatapan benci.
Tak lupa, aku tersenyum kecut. "Bukankah itu keterlaluan bagi satu manusia yang menjadi kambing hitam hanya demi ego tiap manusia?"
Para bandit itu menatapku dengan mulut terbuka lebar. Menerka-nerka apa yang sedang kukatakan, pria pemabuk ini justru kembali mengeratkan cengkraman tangannya ke rambutku. Dia menarik rambutku lebih keras dari sebelumnya hingga aku merasakan bekas tendangan pemilik toko tadi kepadaku.
"Apa yang dikatakan wanita ini!?" hardik pemabuk.
Aku hanya bisa meringis kesakitan dalam diam ketika sekujur tubuh terasa begitu sakit.
"Dia ngawur!?" Pria kekar yang sedari tadi berdiri itu mengernyitkan keningnya. Tapi, terlihat sangat jelas bahwa dia merasa cemas. Ucapanku berlaku pada rasa takutnya.
Aku mencoba untuk mengembalikan fokusku ketika rasa sakit pada kepala dan pinggang benar-benar luar biasa. Suasana kembali hening membuatku penasaran. Aku memperhatikan sekitar dan mengambil kesimpulan bahwa para bandit yang mengelilingiku mendapati perasaan campur aduk. Antara harus marah atau khawatir.
Namun, tanpa sadar aku menggulum bibirku. Amarah yang tidak kuketahui alasannya–ah, tentu saja ada, Amarah yang berasal dari perlakuan orang-orang yang menganggap diri mereka benar mengingatkanku pada manusia di zaman Kerajaan Lotus masih ada.
"Keterlaluan." Kali ini, suaraku mengeras.
'Aku tidak ingin marah,' pikirku. 'Tapi, sudah terlambat.'
Aku mengabaikan rasa sakit di kepalaku setiap kali bergerak. Aku hendak berdiri, sayangnya gagal. Pemabuk itu tidak mengumpat, tapi dia justru berdecih.
"Kenapa kalian semua begitu kejam kepadaku!?"
Meskipun aku telah mengetahui alasannya.
Mataku berair. Bukan karena debu, melainkan perasaan sakit hati. Sudah tak bisa dibendung, akhirnya aku mengeluarkan air mata.
Namun, untuk apa?
Manusia-manusia yang tidak memiliki hati sudah jelas tidak akan merasa kasihan melihat air mata seseorang.
"Kalian begitu kejam kepadaku ...." Suaraku semakin parau.
'Bahkan orang yang berjubah di sana juga tidak ada niat untuk membantuku,' pikirku.
Aku mulai merasa mengasihani nasibku.
'Malang sekali nasib-'
Belum selesai aku menyelesaikan ucapan isi hatiku, seseorang mengangkat daguku dengan kasar. Aku terkejut, lalu kutatap siluet wanita berbadan kekar dan–
PLAK!
Kudengar suara tamparan cukuk keras. Ternyata menamparku dengan keras dan kukunya yang panjang juga berhasil mencakarku.
Sontak, aku tertegun. Bahkan, para pria yang mengelilingiku juga ikut tertegun.
Wanita yang ada di hadapanku merupakan orang yang pertama kali aku lihat setelah terbangun di dunia ini. Sudah terlihat jelas dari wajahnya yang kasar, tubuhnya yang kekar, dan rambutnya yang sebagian sudah memutih.
"Wanita jalang! Tidak berguna! Apa gnanya hidup sebatang kara!? Pembunuh orang tuanya sendiri dengan kekuatannya hanya demi memuaskan diri!" hardik wanita kekar itu.
Lantas, aku tertegun dibuatnya setelah mendengar hardikan wanita itu.
Pembunuh orang tuanya sendiri katanya?
"Wanita jalang! Tidak berguna! Apa gunanya hidup sebatang kara!? Pembunuh orang tuanya sendiri dengan kekuatannya hanya demi memuaskan diri!" Mulutku melongo setelah mendengar hardikannya yang tidak ada titik-koma. Mendengar sumpah serapahnya yang sudah tentu tertuju padaku. 'Aku ... membunuh orang tuaku?' Tidak habis pikir dengan kejutan akan kenyataan-kenyataan. Dalam sekejap, otakku bekerja memberikan bayangan akan senyum Yang Mulia yang hangat–bukan tertuju padaku, melainkan kepada putra mahkotanya. Masa lalu kelam yang tidak patut untuk terus diingat, aku beralih pada dunia yang saat ini sedang kutempati. Lalu, menundukkan pandangan dengan tangan bergerak untuk menutupi telinga. 'Aku tidak membunuhnya, tapi dia membunuhku!' Ingin rasanya aku melontarkan kalimat pembelaan itu, tapi mulutku tak bisa. Gemetar hebat akan kejadian di masa lalu tidak bisa kuhilangkan dalam sekejap. "Dia yang jahat ...." Pada akhirnya, hanya kata tersebut yang d
"Dia pembunuh!" Bentakan dari suara wanita kekar itu masih saja menggelegar. Mengumpat diriku yang bernasib malang. "Sudah sepantasnya dia mati di atas panggung eksekusi!" Deg. Jantungku seakan berhenti berdetak setiap kali mendengar kata 'eksekusi' yang selalu tertuju padaku. Mataku membulat untuk menatap wanita kekar. Di sekitarku seakan berputar, telunjuk yang hampir sama dengan ibu jarinya menunjuk-nunjuk ke arah wajahku. Dia menatap sinis, sedang aku hendak mengeluarkan suara seperti pada saat eksekusi. 'Apa ini akhirnya?' pikirku. Tapi, rasanya sangat aneh jika aku baru saja hidup di dunia ini, lalu beberapa jam kemudian dieksekusi dan mati. Dalam sekejap, tubuhku gemetar, suaraku tak kunjung keluar untuk memberikan pembelaan. Seperti pada saat ekskusi–kematian pertamaku–yang hanya bisa mempasrahkan diri menerima kematian yang sudah ditentukan oleh Yang Mulia. "Tunggu!" Suara seseorang seakan memberi harapanku untuk tetap
Langkah kakinya kian cepat, cengkraman tangannya semakin menyakitkan."Um ... Tuan."Aku mencoba memanggil namanya, tapi kerikil kecil membuatku tersandung dilangkah yang cepat. Aku tersandung dan cengkramannya semakin erat.Tidak ada jawaban dari pria berjubah itu.Hingga, membuatku meringis kesakitan ketika semua tubuh terasa ingin remuk sambil berkata dengan nada yang sedikit tinggi dari sebelumnya."Tuan, Anda membuat tangan saya sakit," ucapku.Tangan kananku begitu sakit dan pergelangan tanganku sukses memerah. Jika terus-terusan seperti ini, bisa saja tangan ini menjadi lumpuh."Oh, maafkan aku."Kali ini, panggilanku didengar olehnya. Dia menghentikan langkah kakinya, begitu juga denganku–menghentikan langkah kaki tepat di depannya. Aku menatap punggungnya yang lebar, lalu tiba-tiba pria itu membalikkan tubuhnya yang membuatku terperanjat kaget.Tangan yang dicengkramnya kini ia lepas. Tampak terkejut, dia
Aku mengeluarkan kata jujur pada kenyataan pahit, lalu membuat hatiku semakin pedih."Tak ada tempat pulang yang pantas untukku," jawabku, disertai dengan senyum kecut. Semampuku untuk mengernyit dan menahan air mata yang akan keluar dari kelopak mata.Aku tahu siapapun yang mendengar jawaban tersebut akan terdiam, tidak berkutik.Ilkay menunjukkan eskpresi tidak percaya dan berkata, "Lalu ...." Dengan sangat hati-hati dia melanjutkan ucapannya. "Sekarang, kau akan ke mana?"Dia terlihat canggung, tapi mencoba untuk menepis nasib malang yang baru saja aku katakan. Aku menggeleng hebat untuk membalas pertanyaannya."Aku tidak tahu," balasku. "Hanya bertahan hiduplah tujuanku saat ini."Kutatap matanya yang indah, berwarna biru langit dan menenangkan. Seakan-akan warna teduh itu seharusnya berwarna hijau permata.'Aku tidak tahu ke mana aku akan pergi,' pikirku. Semakin merasa sendu dan menyakitkan. 'Untuk membalas dendam kepada Kerajaa
"Kalau begitu, ada syaratnya."Kedua alisnya terangkat menunjukkan bahwa semua yang dikatakan Ilkay telah terencana. Tanpa sadar, aku menggertakkan gigiku dan mengepalkan kedua tangan dengan erat."Akan kuikuti seluruh permintaanmu," ucapku penuh lantang, dengan tatapan penuh keyakinan akan jawabanku.Tempat yang sepi. Tidak ada manusia yang menampakkan batang hidungnya di sini. Tepi desa yang telah ditinggalkan, Ilkay berdiri dengan mata menyipit."Baiklah," ucapnya.Pergerakan tangannya membuatku curiga. Ia merentangan kedua tangannya, seakan memberi isyarat untuk segera mendekatinya."Sekarang, peluk aku," sambungnya dengan santai.Seketika, tubuhku membeku mendengar ucapannya. Tangan yang merentang itu kutatap dengan tidak percaya, lalu beralih pada wajahnya. Tak ingin memeluknya, aku menunjukkan raut wajah penuh jijik kepadanya.Ah, aku menyesal mengatakan tawaranku kepadanya.Namun, kulihat dia menurunkan tangannya
"Karena tidak ada alasan untuk membantu orang-orang dalam kesulitan."Dia mengenakan jubah yang mewah, juga membawa kuda putih pada saat itu. sekantung koin emas selalu ia bawa ke sana kemari. Matanya indah seperti dewa–atau mungkin juga bisa setampan malaikat.Ilkay tersenyum, meskipun aku hanya melihat tudung kepalanya yang menyebalkan.'Dia mengingatkanku pada perlakuan para bandit kepada wanita tua waktu itu,' pikirku. 'Seharusnya, aku membantunya.'Lalu, penyesalan menghantuiku pada saat itu juga.-oOo-Langkah kaki kian menjauh dari kerumunan, kini berganti dengan rumah dan toko yang banyak. Bau amis ada di mana-mana, bunyi ombak terdengar jelas dari sini.Perjalanan semakin jauh dan sekarang aku yang terus-menerus ditarik olehnya akhirnya sampai di pelabuhan.Kepalaku menengadah di saat aku terus dibawa pergi oleh Ilkay. Mataku menatap kapal-kapal yang tinggi yang membuatku merasa ngilu ketika berada di atas sana.
"Percepat langkah kakimu!" titahnya."B–baik!"Langkah kaki kami kian cepat. Berlari di bawah langit berwarna jingga, menatap matahari yang akan terbenam, lalu tatapan orang yang beragam tertuju hanya padaku.'Pelarian ini ....' Apakah pantas disebut pelarian?Tak ada rasa khawatir seperti pada saat berlari bersama seorang pemberontak. Membebaskan diri dari kurungan sangkar emas.Sangat berbeda.'Apa pilihanku kali ini ialah benar?' pikirku.Kuabaikan seluruh rasa khawatir yang samar, lalu memilih untuk memfokuskan pandangan pada pelabuhan yang indah ini. Matahari akan tenggelam dan tentu berganti dengan bulan. Malam mengerikan di istana dulu mungkin akan tergantikan dengan malam yang penuh dengan rasa bahagia.Berlari di bawah langit senja dengan suasan yang hangat bersama seorang pria yang belum terlalu kukenal.-oOo-Derap langkah kaki terdengar jelas. Suara napas pendek kesulitan untuk menarik udara. Ilk
"Berbicaralah pada orang itu," pintanya.Lantas, aku menoleh ke samping–tepat pada seorang pria berbadan tegap tengah berjalan semakin jauh dari kami. Ia menggunakan pakaian yang terbuat dari besi, sehingga menjelaskan bahwa pria tersebut merupakan seorang penjaga atau ksatria yang sedang berjaga di sekitar sini.Pandanganku berbalik pada Ilkay. Setelah permintaannya yang luar biasa aneh, aku menatap wajah Ilkay penuh pertanyaan."Kenapa aku?" Selagi Ilkay bisa berbicara dengan mudahnya pada orang yang tidak dikenal.Mengapa harus aku yang melakukannya?Ilkay menunjukkan matanya yang lagi-lagi menyipit. Dari balik penutup kepala dari jubahnya, warna emas pada rambut Ilkay benar-benar membuatku ingin menjambaknya."Ini salah satu cara untuk menghapus pikiran buruk orang-orang terhadapmu," jelasnya.Aku mengernyit. Apakah permintaannya dapat disebut sebagai 'penghapusan dosa'?'Tapi, kenapa harus aku ....' Masih tidak menge
“Siapa gadis itu, Yang Mulia?”Aku menutup mulutku dengan rapat. Kedua alis terangkat dan tubuhku seperti menjadi patung.Bisikan-bisikan semakin terdengar jelas dari belakang. Para pelayan itu semakin menunjukkan rasa penasarannya satu sama lain.Tak bisa berkata-kata, aku pun terus menatap punggung kekar Ilkay yang dibalut jubah kumuh.“Vander,” panggil Ilkay.Pria bernama Vander itu menatap Ilkay penuh penasaran. Tatapan seolah tidak ada tujuan untuk hidup, hanya mengikuti perintah dari seseorang.“Akan kujelaskan nanti setelah kita makan malam. Kau pastinya belum makan malam, bukan?” tanya Ilkay.Terlihat bahwa Vander tertegun. Dia membungkuk, tangan kirinya di letakkan di dada. Tanpa melihat Ilkay, pandangannya tertuju pada tanah.“Ya, Yang Mulia. Akan saya pinta pada kepala koki untuk memasakkannya,” balas Vander.Ilkay mengangguk. Dia berbalik secara tiba-tiba, membuatku terperanjat kaget.Wajah berseri tak pernah pudar di wajahnya setelah memasuki mansion ini. Matanya menatap
“Aku akan jelaskan nanti– jadi, kalian akan membiarkanku berdiri di sini?”Lantas, dua wanita yang tampaknya sangat mengenal Ilkay itu segera berdiri. Mereka beranjak, sambil membungkuk, dan salah satu mereka berjalan mendekati pintu.Pintu tersebut digedor, sampai seorang pria berzirah membuka pintu dengan raut wajah masamnya.Mulutnya hendak terbuka menanyakan apa yang terjadi, tapi kembali tertutup bersamaan dengan mata membelalak kaget.“Oh– Astaga– HORMAT SAYA PADA YANG MULIA.”Aku tercengang. Melihat ksatria tersebut juga menunjukkan sikap yang sama dengan dua pelayan wanita itu.‘Sebenarnya, apa yang terjadi?’Tidak mungkin jika pria di hadapanku saat ini merupakan orang yang disegani atau bisa dibilang dari keluarga kerajaan.Namun, jika dilihat-dilihat, perawakan yang berwibawa dengan senyum profesional, terlihat seperti bangsawan ataupun keluarga kerajaan yang telah diajarkan cara menyimpan masalah melalui senyum manis mereka.Pelajaran etika yang tidak pernah diajarkan pada
Aku hanya mengikutinya dari belakang. Lagi dan lagi, entah mengapa aku terlalu menurut pada pria itu.Langkah demi langkah, kudengar terus suara tebasan semak belukar yang ada di depanku. Hanya menggunakan pedang panjang, dia memotongnya dalam sekali tebasan. Begitu hebat dan kuat.Aku pun menengadah. Secara perlahan, langit mulai menggelap. Kini, langit berwarna jingga telah berubah menjadi biru gelap yang dihiasi oleh bintang-bintang.Suara hewan yang ada di hutan ini cukup mengerikan, sunyi senyap yang ditemani dengan suara lolongan.Ilkay tadi mengatakan akan membawanya ke tempat istirahat, tapi maksud dari istirahat tersebut apa?Tak berani mulutku bergerak untuk menanykanannya. Aku diam membisu seperti anak ayam yang baru saja dikenai berang sama induknya. Lalu, mengekor ke sana kemari dalam diam.“Kita sampai,” ucap Ilkay.Aku mengalihkan pandangan. Menatap kakinya yang tidak lagi melangkah. Aku pun ikut berhenti.Kutatap punggungnya yang lebar, lalu bergerak menyamping untuk m
“Kekuatan?” tanya Ilkay. Aku mengangguk. “Purnama bulan merah.” Dapat kurasakan keheningan yang mencekam. Melihat Ilkay dengan mata yang sedikit melebar, menunjukkan manik mata biru permata yang indah, lalu mulut tertutup rapat seakan dia terkejut mendengar ucapanku tadi. “Kau tahu cara mengendalikannya?” tanya Ilkay. Barusan, kekuatanku muncul bisa kemungkinan karena untuk melindungiku … tapi, dibilang melindungi, kenapa saat itu aku tidak dilindunginya? Tubuh yang mudah hancur ini tidak tahu cara mengeluarkan kekuatan, apalagi mengendalikannya. Aku pun menggeleng hebat. Menatap Ilkay dengan rasa penuh bersalah dengan kening mengernyit dan mulut cemberut. “Tidak. Aku tidak tahu. Kekuatan itu muncul begitu saja,” jawabku. Entah mengapa … aku merasa diriku yang dulu, bahkan yang sekarang sama-sama merepotkan. “Jadi, dia muncul saat-saat yang genting, huh?” Ilkay bergumam, tapi aku dapat mendengar ucapannya dengan jelas. Kepalaku terangkat untuk melihat wajahnya lagi. Sambil b
‘Bajunya–’ Mata Ophelia melebar. Mulutnya sedikit ternganga. ‘Ledakan tadi pasti membuat Ilkay kehilangan fokus.’ Hingga, dia kembali pada keadaan Ilkay yang saat ini bertarung melawan Hydra.[]Ophelia POV‘Bajunya–’ Aku melebarkan mata dan bahkan mulutnya menganga melihat ujung bajunya sedikit robek dan penampilannya yang kusut.Kucoba untuk tenang, sambil menatap Ilkay.‘Ledakan tadi pasti membuat Ilkay kehilangan fokus.’Aku pun mengalihkan pandangan. Menjatuhkan pandanganku pada monster yang ternyata sudah menyadari keberadaan kami. Akan tetapi, Ilkay tampak tidak mengetahui ada monster yang sedang menatap kami dengan intens.Tanganku bergerak mengarah ke monster tersebut dan monster itu pun bergerak bersamaan aku memegang tangan kananku.Kedua bahuku terangkat, spontan mataku memejam melihat monster besar tersebut bergerak cepat.‘Bagaimana cara mengeluarkan kekuatan tadi!?’ pikirku.Pikiranku terus tertuju pada kejadian yang sebelumnya. Dimana secara tiba-tiba ledakan terjadi
“Apa tidak ada yang bisa aku bantu?" tanyaku, meskipun tak ada orang yang mendengar pertanyaanku. Lagi-lagi aku mendengus. Tapi, kali ini perasaanku berbeda dari sebelumnya. Tubuhku secara tiba-tiba menggigil dan sesuatu yang ada di belakangku membuat tubuhku membeku. Bayangan yang besar ada di bawah, dan aku dapat menduga siapa yang ada di belakang hanya dengan hangatnya nafas yang mengepul mengenai puncak kepalaku. Mataku melebar, mulutku terkunci, dan suaraku tercekat hanya untuk berteriak. Aku dapat menduga bahwa sesuatu yang besar mengancam nyawaku dan ketika aku berbalik– Ledakan pun terjadi. [] Ilkay berusaha menghindari serangan semburan api yang keluar dari mulut Hybrid. Dia terperanjat kaget ketika mendapati suara ledakan yang begitu nyaring dan besar berada di dekatnya. “Suara apa itu!?” tanyanya. Sempat untuk membalikkan tubuh, mengalihkan pandangan tepatnya pada tempat Ophelia bersembunyi. Ilkay melebarkan mata. Dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, tapi
“Setidaknya, biarkan aku membantumu,” pintaku, seakan memelas kepada Ilkay.Namun, alih-alih mendapat izin, Ilkay justru tertawa sinis. Ya, aku yakin dia sedang merendahkanku.“Apa yang bisa kau lakukan?” tanya Ilkay.Pada saat itu, suara lolongan dari serigala terdengar dari dekat. Itu berasal dari monster yang baru saja datang ke tempat ini. Badannya sangat besar, tapi bisa dikatakan sebagai badak. Pada pundaknya, terdapat duri-duri seperti landak dengan ujungnya yang berwarna merah. Seolah merah merupakan darah para penjelajah atau pemburu yang gagal melawannya. Sedangkan wajahnya … seperti serigala dengan mulut yang panjang dan telinga seperti singa. Semua giginya merupakan gigi taring dan itu pun dipenuhi dengan lendir.‘Mo
Aku pun menggeleng hebat yang membuat Ilkay mengernyit.“Kenapa?” tanya Ilkay meminta penjelasan akan sikapku.“Kau ingin melawannya?” tanyaku.Mendengar pertanyaan yang dilontarkan padanya, Ilkay pun menjawab,“Jika aku tidak melakukan itu, mereka akan tetap berada di sini.”Pandangannya berganti pada Hydra yang tak kunjung beranjak dari tempatnya. Sorot mata Ilkay menajam dan tangan yang disembunyikan dari jubah yang sedang dikenakan itu ia keluarkan. Terlihat jelas pedang yang pernah sekali ia gunakan.“Hydra dapat mencium bau manusia dan selama kita tidak muncul, mereka akan tetap berada di tempat ini.”
"Kau ...."Ilkay mengeluarkan suaranya, tapi suara tersebut terhenti begitu saja, sampai tangannya bergerak menuju tangan dan menutup wajahnya. Ia mendengus sambil mengusap wajah dengan kasar.Sebenarnya, aku tidak peduli dengan reaksinya. Tapi, melihat pria pengembara itu terlihat frustasi, aku pun mengalihkan pandangan.Aku mencoba untuk berdiri dan membersihkan kedua tangan dengan baju, tapi– ah, sayang sekali jika baju ini kotor. Hanya ada satu baju yang tidak dapat diganti sebelum pria pengembara dengan rambut pirang itu mau membelikanku baju lagi; meskipun itu tidak mungkin.Ilkay yang ada di sampingku menjangkau tanganku, memegangnya dan membersihkannya dengan sapu tangan yang tiba-tiba ada dari dalam jubahnya.&