Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (surat Ar Ruum ayat 21)
Pernikahan bukan hanya menyatukan kedua insan menjadi sepasang suami istri dan mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri, melainkan menikah juga juga salah satu cara memperkuat ibadah, penyempurna agama.
Hal ini sesuai dengan hadits tentang pernikahan yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang hamba menikah, maka telah sempurna separuh agamanya. Maka takut lah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya."
Selain itu pernikahan juga bertujuan untuk memperoleh keturunan. Dalam hadits riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda "Nikahi lah wanita-wanita yang bersifat penyayang dan subur (banyak anak), karena aku akan berbangga-bangga dengan (jumlah) kalian di hadapan umat-umat lainnya kelak pada hari kiamat."
"Bismillah Can, niatkan semua ini karena Allah" ujar Haris menepuk pundaknya dengan tersenyum menguatkan.
Haris tahu bagaimana rasanya ketika dihadapkan dengan detik-detik paling menegangkan mengenai masa depan hidupnya. Rasanya sungguh tak karuan, makannya ia mencoba untuk menguatkan sahabatnya itu dengan menyuruhnya berdoa, sebab dengan berdoa semua akan merasa lebih baik.
"Iya Ris, tapi gue masih gak yakin mau nikahin cewek preman kaya dia," keluh Candra dengan tangan mengusap wajahnya kasar.
"Kalau lo gak yakin, terus ngapain lo terima perjodohan ini? Apa cuma gara-gara masalah izin rumah sakit itu?" tanya Haris menyelidik.
Anggukan lemah Candra berikan sebagai jawaban membuat Haris nampak mengelus dada, sungguh tak percaya. Cuma gara-gara impiannya ia rela merusak impian yang lain, ia tak pernah berpikir jika keputusannya akan melukai gadis yang akan ia nikahi tanpa cinta nanti."Pengecut!" ujar Haris dengan senyum menyeringai membuat Candra mendongak dan menatapnya lekat.
"Maksud lo apa, hah?!" tanya Candra sedikit emosi.
"Hanya laki-laki pengecut yang rela mengorbankan kebahagian orang lain demi impiannya," sinis Haris. Sungguh, Haris tak suka jika ada perempuan yang dijadikan sebagai korban dalam mewujudkan mimpi sahabatnya itu.
"Maksud lo apa, hah?!" emosi Candra dengan menarik kerah kemeja Haris, membuat tubuhnya kini berada sangat dekat dengan tubuh Candra.
"Ubah niat lo itu Can, gue gak mau kebahagiaan lo dan calon istri lo terbunuh akibat mimpimu itu. Jika tidak, pernikahan kalian tidak akan pernah bisa bahagia. Gue gak mau lo nyesel" jelas Haris membuat cengkraman lengan Candra di kerah kemeja Haris kini terlepas.
"Jika tidak di dasari cinta, setidaknya dasari dengan niat untuk beribadah karena Allah," sambung Haris.
Candra semakin dibuat bingung sekarang. Perkataan Haris seakan bagai palu godam yang menghantam hatinya, begitu mengena. Haris benar, pernikahan ialah sesuatu yang sakral, jika tidak didasari cinta maka harus diniatkan untuk beribadah.
Lalu bagaimana dengan dirinya, apa ia sanggup menjalankan perbikahan ini tanpa adanya cinta? Apa ia mampu menjalankan pernikahan ini hanya demi beribadah padanya? Bersama perempuan yang bahkan Candra rasa perempuan itu tidak akan membantunya untuk menjalankan ibadah ini.
"Masih ada waktu lima belas menit lagi sebelum kita berangkat kerumah calon istrimu, pikirkan dengan baik. Meneruskan perjodohan ini dengan niat beribadah atau membatalkannya!" ucap Haris sebelum ia pergi dari kamar Candra.
"Arghhhh... Lalu gue harus apa sekarang?" kesal Candra dengan bertanya pada dirinya sendiri setelah kepergian Haris beberapa detik yang lalu.
***
Setiap perempuan pasti memiliki pernikahan impian,mereka akan melakukan apa pun demi mewujudkan impiannya lain hal nya dengan Ayana gadis tomboy ini seperti tak pernah mempunyai tujuan hidup bahkan tak pernah terpikirkan akan pernikahan impiannya. Hidupnya selalu datar, apapun yang menjadi takdirnya ia akan jalani meski hati meronta-ronta untuk berprotes, tapi yasudahlah demi keluarga setidaknya wanita tomboy ini berguna bagi keluarganya. Pikirnya, meski kehidupan masadepannya harus dipertaruhkan.
Ayana nampak tersenyum miris melihat penampakannya dalam pantulan cermin. Wajah khas premannya sekarang sudah berubah bak seorang putri raja yang begitu cantik dan mempesona berkat para tangan perias kepercayaan keluarganya.
Wajah yang nampak tak tidur semalaman itu kini terlihat begitu segar, hanya karena riasan make up yang baru kali ini ia pakai. Sial, gara-gara sang kakak kini kehidupan liarnya terancam dan itu sungguh membuat Ayana tak bisa memejamkan matanya semalaman.
"MasyaAllah, ini kamu nak? Cantik banget,pangling ayah lihatnya" ucap Herlan sambil memeluk putrinya dari belakang dengan penuh kasih sayang.
"Ayah aja pangling apalagi gue, risih tau yah dandan kaya gini. Gerah!" protes Ayana membuat Herlan terkekeh dengan perkataan putri bungsunya itu.
"Makannya jadi perempuan itu, feminim sedikit kek. Gak usah kayak laki, banyak tingkah" kekeh Herlan.
"Wah, ini nih yang kaya gini yang suka nuntut. Bukannya ayah dulu bilang sama bunda kalau ayah pengen banget punya anak cowok lagi pada saat Aya masih di kandungan bunda? Jadi jangan salahin Aya dong kalau Aya kayak gini, haha" bela Ayana dengan tawa miris.
"Iya, maafin Ayah. Gimana sudah siap kan? Bentar lagi, keluarga calon suamimu datang" ucap Herlan menatap Ayana pada pantulan cermin yang sungguh membuatnya takjub, putri bungsunya kini begitu cantik sekali.
"Siap tidak siap, emang Aya dituntut harus siapkan" ucap Ayana sinis.
"Maafkan Ayah, kamu harus menanggung semua resikonya gara-gara kakak kamu. Mungkin ini sudah menjadi jalan takdir jodoh kamu, sekali lagi maafin Ayah" ucap Herlan sesekali mengecup puncak kepala putri bungsunya dengan lembut. Entah ada rasa sesak yang luar biasa dihati Ayana ketika Herlan sang ayah yang begitu tegas nan keras kala mendidik anak-anaknya kini bersikap lemah lembut bahkan seperti penuh penyesalan terpancar dari wajah tegasnya dan baru kali ini Ayana merasakan kembali kecupan dari sang ayah.
Ayana hanya diam, tak mampu berucap lagi. Asal kalian tahu, sejak dirinya menjadi tumbal perjodohan ini. Hidupnya seakan tak ada guna, sempat menyerah dan putus asa namun tak sampai berpikir untuk menghilangkan nyawanya sendiri seperti apa yang kakaknha lakukan, sebab ia masih sayang tubuhnya dan masih menginginkan hidup lebih lama lagi untuk mengumpulkan bekal ke akhirat nanti.
Sejujurnya ia ingin sekali mengutuk kakaknya yang terlihat seperti bidadari namun dalam sekejap berubah menjadi iblis bahkan seperti malaikat pencabut nyawa bagi dirinya. Dan mulai hari ini dan seterusnya Ayana telah memblack list kakak perempuannya dari daftar orang kesayangan dihatinya.
"Haduh, kalian kenapa malah bengong disini? Ayo cepat, itu semua udah siap Yah" ucap Ratih dengan heboh menemui mereka.
"Iya ini juga kita mau keluar.Lihat Mah, putri bungsu kita cantikkan" seru Herlan memuji Ayana didepan istrinya. Heni nampak melihat sekilas, kemudian kembali fokus melihat suaminya tanpa ada pujian sedikit pun terlontar dari mulutnya untuk Ayana, putri bungsunya.
"Mah, kok diam? Kenapa? Takjub ya?" tanya Herlan.
"Enggak, ayo ah cepat mereka sudah lama menunggu" jawab Heni mengajak mereka untuk segera turun.
"Yah?" panggil Ayana ragu.
"Ya sayang, kenapa?"
"Bolehkah Ayana menunggu disini saja?" pinta Ayana.
"Kenapa? Kamu mau kabur?" tanya Heni sinis.
"Ibu tenang saja, saya tidak akan kabur kok."
"Yasudah, kamu tunggu disini saja. Biar anak buah Ayah yang nungguin dan kamu diluar" putus Herlan pada akhirnya ketika melihat wajah cantik Ayana berubah sendu.
Ayana mengangguk, ia kemudian duduk kembali tanpa melihat kedua orangtuanya yang kini berjalan keluar, meninggalkannya seorang diri.
"Arggh, ini gara-gara lo kak. Gue jadi korban disini, kakak sialan!" racau Ayana setelah kepergian sang Ayah dari kamarnya.Dengan penuh amarah, Ayana memecahkan satu bingkai foto yang dimana, foto tersebut menampilkan dirinya dengan bahagia memeluk sang kakak. Marah, kecewa, benci kini yang ada dihati ayana untuk sang kakak apalagi ketika ia mendengar begitu lantangnya suara Candra mengucapkan akad nikah dengan benar tanpa melakukan kesalahan satu pun. Begitu lancar dan mulus.
"Saya terima nikah dan kawinnya Ayana Ayu Wiratmi kencanasari Handoko binti Herlan Handoko dengan mas kawin seperangkat alat solat dan sebuah berlian sepuluh krat dibayar tunai!" ucap Candra dengan lantang membuat Ayana menghela napas berat. Kini dirinya telah sah menjadi nyonya Candra, dosen yang paling ia benci di kampus.
"Bagaimana para saksi, Sah?"
"Sah" seru para saksi dan tamu undangan dengan begitu lantang nan riuh yang Ayana dengar dari pengeras suara.
"Mulai hari ini dan seterusnya, lo bukan lagi kakak gue!" ucap Ayana dengan penuh emosi menginjak foto tersebut.
Suara gemuruh riuh terdengar, ucapan syukur alhamdulillah begitu mengudara disetiap sudut ruangan. Ayana nampak mengucap syukur dengan terpaksa serta mengusap wajahnya dengan pelan beberapa kali seakan ingin menghilangkan rasa gugup dihatinya. Bagaimana pun ini pernikahannya, awal dari kehidupan barunya munafik sekali jika Ayana tak merasakan perasaan gugup seperti mempelai wanita pada umumnya. Ya, meski pernikahan ini dilakukan secara terpaksa sih, tapi tetap saja sisi perempuannya kini keluar."Mohon mempelai wanitanya segera dipertemukan dengan suaminya," ucap penghulu yang diangguki semua orang.Tak lama kemudian Heni menemui Ayana dengan seulas senyum. Digandengnya tangan Ayana untuk segera turun menemui Candra yang kini telah sah menyandang gelar suami dari seorang preman kampus."Berjalanlah dengan anggun, jangan perlihatkan ketomboyanmu disini" bisik Heni. Ayana hanya mampu mengangguk tanpa ingin berprotes pada sang bunda.Satu persa
Seusai akad nikah dan resepsi pernikahan yang digelar secara bersamaan, kini semua anggota keluarga pun telah pulang kerumahnya masing-masing.Candra pun melangkahkan kaki menuju kamar untuk menyusul Ayana yang telah lebih dulu pergi ke kamar.Clek...Bersamaan dengan tangannya membuka knop pintu, ia melangkah kedalam kamar tersebut dan hal pertama yang ia lihat pada ruangan tersebut ialah sebuah foto di kepala ranjang, dengan ukuran lumayan cukup besar dan sangat menarik perhatiannya.Foto seorang pesepak bola andalan Madrid yang status posisinya sebagai penyerang utama siapa lagi kalau bukan Karim Benzema penyerang handal yang telah memberikan 18 tropi dan ia juga tercatat sebagai top skor Madrid di liga spanyol 2019-2020 dengan koleksi 21 bola.Pandangannya beredar ke setiap sudut ruangan kamar ini. Nampak tak seperti kamar perempuan pada umumnya, tak ada meja rias, tak ada ornamen-ornamen khas perempuan sama sekali.&nbs
"Stop!" teriakan Ayana membuat Candra mengerem mobilnya secara tiba-tiba dan membuat jidat Ayana terbentur ke dashboard mobil."Bisa nyetir gak sih?!" bentak Ayana yang tak terima jidatnya terbentur hingga menimbulkan warna biru disana."Bisa gak sih gak usah ngegas!" ketus Candra. Tatapan kesal ia layangkan pada Ayana yang masih mengusap jidatnya yang kini telah membiru."Suka-suka gue!" sewot Ayana. Hembusan napas pelan Candra keluarkan, entah harus seperti apa ia menghadapi Ayana, cewek tomboy, keras kepala dan begitu menyebalkan. Apa ia sanggup menjalani hari-harinya dengan wanita seperti dia? Entahlah, bahkan baru saja memulai, Candra berpikir ingin mengakhiri."Kok turun, mau kemana?" tanya Candra sedikit menurunkan egonya ketika melihat Ayana telah membuka pintu mobil dan hendak turun dari mobilnya."Gue turun disini saja, jatah antar lo sampai disini!"Candra membulatkan mata mendengar perkataan Ayana barusan,
"Pak Candra, aaaargh. Apa kabar? Tiga hari gak ketemu makin ganteng aja nih auranya!" pekik Widi ketika Candra baru saja hendak memasuki ruangannya.Candra pun menggelengkan kepalanya pelan, tak habis pikir dengan tingkah Widi. Dosen seumurannya yang tingkahnya semakin hari semakin aneh."Saya baik, Wid. Terimakasih lo pujiannya" ucapnya tersenyum manis.Melihat senyuman manis yang Candra lontarkan membuat Widi sumeringah, bahagia. Bahkan kini hatinya seolah sedang berbunga-bunga. Namun sial kebahagiaannya tak berlangsung lama ketika seorang perempuan sepantarannya menghampiri mereka dengan berjalan anggun sambil menenteng tas di lengannya.Tatapan jengah Candra layangkan pada wanita disebelahnya yang berpenampilan begitu seksi, tak ada sopan-sopannya sama sekali, menurutnya."Sayang!" pekik wanita itu membuat Candra dan Widi sontak memebelalakan mata. Sejak kapan wanita itu memanggil dirinya dengan sebutan sayang? Bahkan tak ada
Ruang sekertariat BEM kini telah dipenuhi para anak-anak dari berbagai organisasi di kampus ini. Rapat gabungan selalu membuat anak BEM kewalahan dan tak jarang kadang teras sekertariat BEM pun dijadikan tempat untuk menampung semua anak-anak dari berbagai organisasi."Gue bilang apa, gue ikut rapat hari ini" bisik Guntur pada Ayana dengan cengiran khasnya."Jangan lupa, nanti pulang gue nebeng sama lo. Kalau sama si Asepkan kesihan, harus putar balik lagi," bisik Ayana."Siap, bos!"Rapat akan segera dimulai. Semua elemen mahasiswa yang berbeda almamater itu duduk dimeja yang melingkar.Bisma, sang presiden Badan Eksekutif Mahasiswa itu berdiri dengan beberapa kertas ditanganya.Rambut yang dibiarkan sedikit gondrong itu, ia ikat rapi. Pesonanya yang terlihat menawan menjadikan sang presbem itu idaman para cewek-cewek, tak terkecuali dengan Atik. Ia begitu mengagumi laki-laki berambut gondrong dan berkumis tipis itu.
"Eh, hoy! Pak Can?"Teriakan Guntur membuat Candra yang hendak berbalik arah untuk kembali kerumah terpaksa harus kembali berputar, lalu tersenyum sekilas, menghampiri mereka."Ada apa, Gun? Teriak-teriak panggil saya, mau ngapain?" tanya Candra datar, berdiri dihadapan mereka dengan wajah setenang riak air."Ngapain disini, pak? Bukannya kalian ini musuhan ya? Kok bisa bapak ada dirumah ini?" tanya Guntur beruntun. Tanpa disadari Ayana dan Candra saling melempar pandang, mencari beribu alasan untuk jawaban atas pertanyaan dari Guntur tersebut."Ekhem... Saya kesini disuruh ayah saya buat temuin pak Herlan, kata siapa saya musuhan sama perempuan disebelah saya ini? Saya gak ada bilang begitu ya selama ini"Bravo, ucapan Candra membuat Ayana hampir saja tersedak. Alasan yang Candra buat benar-benar membuat Ayana tak menyangka, ternyata laki-laki dingin ini mampu juga jadi seorang pembohong."Oh gitu, emang sih bapak ga
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki- laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (Q.S. an-Nisaa‟ [4]: 34).***Byur!Sepagi ini, Ayana telah dikagetkan dengan siraman air dingin ke wajahnya. Bahkan tak tanggung-tanggung air segayung itu disiramkan dengan satu kali siraman membuat Ayana terkaget dan sontak terbangun kedinginan."Can! Apaan sih lo, ganggu orang tidur aja!" kesal Ayana ketika melihat Candra dengan tampang tak berdosanya berdiri memegang gayung disebelah Ayana."Cepat bangun, solat subuh" ujarnya dingin tanpa memperdulikan kekesalan Ayana."Lo tuh ya," geram Ayana. Candra hanya mengedikkan bahu tak peduli dengan melenggang pergi meninggalkan Ayana.Dengan sangat terpaksa Ayana beranjak pergi ke kamar mandi, membersihkan badannya serta segera solat subuh
Sedari pagi tadi Atik nampak terlihat begitu bahagia. Bibirnya tak henti-henti menyunggingkan senyuman, membuat semua sahabat menatap aneh kearahnya. Ada apa dengan Atik? Sudah enam jam ia tak berhenti menyunggingkan senyuman, bahkan ia kurang fokus dengan percakapan mereka siang ini."Tik, lo kenapa? Gak lagi kesambetkan ya?" tanya Leo dengan punggung tangannya ia letakan di dahinya Atik."Enggak kok," jawab Atik dengan gelengan."Syukurlah," seru mereka dengan napas lega, sementara Atik kini tengah melamun sambil senyum-senyum kearah depan."Lah baru aja di tanya, nih bocah kenapa?" tanya Ayana heran dengan mengikuti arah pandang Atik."Oh gue tau penyebabnya ini," ujar Ayana dengan memukul pundak Guntur disebelahnya."Apaan?" tanya Guntur yang diangguki kedua temannya."Coba noh lihat," ujar Ayana dengan menggerakan dagunya kedepan. So
"Bunda! Bangun, shalat subuh yuk"Teriakan dua orang yang berbeda nada suara itu begitu mengganggu waktu tidur Ayana pagi ini. Bukannya bangun, Ayana malah sengaja menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya membuat kedua laki-laki beda usia itu berkacak pinggang tak terima. Keduanya saling menatap lekat seolah memberi pesan jika keduanya telah merencanakan sesuatu. SatuDuaTiga"Ayo bangun Bunda, nanti subuhnya telat!"Keduanya kembali berteriak dengan menarik kuat selimut yang tengah Ayana kenakan. Sabiru sudah tidak sabar, ia menaiki ranjang dan memeluk Ayana erat. "Bunda, ayo dong" Sabiru kembali membangunkan Ayana dengan mencium wajah cantiknya. Menyadari ada yang tidak beres membuat Ayana segera membuka mata, ia memeluk Sabiru erat. "Sayang, Ummah masih ngantuk. Kalian duluan aja ya nanti Ummah nyusul" Sabiru menggeleng, ia menarik lengan Ayana untuk segera bangun dari pembaringan. "Ayo bunda, kita berjamaah sama Ayah"Kedua mata Ayana memicing, indra pendengarann
Mata Bisma menyala, jarum suntik yang ia pegang pun mampu dipatahkannya. Ia semakin tersulut emosi, dimana otak Ayana kali ini? Bukankah telat satu jam saja nyawa Sabiru taruhannya sementara jarak pesantren dan rumah sakit ini bisa ditempuh tiga puluh menit belum proses pengecekan golongan darah dan kesehatan. "TOLONGLAH PAHAM, AYA! DIA AYAHNYA, DIA YANG PALING BERHAK MENOLONG SABIRU!" teriak Bisma begitu kencang. Candra begitu syok mendengar pernyataan Bisma, ia pun turun dari ranjang pasien menghampiri Ayana yang berdiri kaku diambang pintu."Apakah yang Bisma katakan itu benar?" tanya Candra tak percaya. Ayana masih membeku enggan menjawab. Kedua tangan Candra terangkat, ia mengguncang tubuh Ayana. "Jawab Aya, apakah itu benar?"Melihat pemandangan tersebut membuat Bisma semakin geram, ia tidak mau membuang banyak waktu hanya karena ini. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah Sabiru, ia ingin Sabirunya selamat. "Aya aku tidak akan pernah memaafkamu jika Sabiruku tidak selamat," lir
Selepas kepergian Candra, Ayana menangis sesenggukan dengan Sabiru yang sudah tertidur dipelukannya. Dengan datar Bisma mengambil sabiru untuk ia tidurkan lalu menyuruh Ayana untuk menjauh agar tidak mengganggu Sabiru. Ayana menurut, ia menjauh dari Sabiru dan terduduk di kursi tunggu yang tersedia diruangan tersebut. "Kenapa tidak jujur saja? pernyataan yang kamu lontarkan itu suatu kebohongan yang suatu saat akan merugikan kamu sendiri" Bisma menyodorkan tisu pada Ayana dengan kecewa. Kenapa Ayana seolah-olah kembali memberikan harapan besar padanya padahal jelas-jelas ia akan kembali merasakan sakitnya kembali ditolak oleh Ayana. Ayana mendongak, ia menerima tisu tersebut untuk menghapus ingusnya. Bisma duduk disampinya, mendengarkan tangis Ayana yang tidak mau berhenti itu dengan setia."Kenapa dia datang disaat aku hampir saja berhasil melupakannya?" tanya Ayana disela tangisnya. "Yang dia bilang itu benar Ya, pertemuan kalian itu sudah menjadi takdir Tuhan. Kamu tidak bisa
Tiga tahun berlaluSenja, kelabu masih saja menjadi peneman hari-hari Candra sejak tiga tahun terakhir setelah ia tidak pernah menemukan Ayana dimana pun. Kedua orangtua pun tidak ada yang memberitahu kemana perginya Ayana sebenarnya. Sejak tigak tahun terakhir pula, hidup Candra diambang keputus asaan. Ia begitu bingung ingin melanjutkan hidupnya seperti apa sementara kehidupan telah berakhir sejak penyesalan terbesarnya itu."Sudah tiga tahun loh, lu gak mau bangkit melupakannya? Gue aja udah punya anak tiga loh" sindir Haris menemui Candra yang tengah terduduk di balkon kantornya. Ya, Candra kembali bekerja di rumah sakit miliknya sebagai CEO sejak ayahnya mengetahui jika Candra sudah putus dengan Hanin. Candra tak tergerak untuk menjawab, ia masih saja menikmati senja yang akan kembali digantikan dengan gelapnya malam. "Gue masih menunggu dia balik, sekali pun dia sudah bukan jadi istri gue tapi gue akan tetap menjadi miliknya. Gue gak mau nikah dengan siapa pun kecuali dengan
Hari-hari berikutnya adalah penderitaan bagi Candra, sesak yang menggunung dihatinya tidak akan pernah runtuh sebelum ia meminta maaf pada Ayana dan Ayana memaafkannya. Menyesal, merasa bersalah dan rindu yang amat besar membuat hari-hari Candra menjadi sangat kelabu.Untuk menuntaskan semuanya pagi ini bahkan Candra bergegas untuk menjemput Ayana dan meminta maaf padanya, wajah yang sayu itu kini sudah menatap sendu pekarangan rumah Herlan. Disana nampak begitu sepi pagi ini dan Candra tidak begitu yakin kalau Herlan akan mengizinkannya masuk. Namun bukan Candra namanya kalau tidak mencoba. Ia berusaha menguatkan hatinya, bersikap bodo amat memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah tersebut. Beberapa penjaga bahkan menyambutnya dengan ramah. Menghela nafas dalam, Candra keluar dari mobil dan berjalan menuju depan pintu rumah tersebut. Belum sempat Candra mengetuk pintu tiba-tiba Adinda keluar dari rumah tersebut dengan pakaian dinasnya. "Kamu, sedang apa disini?" tanya Adinda beg
Sudah hampir tiga bulan sejak perpisahan Candra dengan Ayana, kini dirinya sudah kembali terbiasa menjalani hari-hari. Melakukan pekerjaan rumah tanpa di bantu oleh Ayana. Keterbiasaan itu entah kenapa menjadikan hatinya suram untuk menjalani hari-hari. Ia merasa harinya kurang lengkap tanpa ada pengganggu di hidupnya. Siapa lagi kalau bukan Ayana. Sudah hampir tiga bulan juga Candra tak lagi menjadi seorang CEO dirumah sakit miliknya atau pun di perusahaan milik ayahnya. Hidup Candra kembali lagi kemassa dimana ia hanyalah seorang pegawai rumah sakit biasa di salah satu rumah sakit swasta. Haris, yang merupakan sahabatnya pun tak peduli dengannya. Entah, mungkin ini memang hukuman baginya atas apa yang ia lakukan pada Ayana dulu. Candra menarik napas dalam, menatap kearah sebrang rumah sakit. Dimana ia melihat seseorang yang tidak asing baginya, perempuan yang sedari dulu ia cintai tengah menunggunya duduk santai menikmati secangkir kopi andalan yang disajikan di kafe tersebut.
Rembulan malam telah tenggelam, menghilang di gantikan dengan sinar matahari yang terbit dengan malu-malu. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, tapi Candra masih asik duduk melamun di kursi meja makan. Ada hati kecil yang menyesal saat ini, luka di wajahnya bahkan masih terasa perih. Setelah malam itu, sepertinya Candra akan benar-benar kehilangan Ayananya. Kemarahan Herlan nampaknya akan mengibarkan bendera permusuhan. Pikirnya. Candra meringis saat melihat pemandangan rumah yang begitu acak-acakan tidak seperti biasanya yang nampak rapi dan harum. Ia menghembuskan nafas kasar ketika cucian yang menggunung seperti melambai-lambai kearahnya. Ini baru beberapa hari Ayana pergi dari rumahnya namun Candra sudah dibuat stres dengan pekerjaan rumah yang menggunung. Kenapa harus takut jika Ayana pergi kan ada Hanin yang akan merawatnya, menggantikan posisi Ayana. Pikirnya Candra begitu dulu tapi Candra salah. Setelah malam itu, Hanin malah seperti terkesan menjauh. Ia begitu sulit d
Mobil berplat nomor dinas itu berhenti tepat di pekarangan rumah Candra. Nampak Herlan bersama kedua ajudannya keluar dari mobil tersebut, mata Herlan memejam lama saat kakinya hendak melangkah ke depan pintu rumah yang sedikit terbuka. Samar-samar Herlan mendengar suara perempuan yang tengah asik berbincang dengan menantunya itu, tentu saja bukan Ayananya. Tangan Herlan terangkat hendak mengetuk pintu, namun dihalangi oleh kedua ajudannya."Izin komandan, sebaiknya jika memang komandan ingin memastikan benar tidaknya jika menantu komandan itu berselingkuh sebaiknya kita tunggu dulu jangan dulu masuk, kita intip saja dari jendela dan dengarkan percakapannya" ujar Roni salah satu ajudan yang paling keluarga Herlan percayai.Herlan menurunkan tangannya, ia menuruti apa yang dikatakan Roni. "Ayo tuan sebaiknya kita intip disini," ajak Roni sedikit menjauhi pintu utama tepat pada jendela besar yang hanya di tutupi kain gorden yang sangat tipis. Dari sana terlihat jelas Candra tengah du
Lantunan surat Al-Baqarah terdengar melangalun lembut menghiasi kamar kos-koasan berukuran 2.5 m kali 3 m itu.Si pembaca begitu menjiwai setiap ayat demi ayat yang ia lantunkan. Apalagi saat ia membaca dan merenungi salah satu arti dari surat al-baqarah ayat 216 yang berbunyi :كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ“Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”Melalui surat Al Baqarah 216 Allah telah menjelaskan bahwa kewajiban perang harus dilaksanakan meski hal tersebut bukan sesuatu yang menyenangkan. Dalam ayat tersebut menyebutkan bahwa “boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu” yang berarti peperangan