Share

ENAM

Beggh

Menutup pintu mobil dengan tungkainya, gadis itu menghela napas. Tersenyum lepas menyelesaikan tugas lainnya; itu artinya ia bisa kembali ke apartemen secepat-cepatnya—sebelum Alaric kembali meneleponnya.

Dengan lengan yang membawa dua tumpukan kotak telur, beberapa botol bir, juga tas belanjaan dalam waktu yang bersamaan; ia kembali melanjutkan langkahnya. Namun itu sebelum ia mengingat kembali apa yang ditinggalkannya di dalam sana.

“Susu. Ya, susu.”

Pearl membalikkan tubuhnya, memaksakan diri untuk mengulurkan satu tangan—membuka pintu mobil itu setelah beberapa saat berusaha, mengingat terdapat beban lain dalam cekalan. Ketika berhasil, ia segera menggapai dua botol susu dan menyesakkannya di tengah barang-barang yang ia genggam. Di saat itu juga lah, satu seruan menyerukan namanya.

“PEARL? Kau terlambat dari waktu yan—”

Meringis sesaat, Pearl langsung membalikkan tubuhnya. Berlari tergopoh-gopoh membawa berbagai objek yang menciptakan berbagai suara—melekati Alisha yang telah melipat kedua lengan di depan dada. Gadis itu lupa untuk menutup pintu mobilnya. Kesalahan fatal yang tak disadarinya.

“Maaf, Kak, tadi ada sedikit masalah waktu di—”

“Sudah, tak apa. Aku tak akan mempermasalahkannya. Bergegaslah untuk menata semua benda itu ke dalam dapur, sebelum saat makan sore tiba.” Pearl mengangguk, bermaksud untuk segera melangkah memasuki penginapan tersebut. “EH?”

Pearl menghentikan langkahnya, menoleh pada Alisha yang menghadap padanya.

“Jangan buru-buru atau kau akan mengacaukan semuanya. Mengerti?”

Pearl menyengguk takzim, mulai melangkah penuh kewaspadaan. Bahkan ia mengamati objek-objek yang digenggamnya secermat yang ia bisa; memastikan semuanya dalam keadaan baik-baik saja. Kadang, pekerjaan satu ini memang menyiksanya.

đŸ„‚

“Iaraa ....”

Pintu penginapan nomor 17 itu terbuka sempurna, kausa dari baunya alkohol yang meruak di mana-mana tepat setelahnya.

“Iara.”

Dengan langkah gontai, lelaki itu melangkahkan tungkainya untuk keluar. Menyusuri satu lorong, kemudian sampai pada parkirkan yang kosong melompong. Lapangan luas itu hanya terisi oleh puluhan mobil yang berjajar rapi, tak ada siapa pun manusia di sana selain sang lelaki.

“I-iara ... Iara aku mencintaimu,” racaunya. “Aku mohon kembalilah padaku, apa pun itu aku akan memaafkanmu. Tapi jangan meninggalkanku!” jeritnya kemudian, meski dengan suara yang garau.

Kakinya itu terus membawanya pergi, meski tanpa tujuan yang berarti. Kesadarannya makin menyamar, tendasnya pun terasa pening dari pada mula—membuat langkah yang diambilnya makin tak terkendali.

Hingga, ketika melihat pintu mobil putih yang tak jauh darinya terbuka, lelaki itu segera melangkah mendekatinya. Berniat tertidur di sana sementara, setidaknya untuk menghilangkan rasa pening yang tengah ia rasa. Ia janji itu tak akan lama.

đŸ„‚

“Tunggu ....” Gerakan lengan Pearl yang tengah mengalungkan sabuk pengaman terhenti. “Aku tak tahu bila bir tadi meninggalkan baru semenyengat ini.” Pearl mengendus-endus, menggerakkan kepalanya ke sana-sini, mencari asal bau yang ia hirup sejak kali pertama memasuki mobilnya.

“Ah, terserahlah.”

Tak menghiraukan bau itu, Pearl lekas menyalakan mesin mobilnya; keluar dari kawasan penginapan itu setelahnya. Di tengah perjalanannya yang lumayan tergesa, Pearl menyalakan radio dalam mobil putihnya—yang entah keberuntungan atau apa tengah menyiarkan lagu kesukaannya dari boyband Waxx – Detention. Ia bergumam, mulai terlena ke dalam musiknya, sampai-sampai lupa tengah mengendarai mobil seorang diri tanpa Alaric yang mengawasi.

TIIN!

Tungkai Pearl menginjak rem seketika, membuat mobil tersebut berhenti secara tiba-tiba—kepala gadis itu pun sedikit terbentur setir kemudinya. Sopir angkot yang hampir ia tabrak terus mengumpatinya, sedang ia yang mendengarnya tak merespons dengan apa-apa. Ia takut, jadi ia lebih memilih untuk mengecilkan volume radio dan melanjutkan laju mobilnya—dengan kecepatan yang jauh lebih lambat dari pada mula.

Hingga, saat ketenangan baru saja menyapa, tahu-tahu saja, “Iar—”

AAKHHH!

Pearl melompat dari tempatnya terduduk, memandangi sesosok lelaki yang mulai bangkit dari bawah sana, di sela kursi penumpang dan pengemudi—yang umumnya digunakan untuk meletakkan kaki. Netra Pearl yang menatap jalanan masih mendelik, tangan kanannya merambat ke mana-mana; mencari benda apa saja yang bisa jadi perlindungannya. Namun sayangnya tidak ada, ia tak mempunyai apa-apa di sana.

“Ia ... ra, Iar ... ara. Ak—”

“Kau ini bilang apa?!” jerit Pearl histeria.

Sosok itu mulai terduduk di kursi penumpang dengan tubuh yang gayang—meski kepalanya masih terarah dan menunduk pada permukaan, sementara Pearl makin menjauhkan tubuhnya dari sosok itu—berusaha tenang. Akan tetapi tak sedikit pun ia berpikir untuk menghentikan mobil, keluar, dan meminta bantuan. Ia memang sukar menjadi solusi di tengah suasana rusuh hati.

“Aahh, kumohon jangan menggangguku!” rengek Pearl. “Aku hanya gad—“

“Aku janji akan membuatmu jauh lebih bahagia. Aku janji akan meluangkan lebih banyak waktu untukmu, jadi, kembalilah padaku. Aku mohon padamu!”

Netra gadis itu terbelalak sempurna, mulutnya bahkan tak tahu harus mengatakan apa.

“Kau ... kau mendengarkanku, bukan?” Masih dalam keadaan mabuk—tetapi Pearl tak menyadari—lelaki itu menggapai lengan sang wanodya, membuat Pearl refleks menghentikan mobilnya dan menjerit membabi buta. “Aku tahu, kau pasti masih mencintaiku.” Lelaki itu menaikkan kepalanya, menampakkan segenap irasnya pada Pearl yang kian membulatkan mulutnya.

“Kau ini milikku,” racaunya. “dan selamanya akan selalu begitu.”

Mendengar apa yang disampaikan sosok yang sama, Pearl tak kuasa untuk menahan senyumannya—tenggelam dalam dunia fantasinya. Padahal baru saja beberapa detik sebelumnya ia menjerit dan memohon agar bisa ‘terbebas’ darinya. Pasalnya, sosok di hadapannya ini—yang entah kebetulan atau bagaimana—benar-benar serupa dengan orang yang dicintainya sejak di bangku SMA, yang menjadi semangat hidupnya selama ini, yang ingin ia gemari sampai akhir hayat nanti. Ya, kalian tak salah lagi! Lelaki di hadapannya ini sangat mirip dengan idola tak tergantikannya, Magma Vikrama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status