Share

Tasya Nama-Nya

Author: Sri Wahyuni
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Selain segala kelebihan yang Tasya punya, Tasya juga pandai dalam bergaul dengan sesama.

Hanya dalam hitungan beberapa menit setelah pelajaran usai, Tasya sudah menarik banyak perhatian anak-anak. 

Ia sudah seperti magnet yang menarik banyak besi untuk mendekatinya. Kini, semua murid berkumpul mengerumuni Tasya dan juga Abay. Ingat bukan bahwa Abay duduk satu bangku dengan Tasya.

Dan yang paling parah, bukan hanya anak-anak dari kelas kami, tapi juga dari kelas lain. Ada banyak juga adik kelas yang datang ke kelasku ini. Seperti sedang ada acara bazar murah meriah saja.

Hanya aku dan Ina yang tidak menghampiri Tasya. Aku sudah cukup mengenal Tasya. Dan aku juga tidak mau berdesak-desakan dengan yang lainnya. Mereka mengantri seperti hendak menerima sembako dari presiden saja.

"Memangnya seberapa cantik sih si Tasya itu?" Tukas Ina padaku.

Aku sadar betul kalau Ina sangat cemburu dan kurang suka pada Tasya. Bahkan saat ini Daffa ada diantara segerombolan orang-orang yang sedang mengerumuni Tasya. Pasti Ina tambah sebal.

"Cantik sekali sih." Ujarku.

Ina beralih menatap ku tajam, ia pasti semakin kesal. Tapi bukan maksudku memanas-manasi Ina atau berpihak pada Tasya. Tapi itu memang kenyataannya. Kuakui bagaimanapun juga paras Tasya memang cantik. Sudah pernah ku katakan bahwa ia seperti tetesan peri.

Aku juga lumayan tidak suka padanya. Karena ia terlalu mesra memperlakukan Abay. Tapi aku juga tidak bisa menyangkal bahwa Abay menyukai perlakuan lembut Tasya. Perlakuan lembut dari gadis cantik nan baik.

Itulah dia. Tasya namanya, cantik parasnya.

"Ke kantin yuk." Ajak Ina.

Akupun mengangguk. Perutku rasanya sudah lapar sekali. Terlebih tadi aku tidak sarapan banyak karena terburu-buru harus ke rumah Abay, aku takut Tasya juga ada dirumah Abay. Tapi syukur nya Tasya tidak ada disana tadi pagi.

Aku berangkat kesekolah bersama Abay setiap hari. Selain karena tidak mempunyai kendaraan, karena Abay juga sering membawa mobil dan tante Juwita serta suaminya selalu menyuruhku untuk berangkat bersama Abay.

Tante Juwita dan keluarganya memang kaya dan juga baik padaku. Tapi itu tidak berarti mereka akan memenuhi segala keperluanku dan juga membelikan barang untukku, termasuk kendaraan.

Maka dari itu aku selalu menumpang kepada Abay. Dan sejauh ini, Abay tidak pernah mempermasalahkan itu.

"Gue ngajak si Abay dulu ya."

Sudah pernah kukatakan bukan. "Dimana ada Abay disitu ada Debi."

Hanya ke toilet saja aku tidak bersama Abay. Aku ke kantin selalu bersama Abay meskipun Abay dikerumuni para wanita, tapi kami selalu bersama.

Aku menerobos kerumunan orang-orang yang sedang mengintrogasi Tasya hingga akhirnya aku menemukan Abay disana.

"Bay? Ke kantin yuk!" Ujarku sambil setengah berteriak karena jika tidak berteriak suaraku akan terkubur oleh banyaknya suara anak-anak yang tengah sibuk meneriaki Tasya dan memuji-muji kecantikannya.

"Gak ah lo aja!"

Aku terperanjat saat Abay berkata begitu. Aku mencoba berpikir positif, mungkin Abay salah dengar.

"Ke kantin yuk Abay!"

"Nggak Deb, lo aja!"

Aku masih tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Aku memastikannya untuk yang terakhir kalinya dengan suara yang lebih kencang.

"Esa Juniansyah ke kantin yuk!!"

Meski aku sudah berteriak, meski sudah kupanggil nama lengkapnya, meski sudah ku ajak beberapa kali, Abay masih mengatakan hal yang sama.

"Nggak Leyka Mutiara!"

Kini aku sadar bahwa Abay memang tidak salah dengar. Ia berkata seperti itu dengan kesadaran yang penuh. Aku mulai menunduk dan kembali keluar daei kerumunan tersebut. Dan sudah ada Ina didepanku.

"Abay nolak yah?" Tanya nya. Ina pasti sudah bisa membaca dan mengetahui hal tersebut dari raut mukaku.

Aku mengangguk dengan lesu.

"Yaudah gakpapa. Kita aja." Ujar Ina.

Ina menggandeng tanganku.

Sama seperti halnya aku tahu perasaan Ina, Ina juga tahu perasaanku. Perasaan suka ku pada Abay. Tak hanya perasaan ku, Ina juga mengetahui keadaanku. Keadaan miskin ku yang membuatku tidak mungkin bisa bersatu dengan Abay.

"Pengen deh cantik biar dihargai." Ujar Ina tiba-tiba.

Aku dan Ina sangatlah akrab. Kami akrab karena nasib yang sama. Kami bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

"Sama Na."

"Tuh liat anak-anak. Sampai gak ke kantin karena Tasya." Ujar Ina lagi. Dia memang suka ketus kalau berbicara soal Tasya.

"Iya. Emangnya ngeliatin muka Tasya bisa bikin perut kenyang." Karena Ina selalu mengatakan kejelekan soal Tasya akhirnya akupun terbawa-bawa.

Entah ada berapa anak yang saat ini berada dikelas kami sampai-sampai kantin bisa kosong melompong begini.

"Kayak nya kamu bener Ley. Anak-anak kenyang hanya karena ngeliatin muka Tasya."ujar Ina.

Aku mengangguk pelan dan menarik nafas berat. Betapa indahnya ciptaan Allah itu sampai-sampai membuat banyak orang terbuai.

"Pada libur ya? Kok gak ada yang ke kantin gini." Tanya bi Susum. Pemilik kantin sekolahan kami.

Wajar jika bi Susum berkata begitu. Kantin yang biasanya ramai oleh anak-anak kini mendadak sepi. Hanya beberapa orang saja yang jajan disana. Itupun para perempuan yang masih waras yang tidak tertarik dengan kecantikan Tasya.

"Hebat yah pelet nya." Ujar Ina sambil menarik tanganku lantas memakan bakso kesukaan aku dan Abay.

Saat dikantin, saat tengah asyik melahap bakso, aku tiba-tiba teringat Abay. Abay tidak biasanya sarapan dirumah dan ia akan makan siang dengan sangat lahap disekolah. Tapi hari ini, Abay belum makan apa-apa sama sekali. 

"Abay lapar tidak ya?" Ujarku disela-sela suapan bakso.

"Abay udah besar Ley. Dia bakalan ke kantin sendiri kalau udah lapar."

Aku tahu apa yang dikatakan Ina itu benar. Hanya saja, saat ini Abay akan susah keluar dari kelas karena banyaknya siswa siswi yang mengerumuninya didalam.

Tanpa berpikir panjang lagi, tanpa meminta persetujuan Ina, aku berinisiatif sendiri untuk membawakan Abay makanan. Aku khawatir sekali kalau dia kelaparan.

"Bi Sum. Gehu nya 3 , risol nya 3, cabai nya 5."

Abay suka sekali gehu hangat, risol krispy dan pedas sekali. Jadi aku memesankannya begitu. Ini adalah makanan sekaligus cemilan kesukaan Abay. Aku akan senang jika Abay memakannya dengan sangat lahap.

***

Padahal bel pelajaran kedua sudah berbunyi. Tapi masih banyak murid kelas lain dikelasku. Akhirnya, Ina memulai sebuah aksi untuk membubarkan murid-murid itu.

"Bubar semuanya. Kalau tidak saya kunci kalian dari luar!" Ujar Ina. Ia mencoba membubarkan murid-murid tersebut dengan mengancamnya. Tapi rupanya upaya tersebut gagal.

"Gakpapa asalkan dikuncinya bareng Tasya." Ujar salah satu siswa gendut yang aku tidak tahu dari kelas mana dan kelas berapa.

"Dih! Gendut-gendut jelalatan!" Tukas Ina lagi. Ia tampak tidak ingin kalah.

"Gakpapa. Gendut kan sehat. Lah situ? Kurus kering, kayak orang penyakitan."

Bukannya bubar, murid-murid justru menertawakan Ina yang sudah dihina karena kurus. Akupun begitu, aku juga menertawainya. Tapi tertawa ku bukan karena Ina kurus. Melainkan karena nyali Ina yang tinggi untuk membubarkan masa tapi malah gagal.

Aku kemudian beralih menatap Tasya. Wanita seperti apa dia ini? Kenapa dia terlihat begitu menikmati para siswa yang menggoda dan menatapnya?

Sebagian siswi harus nya kabur atau melapor pada guru jika mereka digoda. Tapi Tasya tidak. Tidak melihat siapa yang menggoda, Tasya membiarkan hal tersebut terjadi seolah-olah memberi peluang kepada si penggoda untuk terus menggodanya.

"Eh bukannya belajar, malah ngumpul disini!" 

Akhirnya pak Rahman datang. Beliau adalah guru Ipa sekaligus wali kelas kelas ku. Datangnya beliau berhasil membubarkan kerumunan anak-anak dan membuat mereka kembali ke habitat masing-masing.

"Kamu lagi Ina! Bukannya duduk dikursi malah berdiri didepan papan tulis gitu. Mau jadi spidol kamu?!"

Lagi dan lagi gelak tawa anak-anak kembali terdengar. Mereka menertawakan Ina yang berdiri didepan. Ina memang sengaja berdiri didepan kelas agar suaranya dapat menerobos terdengar oleh anak-anak yang tengah bergerombol tadi.

"I-iya pak, saya duduk." Ujar Ina dengan gugup.

Aku kembali ke tempat duduk ku yang baru dan melewati tempat duduk Abay. Aku melihat Abay tengah asyik mengobrol dengan Tasya tanpa memperdulikanku.

Aku tidak tahu apakah Abay sengaja tidak memperdulikanku atau ia tidak melihatku. Yang jelas, hatiku panas.

Kugenggam gehu yang bersemedi di dalam saku rok ku. Aku akan tetap memberikannya pada saat istirahat kedua nanti meski reaksi Abay terhadap kehadiranku menyakitkan.

Aku tahu kamu lapar Abay. Dan wajah cantik Tasya tidak dapat memenuhi gizi kebutuhan perutmu itu.

"Bay?" Aku kembali menghampiri Abay saat istirahat kedua sudah datang.

Ada peluang besar untuk ku agar bisa berbicara dengan Abay karena Tasya sedang tidak ada. Tasya katanya sedang ke kamar mandi. Maka dari itu Abay tidak mengikutinya.

"Paan?" Katanya dingin. 

"Nih." Aku menyodorkan gehu yang mulai lepek karena kelamaan berada didalam kantong plastik.

"Wihh gehu." 

Alhamdulilah. Reaksi Abay saat ini masih sama dengan reaksinya sebelumnya. Yaitu senang dengan gehu. Ya, walaupun gehunya sudah lepek.

"Iya nih sekalian sama risol sama cabenya." Aku menyerahkan berbagai makanan yang tadi sengaja kubeli di warung bi Susum.

Kalau kataku Abay ini cukup aneh. Orang kaya tapi doyan nya gehu, gorengan dan semacamnya. Tapi kalau kata Abay kaya itu tidak menentukan selera makanan seseorang. Perpaduan antara gehu dan terigu itu enak sekali rasanya. Itulah kata Abay.

Aku semakin senang saat satu suapan gehu telah sampai diperut Abay. 

"Makan yang banyak, biar makin sehat." Ujarku sambil tersenyum.

Hati panasku sudah mulai reda saat Abay asyik melahap makanan bawaanku. Aku benar-benar merasa dihargai.

"Oh? Udah ada makanan yah. Hehe."

Kebahagiaan ku kembali pudar saat Tasya datang.

Tasya datang tidak dengan tangan kosong. Ia membawa sebuah nasi bungkus. Aku tidak tahu jelas apa isinya itu. Setahuku itu hanyalah nasi.

"Emangnya kenapa Tas?" Tanya Abay pada Tasya.

"Tadinya aku mau ngasih kamu ini. Kamu kan tadi gak sempat ke kantin karena sibuk nemenin aku disini."

Setelah mendengar perkataan Tasya begitu. Abay langsung menyimpan gehunya dan beralih pada nasi bungkus yang disodorkan Tasya.

Padahal hatiku baru adem sejenak. Kini sudah panas lagi. Aku tahu betul Abay akan memilih gehu dibanding nasi bungkus. Tapi kali ini tidak. Masalahnya bukan pada nasi bungkusnya melainkan pada siapa yang memberi nasi bungkus tersebut.

Sebelum Abay membuka nasi bungkus itu, aku merebutnya dan berkata

"Kan lo lagi diet nasi." Ujarku.

"Alah! Gakpapa sehari doang makan nasi." 

Dan Tasya lalu merasa bersalah hingga ia berkata

"Oh maaf aku gak tau. Aku kira kamu makan nasi, soalnya kamu keliatan bugar banget."

Oek

Aku tidak tahu menahu apa maksud dari perkataan yang dikatakan Tasya barusan. Yang jelas, aku jijik mendengarnya. Menurutku itu berlebihan, terlalu lebay.

"Gakpapa kok Tas. Si Debi nya aja yang berlebihan, dia nyiksa"

Aku tertegun. Bukan aku yang meminta Abay untuk ketagihan gehu! Aku juga sudah berulang kali memintanya makan nasi, tapi ia sendiri yang menolak dan mengatakan sedang diet. Maka dari itu aku menurutinya memberinya gehu daripada dia tidak makan sama sekali!

Dasar pembohong, batinku. Tasya hanya tersenyum saja mendengar hal tersebut. Tamatlah sudah nasib gehuku. Sudah tidak ada lagi yang akan memakannya selain lalat tong sampah.

"Sini Leyka. Jangan disitu lama-lama, nanti ketularan jadi genit." Ina tiba-tiba datang kepadaku dan berkata begitu dengan nada yang seolah-olah meledek. Ia juga menwrik tanganku agar aku bisa enyah dari sana.

Aku tahu apa dan untuk siapa kata itu diperuntukan. Untuk Tasya pastinya. Ina juga menatap Tasya dengan begitu tajam.

Sampai detik ini, aku belum terlalu benci pada Tasya, hanya kurang suka saja. Maka dari itu, aku belum sejulid Ina. Dan aku main pergi saja meninggalkan Tasya bersama dengan Abay begitu saja setelah selesai dengan urusan gehu ku.

"Udah lah Ley. Yang kayak gitu jangan ditemenin lagi." Ujarnya padaku.

Aku mengangkat alisku tanda tak mengerti. Memangnya siapa yang aku temani?

"Gue gak nemenin Tasya kok."

"Bukan si Tasya, tapi si Esa. Cowok kan masih banyak diluaran sana."

Kini aku tahu siapa yang dimaksud Ina. Tapi maaf, aku tidak bisa berhenti untuk tidak menyukai ataupun tidak berteman dengan Esa. Esa sudah menjadi bagian dari jiwaku.

Dan aku juga sudah tahu bahwa Esa tidak akan bisa bersamaku di kehidupan nantinya, dan aku sudah siap untuk itu. 

Tapi jika aku disuruh menjauhi Esa dimasa kini. Maaf beribu maaf, kukatakan aku tidak bisa. Lagipula Tasya bukan apa-apa bagi Esa. Aku masih bisa bersama Abay walaupun ada Tasya.

Aku masih bisa bersama Abay saat pulang dan pergi sekolah serta saat bermain disiang hari. Aku juga masih bisa menemani Abay melakukan konsernya. Aku bisa, aku bisa, aku bisa. Walaupun akan sedikit berbeda.

Dia adalah Esaku, dunia ku. Dia memang bukan lelaki ku, tapi dia adalah penyemangatku, hidupku.

Aku sudah mengenal Abay bertahun-tahun lamanya. Tidak akan kubiarkan Abay terlepas bersama gadis yang baru ia kenal begitu saja.

Related chapters

  • Can I Call You BABY ?   Abay Keterlaluan!

    Saat semua pelajaran telah usai, aku celingukan sendiri di tempat parkiran. Aku mencari Abay. Entah kemana perginya Abay saat ini.Biasanya kalau tidak langsung pulang ke rumah dan mengantarku. Abay akan ke ruangan musik terlebih dahulu atau sibuk menggrepe perempuan.Tapi kali ini tidak ada. Aku sudah mencari keruangan musik dan tidak ada Abay disana. Murid yang berada disana pun tidak tahu Abay kemana saat kutanyai apakah mereka melihat Abay atau tidak.Lalu aku beralih melihat ke kelas M Ipa 1. Disana ada pacar Abay, Krystal namanya. Aku memang melihat Krystal, tapi tidak ada Abay disana. Dan kurasa Krystal sedang ada masalah dengan Abay.Saat kuhampiri ke kelasnya, Krystal tengah menangis dikelilingi beberapa teman wanitanya. Kutebak jika bukan bertengkar pasti Krystal diputuskan oleh Abay.Terakhir kali Abay pernah berkata kepadaku bahwa Krystal menyebalkan dan selalu mengekangnya. Hal tersebut membuat Abay tidak nyam

    Last Updated : 2024-10-29
  • Can I Call You BABY ?   Sakit

    Setelah berkata begitu, ibu pergi meninggalkan ku bersama dengan obat-obatan yang sudah berserakan di kasur.Aku sudah mencoba menghentikan kepergian ibu yang tidak tahu akan kemana. Tapi aku gagal dan ibu malah membentaku hingga membuatku tidak bisa berkutik.Sebenarnya aku bisa saja melawan ibu, tapi aku takut penyakit darah tinggi ibu kambuh. Dan aku tidak bisa mengikutinya karena kepalaku benar-benar berat dan tidak bisa untuk diajak berjalan.Aku tidak tahu bahwa efek dari berjalan kaki sebentar saja bisa begini. Seperti orang sedang sakit tipus saja.Tapi sepertinya bukan hanya karena kelelahan, tapi juga karena pikiran. Aku terlalu memikirkan Abay seharian kemarin sampai aku sakit begini.Aku harus berhenti memikirkan Abay dan mulai berpikir ke mana perginya ibu. Ibu tampak marah saat aku mengatakan Abay meninggalkanku dan tidak mengantarkanku pulang. Aku takut kalau ibu kerumah Abay dan melabrak Abay lalu aku takut Abay akan marah pad

    Last Updated : 2024-10-29
  • Can I Call You BABY ?   Teman

    Aku merenung didalam kamar setelah meninggalkan Abay. Entah kenapa aku merasa aku mendadak jadi bodoh begini. Aku tahu dan sadar bahwa aku menyukai Abay. Tapi kenapa aku berkhianat pada hati kecilku ini. Aku menjauhi Abay, aku cuek dan jutek padanya padahal aku sendiri tidak tega melakukan semua itu.Aku kembali bercermin. Menatap wajahku yang pucat pasi ini. Apa aku pantas menjadi pasangan seorang Esa Juniansyah? Pertanyaan itu kembali muncul di benak ku saat Abay sudah datang ke rumahku."Waalaikumsalam. Hati-hati ya nak."Itu suara ibu. Pasti ibu berbicara dengan Abay, pasti Abay saat ini sudah pulang. Aku naik ke atas kasur lalu mendekap guling dan bantal dan menumpahkan segala kesedihanku.Aku tidak kuat lagi dengan semua ini. Aku sakit, aku terluka. Aku sangat mencintainya, aku ingin memilikinya. Namun kenapa begitu berat bagiku. Kenapa aku tidak bisa melakukannya.Kenapa Abay begitu sulit untuk aku raih? Tidak adakah sedikit pe

    Last Updated : 2024-10-29
  • Can I Call You BABY ?   Teman 2

    Kami menumpangi sebuah mobil Avanza hitam milik Predi. Aku tidak tahu apa pekerjaan Mang Ardi saat ini. Tapi yang jelas, keadaan ekonomi nya lebih baik dari pada keadaan ekonomi aku dan ibu."Kamu sekarang kelas berapa?" Tanya Predi padaku dalam keadaan fokus menyetir."Kelas 2 kak." Ujarku."Lha? Kok panggil kak sih?"Jujur aku sedikit bingung saat itu. Aku sudah lupa berapa usia Predi sekarang. Kalau dulu sih aku memang hanya memanggilnya nama saja. Tapi sekarang beda, ia sudah besar, begitupun aku. Aku takut Predi tersinggung kalau aku hanya memanggil namanya saja."Panggil nama aja." Ujarnya lagi."Emangnya usianya berapa kak? Eh Per maksudnya.""Beda tipis lah sama kamu. Menginjak 21 tahun bulan ini." Ujarnya lagi sambil tersenyum dan sesekali melirik ku.Usia Predi ternyata tidak jauh berbeda dari usiaku. Dia juga masih muda. Sepertinya Predi melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas yang belum kuketahui dima

    Last Updated : 2024-10-29
  • Can I Call You BABY ?   Guru baru

    "Silahkan masuk saja pak."Tap tap tapTerdengar suara langkah kaki seseorang memasuki kelas ku.Saat orang tersebut sudah masuk, semua murid terutama para siswi membelalakan mata seraya berkata "woaaah." Mereka takjub akan kedatangan guru baru itu.Rupanya tampan, wajahnya bercahaya, ototnya kekar. Dia adalah Anhar alias Predi.Apa hidup seorang rakyat jelata selalu banyak kejutan ya?Belum juga selesai dengan Tasya, sudah diberi kejutan baru yaitu Predi.Pak Budi memperkenalkan Predi sebagai guru baru disana.Sekarang aku mengerti kenapa Predi memasukan mobilnya ke parkiran, aku mengerti kenapa Predi ikut masuk ke dalam. Dan aku juga sudah mengerti maksud Predi yang memiliki tugas disini, di kota ini.Yang aku tidak tahu adalah, memangnya jurusan hukum bisa menjadi guru? Setahuku hal-hal yang berbau dengan jurusan hukum itu seperti hakim, jaksa dan masih banyak lagi lainnya akan tetapi bukan guru.

    Last Updated : 2024-10-29
  • Can I Call You BABY ?   Get Well Soon

    Aku menatap Predi tanpa berkedip sekalipun setelah ia mengatakan bahwa dirinya tahu dimana Abay. Kenapa Predi ini penuh rahasia dimataku. Selain tiba-tiba menjabat menjadi seorang guru di sekolahku, kini ia juga tahu keberadaan Abay yang seorang pun tidak tahu.Rasa takut dan curiga perlahan mulai menghampiriku. Entahlah, aku hanya merasa ada yang sedikit aneh dan berbeda dari Predi ini."Abay dimana? Bapak tahu dari mana?" Aku bertanya sambil berancang-ancang. Kuletakan tanganku di klop pembuka pintu. Kalau Predi tiba-tiba berubah menjadi vampire atau serigala aku bisa lebih mudah untuk keluar sebelum dia menggigitku."Kita sudah diluar sekolahan. Bisa berhenti panggil aku bapak?.""Baiklah. Dimana Abay?""Dirumah sakit." Ujarnya dingin.Dingin tapi mematikan, dingin tapi seperti ujung besi yang dilelehkan lalu ditusukan ke bagian perut ku hingga menembus dan mengeluarkan urine-urine yang ada didalamnya."Ma-maksudnya? Siapa ya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Can I Call You BABY ?   Aneh

    Semua jawaban kebingungan ku ada didalam ruangan dimana Abay dirawat. Setelah aku dan Predi menyusuri lorong rumah sakit yang menyengat dengan bau obat akhirnya kami sampai didepan pintu ruangan Abay dirawat.Aku menarik nafas panjang, menutup mata seraya membaca bismillah. Semoga saja Predi ini bukan serigala dan tisak ada bekasan cakaran di muka Abay dan Abay tidak akan berubah menjadi serigala yang terbakar oleh panasnya sinar matahari. Ah sudahlah, pikiranku sudah kacau kemana-mana."Abay?!"Aku main masuk saja membukakan pintu tanpa menunggu aba-aba dari Predi lagi.Aku membungkam mulutku dan hampir berteriak kala melihat kondisi Abay saat itu."Aaaaaa!" Bukan hampir, aku memang sudah berteriak.Disana, berbaring seseorang dengan kaki yang patah dan mata yang ditutup perban. YaAllah, apa yang telah Predi perbuat pada Abay? Satu lagi, selain kaki dan mata yang dibaluti perban, Abay juga botak.Aku tidak bisa menahan tangisanku, sa

    Last Updated : 2024-10-29
  • Can I Call You BABY ?   Kerja lagi?

    Aku dan Predi masih membisu bahkan saat kami sudah keluar dari rumah sakit dan sudah sampai didalam mobil. Sesekali Predi sempat melirik ku, tapi aku bepura-pura tidak melihatnya saja. Aku masih belum bisa berdamai dengan hatiku yang panas ini. Perasaanku masih berkecamuk. Campuran antara rindu, marah, khawatir sekaligus kecewa.Dulu aku pernah berpikir bahwa aku akan baik-baik saja dengan cinta. Dulu aku berpikir bahwa hidupku akan selamanya bahagia dengan Abay meski kami saling tidak mengakui perasaan masing-masing.Tidak sampai dengan datangnya Tasya. Tasya seperti jin yang datang tiba-tiba kedalam hidupku dan menghancurkannya.Sekarang, perasaan ingin menjambak keras rambut Tasya mulai keluar.Kalau sudah seperti ini, hanya kata 'andai saja' yang mampu membuatku senang.Andai saja aku kayaAndai saja aku cantikAndai saja Abay ditakdirkan untuk kuAndai saja aku bisa bahagia bersamanya.Hush, sudahlah.A

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Can I Call You BABY ?   Now You Know

    Aku kembali pulang ke rumah dengan diantar Max. Ia benar-benar baik. Baik di depan Ibu nya maupun di belakanh Ibu nya, ia selalu murah senyum dan seseoali mengajak ku berbicara, tidak ada kecanggungan diantara kami berdua."Gak usah repot-reoit nganterin, gue bisa pulang naik ojek." Aku menghentikan langkahku sesaat untuk sekedar menolak tawaran Max, aku hanya takut merepotkan dirinya."Gakpapa. Gue yang bawa lo kesini maka gue juga yang harus bawa lo pulang.""Gakpapa kok. Mungkin lo mau nemenin tante Puji aja?" Tanyaku padanya."Gakpapa, Mamah lagi istirahat. Gue mau nganterin lo aja."Sebuah keputusan yang tidak bagus untuk dibantah. Karena itu akhirnya aku menyetujui usulnya untuk mengantarkanku pulang karena ia sendiri yang mau dan merasa tidak direpotkan.Kami tidak banyak bicara sepanjang perjalanan, hanya sesekali saja Max mengajak ku berbicara."Leyka?" Tanyanya dengan setengah berteriak."Ya?' Jawabku."K

  • Can I Call You BABY ?   Akhirnya Aku Tahu

    "Bay?""Hmm?""Cuek gitu.""Masalah?""Ya nggak sih."Dari tadi aku terus memperhatikan Abay makan tapi ia sama sekali tidak memperhatikanku hingga aku jera sendiri."Gue cuman mau ngomong nanti siang jangan ke rumah."Setelah berkata begitu, barulah ia menghadapku dan menghentikan aktivitasnya memakan gehu."Kenapa?" Tanyanya dengan alis yang mulai meruncing."Gue mau pergi sama Max.""Kemana?""Rumah sakit.""Oh."Tidak hanya kata saja yang dingin, ia juga ternyata enyah dari hadapanku beserta mangkok bakso yang menjadi menu makan siangnya.Sejauh ini aku masih belum nengerti pada tingkah aneh mereka berdua. Maksudku Predi dan Abay.Disaat aku sedang fokus memikirkan apa yang menimpa Abay dan Predi, orang yang menurut Ina penyebab kebakaran ini terjadi datang. Ya, dia adalah Max.Tanpa izin lagi, dia duduk disampingku dengan membawa dua mangkok mie.Kini sem

  • Can I Call You BABY ?   Ada Apa

    "Wihh pake parfum banyak banget gitu." Ibu datang dan langsung mengkritik ku yang memang menggunakan parfum hampir setengah botol."Iya hehe." Aku tidak ada kata lain selain cengengsan."Yang pria kemarin itu siapa Ley?"Aku menghentikan aktivitas menata diriku dan mencoba mengingat siapa pria yang Ibu maksud."Ohh yang itu, Leyka ingat. Namanya Max bu, temen baru Leyka."Aku dan Max sudah berjanji tidak akan memberitahukan pasal hubungan palsu kami pada Ibu. Bukan apa-apa, aku takut Ibu tidak setuju kalau kami berbohong mengenai hubungan kami, sementara kalau aku mengatakan bahwa aku pacar nyata Max aku takut Ibu malah menyuruh Abay untuk menyelidiki Max lebih jauh karena kami belum saling mengenal dalam jangka waktu lama.Maka dari itu ada baiknya jika aku hanya diam saja dan mengatakan bahwa Max hanya sekedar berteman denganku. Tidak lebih dan mungkin tidak akan pernah lebih."Ohh. Anak nya sopan yah, Ibu suka."Prasangka ku

  • Can I Call You BABY ?   Max

    Pagi-pagi sekali Ibu sudah membangunkanku lebih pagi dari biasanya. Kulirik jam dinding dimana waktu masih menunjukan jam 7 pagi hari. Ini asalah hari sabtu atau tepatnya hari libur. Setelah selewai shalat shubuh tadi, aku kembali merebahkan diri diatas kasur dengan tubuh dirungkupi selimut tebal yang membantuku memberikan kehangatan."Ada apa sih, Bu?" Tanyaku dengan mata yang masih tertutup dan nyawa setengah sadar."Bangun dulu tuh ada temen nya."Bukannya bangun, aku semakin merapatkan tubuhku dan mempererat pelukanku pada guling kala mendengar nama 'teman' disebut. Teman mana pula yang datang sepagi ini di hari libur."Paling Abay kan? Suruh pulang aja bu, semalam Leyka gadang masih mau tidur.""Oh yaudah."Ibu pergi setelah gagal membangunkanku, selimut yang tadi sempat tersibak kembali kutarik untuk melingdungi diriku dari dinginnya udara pagi.Baru juga aku kembali terlelap dalam mimpi, suara Ibu sudah terdengar ny

  • Can I Call You BABY ?   Falling In Love

    "Lo kenapa sih Deb?"Abay menghentikan langkahku ketika kami hendak pergi ke kantin."Apanya yang kenapa?" Tanyaku dengan kening yang mulai mengerut."Kayak orang lagi banyak masalah tapi berusaha disembunyiin gitu."Aku menatap Abay tidak percaya, mataku bulat sempurna. Aku tidak menyangka bahwa Abay ternyata mengetahui wajah asli dibalik topeng yang sedang ku pakai ini.Aku salah, aku salah ketika aku berpikir bahwa berpura-pura bahagia itu ternyata mudah. Ternyata salah, salah besar dan itu sangat susah.Tidak perduli seberapa kencang aku tertawa, selebar apa aku tersenyum, sesibuk apa pekerjaan yang kulakukan masalah tetaplah masalah yang senantiasa muncul kapan saja dan dimana saja lalu sulit untuk disembunyikan begitu saja."Whoa ya enggak dong! Gak bisa bedain orang yang lagi bahagia sama orang yang lagi sedih?" Meski sudah ketahuan, aku masih berusaha untuk terus beralibi."Bisa. Bisa banget bedain orang yang senyumnya

  • Can I Call You BABY ?   Pretend That I Am Happy

    "Hallo guys."Impianku mendapatkan pria dan cinta yang kuinginkan tidak terwujud setidaknya aku tetap bahagia.Aku menghampiri Ina, Daffa, Abay yang saat ini sedang duduk di satu kursi di kantin sana."Heboh banget lu, pake guys guy segalanya." Tukas Ina, ia memang sewot kalau aku sewot."Woiya dong. Kalau orang lagi happy kan heboh."ujarku.Tanpa dipersilahkan, aku langsung duduk dengan begitu anggun dan mengibaskan rambut ku sehingga terbang ke belakang."Tuh rambut lu terbang, awas gak balik lagi." Ujar Daffa, sama nyinyirnya dengan Ina."Iya dong. Rambut gue terbang gara-gara hati gue terbang." Ujar ku sambil cengengesan dan tersenyum sangat lebar.Bagaimana? Langkah awal ku berpura-pura hebat kan? Orang mana yang saat ini tahu bahwa aku sedang sedih? Tidak ada kan?"Bu Susum, gehu 10, nasi goreng satu piring pake acar 3 kantong terus risol 10 sambal nya jangan lupa sesendok ya terus bakso 3!"Aku memesa

  • Can I Call You BABY ?   I am JoPy

    Pertanyaan Abay barusan seperti mesin waktu yang dapat menghentikan waktu untuk sesaat.Kami diam mematung. Ada yang melihat Abay, melihatku dan juga melihat Predi.Aku sendiri tidak habis pikir. Maksudku, jika memang benar ciri-ciri nya mirip denganku, haruskah Abay menanyakannya sekarang? Kita memiliki waktu yang banyak untuk bersama saat di luar sekolah nanti. Abay bisa mengatakan wakru twrsebut.Kecuali ada sesuatu yang ia maksud dari pertanyaannya itu."Kenapa diam? Pertanyaannya cukup sulit ya?" Tanya Abay lagi dengan bertambah lantang."Ekhem. Maksud Anda Debi yang mana? Siapa? Ada begitu banyak nama Debi di muka bumi ini." Tanya Predi."Nama lengkapnya adalah Leyka Mutiara Anatasya, nama panggilannya Debi. Gadis 17 tahun yang kini sedang duduk di samping saya."Mata Abay tertuju padaku, begitupun mataku. Aku masih menatapnya tidak percaya."Oh itu haha. Bagaimana Anda bisa mengira itu dia?" Tanya Predi sambil sala

  • Can I Call You BABY ?   Abay?!

    "Debi?!" Tanpa sadar, ternyata Abay sudah memanggilku sedari tadi. Aku terlalu sibuk melamun hingga tidak sadar akan seruannya."Eh iya?" Ujarku gelagapan."Kenapa sih? Kok ngelamun mulu kayak nya?"Aku tersenyum, lalu dengan lantang aku nengatakan."Bay, kita udahan aja." Ujarku seperti sedang memutuskan seorang pacar."Udahan apa nya? Kan belum nyampe. Lo kebelet, terus mau berhenti di jalan?" Aku tahu bahwa Abay akan salah tangkap."Eh enggak deh."Tidak. Meski aku akan menyudahi oengorbanan dan perjuangan ku sebagai seseorang yang akan membahagiakan Abay, aku tidak boleh memberitahu nya.Sebagaimana keadaan yang memberitahu ku, aku juga akan membiarkan keadaan yang memberitahu perubahan ku.Perlahan tapi pasti, Abay pasti akan menyadari perubahan yang terjadi pada diriku. Perubahan diriku yang mulai menjauhinya.Meski aku akan berhenti mencintainya, bukan berarti aku bisa menyakitinya. Dengan menga

  • Can I Call You BABY ?   Sudah Saatnya

    Aku menata diriku, mengenakan baju seragam sekolah dan memasukan buku-buku yang akan digunakan untuk hari ini. Sebelum beranjak pergi, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa hari ini aku harus bahagia. Tidak boleh ada kesedihan apapun, tidak boleh menangis. Tidak boleh terluka karena Abay. Aku bisa mendapatkan kebahagiaan yang tidak hanya bisa diberikan oleh pria. Lewat teman, aku juga bisa bahagia. *** "Pagi Deb." Pagi-pagi sekali Abay sudah datang menjemputku. Aku tidak menyangka bahwa dirinya yang akan datang, kupikir akan Predi yang datang. Tapi tidak masalah. Siapa yang datang lebih awal, maka ia yang pergi denganku. Yang terpenting aku bisa sampai disekolah. "Bareng gue yuk." Ajaknya padaku. Aku mengangguk, tidak ingin ada penolakan pagi ini. Abay rupanya belum selesai dengan sepeda motornya, ia masih menggunakan itu. Mungkin dirinya nyaman. "Deb?" "Hmm?" "Maaf." Gumamny

DMCA.com Protection Status