Share

Cahaya di Bandung
Cahaya di Bandung
Author: Raser

Prolog

Author: Raser
last update Last Updated: 2024-03-09 16:38:52

Rambut hitam panjangku bergoyang lembut oleh angin sejuk Bandung saat aku melangkah keluar dari bandara Bandung. Langit cerah, dengan sinar matahari yang hangat menyapaku, memberikan sambutan yang akrab di kota ini. Aku baru saja tiba di Bandung untuk memulai babak baru dalam hidupku, dan setiap detik terasa penuh harapan dan kegembiraan.

Dalam rombongan mahasiswa baru, aku merasakan euforia dan kegembiraan yang melanda saat kami menuju kampus untuk mengikuti kegiatan orientasi mahasiswa, atau yang biasa disebut ospek. Semua mata memancarkan semangat dan keingintahuan akan petualangan baru yang menanti. Aku merasa kecil di antara keramaian ini, tapi semangatku tak terbendung.

Kampus yang terletak di tengah kota ini mempesona dengan arsitektur indah dan pepohonan hijau yang memberikan nuansa sejuk. Aku berjalan dengan langkah-langkah penuh semangat, menghirup udara segar Bandung yang selalu kudengar begitu indah.

Ospek dimulai, dan di setiap sudut kampus, mahasiswa baru berkumpul untuk mengikuti berbagai kegiatan. Aku menyusuri kampus, bertemu dengan berbagai karakter, dari yang penuh semangat hingga yang lebih pendiam. Tak lama kemudian, aku bertemu dengan Jihan, teman baruku di kos-kosan.

Jihan, dengan rambut panjang hitamnya yang selalu tertata rapi, memberikan senyuman hangat saat kami berjabat tangan. Dia terlihat misterius, dengan mata yang dalam dan penuh tanda tanya. Namun, di balik ketenangannya, tersembunyi sebuah kekuatan dan kebijaksanaan yang membuatku tertarik.

"Bergabunglah bersama kami, Mita!" kata Jihan, memotong lamunan yang mulai merayapi pikiranku. "Ospek ini akan menjadi awal dari petualangan luar biasa kita di Bandung."

Aku tersenyum setuju, merasa beruntung memiliki teman sepertinya di tengah kota yang begitu asing. Bersama Jihan, aku menjelajahi kampus, mengikuti segala kegiatan yang diselenggarakan oleh panitia ospek. Seiring berjalannya waktu, kami berdua semakin dekat, berbagi tawa dan cerita, mengukir kenangan indah di kampus yang baru kami kenal.

Puncak ospek adalah saat kami diajak untuk berkumpul di lapangan kampus, di mana kami bertemu dengan sejumlah senior yang akan memandu kami dalam perjalanan akademis. Di antara senior-senior itu, ada satu sosok yang menarik perhatianku: Roky.

Roky, pria tampan asli Bandung dengan senyum yang tak lekang oleh waktu, seakan menjadi magnet bagi pandanganku. Dia adalah salah satu senior yang akan membimbing kami. Sejak itu, aku sering menemui Roky di berbagai kesempatan, dari lokakarya hingga acara sosial. Senyumnya yang hangat dan sapaannya yang ramah membuatku merasa diterima di tengah keramaian kampus.

Hari-hari berlalu begitu cepat di Bandung. Aku dan Jihan menyesuaikan diri dengan kehidupan di kos-kosan, bertemu dengan teman-teman baru, dan belajar tentang berbagai hal yang baru. Bandung, dengan budaya dan kehidupan perkuliahan yang kaya, memberikan warna baru dalam lembaran hidupku.

Setiap malam, di bawah langit Bandung yang penuh bintang, kami duduk di teras kos-kosan, berbagi cerita dan impian. Jihan, yang awalnya terlihat misterius, mulai membuka diri dan berbagi pengalamannya. Dia berasal dari Medan, Sumatra Utara, dan seperti aku, dia juga meninggalkan kampung halamannya untuk mengejar impian di Bandung.

"Bandung memberikan kita peluang besar, Mita. Kita harus berani menghadapinya," kata Jihan sambil menatap langit malam yang begitu indah.

Aku mengangguk setuju. Perjalanan ini memberikan kami banyak pelajaran tentang hidup, persahabatan, dan impian. Namun, di tengah euforia dan kegembiraan, ada satu sosok yang tak bisa kulupakan: Roky.

Aku semakin sering bertemu dengannya, baik di kampus maupun di berbagai tempat di Bandung. Kami mulai berbicara lebih banyak, dan aku menyadari bahwa ada daya tarik yang sulit dijelaskan dalam setiap kata dan senyumannya. Meskipun kami hanya berbicara tentang hal-hal sepele, hatiku berdebar-debar setiap kali berada di dekatnya.

Suatu malam, kami bertemu di kafe dekat kampus. Obrolan ringan berubah menjadi percakapan yang lebih dalam. Roky membagikan kisahnya tentang perjuangannya di Bandung, tentang impian-impian yang ingin dia raih. Aku merasa terhubung dengannya, seolah-olah ada magnet yang menarik hatiku.

"Kamu tahu, Mita, Bandung punya banyak cerita. Dan setiap cerita, termasuk ceritamu, akan menjadi bagian dari kisah besar ini," ucap Roky dengan matanya yang penuh makna.

Ketertarikan antara aku dan Roky semakin kuat, tapi aku juga merasa ragu. Akankah kisah cintaku di Bandung membawa kebahagiaan, ataukah hanya akan menambah kerumitan dalam hidupku yang penuh tantangan ini? Sementara itu, persahabatan dengan Jihan tetap menjadi tiang penyangga yang memberikan dukungan di setiap langkahku.

Malam itu, di bawah langit Bandung yang penuh bintang, aku duduk di teras kos-kosan dengan perasaan campur aduk. Hidupku di kota ini membawa begitu banyak warna dan nuansa. Setiap pertemuan, setiap tawa, dan setiap cobaan membentuk diriku menjadi sosok yang semakin kokoh dan berani menghadapi apa pun.

Kota Bandung, dengan segala keindahan dan kompleksitasnya, menjadi saksi bisu perjalanan hidupku. Dan babak pertama dari kisahku di Bandung telah membuatku semakin siap untuk menghadapi petualangan, konflik, dan cinta yang tak terduga di masa depan.

Related chapters

  • Cahaya di Bandung   Bandung

    -3 Agustus 2019- Aku berlari menuju gerbang keberangkatan, keringat mengalir deras di wajahku, dan dering ponselku terus mengganggu ketenangan. Ransel di punggungku dan koper yang kusut terus kuayun-ayun di sampingku. Keberangkatan tinggal beberapa menit lagi, dan aku masih berjuang menuju antrian. "Kurang dari lima menit," gumamku dalam hati, menyesuaikan langkah dengan waktu yang semakin menipis. Saat aku tiba di depan pintu pesawat, aku menyempatkan diri untuk mengangkat telepon. Itu pasti dari mamaku yang tak bisa mengantar ke bandara karena urusan dengan dua adikku yang harus diurusnya. "Halo, Ma. Iya, gak apa-apa. Aku sudah di depan pesawat, gak ketinggalan kok," ucapku sambil bernafas terengah-engah, mencoba menenangkan hati mamaku yang khawatir anak sulungnya tertinggal pesawat. Aku melihat pesawat putih bersih di depanku, menatapnya sejenak. Ini adalah pesawat yang akan membawaku ke Bandung, kota yang selama ini hanya menjadi gambaran dalam mimpiku. Rambut panjangku berkib

    Last Updated : 2024-03-10
  • Cahaya di Bandung   Rocky (1)

    Pagi itu, gerbang kampus menyambut kami dengan dinginnya udara Bandung yang terus bermain-main. Dengan topi lingkar super kreatif yang terbuat dari kertas bekas catatan kuliah dan kalung alam dari rerumputan, aku merasa seperti karakter di film fiksi ilmiah. Untungnya, Jihan dan Lita ikut bersama, juga dengan gaya busana yang tak kalah kreatif. Senin pagi di Bandung punya daya magisnya sendiri, terutama ketika kabut tipis menyelinap di antara gedung-gedung tua kampus. Ospek telah dimulai, dan aku merasa seperti anak kecil yang bersemangat menghadiri pesta ulang tahun. Tapi, kini aku tidak sendirian dalam petualangan ini, melainkan bersama dua teman baru yang energetik. Berjalan di belakang Jihan dan Lita, aku merasa seperti pengikut setia di dalam rombongan. Tiba-tiba, kantong plastik belanjaanku yang sudah semakin tipis ini melorot, menghamburkan kue cubit yang kudapatkan sebagai bekal sarapan pagi. "Astaga, bahaya ini," ucapku, sambil berjongkok mencoba mengumpulkan kue-kue yang be

    Last Updated : 2024-03-11
  • Cahaya di Bandung   Rocky (2)

    Pagi ini dengan semangat dan antusiasme yang sama, kami berusaha menyusun rencana untuk bisa lebih dekat dengan Kang Roky. Kami ingin tahu lebih banyak tentang pria misterius ini dan mungkin, siapa tahu, kami bisa menjadi teman baiknya. Rencana-rencana konyol pun muncul, mulai dari mencari tahu hobi hingga menemui secara tidak sengaja di tempat-tempat tertentu. Di tengah-tengah perencanaan kami yang cukup kocak, aku menyadari bahwa Kang Roky tidak hanya menjadi sosok yang menarik bagi Jihan dan Lita, tetapi juga untukku. Perasaan aneh mulai tumbuh di dalam diriku, dan aku tidak bisa menghindari rasa penasaran terhadap pria tersebut. Babak baru dari kisah kami di Kota Bandung pun dimulai, dipenuhi dengan tawa, rasa ingin tahu, dan mungkin, hanya mungkin, sebuah cerita cinta yang tak terduga. Hari-hari di kampus terus berjalan dengan kelancaran yang semakin asik. Ospek di bawah pimpinan Kang Roky benar-benar membuat kampus Bandung terasa seperti dunia petualangan yang tak terlupakan.

    Last Updated : 2024-03-15

Latest chapter

  • Cahaya di Bandung   Rocky (2)

    Pagi ini dengan semangat dan antusiasme yang sama, kami berusaha menyusun rencana untuk bisa lebih dekat dengan Kang Roky. Kami ingin tahu lebih banyak tentang pria misterius ini dan mungkin, siapa tahu, kami bisa menjadi teman baiknya. Rencana-rencana konyol pun muncul, mulai dari mencari tahu hobi hingga menemui secara tidak sengaja di tempat-tempat tertentu. Di tengah-tengah perencanaan kami yang cukup kocak, aku menyadari bahwa Kang Roky tidak hanya menjadi sosok yang menarik bagi Jihan dan Lita, tetapi juga untukku. Perasaan aneh mulai tumbuh di dalam diriku, dan aku tidak bisa menghindari rasa penasaran terhadap pria tersebut. Babak baru dari kisah kami di Kota Bandung pun dimulai, dipenuhi dengan tawa, rasa ingin tahu, dan mungkin, hanya mungkin, sebuah cerita cinta yang tak terduga. Hari-hari di kampus terus berjalan dengan kelancaran yang semakin asik. Ospek di bawah pimpinan Kang Roky benar-benar membuat kampus Bandung terasa seperti dunia petualangan yang tak terlupakan.

  • Cahaya di Bandung   Rocky (1)

    Pagi itu, gerbang kampus menyambut kami dengan dinginnya udara Bandung yang terus bermain-main. Dengan topi lingkar super kreatif yang terbuat dari kertas bekas catatan kuliah dan kalung alam dari rerumputan, aku merasa seperti karakter di film fiksi ilmiah. Untungnya, Jihan dan Lita ikut bersama, juga dengan gaya busana yang tak kalah kreatif. Senin pagi di Bandung punya daya magisnya sendiri, terutama ketika kabut tipis menyelinap di antara gedung-gedung tua kampus. Ospek telah dimulai, dan aku merasa seperti anak kecil yang bersemangat menghadiri pesta ulang tahun. Tapi, kini aku tidak sendirian dalam petualangan ini, melainkan bersama dua teman baru yang energetik. Berjalan di belakang Jihan dan Lita, aku merasa seperti pengikut setia di dalam rombongan. Tiba-tiba, kantong plastik belanjaanku yang sudah semakin tipis ini melorot, menghamburkan kue cubit yang kudapatkan sebagai bekal sarapan pagi. "Astaga, bahaya ini," ucapku, sambil berjongkok mencoba mengumpulkan kue-kue yang be

  • Cahaya di Bandung   Bandung

    -3 Agustus 2019- Aku berlari menuju gerbang keberangkatan, keringat mengalir deras di wajahku, dan dering ponselku terus mengganggu ketenangan. Ransel di punggungku dan koper yang kusut terus kuayun-ayun di sampingku. Keberangkatan tinggal beberapa menit lagi, dan aku masih berjuang menuju antrian. "Kurang dari lima menit," gumamku dalam hati, menyesuaikan langkah dengan waktu yang semakin menipis. Saat aku tiba di depan pintu pesawat, aku menyempatkan diri untuk mengangkat telepon. Itu pasti dari mamaku yang tak bisa mengantar ke bandara karena urusan dengan dua adikku yang harus diurusnya. "Halo, Ma. Iya, gak apa-apa. Aku sudah di depan pesawat, gak ketinggalan kok," ucapku sambil bernafas terengah-engah, mencoba menenangkan hati mamaku yang khawatir anak sulungnya tertinggal pesawat. Aku melihat pesawat putih bersih di depanku, menatapnya sejenak. Ini adalah pesawat yang akan membawaku ke Bandung, kota yang selama ini hanya menjadi gambaran dalam mimpiku. Rambut panjangku berkib

  • Cahaya di Bandung   Prolog

    Rambut hitam panjangku bergoyang lembut oleh angin sejuk Bandung saat aku melangkah keluar dari bandara Bandung. Langit cerah, dengan sinar matahari yang hangat menyapaku, memberikan sambutan yang akrab di kota ini. Aku baru saja tiba di Bandung untuk memulai babak baru dalam hidupku, dan setiap detik terasa penuh harapan dan kegembiraan. Dalam rombongan mahasiswa baru, aku merasakan euforia dan kegembiraan yang melanda saat kami menuju kampus untuk mengikuti kegiatan orientasi mahasiswa, atau yang biasa disebut ospek. Semua mata memancarkan semangat dan keingintahuan akan petualangan baru yang menanti. Aku merasa kecil di antara keramaian ini, tapi semangatku tak terbendung. Kampus yang terletak di tengah kota ini mempesona dengan arsitektur indah dan pepohonan hijau yang memberikan nuansa sejuk. Aku berjalan dengan langkah-langkah penuh semangat, menghirup udara segar Bandung yang selalu kudengar begitu indah. Ospek dimulai, dan di setiap sudut kampus, mahasiswa baru berkumpul unt

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status