Cerita ini merupakan spin off dari cerita Cinta dalam Balutan Doa. Untuk menghindari kerumpangan, bisa baca Cinta dalam Balutan Doa season 1 terlebih dulu
***
Sebuah harapan akan tercapai dengan adanya semangat yang tak pernah pudar. Dengan keyakinan dan sebuah kesabaran pasti akan berbuah indah saat waktunya tiba.
(Fathiyah – Cinta dan Harapan)
***
Fathiyah sudah meletakkan lamaran kerja di beberapa toko, kafe dan restoran. Namun, hingga kini ia belum dapat panggilan. Dirinya sadar kalau hanya lulusan SMA, bahkan ia belum punya pengalaman kerja.
Hanya berbekal ijazah SMA dan keahlian memasak yang diajarkan oleh sang ibu dulu semasa hidup, ia pun melamar pekerjaan ke kafe dan restoran sebagai koki. Kebetulan sang ibu dulu adalah seorang koki di rumah makan mewah.
Dua tahun sudah Kedua orang tuanya meninggal dunia. Saat itu juga sang bibi dan sang paman memutuskan tinggal di rumah Fathiyah, karena rumah yang disewa mereka sudah habis masa kontraknya.
Rika, sang bibi selalu memperlakukan Fathiyah seperti pembantu di rumahnya sendiri, semua pekerjaan rumah di kerjakan gadis itu. Bahkan tak jarang Fathiyah harus rela kelaparan karena sang bibi tidak memberi jatah makan. Dengan gaya hidup selangit Rika sering menghabiskan gaji suaminya yang hanya bekerja serabutan. Bahkan ia dan sang suami mempunyai banyak hutang. Kebiasaan buruk sang paman yang suka berjudi juga pemicu semakin menderita hidup Fathiyah.
“Dasar pemalas! Bisa-bisanya kamu duduk santai, cepat cari kerja! Kalau belum mendapatkan pekerjaan nanti malam siap-siap tidur di teras. Bahkan kalau perlu enggak usah pulang sekalian,” sentaknya saat melihat Fathiyah duduk santai di depan teras melepas lelah.
“Iya, Bik. Sebenarnya aku sudah meletakkan beberapa lamaran, tapi hingga kini belum dapat panggilan,” ungkapnya.
“Makanya yang lebih giat lagi cari kerja, kamu ‘kan sudah dapat ijazah SMA seharusnya bisa cepat dapat pekerjaan cleaning servis atau apa lah, daripada harus jualan kue seperti waktu SMA dulu, bikin kotor dapur saja,” ucapnya. Padahal meskipun dapur kotor yang membersihkan juga Fathiyah.
“Iya, Bik.” Fathiyah memilih mengalah daripada banyak bicara pada sang bibi.
Fathiyah segera mengganti pakaian. Ia biarkan rambutnya dicepol sedikit berantakan, Fathiyah lebih nyaman berpenampilan layaknya laki-laki. Bahkan predikat tomboi sudah melekat erat padanya sejak kecil hingga sekarang.
Fathiyah keluar dari rumah sang bibi. Namun, demi menjaga kesopanan ia pamit terlebih dahulu pada sang Bibi.
“Bik, aku cari kerja dulu, doakan semoga cepat dapat kerja, ya!”
“Untuk apa berdoa memang dengan doa kamu langsung dapat pekerjaan? Yang penting itu usaha, kalau hanya diam saja tanpa usaha sampai kapan pun kamu tidak akan dapat pekerjaan,” ucapnya lantang. Fathiyah hanya geleng kepala menanggapi sikap sang Bibi yang tidak pernah ia lihat sholat selama tinggal di rumahnya ini. Wanita itu suka ikut pengajian komunitasnya, tapi hanya ia gunakan sebagai pencitraan di depan teman-temannya. Untuk ibadah baik wajib maupun sunah tidak pernah ia kerjakan sama sekali. Fathiyah sudah pernah menegurnya. Namun, ujung-ujungnya hanya akan timbul keributan dari mulut pedas sang Bibi.
Fathiyah memang dibesarkan d lingkungan keluarga yang tidak begitu agamis. Namun, ia dan almarhumah sang ibu tidak pernah meninggalkan sholat. Ia sangat ingin mengikuti pengajian saat sekolah dulu. Namun, sang paman dan sang Bibi selalu menghalangi dengan menyuruh bekerja dan membersihkan rumah di saat teman-temannya mengajak ikut pengajian.
Seandainya kedua orang tuanya masih ada, hidupnya tidak akan sesulit ini. Namun, semua ini sudah takdir. Ia hanya berusaha mengikhlaskan dengan lapang. Hanya saja perlakuan sang paman dan sang Bibi yang selalu semena-mena membuatnya tertekan.
Fathiyah segera melajukan motor matic buntut peninggalan sang ayah untuk mencari pekerjaan. Ia tidak tahu harus mencari di mana, rata-rata temannya melanjutkan pendidikan di universitas negeri ternama. Fathiyah gadis yang pintar, selalu mendapatkan beasiswa dari sekolah, sehingga bisa mengurangi sedikit bebannya dalam menuntut ilmu. Kalau boleh berandai ia pun juga ingin melanjutkan pendidikan. Mengambil jurusan tata boga sesuai cita-citanya, menjadi chef. Namun, mungkin itu hanya khayalannya saja. Bahkan untuk makan saja ia lebih sering berpuasa. Sang bibi hanya memberinya makan satu kali. Hal itu lah yang membuatnya ingin bekerja di restoran, supaya ia bisa mendapatkan jatah makan gratis di tempatnya bekerja.
Penampilannya yang tomboi dan terlihat ceria mampu membuatnya membangun pribadi yang kuat dan tangguh. Bahkan orang sekitar melihatnya selalu bahagia. Namun, apa yang terlihat belum tentu sesuai kenyataan. Ia menyimpan beribu luka. Ia hanya berusaha kuat. Namun, kenyataannya ia rapuh. Ia tidak pernah mengeluh pada orang lain, ia hanya berkeluh kesah pada Allah di saat mengerjakan kewajiban sholat lima waktu.
Fathiyah selalu mengalihkan kesedihan dengan melakukan beberapa aktivitas, sehingga ia bisa melupakan kesedihannya itu.
Saat ini gadis cantik itu berdiri di depan sebuah kafe dan restoran besar dengan gaya bangunan modern yang instagramable. Besar harapannya dapat diterima dan bekerja di restoran itu.
“Bismillah ... Ya Allah semoga ada lowongan di kafe ini,” gumamnya. Ia melangkah memasuki kafe itu.
Dengan penampilan yang sedikit lusuh membuatnya menjadi pusat perhatian pengunjung dan beberapa karyawan kafe dan resto itu.
Ia berjalan menghampiri gadis yang kira-kira usianya satu tingkat darinya. Gadis itu berdiri di depan meja kasir.
“Permisi, Mbak. Saya ke sini membawa lamaran pekerjaan, mungkin di sini ada lowongan buat saya,” ucapnya sopan.
Gadis itu memindai penampilan Fathiyah yang memakai celana jeans sedikit pudar, kemeja kotak-kotak yang juga warnanya sudah sedikit memudar dengan rambut diikat kucir kuda sedikit acak-acakan.
“Mbak yakin dengan penampilan seperti ini melamar pekerjaan di sini?” tanya gadis itu sedikit meremehkan.
Fathiyah tersenyum sambil mengangguk mantap.
“Sebenarnya sih ada lowongan di bagian koki, karena salah satu koki di restoran kami pulang kampung dan tidak kembali lagi,” ungkapnya.
“Alhamdulillah, kebetulan sekali saya lumayan bisa memasak,” ucap Fathiyah senang. Membuat gadis yang ada di hadapannya mengernyit heran.
“Kamu jangan main-main, ya! Semua orang itu bisa memasak, kalau hanya memasak untuk di makan sendiri, kamu sadar ini restoran mahal dan mewah. Jangan mengada-ngada, ya,” ucapnya.
“Saya tidak mengada-ngada, Mbak. Saya beneran bisa memasak. Saya akan buktikan kalau Mbak tidak percaya.”
Suara sedikit ricuh membuat manager kafe sekaligus orang kepercayaan pemilik kafe dan resto itu mendekat.
“Ada apa ini? Kenapa kalian berdebat! Coba jelaskan padaku, San?” tanya Pak Rizki.
Pegawai kafe yang bernama Santi itu menceritakan pada Pak Rizki tentang Fathiyah yang saat ini berdiri di belakangnya.
Sama halnya dengan Santi, laki-laki paruh baya lebih itu memindai penampilan Fathiyah dari atas hingga ke bawah.
“Benar, Nak. Kamu bisa memasak, apa pun menu yang di jual di sini?”
“Insya Allah, bisa, Pak.”
“Baiklah saya mau mengujimu memasak tiga menu favorit di restoran ini. Mari ikut saya ke bagian produksi di restoran ini!”
Pak Rizki segera memberitahu Fathiyah menu favorit di restoran itu dan menyuruhnya segera memasak.
Fathiyah mengerjakan tantangan yang diberikan Pak Rizki tentunya dengan bantuan Pak Reno selaku koki senior di restoran itu. Semua bahan telah di siapkan Pak Reno, Fathiyah tinggal mengolah sesuai keinginan Pak Rizki.
Setelah sekian menit berkutat di dapur restoran itu, Fathiyah berhasil menyelesaikan tugasnya. Dengan minder Fathiyah mempersilakan Pak Rizki mencicipi hasil kreasinya.
Dengan gemetar Fathiyah menunggu penilaian dari Pak Rizki. Besar harapannya dapat diterima di restoran ini.
Pak Rizki memberi dua jempol pada Fathiyah yang di sambut gadis itu dengan bahagia.
“Saya sangat puas dengan masakanmu, benar-benar enak. Kamu masih muda dari mana kamu belajar memasak sehingga menghasilkan masakan yang bercinta rasa pas seperti ini?” pujinya.
“Alhamdulillah, kalau Bapak menyukainya. Keahlian ini saya dapatkan dari almarhumah ibu saya, Pak. Apa saya di terima bekerja di sini?” tanyanya menggebu.
Pak Rizki mengangguk sambil tersenyum. “Iya, mulai besok kamu bisa bekerja di sini, ingat jam kerja kamu mulai pukul tujuh pagi hingga delapan malam. Kafe dan Resto ini buka sampai pukul 12 malam tapi pukul delapan hingga ke atas hanya menyediakan kopi dan makanan ringan saja, sehingga kamu bisa pulang jam delapan malamnya.
“Masya Allah, terima kasih, Pak. Saya sangat senang.” Fathiyah berlonjak kegirangan. Senyum manis dengan lesung pipi ia pamerkan sejak tadi. Membuat Pak Reno dan Pak Rizki geleng kepala.
“Ingat bekerja dengan baik! Jangan kecewakan saya!” ucap Pak Rizki yang diangguki mantap oleh Fathiyah.
Melihat hal itu Pak Reno ikut senang karena pekerjaannya akan lebih mudah karena ada koki baru yang akan membantunya.
Dengan tersenyum bukan berarti kita bahagia, terkadang semua itu hanya sampul untuk menyembunyikan kesedihan karena kesedihan tidak perlu dipamerkan atau pun diperlihatkan sedangkan kebaikan tidak perlu disombongkan.(Fathiyah – Cinta dan Harapan)***Setelah diterima bekerja, Fathiyah kembali pulang dan mengabarkan berita gembira itu pada sang bibi.“Assalamualaikum, Bik,” sapanya dengan riang.“Kenapa sudah pulang? Apa kamu tuli? Aku sudah bilang kamu enggak boleh pulang sebelum mendapatkan pekerjaan!” sengitnya tanpa menjawab salam dari Fathiyah.Fathiyah tersenyum menanggapi omelan sang Bibi.“Diajak ngomong malah senyam-senyum kagak jelas, cepat cari kerja yang benar!” ucapnya kesal.“Alhamdulillah, Bik. Aku sudah diterima kerja di kafe dan Resto yang instagramable, tempatnya bagus, Bik.”“Beneran kamu sudah diterima kerja? Kamu enggak lagi halu ‘kan? Awas saja kalau bohong!” ucapnya.“Enggak bohong! Aku beneran diterima, Bik.”“Ya sudah aku senang mendengarnya,” ketusnya sambil
Bersabarlah dalam segala hal, tetapi yang terpenting adalah bersabar dengan emosi yang ada di dalam dirimu sendiri. Karena Meskipun seribu orang memilih untuk mencemooh dan meremehkanmu. Maka hal terbaik adalah menjadikan cemoohan mereka menjadi penyemangat dalam mengarungi hidupmu. (Fathiyah – Cinta dan Harapan)***“Mohon maaf, Mas tampan. Aku mau ambil motorku,” ucapnya yang berhasil membuat dua laki-laki tampan dan satu wanita cantik menoleh ke arahnya sambil memindai penampilan lusuh Fathiyah.Polisi wanita berparas cantik itu langsung menertawakan Fathiyah dengan senyuman yang terkesan mengejek.“Ternyata Briptu Arza ada penggemar baru ya?” ucap polisi wanita berparas cantik yang tertulis di tag namenya bernama Luna itu, terlihat jelas ia mengejek Fathiyah sambil masih melihat penampilan lusuh gadis itu.“Ternyata Briptu Arza yang tampan bukan saja menjadi idola anak pejabat, dan anak kaum borjuis ternyata anak pank seperti dia juga mengidolakannya,” ucap
Mencintai seseorang yang tidak mencintaimu sama halnya seperti memeluk kaktus yang berduri. Semakin erat memeluknya akan semakin sakit yang kamu rasakan karena durinya akan melukaimu.(CINTA dan HARAPAN)***“Menurut Bapak, Nak Fathiyah perlu ngasih perhatian buat laki-laki itu deh, misalnya ngirim makanan buat dia atau sekedar bertanya sedang apa atau sudah makan kah?”“Hehehe, bagaimana bisa tanya, Pak. Nomor teleponnya saja aku ndak tau,” ujarnya sambil memotong sayuran.“Ya sudah antar makanan ke tempatnya bekerja saja, setelah makan masakan Nak Fathiyah, laki-laki itu pastinya semakin jatuh cinta padamu, Nak. Apalagi masakan Nak Fathiyah itu enak,” ujarnya.“Gitu ya, Pak. Kalau aku belanja bahan-bahan buat masakin dia terus masaknya di sini boleh atau tidak, Pak?” tanyanya sekaligus meminta izin.“Boleh, Nak. Asal enggak nyampurin bahan milik restoran ini, kalau sekadar garam dan kompor aja sih enggak apa,” ujarnya.“Siap-siap Pak. Mulai besok aku beli bahan ke pasar dulu sebe
Tentang sebuah kebahagiaan dapat kamu jadikan sebagai pengingat bahwa di dalam hidup ada kalanya dipenuhi cobaan, dan untuk mencapai kebahagiaan itu diperlukan kerja keras.(Fathiyah – Cinta dan Harapan)***Fathiyah sedih dengan penolakan yang dilakukan Arza padanya.“Seharusnya kamu sadar, Fathiyah. Itu masih makanan darimu yang ditolaknya. Ya, hanya makanan! Kamu seharusnya sadar diri siapa laki-laki itu dia orang yang berpangkat, dan berpendidikan. Siapa kamu? Kamu hanyalah seorang gadis yatim piatu, miskin tak berpendidikan dan hanya seorang koki,” lirihnya sambil menghela napasnya panjang. Saat ini ia berada di kamar, melepas lelah sejenak sebelum sang bibi kembali dari pengajian.***Pagi-pagi sekali Fathiyah sudah menyelesaikan tugasnya dan segera berangkat. Karena Pak Reno memintanya sebelum pukul setengah tujuh ia sudah ada di resto.Fathiyah melihat Arza sedang mengatur lalu lintas pagi bersama satu temannya. Mengingat kejadian kemarin siang, fathiyah sama sekali tidak be
Mengapa mencintaimu itu begitu menyesakkan? Apakah aku terlalu mengharapkanmu? Atau mungkin hatimu sudah beku sehingga kamu tidak pernah mau tahu arti sebuah ketulusan cinta , bahkan tak mau menghargainya.(Fathiyah -- Cahaya Cinta di Langit Pesantren--)***“Pak Rizki, sejak kapan Bapak memperkerjakannya, kenapa Bapak tidak bilang padaku kalau menerima karyawan baru?” tanyanya sedikit membentak. Pak Rizki belum pernah melihat Arza semarah ini padanya.“Sudah satu bulan, Mas Arza. Nak Fathiyah sudah bekerja selama satu bulan ini dan berkat dia kafe dan resto kita sampai ramai,” ungkapnya. “Maksud Bapak apa? Kafe dan resto kita ramai apa dia sering melakukan kesalahan dengan tingkahnya yang bar-bar dan agresif itu?”Pak Rizki semakin tidak mengerti dengan pertanyaan Arza. “Bukannya Mas Arza sendiri yang memuji masakan Nak Fathiyah tadi, bahkan semua keluarga Nak Arza juga menyukai masakan itu,” ungkap Pak Rizki yang seketika membuat Arza terdiam. “Maksud Bapak, dia koki kita yang b
Sebuah kebahagiaan tidak bergantung dari situasi yang kita alami . Namun, bagaimana cara kita mengatasi keadaan dan situasi itu sendiri, oleh karena itu kamu memerlukan masa-masa sulit untuk menjadi lebih kuat, kalau tidak ingin selamanya menjadi lemah.(Fathiyah – Cinta dan Harapan)***Fathiyah mendapatkan libur hari ini. Setelah pesta, kafe tempatnya bekerja diliburkan satu hari.Untuk menghindari ucapan kasar sang bibi setelah mengerjakan pekerjaan rumahnya. Fathiyah langsung kembali ke kamarnya, menutup kamar itu dan menguncinya. Rasa bosan ia rasakan karena di dalam kamar hanya membuatnya berkhayal dengan mencoret-coret buku diarinya, untuk ponsel ia pun tidak punya. ***Saat ini Arza sedang berada di ruangannya. Ia membaca berkas perkara, bandar narkoba dan judi togel yang membuat resah lingkungan ini, dan pastinya sangat memprihatinkan. Apalagi obat haram itu sudah mulai menyasak generasi muda.“Aku tidak akan membiarkan generasi muda di kotaku rusak hanya karena mengonsums
Saat aku berusaha mengubur kecurigaan, maka kamu harus menjaga baik-baik sebuah kepercayaan yang telah hadir di hatiku, karena Saat kepercayaan dibalas dengan kebohongan, jangan berharap kepercayaan itu akan kembali lagi. (Cinta dan Harapan)***Pagi ini Fathiyah bersiap pergi bekerja. Setelah menyelesaikan tugasnya dan sarapan seadanya, ia memanasi motornya dengan wajah ceria. Baginya, hari-harinya harus selalu ceria dengan menebar senyum, meskipun hidupnya tidak jauh dari kesedihan.“Assalamualaikum ...,” sapa seorang pemuda tampan yang suaranya sangat Fathiyah kenali itu. Seketika membuat gadis cantik tomboi itu tercengang dan tak mampu berucap apa-apa.“Hai, Assalamualaikum,” sapanya lagi sambil melambaikan tangan di depan Fathiyah, membuyarkan lamunan gadis itu. “Ma-mas tampan ... eh, Pa-pak Arza ...,” ucapnya segera meralat. Ia tidak mau memantik kemarahan pria itu yang ujungnya pada pemecatan.“Kamu belum menjawab salamku, hukumnya wajib lho menjaw
Aku terjebak dalam pesonanya, di mataku setiap yang ia berikan adalah kebahagiaan. Namun semua itu hanya sampulnya yang lambat laun akan aku sadari di dalamnya hanya berisi penderitaan.(Fathiyah- Cinta dan Harapan)***Arza sudah menceritakan rencananya pada Razdan, Farhan, dan Luna. Ia terlihat sangat bersemangat sekali. Kasus yang ia tangani ini adalah kasus besar. Ia tidak boleh melepaskannya.“Gila kamu, Za. Kamu akan mempermainkan perasaan seorang wanita hanya karena menginginkan misi ini berhasil,” ucap Razdan kurang setuju. “Aku tahu itu, tapi bagaimana pun juga kita harus menyelesaikan tugas ini dengan baik. Aku tidak mau komandan kecewa pada kita. Ini tugas penting, tugas besar yang harus kita selesaikan dengan cepat,” ujar Arza mencoba meyakinkan sahabatnya itu.“Lagian hanya satu hati yang terluka, bukankah itu setimpal dengan apa yang dilakukan pamannya karena sudah merusak generasi penerus bangsa,” ujar Luna antusias. Wanita itu mendukung penuh keputusan Arza. Ia tidak
Susah payah Afni duduk, ia ingin bergegas ke kamar mandi tanpa harus membangunkan sang suami. Tubuhnya sakit semua seperti habis dipukuli. Ia tidak tahu, gerakannya tadi dirasakan Athar karena pria tampan itu hanya pura-pura tidur.Afni dengan menahan sakit di sekujur tubuhnya, bangun dari ranjang. Namun, belum juga ia berdiri Athar kembali menarik tangan wanita cantik itu. Ia kembali mengukung tubuh itu.“Mau ke mana, Hm ...?” tanya Athar sambil membelitkan tangannya.“Mas, aku mau mandi,” jawabnya lembut dengan malu-malu. "Tubuhku capek banget, kayak habis nguli panggul di pasar. atau lebih parahnya kayak habis dipukuli orang," ucapnya mendramatisir sambil mengerucutkan bibirnya mengemaskan.“Apanya yang sakit?” tanyanya sambil menciumi tengkuk wanita cantik itu. Afni menggeliat menatap horor sang suami. Tanpa menunggu lama, Athar langsung berdiri. Membuat Afni berteriak menutup mata, dengan tanpa rasa malu, laki-laki tampan itu menghampirinya. Tubuh Afni diangkat, lalu membawanya
Sesampainya di rumah, Afni dan Athar berkumpul di ruang keluarga sambil membuka oleh-oleh mereka. Niat hati ingin langsung beristirahat harus tertunda. Sang papa dan sang mama ingin mereka bercerita keseruan mereka saat bulan madu. Tentu saja yang ditanyakan adalah kerajaan mereka mengunjungi tempat wisata, bukan saat mereka memadu kasih di apartemen. Kedua orang tua Athar mendengarkan keseruan mereka, hingga terbawa suasana."Jadi pingin liburan ke Turki bersama kalian semua," ucap Syafina sambil melirik sang suami seolah memberi kode."Enggak usah melirik Papa, Ma. Papa sudah paham, kok. Ya, boleh akhir tahun kita habiskan dengan liburan ke Turki," ucap Farhad menatap sang istri sambil mengeringkan matanya. Sungguh, mirip sekali kelakuannya dengan sang putra."Kalau bisa, Papa Luthfi, Ayah Dipta, dan Ibu kita ajak sekalian, pasti makin seru liburan bersama," ucap Syafina yang diangguki antusias oleh sang putra."Iya, aku mendukungmu, Ma. Apa yang dikatakan Mama aku setuju," ucap Ath
Azril menceritakan apa yang diceritakan sang tante pada Arsyi yang saat ini berada di kanar mereka. Salah satu keluarga almarhum Azam mengalami hal yang di luar nalar dan meminta Azril untuk membantunya. Azril yang kebetulan memiliki keahlian menolong orang yang diganggu mahkluk halus pun mau membantu merukyah bersama pakdenya yang lain. Arsyi tercengang dan hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Mereka percaya ada dunia lain, tetapi melakukan cara mistik di zaman modern untuk menggait laki-laki, hampir mereka tidak percaya.Azril sendiri juga pernah menangani pasangan yang hampir terkena sihir itu kalau saja ikatan cinta pasiennya tidak kuat. Entah, apa yang terjadi selanjutnya pada hidup orang tersebut, bahkan orang tersebut tidak sanggup bila istrinya meninggalkannya karena kesalahan itu. “Awal Jumpa, mereka merasakan biasa aja, bahkan mangaku langsung menyukai wanita itu saat itu juga, pasien Azril yang merupakan sepupunya itu pun tidak peduli, tetapi saat berangkat b
Kumala baru saja keluar dari ruangannya di salah satu rumah sakit di Turki. Ia segera bergegas pulang ke apartemen mewahnya. “Bagaimana malam ini kalau aku menagih janji pada Athar dan mengajaknya makan malam? Aku tidak boleh melewatkan kesempatan ini sebelum Athar kembali ke Indonesia,” ucapnya lirih.Dengan cepat Kumala segera menghubungi Athar untuk mengajaknya makan malam. “Assalamualaikum, Thar,” sapanya lembut.“Wa’alaikumussalam, La. Ada apa ini? Tumben telepon,” jawab Athar di seberang sana. “Aku hanya ingin menagih janjimu padamu. Bisakah kamu mengajakku makan malam hari ini? Aku takut kamu segera kembali ke Indonesia. Itu artinya aku akan menyia-nyiakan kesempatanku untuk bersamamu,” ucapnya manja dengan mengerlingka mata, meskipun Athar tidak bisa melihatnya hanya mendengar suaranya saja.“Tentu saja. Apa kamu punya rekomendasi restoran yang enak dan romantis sambil menghabiskan malam bersama pasangan?” tanya Athar tersenyum di seberang sana, sedangkan di sampingnya ada
Tiga hari dirawat, kondisi Athar semakin membaik. Hari ini ia diperbolehkan pulang. Afni menyambutnya dengan suka cita. Beberapa hari yang lalu, keluarga Afni juga menjenguk Athar di rumah sakit, bahkan Arni dan Afnan diminta untuk menginap. Oleh-oleh yang dibawa Afni dan Athar dari Malang sudah dibongkar Syafina, mereka membawakan oleh-oleh itu untuk Arni dan Afnan saat pulang ke Gresik.Syafina dan Farhad yang mendapatkan kabar dari Afni kalau Athar sudah diizinkan pulang pun menjemput mereka. Awalnya mereka akan menjenguk sepulangnya Farhad dari kantor, tetapi mendapatkan kabar sang putra diizinkan pulang, Farhad menghubungi bawahannya dan mengabarkan kalau dirinya hari ini mengambil libur. Kakek Luthfi juga turut ikut menjemput sang putra, meskipun awalnya menolak, tapi Syafina sedikit memaksa. Sang menantu bilang, selain menjemput Athar, mereka akan mengunjungi panti untuk mengadakan syukuran kecil-kecilan.Athar dan Afni sudah menunggu kedatangan Syafina, Farhad, dan Kakek Lut
Sesuai janjinya pada Farhad, usai mengunjungi pasien dan tugasnya di rumah sakit selesai, Dokter Amri segera menuju ke rumah sang sahabat itu.Tadi siang, setelah meneleponnya, Farhad langsung menghubungi sang adik untuk memintanya memeriksa Athar. Tidak perlu lama, jarak kediaman Farhad dari rumah sakit cukup dekat, sehingga memudahkan Dokter Amri untuk segera sampai rumah tersebut.“Assalamualaikum,” sapa Dokter yang menjadi sahabat Farhad dan Syafina itu ramah saat memasuki rumah itu. Ia melihat Farhad, Syafina, dan Kakek Luthfi duduk di ruang keluarga.“Wa’alaikumussalam, Had," jawab ketiga orang itu serempak.“Akhirnya kamu datang juga. Segera periksa Athar, ya, Am. Panasnya kembali tinggi. Tadi sempat menurun, sekarang panas lagi,” ujar Syafina langsung menyahut dengan wajah penuh kekhawatiran.“Mereka baru pulang dari bulan madu atau gimana, sih?"” tanya Dokter yang sudah menjadi bagian dari keluarga Kakek Luthfi itu.“Bukan bulan madu, Athar dan Afni diperintah kakek neneknya
Usai memanjakan sang istri dengan menjekajahi kuliner, Athar mengajak Afni untuk melanjutkan perjalanan. Wanita cantik yang sangat ia cintai itu terlihat lega sambil terus mengusap perutnya."Kenapa dielus, Sayang? Emangnya di dalam sana Athat junior, 'kah?" tanyanya tersenyum menggoda."Hadeeh, Mas. aku baru tiga Minggu selesai kedatangan tamu bulanan, bagaiman bisa secepat itu," ujar Afni dengan polosnya. Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil mereka."Bisa saja, Yang. Kalau Allah sudah berkehendak, mengapa tidak. Kun fayakun," ucap Athar tersenyum bijak."Aamiin, semoga apa yang kita harapkan benar-benar diijabah oleh Allah," ucap Afni tersenyum lembut. Keduanya sudah dalam mode serius dan tidak selengean lagi.Athar segera melajukan mobilnya kembali melanjutkan pulang. Tidak sabar mengajak sang istri pulang. Bukan karena tidak ingin menghabiskan waktu berlama dengan sang istri di luaran, tetapi rasa capek setelah perjalanan jauh dan beberapa hari yang lalu berusaha kuat untuk
Afni sudah membereskan barang-barangnya di lemari dan memasukkannya ke dalam koper. setelah semua dirasa tidak ada yang ketinggalan, ia tersenyum lega. Hal sama dilakukan Athar yang turut membantu sang istri. Athar ditugaskan Afni merapikan ranjang dan melipat selimut. Seperti keberangkatan mereka saat ke sini, mereka juga akan meninggalkan Malang selepas salat Subuh. Hal itu mereka lakukan supaya tidak terjebak kemacetan, apalagi ini musim liburan. Athar juga tidak memilih lewat tol karena Afni yang meminta. Wanita cantik itu ingin mampir-mampir dan bisa menikmati pemandangan.Usai membereskan semua dan membawanya keluar untuk diletakkan di bagasi. Afni dan Athar mengerjakan salat subuh terlebih dahulu.Afni sempatkan untuk mengaji sebentar setelah berdoa dan berzikir. Athar tersenyum pada sang istri yang sudah siap untuk pulang.Nenek Murni tidak membiarkan sang cucu dan cucu menantunya kembali ke Surabaya dengan perut kosong. Sebelum salat Subuh, wanita cantik di usia senja itu sud
Fathiyah tersenyum sambil menyuapi sang buah hati, kala terdengar sayup suara mobil sang suami kembali masuk ke dalam halaman rumah. Pria tampan yang berprofesi sebagai abdi negara itu ternyata menepati janjinya untuk tidak berlama-lama setelah mengerjakan tugasnya karena akan membawa keluarga kecilnya jalan-jalan.“Assalamualaikum, Sayang,” ucapnya sambil mencium kepala sang istri dari belakang. Wanita cantik itu tersenyum mendapatkan perlakuan manis dari sang suami.“Wa’alaikumussalam. Akhirnya datang juga,” serunya sambil menghadap ke arah sang suami.“Pantang bagiku untuk mengingkari janjiku pada istri tercintaku,” balasnya tersenyum lembut sambil duduk di samping sang istri.“Hai, kesayangannya Ayah. Lagi makan apa ini?” sapa Arza pada sang putra yang makin hari makin gemuk dan mengemaskan.“Makan udang,” jawab si kecil Arnav yang terlihat semakin menggemaskan dengan pipi gembulnya.“Sini dipangku Ayah,” ucapnya sambil menepuk pahanya. Bocah tampan itu tersenyum sambil berjalan t