~~~***~~~
Hujan masih turun membanjiri jalanan ibukota di sore hari itu.Tak ada tanda-tanda akan berhenti. Angin berhembus sepoi-sepoi menyejukkan namun terasa dingin bagi Ayu yang baru saja selesai mandi.
Ia sudah mengganti daster sexynya dengan piyama panjang. Dalam hati ia menggerutu kesal mengapa Irfan tidak memberikan piyama panjang ini semalam. Seandainya saja ia memakai pakaian tertutup ini, mungkin kejadian kemarin tidak akan terjadi.
Tapi kemudian ia skeptik dengan dirinya. Ia yakin Irfan memang telah merencanakan semua ini sejak mengetahui ia berpacaran dengan Zaki.
Sengaja ia memilih berada di balkon untuk menghindari bertatap muka dengan Irfan yang sedang asyik menonton tv. Ia enggan berada di satu tempat yang sama dengan laki-laki yang audah merenggut masa depannya. Ia semakin membenci Irfan setelah apa yang ia lakukan padanya.
Gadis yang kini sudah tidak gadis lagi itu memandangi hamparan langit yang membentang luas d
~~~***~~~ Siangnya, Irfan mengantar Ayu pulang ke kosannya setelah menahannya selama 2 hari. Awalnya Irfan enggan mengantarnya karena ia khawatir Ayu kembali bersikap labil dan meninggalkannya. Lebih baik Ayu tinggal bersamanya saja sampai hari pernikahan mereka. Ayu melotot mendengar jawaban Irfan. Mana boleh mereka tinggal bersama sedangkan mereka belum menikah. Apa kata Emak Bapaknya nanti. Bisa-bisa mereka terkena serangan jantung. Sesampainya di kosan, Ayu mengeluh karena kosnya kotor bukan main. Meski airnya telah surut, tapi sampah tanah, kayu dan barang-barangnya yang berserakan di mana -mana membuat Ayu ingin pingsan saat membereskannya. Untung saja motornya di garasi ibu kos, jadi saat ia tinggal kemarin masih aman. Paling tidak, ada beberapa barang berharganya yang selamat. Begitu juga dengan dompet dan atmnya yang memang selalu di tasnya dan di bawa ke apartemen Irfan waktu itu. Ayu sibuk m
~~~***~~~ Di luar hujan kembali turun gerimis memberi kesejukan pada insan di bumi. Namun kesejukan yang dibawa angin itu sangat kontras dengan keadaaan disalah satu kamar kos yang terbuka sedari pagi itu. Dimana sang penghuni kos tampak menatap ke langit dengan pandangan kosong. Sudah setengah jam berlalu tapi belum ada tanda-tanda kedatangan Irfan. Ayu tertawa miris, bagaimana bisa ia masih berharap Irfan akan kembali padanya. Tentu saja ia takkan kembali karena ia sudah menuntaskan rasa penasarannya. "Bagaimana dengan nasibnya sekarang? Pasti tidak akan ada lelaki yang menginginkan wanita yang sudah tidak perawan sepertinya. Ia akan sendirian sampai tua. Duh Gusti ... sakit sekali! Semua ini gara-gara Irfan brengsek hidupku jadi hancur seperti ini. Aku benci kamu Irfan ... aku benciiii...." Ayu memukul-mukul dadanya yang terasa berat. Sampai nafasnya tersengal-sengal karena sesaknya dadanya menanggung permasalahannya. Mungkin sebaiknya ia terjun sa
~~~***~~~Pernah ada yang bisa mengontrol mimpinya sendiri? Paralyzed? Ayu mengalaminya.~~~***~~~Ayu berlari sekencang yang ia bisa. Melewati tanggul sawah, jalanan berbatu dan parit yang melintang. Entah berapa kali ia tersandung bebatuan yang ada didepannya. Kaki, tangan dan lututnya lecet dan berdarah namun Ayu tak mempedulikannya. Ia terus berlari ketakutan mendengar suara riuh warga dibelakangnya. Kebanyakan yang mengejarnya itu emak-emak berdaster. Dipimpin Desi, mereka berlari mengejarnya sembari mengacungkan panci, wajan, sangku dan lain-lain ke arahnya."Tangkap pelakor itu. Kita harus memberinya pelajaran ...""Arak keliling kampung biar dia malu ...""Usir saja pelakor dari kampung kita karena ia bisa saja merebut lelaki kita juga ...""Usirr .... usiirrr ... usirrr.""Dasar pengkhianat. Ternyata kamulah teman pengkhianat itu .. kau menggunting dalam lipatan. Di depan kita ka
~~~***~~~ Zaki bergegas menaiki tangga menuju ruangan Ayu. Ia baru saja selesai membeli Black coffe di kafe yang tersedia di rumah sakit swasta yang mewah ini. Ia meninggalkan Ayu hanya lima belas menit saja tapi rasanya ia sudah pergi selama berjam-jam. Fix, dia sudah jatuh ke dalam pesona gadis manis yang sangat sederhana itu. Sangat berbanding terbalik dengan typenya selama ini yang menyukai gadis metropolitan yang cantik dan anggun. Setelah mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, Zaki pun membuka pintu ruangan dimana Ayu dirawat. Ia tersenyum saat mendapati Ayu masih tertidur dengan lelap. Menurut perkiraan dokter, ia akan t
~~~***~~~ Entah berapa rumah sakit yang Irfan datangi sedari siang tadi, hanya untuk mencari keberadaan Ayu. Ia bahkan melupakan perutnya yang berteriak minta diisi. Wajahnya mulai pucat karena kelelahan. Ia bingung, ia sudah mencari Ayu dari rumah sakit terdekat, bahkan klinik sampai rumah sakit terjauh. Namun tak ada satu pun pasien yang bernama Ayu Nurmala. Padahal ia yakin, jarak antara kepergian Zaki dan dirinya tidak berbeda jauh. Apa ada rumah sakit yang terlewat olehnya? Atau Ayu didaftarkan bukan atas namanya? Malam semakin larut. Irfan menghentikan mobilnya di sisi jalan dengan penuh kemarahan. Ia memukul stir mobilnya putus asa.Sebenarnya kemana kamu membawa Ayu, Zaki? Aku bersumpah akan membunuhmu kalau sampai kamu ber
~~~***~~~Zaki bingung saat ia sampai diresto namun ia tak mendapati Ega dimana pun. Baik itu di kamar pribadinya, kamar mandi bahkan menurut Doni yang menjadi tangan kanannya, Ega tak pernah datang ke resto sejak seminggu yang lalu.Gusar, ia mencoba kembali menelpon Ega, tapi ponselnya dalam keadaan tidak aktif. Apa-apaan ini? Bukankah Ega tadi yang mengiriminya pesan untuk segera datang ke resto karena ada urusan penting tapi sekarang ia bahkan tidak mendapatinya berada dimanapun. Apa Ega sedang mempermainkannya?Sebuah kesadaran menghantamnya.Ayu! Ega pasti berbuat sesuatu kepada Ayu. Bodoh sekali dia baru menyadari itu sekarang. Semoga saja dia belum terlambat.Zaki baru saja mengangkat badannya dari kursi untuk pergi ketika pintu terbuka dan menampilkan sosok Irfan dengan raut wajah bengisnya. Ekspresi Zaki berubah."Dimana kau sembunyikan Ayu?" Tuduh Irfan langsung tanpa basa basi setibanya ia didepan Zaki.Zaki m
~~~***~~~Ayu memejamkan matanya setelah perawat selesai mengobati tangannya yang terluka dan memperbaiki jarum infusnya yang terlepas. Ayu tersenyum miris memandangi bekas kemarahan Ega ditangannya. Luka itu berbentuk sayatan kecil yang tidak akan hilang sampai beberapa hari ke depan.Airmata Ayu kembali menetes satu persatu. Ia tidak pernah menggoda pria-pria itu, mereka sendiri yang gencar mendekatinya, merayunya dan memintanya jadi pacar mereka. Mana ia tahu Zaki masih bertunangan? kenapa dia yang disalahkan? Kenapa harus dia yang menanggung kesakitan ini? Kenapa? Hiikkss ...Apa dia mesti lari kesana sini untuk menghindari mereka? Atau berpindah tempat? Tapi lelaki seperti mereka pasti akan selalu ditemukannya di kota manapun. Baik Irfan atau Zaki, dua pria dengan perbedaan karakter dan berasal dari dua kota yang berbeda pula, tapi keduanya begitu keras menginginkannya menjadi pasangan mereka, tak peduli mereka sudah mempunyai pasangan masing-masing.
~~~***~~~Siang itu Ayu akhirnya diperbolehkan pulang juga. Ia menghampiri bagian administrasi untuk mengurus pembayaran,padahal dia gak bawa uang sih.Seperti dugaannya, Zaki sudah melunasi semua administrasinya yang fantastis itu. Ayu berjanji dalam hati akan mengganti uang administrasi tersebut.Sambil membawa tentengan sisa buah dan obat, Ayu berjalan ke jalan raya mencari taxi. Masalah lain menghampiri, saat ia ingat tidak membawa uang seperak pun. Lantas bagaimana caranya pulang jika uang saja tak ada. Dompet pun entah dimana, kunci kossan menurut Zaki, ia titip di tetangga kossnya. Ya sudah dia nekad saja, naik taxi dulu, bayar kalau sudah di kos. Semoga uangnya masih ada di kosan, tak ada yang mencurinya.Saat ia sedang celingukan mencari taxi, sebuah mobil honda jazz berhenti tepat di depannya. Ayu kira ia tak kenal siapa pemiliknya karena memakai jas dan kacamata, ia pun menggeser tubuhnya menjauhi belakang mobil itu dan memalingkan
~~~***~~~ Flashback on. Beberapa jam sebelum Ayu dan Zaki bertemu, Ayu dan kedua mertuanya tiba menjelang subuh di rumah sakit di mana Irfan dirawat. Namun Ayu auto pingsan saat melihat dari balik kaca, seluruh tubuh Irfan terbungkus perban seperti mummy. Kedua mertuanya panik. Untunglah, petugas rumah sakit dengan sigap membawa Ayu ke ruang pemeriksaan. Menurut salah satu saksi mata yang berada di tempat kejadian, truk bermuatan kosong itu memang sudah oleng dari kejauhan. Dari arah yang berlawanan, mobil carry dengan bak terbuka yang dikendarai Sunar dan Irfan melaju pula dengan kencang. Sehingga saat di belokan, mobil keduanya bertemu dan bertabrakan. Mobil Irfan terseret sampai beberapa meter sebelum akhirnya terguling di samping truk tersebut. Semua pengemudi mobil terluka parah karena benturan berkali-kali yang mengenai kepala mereka. Bahkan kenek supir truk itu meninggal di tempat. Seme
~~~***~~~ “Sudahh berkali-kali Aa bilangin, jangan makan sambal. Lihat kan, akhirnya sekarang lambungmu kena.” “Biarin, suka-suka lah. Ngatur aja.” “Sampai ada yang berani membicarakan Ayu lagi di belakangku, awas kalian!” “Udah Aa, jangan galak gitu. Mereka, kan, cuman ngomongin. Neng gak papa, kok,” “ Biarkan Neng, biar mereka tahu, Aa gak suka kamu jadi bahan gunjingan terus menerus.” “Makanya lain kali pamit kalau mau pergi kemana-mana, gak usah jaim. Jadi kalau kejadian motormu mogok lagi, pulsa habis, dompet hilang, Aa bisa langsung jemput kamu. Main kabur aja. Untung aja Aa pasang gps di ponselmu jadi bisa tahu kamu di mana.” “Kalau bilang dulu, bisa-bisa kamu larang. Males,” “Baru disenyumin aja geer banget. Tuh cowok cuman iseng. Jangan gampangan jadi cewek
~~~***~~~ Semilir angin yang sejuk berhembus menerbangkan dedaunan pohon mangga yang banyak tertanam di depan rumah. Malam menjelang, namun suara deru kendaraan yang hilir mudik di depan rumah besar berhalaman luas itu tak jua berhenti. Sesekali orang yang lewat menyapa sang pemilik rumah yang sedang merokok sambil menatap kolam ikan miliknya. Setelah rokoknya tinggal sedikit, ia membuang puntung itu. Lalu ia memasuki rumahnya menuju ke ruanh makan. Perutnya sudah merintih minta diisi. Sesampainya di meja makan, ia membuka tudung saji itu dengan kening mengernyit. “Neng ..!” lelaki berkulit sawo matang itu memanggil sang pujaan hati. Perempuan cantik berambut sepinggang yang dipanggil Neng itu mendekat dari arah kamar. Ditangannya menggenggam ponsel berwarna perak. Raut wajahnya merengut karena tidak suka kesenangannya terganggu. “Apa sih? Ganggu aja.” “Maen ponsel m
~~~***~~~ Ayu tiba di kampungnya nyaris menjelang tengah malam di saat semua orang sudah tertidur lelap. Rasanya ia ingin cepat masuk kamar tapi Irfan menahannya di depan rumah. Katanya dia ingin berduaan dengannya. Huh, Ayu segan rasanya menghabiskan waktu hanya berdua saja dengannya meskipun itu hanya semenit. Irfan memilin-milin rambut Ayu di jarinya pelan, imbuhnya," kamu aku pingit. Jangan keluar rumah atau pergi kemana pun. Kalau aku tahu kamu pergi keluar rumah, kamu aku pingit di rumahku. Mau?" Ayu memalingkan wajahnya jengah.Lihat kan, dia selalusaja seperti ini dari dulu. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengannya nanti? Bisa-bisa ia gila. "Kamu denger Aa gak Neng?" bahkan dalam keadaan tubuhnya penuh memar, akibat perkelahiannya tadi, tak mengurangi sedikitpun sifat posesifnya. Dasar laki-laki gelo! Bukannya memikirkan sakitnya, malah mikirin Ayu dan melarangnya ini itu.
~~~***~~~ Udara pagi itu bersinar cerah. Tak biasanya hari itu tidak turun hujan. Setelah seminggu berturut-turut hujan, pagi ini mentari tersenyum cerah. Menyapa insan dibumi yang sedang sibuk menjalankan aktivitasnya. Di sebuah bangunan sederhana, di mana terdapat enam pintu kost, kesibukan terlihat nyata disana. Satu persatu penghuni kos itu pergi. Ada yang mengenakan seragam kantor, sedang menaiki ojek online pesanannya, ada yang sudah pergi menaiki kendaraannya sendiri, dan ada yang mengenakan seragam kampus, yang dijemput temannya untuk pergi ke kampus bersama. Hingga kini hanya tersisa satu pintu terbuka. Sebuah mobil lossbak berhenti di depan koss Ayu yang sepi. Dua orang pria turun dari sana. Mereka tampak mengobrol dan mengetuk pintu pagar. Tak lama penghuni kos yang terakhir keluar dan membukakan pintu pagar koss. Penghuni kos terakhir itu adalah Wina, tetangga samping kos Ayu. Wina dan oran
~~~***~~~ Siang ini bersinar terik dan sinar radiasinya menusuk kulit. Beberapa orang yang sedang berada di luar ruangan mengeluhkan panasnya terik mentari yang belakangan ini sering sekali mereka alami. Sehinggga mereka bergegas mencari tempat untuk berlindung dari sengatan mentari tersebut. Di salah satu resto dalam mal, tampak Desi sedang menyantap makanannya itu dengan hati dongkol. Bagaimana ia tidak dongkol, Sudah 2 jam ia menunggu notif di ponselnya, berharap ada pemberitahuan uang masuk dari Dicky. Siang ini Dicky berjanji akan mentransfer uang 100 juta supaya dia tidak menyebarkan fhoto-fhoto tidak senonoh Irfan dan Ayu. Namun sampai ia selesai makan pun, tak jua ada pesan masuk. Awas saja kalau sampai mereka ingkar, dia akan menyebarkan foto itu di sosmed juga. Batinnya dalam hati. Desi menggeram kesal saat kembali menelpon mantan mertuanya tapi selalu tulalit. Ia kesal. Apa mantan m
~~~***~~~Ruangan itu kembali sepi setelah Ayu memberikan jawabannya tadi. Sejam yang lalu orang tua Irfan memilih pulang ke apartemen Irfan ditemani Irfan. Entah apa reaksi mereka melihat foto-foto kebersamaan mereka di apartemen itu nanti. Ayu sudah tak mau peduli. Hidupnya sudah tak berarti lagi. Ia hanya akan mengikuti kemana air mengalir. Ia sudah mati semenjak tak ada yang mempedulikan perasaannya lagi.Orangtuanya sendiri sedang makan di kantin sembari sembahyang isya. Ayu tak masalah ditinggal sendiri, toh ada tombol darurat untuk memanggil perawat kalau ia membutuhkan apapun.Lagipula kalau terjadi apapun padanys ya tidak masalah. Hidupnya sudah tidak berharga lagi. Ia sudah hancur.Hiikksss...Kreeet ... suara pintu kamarnya terbuka. Ayu menatap tajam ke arah pintu yang menampilkan sosok Desi dengan senyum sinisnya. Dulu, mungkin Ayu takut Desi yang terkenal paling Bengal di kelompoknya itu, melabraknya atau berbuat ses
~~~***~~~ Irfan terbangun dengan malas karena perutnya berteriak meminta makan. Refleks tangannya meraba tubuh Ayu yang tertidur disampingnya namun tangannya hanya menyentuh tempat kosong. Meski tangannya mulai bergerak kasar menepuk sana sini namun tak jua meraba tubuh Ayu. Sontak ia menoleh kesamping tempat tidurnya yang ternyata memang kosong. Panik, Irfan melonjak bangun sambil berteriak memanggil Ayu. "Neng ... kamu di mana Neng?" Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Irfan menghela nafas lega. Ayunya ada di kamar mandi. Ia pun turun menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya. "Neng, udah belum? Aa mau mandi juga." Hening. Tak ada jawaban. Dengan sabar Irfan mengetuk lagi lebih keras, berharap kali ini Ayu mendengarnya. "Neng, masih lama, gak? Aa mau mandi juga. Bukain dong..!" Hening, kembali tak ada jawaban. Tapi suara air yang terus bergemericik membuat Irfan yakin Ayu sedang mandi di dalamnya. Mendadak Irfan me
~~~***~~~ Setelah pulang dari karaoke itu, Irfan memaksa Ayu berkemas, ia akan mengajaknya pulang kampung besok. Ia berencana melamar Ayu setibanya mereka di kampung. Tak peduli orangtua mereka merestui atau tidak, ia akan tetap menikahi Ayu. Bahkan ia akan memberitahu kedua orangtua masing-masing kalau ia dan Ayu sudah berhubungan jauh. "Setibanya di kampung, Aa bakal langsung lamar kamu lalu kita nikah." Kata Irfan sebelum Ayu keluar dari mobil untuk mengambil baju-bajunya di kos. Ayu hanya mengangguk pasrah. Benaknya malah membayangkan apa reaksi Zaki kalau tahu Irfan memaksanya menikahinya padahal mereka sudah berpacaran. Apa Zaki akan kecewa padanya, menganggapnya perempuan jahat, atau mungkin membencinya. Kalau saja Zaki nekad mengajaknya kawin lari, Ayu bersedia. Sepertinya hidup bersama Zaki lebih menentramkan batinnya daripada hidup bersama Irfan. Tapi Irfan benar, Zaki bisa saja hanya i