~~~***~~~
Ayu memejamkan matanya setelah perawat selesai mengobati tangannya yang terluka dan memperbaiki jarum infusnya yang terlepas. Ayu tersenyum miris memandangi bekas kemarahan Ega ditangannya. Luka itu berbentuk sayatan kecil yang tidak akan hilang sampai beberapa hari ke depan.
Airmata Ayu kembali menetes satu persatu. Ia tidak pernah menggoda pria-pria itu, mereka sendiri yang gencar mendekatinya, merayunya dan memintanya jadi pacar mereka. Mana ia tahu Zaki masih bertunangan? kenapa dia yang disalahkan? Kenapa harus dia yang menanggung kesakitan ini? Kenapa? Hiikkss ...
Apa dia mesti lari kesana sini untuk menghindari mereka? Atau berpindah tempat? Tapi lelaki seperti mereka pasti akan selalu ditemukannya di kota manapun. Baik Irfan atau Zaki, dua pria dengan perbedaan karakter dan berasal dari dua kota yang berbeda pula, tapi keduanya begitu keras menginginkannya menjadi pasangan mereka, tak peduli mereka sudah mempunyai pasangan masing-masing.<
~~~***~~~Siang itu Ayu akhirnya diperbolehkan pulang juga. Ia menghampiri bagian administrasi untuk mengurus pembayaran,padahal dia gak bawa uang sih.Seperti dugaannya, Zaki sudah melunasi semua administrasinya yang fantastis itu. Ayu berjanji dalam hati akan mengganti uang administrasi tersebut.Sambil membawa tentengan sisa buah dan obat, Ayu berjalan ke jalan raya mencari taxi. Masalah lain menghampiri, saat ia ingat tidak membawa uang seperak pun. Lantas bagaimana caranya pulang jika uang saja tak ada. Dompet pun entah dimana, kunci kossan menurut Zaki, ia titip di tetangga kossnya. Ya sudah dia nekad saja, naik taxi dulu, bayar kalau sudah di kos. Semoga uangnya masih ada di kosan, tak ada yang mencurinya.Saat ia sedang celingukan mencari taxi, sebuah mobil honda jazz berhenti tepat di depannya. Ayu kira ia tak kenal siapa pemiliknya karena memakai jas dan kacamata, ia pun menggeser tubuhnya menjauhi belakang mobil itu dan memalingkan
~~~***~~~Irfan membanting jasnya ke sofa coklatnya. Nafasnya menderu marah. Tak lama dibantingnya semua yang ada di atas meja ke lantai. Botol minum, gelas, asbak rokok dan makanan lainnya berjatuhan di lantai dengan mengenaskan. Ruangan apartemen yang semula rapi, kini berantakan."Sebenarnya apa maumu? Aku bahkan sudah menodaimu tapi kamu tetap saja lari dariku. Selalu dengan alasan yang sama, Desi lagi! Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran perempuan. Sudah jelas dia dipermainkan si Desi itu tapi tetap saja dia percaya. Kenapa kamu lemah sekali? Arrgghh..."Irfan kembali menendang sofa didepannya sampai terjungkal membentur dinding di belakangnya."Sebenarnya apa kekuranganku? Aku tampan dan hartaku bisa membuat anak cucu kita hidup berkecukupan. Tapi kenapa kamu masih saja memilih pergi daripada menerima pertanggungjawabanku. Dasar perempuan tidak tahu diri! Aku bisa saja mendapatkan seribu perempuan yang jauh lebih baik darimu, tapi aku tetap memi
~~~***~~~Malam semakin larut tapi tak jua membuat mata Ayu yang sudah bengkak karena terlalu banyak menangis itu terpejam. Kejadian demi kejadian yang dialaminya selama ini terus berkejaran bak rol filem dibenaknya membuatnya semakin kesulitan tidur. Ayu menyerah!Tak peduli sudah larut malam, akhirnya Ayu putuskan untuk pergi ke apotek. Ia mesti membeli obat tidur. Baru ia membuka pintu kosnya. Saat itulah Wina datang. Sepertinya ia baru pulang kerja shift malam.
~~~***~~~Ega bergegas menaiki tangga menuju ruangan Zaki dengan langkah riang. Hatinya berbunga-bunga. Pemecatan Ayu memberinya angin segar bahwa Zaki lebih memilihnya. Ia senang sekali karena akhirnya Zaki menyadari dimana seharusnya ia berada. Ia yakin langkahnya untuk menuju pelaminan bersama Zaki akan terwujud sebentar lagi.Udara dingin menyapanya saat ia masuk ke ruangan Zaki. Zaki sendiri sedang sibuk membuka beberapa file dokumen di atas mejanya."Sayang, aku seneng banget akhirnya kamu memecat perempuan itu. Sekarang takkan ada lagi yang mengganggu hubungan kita. Kita bisa segera menikah." kata Ega sambil mendekati Zaki dan duduk di pegangan kursinya.Zaki menggeliat seakan ingin melepaskan diri dari pelukan Ega membuat Ega cemberut. Dalam hati ia bertanya-tanya, mengapa Zaki dingin padanya? Harusnya mereka merayakan kemenangan ini dengan wajah gembira, bukan dingin seperti ini, kan?"Duduk lah di sofa. Ada yang ingin ku tunjukkan padamu.
Terima kasih banyak sudah membaca sejauh ini. Happy reading!! ~~~***~~~ Sore itu, mentari sudah kembali ke peraduannya. Di sebuah apartemen yang mewah. Seorang lelaki berwajah keras, dengan bulu lebat yang mulai tumbuh di bawah dagunya, menengguk botol minumannya entah untuk yang ke berapanya. Ia membanting botol itu ke lantai saat dirasanya botol itu tak jua mengeluarkan air setetes pun. Ia terlihat marah. Tak lama ia berteriak. Suaranya sendu menyiratkan keputusasaan yang dalam. "Neng... Aa kurang apalagi dalam mencintai Neng. Semua Aa berikan buat Neng. Bahkan nyawa pun rela Aa berikan asal Neng selalu bersama Aa. Tapi mengapa kau terus-terusan menolakku?" Laki-laki itu tak mengerti. Di saat perempuan lain menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, Ayu sebaliknya. Ia selalu mencari cari untuk menolaknya. Padahal apa yang kurang darinya? Tampan, iya. Kaya tujuh turunan juga iya. Irfan menendang sofa di depannya sekuat tenaga. Oto
~~~***~~~ Awan tertutup kabut tebal. Hembusan udaranya yang dingin terasa sejuk menerpa kulit. Seorang perempuan berambut sebahu yang baru saja selesai meletakkan lamaran di resto terdekat, turun dari kendaraan roda duanya untukmengangkat telpon. “Neng, kamu mesti hati-hati." Teriak emak. "Ada apa, Emak?" "Katanya Irfan ada di Jakarta. Bisa saja kan dia nemuin kamu trus macem-macem sama kamu. Pokoknya jauhin dia kalau ketemu.Jangan merespon kalau dia mengajak kamu jalan bareng, nonton atau apapun. Emak gak mau anak emak jadi pelakor. Emak gak bakal nganggap kamu jadi anak lagi kalau kamu sampai jadi orang ketiga dihubungan mereka. Ngerti?” Ayu mengiyakan dengan suara tertahan. Setelah beberapa menit, akhirnya obrolan mereka berakhir. Ayu menutup telponnya putus asa. Seandainya mereka tahu kalau Ayu melakukan lebih dari yang Emaknya pikirkan? Entah semarah apa kedua orangtuanya? Mungkin mereka tidak hanya membuangnya, tapi juga membunuh
~~~***~~~ Braakk.... Zaki meringis saat Ayu menabrak kaca pembatas. Sepertinya gadis cantik itu tidak melihat dinding kaca tebal di depannya sehingga ia menabrak dinding tersebut. Memang sih, pintu dan dinding itu sama-sama terbuat dari kaca tebal dan kalau tidak jeli memperhatikan, tidak akan terlihat. Ayu mengusap keningnya dengan wajah memerah karena malu, membuat laki-laki tampan yang sedang meminum kopi itu terkekeh geli. "Kamu gak apa-apa kan, Neng?" Tanya Zaki menggoda. Ia menghadap Ayu yang terlihat lebih segar dan cantik daripada kemarin. Dengan latar panorama senja di belakang tubuh Ayu, membuat sosok Ayu terlihat lebih mempesona. Meski di balik wajah cerianya, ia seperti bidadari yang terluka. Sorot matanya yang kosong seakan menyimpan beribu misteri di dalamnya. "Ga papa .. Ayu gak papa kok." Ayu tersenyum santai seolah ia memang tidak apa-apa. Zaki tertawa pelan, pandangan matanya mengikuti Ayu yang berjalan mengha
~~~***~~~“Kamu sudah tidak perawan?”Zaki shock, benarkah? Gadis sebaik dan semanis Ayu bisa kehilangan kevirginannya. Tapi, bagaimana mungkin? Ayu itu bukan wanita nakal. Ia tahu itu."Siapa yang melakukannya padamu? Apa Irfan?"Ayu tak menjawab, tapi tangisannya yang semakin keras menjelaskan semuanya. Zaki mengepalkan tangannya geram.Bagaimana bisa kamu melakukan itu pada perempuan sebaik Ayu, Fan! Aku janji akan membuat perhitungan denganmu. Lihat saja nanti!Hati Ayu semakin teriris saat melihat Zaki terdiam. Ia yakin Zaki pun kecewa padanya. Memikirkan itu, Ayu dengan tegar, menghapus airmatanya. Seraya tersenyum pahit.” Sekarang Abang mengerti kenapa Ayu tidak bisa menerima Abang?”Kelopak tangan Zaki mengepal, rahangnya mengeras karena marah. Ayu ketakutan. Ia yakin Zaki semakin marah padanya, ia pasti mengira Ayu bukan perempuan bak-baik. Seharusnya ia tidak perlu berterus terang seperti tadi.
~~~***~~~ Flashback on. Beberapa jam sebelum Ayu dan Zaki bertemu, Ayu dan kedua mertuanya tiba menjelang subuh di rumah sakit di mana Irfan dirawat. Namun Ayu auto pingsan saat melihat dari balik kaca, seluruh tubuh Irfan terbungkus perban seperti mummy. Kedua mertuanya panik. Untunglah, petugas rumah sakit dengan sigap membawa Ayu ke ruang pemeriksaan. Menurut salah satu saksi mata yang berada di tempat kejadian, truk bermuatan kosong itu memang sudah oleng dari kejauhan. Dari arah yang berlawanan, mobil carry dengan bak terbuka yang dikendarai Sunar dan Irfan melaju pula dengan kencang. Sehingga saat di belokan, mobil keduanya bertemu dan bertabrakan. Mobil Irfan terseret sampai beberapa meter sebelum akhirnya terguling di samping truk tersebut. Semua pengemudi mobil terluka parah karena benturan berkali-kali yang mengenai kepala mereka. Bahkan kenek supir truk itu meninggal di tempat. Seme
~~~***~~~ “Sudahh berkali-kali Aa bilangin, jangan makan sambal. Lihat kan, akhirnya sekarang lambungmu kena.” “Biarin, suka-suka lah. Ngatur aja.” “Sampai ada yang berani membicarakan Ayu lagi di belakangku, awas kalian!” “Udah Aa, jangan galak gitu. Mereka, kan, cuman ngomongin. Neng gak papa, kok,” “ Biarkan Neng, biar mereka tahu, Aa gak suka kamu jadi bahan gunjingan terus menerus.” “Makanya lain kali pamit kalau mau pergi kemana-mana, gak usah jaim. Jadi kalau kejadian motormu mogok lagi, pulsa habis, dompet hilang, Aa bisa langsung jemput kamu. Main kabur aja. Untung aja Aa pasang gps di ponselmu jadi bisa tahu kamu di mana.” “Kalau bilang dulu, bisa-bisa kamu larang. Males,” “Baru disenyumin aja geer banget. Tuh cowok cuman iseng. Jangan gampangan jadi cewek
~~~***~~~ Semilir angin yang sejuk berhembus menerbangkan dedaunan pohon mangga yang banyak tertanam di depan rumah. Malam menjelang, namun suara deru kendaraan yang hilir mudik di depan rumah besar berhalaman luas itu tak jua berhenti. Sesekali orang yang lewat menyapa sang pemilik rumah yang sedang merokok sambil menatap kolam ikan miliknya. Setelah rokoknya tinggal sedikit, ia membuang puntung itu. Lalu ia memasuki rumahnya menuju ke ruanh makan. Perutnya sudah merintih minta diisi. Sesampainya di meja makan, ia membuka tudung saji itu dengan kening mengernyit. “Neng ..!” lelaki berkulit sawo matang itu memanggil sang pujaan hati. Perempuan cantik berambut sepinggang yang dipanggil Neng itu mendekat dari arah kamar. Ditangannya menggenggam ponsel berwarna perak. Raut wajahnya merengut karena tidak suka kesenangannya terganggu. “Apa sih? Ganggu aja.” “Maen ponsel m
~~~***~~~ Ayu tiba di kampungnya nyaris menjelang tengah malam di saat semua orang sudah tertidur lelap. Rasanya ia ingin cepat masuk kamar tapi Irfan menahannya di depan rumah. Katanya dia ingin berduaan dengannya. Huh, Ayu segan rasanya menghabiskan waktu hanya berdua saja dengannya meskipun itu hanya semenit. Irfan memilin-milin rambut Ayu di jarinya pelan, imbuhnya," kamu aku pingit. Jangan keluar rumah atau pergi kemana pun. Kalau aku tahu kamu pergi keluar rumah, kamu aku pingit di rumahku. Mau?" Ayu memalingkan wajahnya jengah.Lihat kan, dia selalusaja seperti ini dari dulu. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengannya nanti? Bisa-bisa ia gila. "Kamu denger Aa gak Neng?" bahkan dalam keadaan tubuhnya penuh memar, akibat perkelahiannya tadi, tak mengurangi sedikitpun sifat posesifnya. Dasar laki-laki gelo! Bukannya memikirkan sakitnya, malah mikirin Ayu dan melarangnya ini itu.
~~~***~~~ Udara pagi itu bersinar cerah. Tak biasanya hari itu tidak turun hujan. Setelah seminggu berturut-turut hujan, pagi ini mentari tersenyum cerah. Menyapa insan dibumi yang sedang sibuk menjalankan aktivitasnya. Di sebuah bangunan sederhana, di mana terdapat enam pintu kost, kesibukan terlihat nyata disana. Satu persatu penghuni kos itu pergi. Ada yang mengenakan seragam kantor, sedang menaiki ojek online pesanannya, ada yang sudah pergi menaiki kendaraannya sendiri, dan ada yang mengenakan seragam kampus, yang dijemput temannya untuk pergi ke kampus bersama. Hingga kini hanya tersisa satu pintu terbuka. Sebuah mobil lossbak berhenti di depan koss Ayu yang sepi. Dua orang pria turun dari sana. Mereka tampak mengobrol dan mengetuk pintu pagar. Tak lama penghuni kos yang terakhir keluar dan membukakan pintu pagar koss. Penghuni kos terakhir itu adalah Wina, tetangga samping kos Ayu. Wina dan oran
~~~***~~~ Siang ini bersinar terik dan sinar radiasinya menusuk kulit. Beberapa orang yang sedang berada di luar ruangan mengeluhkan panasnya terik mentari yang belakangan ini sering sekali mereka alami. Sehinggga mereka bergegas mencari tempat untuk berlindung dari sengatan mentari tersebut. Di salah satu resto dalam mal, tampak Desi sedang menyantap makanannya itu dengan hati dongkol. Bagaimana ia tidak dongkol, Sudah 2 jam ia menunggu notif di ponselnya, berharap ada pemberitahuan uang masuk dari Dicky. Siang ini Dicky berjanji akan mentransfer uang 100 juta supaya dia tidak menyebarkan fhoto-fhoto tidak senonoh Irfan dan Ayu. Namun sampai ia selesai makan pun, tak jua ada pesan masuk. Awas saja kalau sampai mereka ingkar, dia akan menyebarkan foto itu di sosmed juga. Batinnya dalam hati. Desi menggeram kesal saat kembali menelpon mantan mertuanya tapi selalu tulalit. Ia kesal. Apa mantan m
~~~***~~~Ruangan itu kembali sepi setelah Ayu memberikan jawabannya tadi. Sejam yang lalu orang tua Irfan memilih pulang ke apartemen Irfan ditemani Irfan. Entah apa reaksi mereka melihat foto-foto kebersamaan mereka di apartemen itu nanti. Ayu sudah tak mau peduli. Hidupnya sudah tak berarti lagi. Ia hanya akan mengikuti kemana air mengalir. Ia sudah mati semenjak tak ada yang mempedulikan perasaannya lagi.Orangtuanya sendiri sedang makan di kantin sembari sembahyang isya. Ayu tak masalah ditinggal sendiri, toh ada tombol darurat untuk memanggil perawat kalau ia membutuhkan apapun.Lagipula kalau terjadi apapun padanys ya tidak masalah. Hidupnya sudah tidak berharga lagi. Ia sudah hancur.Hiikksss...Kreeet ... suara pintu kamarnya terbuka. Ayu menatap tajam ke arah pintu yang menampilkan sosok Desi dengan senyum sinisnya. Dulu, mungkin Ayu takut Desi yang terkenal paling Bengal di kelompoknya itu, melabraknya atau berbuat ses
~~~***~~~ Irfan terbangun dengan malas karena perutnya berteriak meminta makan. Refleks tangannya meraba tubuh Ayu yang tertidur disampingnya namun tangannya hanya menyentuh tempat kosong. Meski tangannya mulai bergerak kasar menepuk sana sini namun tak jua meraba tubuh Ayu. Sontak ia menoleh kesamping tempat tidurnya yang ternyata memang kosong. Panik, Irfan melonjak bangun sambil berteriak memanggil Ayu. "Neng ... kamu di mana Neng?" Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Irfan menghela nafas lega. Ayunya ada di kamar mandi. Ia pun turun menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya. "Neng, udah belum? Aa mau mandi juga." Hening. Tak ada jawaban. Dengan sabar Irfan mengetuk lagi lebih keras, berharap kali ini Ayu mendengarnya. "Neng, masih lama, gak? Aa mau mandi juga. Bukain dong..!" Hening, kembali tak ada jawaban. Tapi suara air yang terus bergemericik membuat Irfan yakin Ayu sedang mandi di dalamnya. Mendadak Irfan me
~~~***~~~ Setelah pulang dari karaoke itu, Irfan memaksa Ayu berkemas, ia akan mengajaknya pulang kampung besok. Ia berencana melamar Ayu setibanya mereka di kampung. Tak peduli orangtua mereka merestui atau tidak, ia akan tetap menikahi Ayu. Bahkan ia akan memberitahu kedua orangtua masing-masing kalau ia dan Ayu sudah berhubungan jauh. "Setibanya di kampung, Aa bakal langsung lamar kamu lalu kita nikah." Kata Irfan sebelum Ayu keluar dari mobil untuk mengambil baju-bajunya di kos. Ayu hanya mengangguk pasrah. Benaknya malah membayangkan apa reaksi Zaki kalau tahu Irfan memaksanya menikahinya padahal mereka sudah berpacaran. Apa Zaki akan kecewa padanya, menganggapnya perempuan jahat, atau mungkin membencinya. Kalau saja Zaki nekad mengajaknya kawin lari, Ayu bersedia. Sepertinya hidup bersama Zaki lebih menentramkan batinnya daripada hidup bersama Irfan. Tapi Irfan benar, Zaki bisa saja hanya i