Natasya memberilkan pelototan kepada Sandoro, digigitnya lengan pria itu hingga mengaduh. “Menjauh dariku! Atau aku akan melaporkan apa yang kau lakukan kepada ayahmu!”Ia berjalan menjauh dari tempat tersebut dan suatu keberuntungan bagianya karena suamianya terlihat mendekat.“Ada apa ini? Apakah kalian berdua bertengkar?” Tanya Pratama melihat kepada Natasya dan Sandoro secara bergantian.Marsya melirik Sandoro yang berdiri tak jauh di belakangnya. Sikap pria itu terlihat tenang dan penuh percaya diri. Hal itu membuar Natasya marah karena ia benci melihat sikapnya itu.“Silakan, kau tanyakan kepada putramu itu!” Natasya berjalan melewati Pratama.Pratama mengalihkan tatapan dari Marsya kepada Sandoro meminta penjelasan dari putranya itu.“Apakah Ayah akan percaya kalau kukatakan istrimu yang masih muda itu mencoba untuk merayuku? Lihatlah caranya berpakaian!” sahut Sandoro dengan enteng.Natasya menatap Pratama sambil menggelengkan kepala, ia tidak mau suaminya itu percaya dengan a
Pratama menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan kasar, ia menahan umpatan yang hendak terlontar dari mulutnya. “Jadilah lelaki dewasa yang bisa bertanggung jawab dan jangan bertingkah konyol!”Rahang Sandoro mengeras kedua tangan mengepal di samping tubuh, ia membuang puntung rokok yang masih tersisa separuh ke lantai lalu diinjak menggunakan sol sepatu.“Apakah Ayah pikir aku ini bocah kemarin sore yang akan bersikap kekanakan? Ayah lihat kalau aku akan menyelamatkan perusahaan dari wanita mata duitan itu! Ayah dibutakan dengan sikap lugu dan kecantikan wajah Natasya hingga tidak bisa berpikir dengan jernih,” tegas Sandoro.Natasya yang berjalan menuju pintu keluar menjadi tertegun, langkahnya terhenti. Ia mengepalkan kedua tangan hingga kuku-kuku jemari terasa menusuk ke daging.Dengan suara yang tercekat ia berkata, “Maaf, mengganggu kalian! Akan tetapi, aku tidak mau kehadiranku menjadi hubungan antara ayah dan anak retak. Mungkin lebih baik kami pergi dari sini.”Sand
Natasya mengeluarkan suara menggeram marah, ia menghela napas dengan kasar. Kesabarannya sedang diuji menghadapi Sandoro. “Kau sengaja memancingku untuk bertengkar denganmu, bukan? Tidak perlu kau jawab karena bukti sudah begitu jelas.”Dibukanya pintu mobil dengan kasar kemudian ia berjalan keluar menuju pabrik tersebut sambil membawa map berisikan lamaran pekerjaan.Didengarnya suara langkah kaki yang mengekor di belakang, tetapi ia tidak mau menoleh walaupun punggung terasa terbakar akibat tatapan Sandoro.Begitu sampai di depan pintu pabrik ia harus berhadapan dengan seorang petugas keamanan yang berjaga di samping pintu. Natasya mengerutkan kening saat melihat pria itu memberikan hormat kepada pria yang berdiri di belakangnya.“Bertanyalah, Ibu! Kenapa pria itu menaruh hormat kepadaku? Atau kau akan mati karena merasa penasaran,” sindir Sandoro pelan.Natasya menelan ludah dengan sukar, ia mengabaikan apa yang dikatakan oleh pria itu. Ia memberikan senyuman kecil kepada petugas k
Natasya meremas kedua tangan di pangkuan. Ia bangkit dari duduk hendak keluar dari ruangan tersebut. “Saya rasa jabatan sebgai sekretaris Bapak tidaklah tepat!”Suara tawa bergema nyaring di ruangan tersebut. Terdengar suara langkah kaki berjalan cepat mendekat ke arah Natasya. Ia merasakan sebuah tarikan hingga badannya terasa membentur sesuatu yang kokoh.“Terasa janggal, bukan? Kalau kau harus memanggilku, Pak. Sementara di kehidupan nyata kau adalah ibu tiriku.” Sandoro mengulurkan satu tangan untuk mengusap lembut pipi Natasya.Ia merendahkan kepala menghidu aroma shampo yang dipakai Natasya. “Kau begitu menyegarkan seperti bunga yang sedang mekar. Mengapa harus menikah dengan ayahku yang mungkin saja usianya tidak akan lama lag? Akh! Aku lupa kalau memang itu tujuanmu agar segera mendapatkan harta dengan cara instan tanpa harus bekerja keras.”Natasya mengepalkan kedua tangan kemudian ia pukulkan secara berulang kali ke punggung Sandoro. Namun, pria itu bergeming ia tetap memelu
“Terima kasih, Tuan! Urusan saya di sini sudah selesai. Sekarang saya ingin pulang.” Natasya berjalan kembali menuju pintu keluar dari gedung yang menjadi kantor untuk pabrik garmen.Natasya bisa bernapas lega karena dirinya bisa keluar dari ruangan tersebut. Sesampainya di luar ia disambut oleh pria yang pernah menjemputnya di rumah sakit.“Apakah Anda sudah selesai, Nyonya? Saya akan mengantarkan Anda pulang,” ucap pria itu.“Terima kasih, tetapi saya ingin berjalan-jalan dahulu. Nanti saya akan pulang naik angkot saja,” sahut Natasya.“Hmm, mau kemana kamu siang-siang di tengah panas matahari seperti ini? Apa kamu hendak bertemu dengan lelaki itu?” Bisik Sandoro tiba-tiba.Sontak saja Natasya menjadi terkejut, ia sama sekali tidak menyadari kedatangan Sandoro di belakangnya. “Kau mengejutkanku! Apa yang kulakukan bukanlah urusanmu, Nak! Aku hanya memiliki kewajiban bercerita kepada suamiku tidak kepadamu.”Sandoro memberikan lambaian tangan kepada sopir itu untuk menjauh. Satu tang
Pratama batuk kecil mendengar pertanyaan yang diajukan Natasya. “Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku juga tidak mengerti mengapa ia bisa menjadi bosmu. Mungkin saja dirinya berteman dengan pemilik pabrik itu hingga ia bisa dengan mudah memperoleh jabatan tinggi.”Natasya mengerutkan kening mengamati wajah Pratama seksama. Entah mengapa ia merasa kalau suaminya itu berbohong. Jelas ada sesuatu yang dirahasiakan, tetapi tidak mengetahui alasannya.Hari demi hari berlalu berganti bulan. Hubungan antara Natasya dan Pratama berjalan platonic. Pria itu tidak pernah menyentuh Natasya layaknya seorang suami kepada istri.Sementara hubungan antara Natasya dan Sandoro diwarnai dengan pertengkaran yang kerap terjadi. Terkadang Natasya merasa risih dan takut dengan tatapan yang dilayangkan pria itu kepadanya.‘Kenapa Sandoro akhir-akhir ini sering sekali mencuri pandang kepadaku dengan tatapan yang sulit dimengerti?’ batin Natasya.***Usia kehamilan Marsya sudah menginjak sembilan bulan dan hub
“Tolong selamatkan nyawa keduanya.” ucap Raffael.Ia pun hanya bisa memandangi saja brankar Marsya didorong masuk ruang gawat darurat. Pandangannya tertuju pada pintu yang tertutup rapat. Ia berdiri menyender pada dinding dengan hati tidak tenang.Waktu terasa lama bagi Raffael sesekali ia melihat jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. ‘Mengapa lama sekali tidak ada yang keluar dari ruangan tersebut?’ gumam Raffael.Didengarnya suara langkah kaki mendekat Raffael membalikan badan. Dilihatnya kalau kedua orang tuanyalah yang datang.“Raffa, bagaimana keadaan Natasya dan calon anak kalian?” Tanya ibu Raffaelyang dengan raut wajah cemas.“Entahlah, Bu! Saya juga tidak mengetahuinya,” Sahut Raffael.Iya kembali membalikan badan melihat ke arah pintu yang masih tertutup rapat. Rasa cemas semakin menjadi menghinggapi hati Raffael begitu ia menyadari sudah satu jam Marsya berada dalam ruangan tersebut.Raffael menegakan badan lalu berjalan mendekati pintu yang baru saja d
Sandoro menyipitkan mata ia berjalan mendekat ke arah Natasya. Dicekaunya dagu wanita itu dengan kasar. “Ayahku beberapa hari ini terlihat tidak sehat dan kau memperlihatkan perhiasan yang sebelumnya tidak pernah kau pakai. Bagaimana diriku tidak menjadi curiga kalau kau sedang merencanakan sesuatu kepadanya?”Natasya menghembuskan napas dengan kasar ia menarik lepas tangan Sandoro. Matanya menyala-nyala karena amarah. “Mengapa kau begitu bersikeras kalau ayahmu adalah orang kaya sementara kami hanya menempati rumah sederhana? Kehidupan kami pun tidak bermewah-mewahan!”Dengusan terlontar dari bibir Sandoro, ia bertepuk tangan memberikan senyum mengejek kepada Natasya. Dengan suara dingin ia mengatakan bahwa Natasya berpura-pura tidak mengetahui kekayaan ayahnya. Ia juga menuduh istri ayahnya itu sedang membujuk dan bersandira agar dapat memperoleh warisan.Tangan Natasya terulur hendak melayangkan tamparan ke wajah angkuh Sandoro. Akan tetapi, tangannya ditangkap oleh Sandoro hingga
Sontak saja Natasya menjadi terkejut, ia membalikan badan. Dilayangkannya senyum tipis kepada Ades. “Yang kulakukan sama sekali bukanlah urusanmu! Aku juga tidak peduli dengan apa yang kau tuduhkan.”Setelah mengatakan hal itu Sasha membalikan badan hendak berlalu pergi dari sana. Karena ia tidak mau berada lebih lama lagi di tempat yang sama dengan kekasih Raffael.Langkah Natasya terhenti ketika ia mendengar nada suara Ades yang terdengar mencemooh, “Tentu saja aku tidak akan mengatakan kepada Raffael kalau bertemu denganmu. Aku bahkan lebih suka kalau kau tidak menampakan dirimu di rumah itu lagi.”Wanita itu kemudian berlalu pergi dari hadapan Natasya. Membuat Natasya memandangi punggungnya dengan kesal.‘Mengapa wanita itu terus saja membuatku marah? Mereka berdua memang pasangan yang serasi,’ batin Natasya.Ia masuk mobil lalu duduk di balik kemudi. Dikemudikannya mobil menuju rumah sakit. Sesampainya di sana ia langsung membereskan administrasi untuk operasi papinya.Keesokan h
Tidak mau terjadi keributan Natasya bangkit dari duduknya. “Maaf, saya akan makan di dapur.”Dengan anggukan kepala ia berjalan keluar dari ruang makan. Saat melewatii Raffael dan kekasihnya, ia mengangkat kepala. Menatap pasangan itu dengan raut datar. “Akhirnya kau sadar diri juga! Semoga kau tidak berpura-pura amnesia dan kembali makan di ruangan ini,” sindir Ades.Natasya menghentikan langkah, ia menatap wanita itu dengan tajam. “Saya memang pengasuh di rumah ini. Sementara Anda adalah kekasih pemilik rumah ini. Akan tetapi, apakah kau yakin Raffael akan menikahimu? Karena kudengar ia pernah bertunangan lama, tetapi ia justru menikahi sahabat tunangannya.”Raffael menggeram marah. ia memberikan pelototan pada Natasya. Dicekalnya lengan wanita itu setengah menyeret ia membawa wanita itu keluar. Didorongnya dengan kasar, hingga punggung Natasya menempel pada dinding.Tangan Raffael berpindah memegang dagu Natasya dengan kasar. Sampai kuku-kuku jarinya terasa menusuk daging, tetapi
“Kau pengecut! Selalu memilih untuk pergi.” Raffael menatap tajam punggung Natasya.Langkah Natasya terhenti, tetapi ia tidak membalikkan badan untuk melihat Raffael. “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Tuan! Anda sudah mengatakannya dengan begitu jelas.”Dilanjutkannya kembali berjalan memasuki rumah. Sesampai di depan pintu kamar Tiara, ia membukanya pelan. Diliatnya kalau gadis cilik itu tidur dengan nyenyaknya.‘Akh, sebaiknya aku pergi keluar saja untuk mencari makan,’ batin Natasya.Ditutupnya kembali pintu kamar Tiara dan berjalan memasuki kamarnya sendiri. Diambilnya tas tangan berisikan dompet, serta ponsel. Setelahnya, ia keluar kamar menuruni tangga. Di bawah anak tangga ia berpapasan dengan Raffael yang akan naik. Sambil menundukkan kepala ia berjalan melewati pria itu.Tiba-tiba saja lengannya ditarik dengan kasar, hingga ia membentur dada Raffael. Suara kesiap karena terkejut lolos dari bibirnya.“Mau pergi kemana kau?” desis Raffael dengan suara tertahan.“Maaf, Tu
Nadi Natasya berdenyut cepat, ia menundukkan kepala tidak sanggup menatap mata Raffael. Agar pria itu tidak melihat kalau kata-katanya kembali melukai Natasya. “Terima kasih, untuk kesekian kali diingatkan. Maaf, saya yang sudah besar kepala.”Natasya berenang mengabaikan Raffael, ia berenang menuju Tiara yang berada dalam pelampungnya. “Apakah kamu mau turun dari tempatmu itu bermain air dengan Nanny?”Senyum cerah terbit di wajah Tiara, ia tidak mengetahui kalau nannynya sedang sedih. Gadis cilik itu merentangkan kedua tangan meminta diangkat dari pelampungnya.Dengan sigap Natasya melakukannya. Ia sengaja membawa Tiara berenang ke bagian yang terjauh dari Raffael. Suara tawa senang gadis cilik itu mampu menghibur Natasya membuatnya melupakan sejenak kata-kata kasar dari majikannya.“Apakah kau sudah lelah berenang? Kita naik ke atas ya karena hari sudah mulai gelap.” Ajak Natasya kepada Tiara.Anggukkan kepala Tiara berikan kepada Natasya. Selain sudah lelah, ia juga merasa mengant
Raffael terdiam, rahangnya mengetat dengan kedua tangan mengepal di samping tubuh. “Mengapa kau berpikir aku masih mencintai Natasya dan berhubungan kembali dengannya? Hubungan kami sudah lama usai. Kalau kau meragukan diriku silakan pergi dari hubungan ini.”Ades tidak puas dengan jawaban dari Raffal, tetapi rasa takutnya diputuskan pria itu jauh lebih besar. Ia harus mengalah kepada kekasihnya itu. Namun, tidak dengan Natasya. Akan diberikannya peringatan keras.“Maaf, Raff! Aku tidak bermaksud untuk meragukanmu. Hanya saja kehadiran wanita itu di rumah ini membuatku cemburu.” Ades memeluk Raffael erat. Untuk menunjukkan kalau dirinya takut kehilangan pria itu.Perlahan Raffael melepaskan pelukan Ades, ia hanya memberikan anggukan kemudian berjalan meninggalkan wanita itu seorang diri saja. Ades memandangi punggung Raffael sampai pria itu menghilang dari pandangan. Tampangnya terlihat cemberut saat ia dengan terpaksa keluar dari rumah itu. Ia harus bisa meyakinkan dirinya sendiri
“Apakah Nanny tahu siapa Om, itu?” Tanya Tiara dengan mata besarnya menatap penuh harap.Natasya mengalihkan tatapannya kepada Raffael. Ia ingin tahu apakah pria itu akan berkata jujur kepada anak kecil yang berdiri di antara mereka berdua.Raffael menegakkan badan dengan suara dingin, ia berkata, “Nannymu akan mengatakannya kalau ia berani.”Dengan suara pelan yang hanya bisa didengar Raffael, Natasya berkata, “Kenapa kau menjadi pengecut, Raff? Mengakui kalau gadis kecil ini adalah putrimu begitu berat.”Posisi Natasya yang berdiri begitu dekat saat berbicara, hingga dari posisi Ades berdiri. Terlihat seolah keduanya sedang berciuman. Dan hal itu jelas memancing rasa cemburunya.“Apa yang kalian berdua lakukan? Tidakkah kalian menghargai diriku dan juga ada anak kecil yang bisa melihat! Dasar pengasuh tidak tahu malu! Aku tahu kalau kau berusaha untuk menaikkan derajatmu menjadi Nyonya di rumah ini!” bentak Ades emosi.Sontak saja Natasya menjadi terkejut, ia langsung menjauhkan bad
“Hahaha! Kau sungguh menggelikan sekali. Mana mungkin kekasihku akan cemburu kepada pengasuh sepertimu. Ia tahu kalau kau bukanlah wanita yang akan menjadi pilihanku. Aku memintamu ke sini untuk mengingatkan agar kau tidak boleh menampakkan dirimu di hadapanku!” tegas Raffael.Hati Natasya terasa sakit mendengar ucapan kasar Raffael. Dirinya tidak dianggap sama sekali, padahal mereka pernah bertunangan. Sebegitu rendahnyakah status sebagai seorang pengasuh putrinya di mata Raffael?“Baik, Tuan! Saya mengerti. Saya akan berusaha agar kita tidak perlu bertemu. Karena tidak ada lagi yang perlu dibicarakan saya permisi.” Natasya bangkit dari duduk berjalan menuju pintu.Raffael juga bangkit dari duduknya, ia meletakkan tangan di atas tangan Natasya mencegah wanita itu membuka pintu. “Siapa yang mengatakan aku sudah selesai berbicara denganmu?”Natasya membalikkan badan hingga berhadapan dengan Raffael. Dan itu merupakan suatu kesalahan karena keduanya berada begitu dekat. Dia melangkah m
Natasya menelan ludah dengan sukar tenggorokannya terasa kering. Diambilnya gelas berisi air yang langsung ia minum. Setelahnya ia letakkan kembali gelas itu di atas meja.“Saya tidak ingin bertengkar di meja makan dan saya bekerja untuk Nona Tiara anak dari pemilik rumah ini. Yang kehadirannya belum diketahui oleh anak asuh saya.” Natasya melihat ke arah Tiara yang balas menatapnya.“Nanny, kita pergi saja dari sini. Kita makan di luar saja aku takut.” Tiara bangkit dari duduk. Ia menarik tangan Natasya menjauh dari tempat tersebut.Dengan senang hati Natasya memenuhi permintaan anak asuhnya itu. Sebelum keluar ia memberikan anggukan kepala kepada Raffael. Karena biar bagaimanapun juga pria itu adalah majikan yang selama ini tidak dilihatnya.“Siapa yang mengijinkan kalian keluar! Kembali ke tempat kalian kita makan bersama dan tidak ada perdebatan!” seru Raffael dengan nada suara dingin.Natasya menghentikan langkah diikuti oleh Tiara. Melalui genggaman tangan gadis cilik itu terlih
Sontak saja Ades menjadi terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Raffael. “Kau tidak becanda, bukan? Tentu saja aku bersedia.”Mata Ades berbinar senang, ia tidak menghiraukan fakta di depan matanya kalau Raffael tidak terlihat sama antusiasnya. Atau pun senang mendengar ia menyetujui apa yang dikatakan oleh pria itu.Dipeluknya pundak pria itu sambil mengecup pipinya sekilas. “Kuharap kau tidak menyesal dengan apa yang barusan kau katakan, Raff!”Raffael mengambil cawan berisi anggur disesapnya isinya sampai tandas dalam sekali tegug. Kalau berkata jujur kepada Ades tentu saja dirinya akan mengatakan menyesal. Ia tidak terlalu menyukai wanita itu karena bukanlah Natasya.“Bagaimana mungkin aku akan menyesal? Sementara kau adalah wanita cantik, serta mandiri sepertimu. Tentu saja kita berdua akan menjadi pasangan yang berbahagia dan membuat iri orang lain,” ucap Raffael dengan nada datar.Raffael bangkit dari duduknya mengulurkan tangan kepada Ades. Yang langsung disambut oleh wani